BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perkembangan isu Corporate Social Responsibility (CSR) cukup popular di Indonesia dalam beberapa tahun ini. Di Indonesia, praktik CSR telah mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini dilatarbelakangi kasus yang timbul akibat dari perusahaan yang tidak memperhatikan aspek sosial dan mengedepankan tata kelola perusahaan yang sehat seperti kasus pencemaran lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, meningkatnya polusi dan limbah, buruknya kualitas produk dan keamanan produk, penyalahgunaan investasi, pelanggaran adat, maupun kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi. Banyak beberapa perusahaan mulai antusias untuk melaksanakan aktivitas CSR. Dalam beberapa tahun terakhir dan beberapa dekade ke depan tekanan pelaku pasar dalam praktik bisnis kian menguat maka perusahaan sangat perlu untuk menginternalisasikan CSR. Setidaknya ada tiga kekuatan pasar yang akan memaksa perusahaan harus melaksanakan CSR dalam praktik bisnis dan pelaporannya yaitu kekuatan permintaan pasar, tekanan dari lembaga-lembaga internasional dan tekanan regulasi dari DPR dan pemerintah (Lako, 2011:75). Pertama, kekuatan permintaan pasar mendorong perusahaan untuk melakukan praktik bisnis dan menawarkan produk - produk yang ramah CSR. Dari situlah reputasi dan nilai pasar perusahaan terdongkrak di mata stakeholder. Alasannya 1
2 karena perusahaan tersebut memiliki potensi risiko yang rendah dan mempunyai prospek bisnis yang bagus. Kedua, tekanan dari lembaga-lembaga internasional misalnya kampanye global compact oleh PBB yang berisi 10 pilar etika korporasi dalam melaksanakan Corporate Social Responsibility yaitu korporasi harus menghormati HAM, memiliki standar ketenagakerjaan yang layak, meniadakan bentuk kerja paksa dan diskriminasi pekerja, mencegah kerusakan lingkungan, berinisiatif melestarikan lingkungan, berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan, dan mengharamkan semua bentuk korupsi, pemerasan, serta penyogokan. International Standard Organization (ISO) yang mengatur tentang CSR akan menerbitkan ISO 26000 dimana ISO 26000 hanya akan mensertifikasi produk-produk yang ramah CSR yang memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan lingkungan yang boleh diperdagangkan secara internasional. Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (earth summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam perspektif perusahaan, dimana keberlanjutan yang dimaksud merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari masing-masing stakeholder. Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin dunia memunculkan konsep social responsibility yang mengiringi dua konsep sebelumnya yaitu economic dan environment sustainability.
3 Ketiga, tekanan regulasi dari DPR dan pemerintah dengan adanya peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 UUPT menyatakan: 1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosisal dan Lingkungan (TJSL). 2. TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran. 3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (www.hukumonline.com). Peraturan perundang-undangan yang lain yaitu Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Serta Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas, dan peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013. Peraturan-peraturan tersebut yang mendorong perusahaan/korporasi untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) secara mandatory. Sejak diterapkannya undang-
4 undang tersebut satu demi satu perusahaan perseroan terbatas di Indonesia mulai mengungkapkan aktivitas tanggung jawab sosialnya dalam laporan keuangan tahunan. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dilandasi pemikiran bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya berpijak pada single bottom line dimana dihadapkan pada kepentingan kepuasan para pemegang saham (shareholder) saja dengan tujuan mencapai laba (profit) yang sebesar-besarnya, tetapi perusahaan harus berpijak pada triple bottom line dimana sangat perlu untuk memperhatikan masalah sosial (people), laba (profit) dan lingkungan (planet) (Suartana, 2010:109). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila orientasi perusahaan bergeser dari yang semula bertitik tolak hanya pada ukuran kinerja ekonomi, kini juga harus bertitik tolak pada keseimbangan lingkungan dan masyarakat dengan memperhatikan dampak sosial (Hadi, 2011). Konsep CSR merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para pemangku kepentingan (stakeholder) dan pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Adanya dampak dari aktivitas perusahaan telah menyadarkan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi bisa dikurangi agar dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang (Oktariani, 2014). Pengungkapan CSR yang lebih luas akan meningkatkan kesadaran investor mengenai keberadaan perusahaan dan memperbesar basis investor, dan tentu saja mengurangi biaya modal. Pengungkapan tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan stakeholders lainnya tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan CSR. Pengungkapan CSR yang
5 tepat dan sesuai harapan stakeholder akan memberikan sinyal berupa goodnews yang diberikan oleh manajemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek yang bagus di masa depan dan memastikan terciptanya sustainability development. Pemilihan sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur. Dikarenakan pelaksanaan CSR pada perusahaan manufaktur sudah ada sejak awal berjalan. Alasan lainnya adalah karena jumlah perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia banyak sekali dari berbagai macam sektor sehingga mudah memperoleh data yaitu berupa laporan keuangan perusahaan publikasi dan beberapa kegiatan perusahaan. Serta perusahaan manufaktur lebih banyak memberikan pengaruh atau dampak terhadap lingkungan di sekitarnya akibat dari aktivitas yang dilakukan perusahaan dan memenuhi segala aspek pada tema pengungkapan CSR. Perusahaan manufaktur dipercaya membutuhkan image yang lebih baik dari masyarakat karena sangat rentan terhadap pengaruh politik dan kritikan dari aktivis-aktivis sosial, maka diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur akan memberikan pengungkapan Corporate Social Responsibility yang lebih luas daripada perusahaan non manufaktur. Profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua sumber yang ada, penjualan, kas, aset, modal (Harahap, 2004:219). Rasio profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Wahidahwati, 2002). Laba yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah laba setelah bunga dan pajak. Semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan maka semakin besar kemampuan
6 perusahaan membagikan devidennya. Profitabilitas menjadi pertimbangan penting bagi investor dalam keputusan investasinya. Penelitian Badjuri (2011), Fariati dan Segoro (2013), Pradnyani dan Sisdyani (2015), Untari (2010), Santioso dan Chandra (2012) dan Felicia dan Rasmini (2015) menunjukkan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR sedangkan penelitian Sembiring (2005), Fr Reni (2006), Aulia dan Syam (2013), Nur dan Priantinah (2012), yang menemukan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Leverage adalah rasio yang menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa besar aset dan kegiatan operasional perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan modal (equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang baik mestinya memiliki komposisi modal yang lebih besar dari utang (Harahap, 2004:306). Penelitian Felicia dan Rasmini (2015), Jayanti (2011), Majidah dan Sihite (2014) hasil penelitian menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Sedangkan hasil penelitian Badjuri (2011), Sriayu dan Mimba (2013), Sembiring (2005) yang menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Menurut Mulyadi (2001:173) dewan komisaris adalah wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas. Dewan ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi). Dengan demikian dewan komisaris yang aktif menjalankan fungsinya dapat mencegah konsentrasi pengendalian yang terlalu banyak di tangan manajemen. Penelitian Sembiring (2005), Terzaghi (2012), Pradnyani dan Sisdyani (2015)
7 menunujukkan hasil bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR, sedangkan hasil penelitian Fahrizqi (2010), Badjuri (2011), Sriayu dan Mimba (2013) bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan untuk menciptakan lingkungan yang hijau (green) (Suratno et al., 2006). Kinerja lingkungan merupakan salah satu langkah penting perusahaan dalam meraih kesuksesan bisnis. Melalui Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) dikembangkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KLH RI) sejak tahun 2002 untuk mengukur tingkat ketaatan perusahaan berdasarkan peraturan yang berlaku. Kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR dapat dibuktikan oleh Suratno et al., (2006), Rakhiemah dan Agustia (2009), Sudaryanto (2011), Rahmawati (2012), Permana (2012). Fenomena gap yang terjadi di Indonesia dikarenakan perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mampu secara optimal melaksanakan tanggung jawab sosialnya terhadap lingkungan, masih berorientasi kepada kepuasan shareholdernya dan belum terlalu memperhatikan stakeholdernya seperti pemasok, konsumen, pemerintah dan lingkungan sosial sekitar perusahaan atau masyarakat sekitar. Selain itu, penelitian ini juga didorong karena adanya research gap atau inkonsisten dari hasil pada penelitian-penelitian terdahulu. Peneliti berkeinginan melakukan penelitian untuk melihat sejauh mana pengungkapan CSR dari perusahaan manufaktur di Indonesia yang telah terdaftar
8 pada Bursa Efek Indonesia serta PROPER Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan Corporate Social Resposibility (CSR) atau Corporate Social Resposibility Disclosure (CSRD) di Indonesia memunculkan hasil penelitian yang beragam. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan PROPER oleh Kementrian Lingkungan Hidup Tahun 2011-2015). 1.2 Rumusan Masalah Dari beragam hasil penelitian diatas, peneliti ingin menguji kembali yaitu : 1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan PROPER oleh Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2011-2015? 2. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan PROPER oleh Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2011-2015? 3. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan PROPER oleh Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2011-2015?
9 4. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan PROPER oleh Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2011-2015? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali faktor-faktor (profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, kinerja lingkungan) yang mempengaruhi pengungkapan corporate social responsibility. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak yang berkepentingan, seperti: 1. Manfaat Praktis a. Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan aspek jangka panjang dan jangka pendek dalam pengambilan keputusan investasi. Bagi perusahaan atau manajemen, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi untuk pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan. b. Bagi pemerintah, dengan adanya penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berkaitan dengan penerapan CSR sehingga dapat memperbaiki kinerja di masa yang akan datang.
10 c. Bagi masyarakat, dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat dapat terlibat aktif dalam pelaksanaan program-program CSR perusahaan manufaktur di Indonesia sehingga terbentuklah tata kelola yang baik. 2. Manfaat teoritis a. Bagi penelitian lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi hasil sebagai bahan acuan dalam penelitian lanjutan, serta dapat digunakan untuk perbendaharaan kepustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya. b. Bagi lembaga-lembaga pembuat peraturan atau standar, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusunan standar akuntansi keuangan dan lingkungan dan sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas standar dan peraturan yang sudah ada. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka ruang lingkup pembahasan penelitian ini meliputi pengujian pengaruh profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris dan kinerja lingkungan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian pada perusahaan manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan PROPER Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia selama 5 tahun mulai tahun 2011 sampai 2015.