BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 PEMULIHAN KORBAN KDRT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesetaraan. Jakarta: Pusat Studi Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia dan Yayasan TIFA Foundation,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data, maka peneliti merumuskan kesimpulan yang

PENELITIAN KAJIAN WANITA

PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN SIDOARJO PASCA BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

RINGKASAN HASIL SEMINAR MAMPU. 11 Mei 2016

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

: Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada diktum kedua, Pusat Pelayanan Terpadu tersebut dibantu oleh Sekretariat Tetap dan 3 (tiga) Divisi

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BERITA DAERAH KOTA YOGYAKARTA

Vol 13 No. 2 Oktober 2017 ISSN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL: UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. implementasi strategi Lembaga Advokasi Perempuan (DAMAR) dalam

PEDOMAN WAWANCARA. A. Bagi Pegawai P2TPA Korban Kekerasan Rekso Dyah Utami. 1. Bagaimana sejarah berdirinya P2TPA Rekso Dyah Utami?

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PENGERTIAN TRAFFICKING

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Latar Belakang. Sementara itu guna meningkatkan peran daerah dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Pemerintah telah menerbitkan

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PROVSU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai collaborative governance pada penyelenggaraan pelayanan

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 897 TAHUN 2011 TENTANG

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

Praktik dan Evaluasi Pengarusutamaan Gender di Indonesia

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

RINGKASAN SKRIPSI. Oleh: Arum Yuana NIM

LEMBAR ISIAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2011

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJASAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia mengalami situasi darurat kekerasan. terhadap perempuan. Berdasarkan catatan tahunan dari

MEKANISME PENCATATAN & PELAPORAN KASUS KEKERASAN PEREMPUAN DAN ANAK SIMFONI PPA DKI Jakar ta, Oktober 2017

"Perlindungan Saksi Dalam Perspektif Perempuan: Beberapa Catatan Kritis Terhadap RUU Perlindungan Saksi usul inistiatif DPR"

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN

BAB III PENUTUP. maka pada bab ini penulis menyimpulkan sebagai rumusan terakhir dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB.

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

SEMARANG, 22 Oktober 2014

BAB V PENUTUP. sebelumnya, dapat penulis ketengahkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Nama : Aninda Candri L. NIM : Nama Kelompok : D Nama Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada bab IV maka ada beberapa hal yang dapat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

-2- Anak secara terintegrasi, terpadu, dan holistik, perlu dilakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan yang dilakukan oleh Menteri dan Komisi. Oleh

Transkripsi:

124 BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab tujuh ini membahas tentang kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan dalam tesis dimaksudkan sebagai rangkuman hasil telaah dan analisa yang telah dilakukan dalam bab-bab sebelumnya. Hal ini penting untuk manautkan isi semua bab menjadi sebuah rangkuman hasil penelitian karena data didapat dari berbagai sumber yang berlainan. Sementara itu, rekomendasi merupakan hasil pemikiran dan telaah penulis berdasarkan fakta, interpretasi terhadap perundang-undangan dan peraturan serta prediksi permasalahan ke depan. Rekomendasi ini nantinya akan diserahkan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI selaku pembuat kebijakan nasional tentang pemulihan korban KDRT dan Pemerintah Kabupaten Bekasi selaku implementator dari kebijakan nasional tersebut di tingkat kabupaten. Walaupun tesis bukan sebuah evaluasi program, namun penulis akan memberikan rekomendasi teknis sebagai pijakan langkah ke depan. Dalam bab terdahulu penulis sudah menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi hanya sebagai studi kasus, dengan kesimpulan yang dibuat di bawah ini menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten/kota lain dengan spesifikasi sejenis (belum memiliki fasilitas pemulihan, memiliki jumlah kasus KDRT yang tinggi, dan sebagainya) juga mengalami hal yang sama. Demikian pula rekomendasi yang dibuat juga merupakan rekomendasi yang dapat diimplementasikan di kabupaten/kota lain di Indonesia. Pada akhirnya tesis ini disiapkan untuk Program Kajian Wanita Universitas Indonesia sebagai kontribusi penulis untuk memberdayakan perempuan, terutama korban KDRT dan korban kekerasan berbasis gender lainnya. Penulis berharap agar korban KDRT tersebut yang ada hampir di semua kabupaten/kota di Indonesia mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan.

125 7.1. Kesimpulan a. Proses diterbitkannya UU No. 23/2004 tentang PKDRT memerlukan waktu 10 tahun yang diajukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) kepada pemerintah, atas desakan masyarakat/lsm. Ini memperlihatkan tingginya gugatan terhadap ketidakadilan yang menimpa perempuan di kalangan LSM dan KPP. Sementara instansi penanda tangan KATMAGATRIPOL (2002) selain KPP, belum memiliki perspektif yang sama. Keikutsertaan instansi ini (Departemen Kesehatan, Departemen Sosial dan POLRI) dalam KATMAGATRIPOL lebih didorong adanya prosedur birokrasi. Akibatnya selain tidak memahami tugas dan tanggung jawab kesepakatan, juga tidak peduli dengan langkah lanjut, terutama dalam hal menyosialisasikan kepada aparat jenjang dibawahnya. b. Dikeluarkannya UU No. 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Peraturan Pemerintah (PP) No.4/2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban KDRT dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI No.01/PERMEN PP/VI/2007 tentang Forum Koordinasi Penyelenggaraan Kerja Sama Pencegahan dan Pemulihan Korban KDRT tidak serta merta tersosialisasikan dengan baik di tingkat pemerintah kabupaten/kota. Hal ini disebabkan karena di dalam masyarakat belum ada contoh penanganan pemulihan korban, sehingga tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan meskipun petunjuk operasionalnya ada. c. Pemerintah Kabupaten Bekasi belum merespons kebijakan nasional tentang pemulihan korban KDRT, yang terlihat dengan tidak adanya program kerja daerah dan alokasi anggaran ABPD tahun 2008. Ini menjelaskan masalah KDRT dan pemulihannya belum menjadi prioritas, meskipun angka kekerasan meningkat dari tahun ke tahun. Penyelenggaraan kerja sama pemulihan korban tidak ada, namun sudah melakukan pembentukan dan pelaksanaan SOP pelayanan di UPPA Polres Bekasi. Juga, sudah terlihat pemberian pelayanan berdasarkan SOP pelayanan yang diberikan petugas medis Rumah Sakit Daerah, meskipun belum terlihat empati terhadap korban. Hal ini menjelaskan lemahnya perspektif kepemihakan terhadap perempuan.

126 d. Pelaku kekerasan terhadap perempuan (KTP), termasuk KDRT yang terjadi, baik secara nasional maupun yang terjadi di Kabupaten Bekasi adalah orang-orang terdekat korban; suami, orang tua, saudara laki-laki, paman, pacar, tetangga, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena adanya relasi kuasa yang tidak seimbang, di mana pelaku (powerful) merasa berhak melakukan kekerasan bahkan menguasai perempuan yang dikonstruksikan secara sosial sebagai makhluk yang lemah, bodoh dan pasif (powerless). e. Kekerasan ini (KTP/KDRT) sering terjadi dan meningkat jumlahnya. Hal ini diperparah oleh ketakutan korban untuk melaporkan kejadian atau kasus yang dialaminya. Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa korban tidak melapor, seperti terungkap dalam penelitian ini antara lain: Tidak siap atau takut dicerai, hal ini karena korban merasa kasihan dan khawatir tidak sanggup membiayai anak-anaknya pasca perceraian tersebut. Masih menganggap bahwa KDRT merupakan aib keluarga, sehingga urusan dalam rumah tangga diselesaikan secara kekeluargaan. Tidak siap dengan status janda karena masih beranggapan bahwa status tersebut berkonotasi negatif yang akan membuat malu keluarga besar. f. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Bekasi cukup tinggi, 101 kasus dalam rentang waktu dua tahun (2006-2007). Data ini diperoleh dari UPPA Polres Bekasi (KTP 56 kasus dan KDRT 10 kasus). Sementara itu, berdasarkan VeR yang dibuat oleh RSD Kabupaten Bekasi, terdapat 35 kasus penganiayaan, yang jika melihat tipologi kekerasannya 30 dari 35 kasus penganiayaan tersebut adalah KDRT; kekerasan yang tidak mengenal status sosial, pendidikan, ekonomi atau apapun. g. Tingkat kepedulian pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bekasi terhadap KDRT dan pemulihannya, masih sangat kurang. Hal ini disebabkan pertama, masyarakat asli Bekasi masih resisten terhadap pengaruh luar (yang dikhawatirkan akan memengaruhi sistem nilai yang sakral, yang mereka miliki), dan masyarakat urban yang kedua kelompok ini menetap di Bekasi memiliki aktivitas lebih banyak di kota/luar Bekasi. Kedua, pemerintah masih menganggap KTP/KDRT bukan sebagai masalah serius yang

127 membutuhkan penanganan secara terpadu. Ketiga, pergantian kepemimpinan (kepala daerah, kepala instansi) sering terjadi, yang berdampak pada bergantinya kebijakan dan program kerja. Budaya patriarki masih mendominasi sistem pemerintahan dan kemasyarakatan di kabupaten ini. h. Pemerintah Kabupaten Bekasi hanyalah sebuah studi kasus, persoalan semacam ini sangat mungkin dihadapi oleh pemkab lain dalam menyelenggarakan program pemulihan. 7.2. Rekomendasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI: a. Memonitor implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No.4/2006 dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan RI (Permen PP RI) No.01/PERMEN PP/VI/2007 untuk memahami kendala-kendala yang dihadapi pemerintah kabupaten/kota dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. b. Menjalankan koordinasi di tingkat pusat terhadap penyelenggaraan pemulihan korban KDRT dengan instansi terkait. Bidang PP di Pemkab juga menjalankan fungsi koordinasi untuk penyelenggaraan pemulihan di daerah masing-masing. c. Membantu advokasi penyelenggaraan pemulihan kepada pemkab/kota agar memprogramkan dan menganggarkan dalam APBD dana penyelenggaraan pemulihan. Pemerintah Kabupaten Bekasi a. Melihat tingginya angka KTP termasuk KDRT yang tercatat, perlu membentuk kerja sama terpadu untuk mengkampanyekan persoalan KDRT dan menyelenggarakan pemulihan korban KDRT. b. Menyediakan fasilitas rehabilitasi (rumah aman / shelter) yang memenuhi syarat; misalnya, menjaga kerahasiaan tempat dan identitas korban, petugas yang terlatih, dan lain-lain. c. Melibatkan organisasi perempuan atau organisasi lainnya yang peduli terhadap permasalahan perempuan, terutama pencegahan dan pemulihan

128 korban kekerasan. Hal ini penting dilakukan karena akan menjadi mitra dalam melakukan advokasi kebijakan dan penyelenggaraan kegiatan pencegahan dan pemulihan korban KDRT. d. Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Daerah (RSD) Kabupaten Bekasi agar melakukan koordinasi dalam penyediaan ruang pelayanan khusus yang memenuhi syarat (korban merasa nyaman, dan sebagainya), menyelenggarakan pelatihan bagi tenaga medis (tentang cara-cara mengidentifikasi korban KDRT) dan membebaskan segala biaya pengobatan termasuk visum bagi korban KDRT. e. Polres Bekasi dan Polsek agar menyediakan ruang pengaduan yang memenuhi syarat (menjaga kerahasiaan korban, dan sebagainya) dan menyelenggarakan pelatihan bagi petugas UPPA (tentang cara-cara menghadapi korban KDRT).