BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. langsung dengan masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam. pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2010 SERI E.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 13 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 26 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

2016, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peratura

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERTURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PERTURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPAT1BANYUMAS PROVWS1JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3i TAHUN2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI BENGKULU TENGAH

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA PAWEDEN KECAMATAN BUARAN KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PENGELOLAAN ASET DESA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 20 TAHUN 2007

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPALA DESA MEJUWET KECAMATAN SUMBERREJO KABUPATEN BOJONEGORO RANCANGAN PERATURAN DESA MEJUWET NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 3

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 14/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 9 TAHUN 2O15 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2007 T E N T A N G KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH DESA TANJUNGSARI KECAMATAN SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA PERATURAN DESA TANJUNGSARI NOMOR : 06 TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

Menimbang : a. Mengingat : 1.

Ditetapkan di Malili pada tanggal 29 April 2015 BUPATI LUWU TIMUR, ANDI HATTA M.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1979 bercorak sentralistik. Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BUPATI KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI KUPANG NOMOR : 8 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang dibahas. Pada umumnya, desa dimaknai oleh masyarakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedesaan merupakan bagian integral dari Negara Republik Indonesia. Membangun desa berarti membangun sebagian besar penduduk Indonesia, hal ini mudah dimengerti karena lebih dari delapan puluh persen penduduk Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. Peraturan perundang-undangan tentang desa diawali dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau disebut dengan nama lain, selanjutnya desebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan tersebut dipertegas dalam pasal 200 ayat (1) Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa Dalam pemerintahan daerah kabupaten /kota, dibentukpemerintah desa yag terdiri pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Pengaturan tentang desa ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 1

2 2005 tentang Desa. Peraturan Pemerintah tersebut menjelaskan bahwa Pemerintah Desa merupakan tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi Dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Posisi desa yang otonom dengan sendirinya memberi peluag bagi desa untuk tumbuh secara wajar menampung dan merealisasikan kepentingan masyarakat, untuk itu Pemerintah Desa harus punya inoovasi dan kreatifitas yang tinggi dalam menggali sumber pendapatan desa. Pembangunan Nasional yang merupakan proses modernisasi telah membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia.perkembangan jaman yang pesat sebagai akibat dari pembangunan nasional ternyata banyak memberikan pengaruh pada tatanan pemerintahan di Indonesia. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dilakukan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah di dalam suatu masyarakat hukum. Desa atau struktur sosial sejenis desa merupakan bagian terbesar dari wilayah negara Indonesia yang tersebar di seluruh pelosok tanah air yang secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintah di Indonesia jauh sebelum negara ini terbentuk, Desa sebagai institusi sosial sekarang telah memiliki posisi penting sebagai institusi pemerintah terendah dalam struktur pemerintahan Indonesia. Desa memiliki nilai-nilai strategis antara lain tradisi, adat istiadat beserta hukumnya yang

3 bersifat mandiri menjadi sumber segala data dan informasi bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Desa sebagai pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat menjadi fokus utama dalam pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia ada di perdesaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan penatausahaan keuangan pemerintah desa terpisah dari keuangan pemerintah kabupaten. Pemisahan dalam penatausahaan kekayaan desa tersebut bukan hanya pada keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber kekayaan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya desentralisasi itu, otonomi daerah juga tumbuh karena adanya beberapa tuntutan dari berbagai pihak mampu untuk mengubah sistem pemerintahan yang ada sebelumnya. Kewenangan daerah tersebut menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab III pasal 10 ayat 2 yang menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan urusan Jurnal Administrasi Publik,pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian hal tersebut menjadi salah satu penyebab munculnya Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa. Munculnya undang ini memperkuat akan otonomi desa

4 yang sebelumnya telah dimiliki oleh desa. Otonomi desa yang berarti juga kekuatan hukum yang dimiliki suatu desa untuk dapat melakukan beberapa tindakan hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Dalam tindakan hukum yang dimiliki oleh desa, salah satunya adalah memiliki harta benda dan kekayaan sendiri. Kekayaan desa atau yang biasa disebut asset desa merupakan harta yang dimiliki oleh desa dan hal itu yang membedakan antara desa dengan kelurahan. Beberapa macam asset desa yang telah disebutkan merupakan hak milik atas desa yang dapat dikelola oleh desa itu sendiri. Pemerintah daerah hanya memberi bantuan dana sesuai kebutuhan desa yang sering disebut dengan dana alokasi desa yang kemudian nantinya akan membantu proses pembangunan desa. Suatu asset desa akan sangat berguna jika dikelola sangat baik pula oleh pemerintah desa. Pengelolaan asset desa yang baik dilakukan ini berdasarkan pada peraturan yang berlaku dan memiliki pedoman dalam pengelolaannya. Menurut Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 pengertian dari pengelolaan itu sendiri adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindah tanganan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pengelolaan keuangan Desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban.

5 Dalam pengelolaan keuangan desa dan pengelolaan ekonomi desa yang bersumber dari Pendapatan Asli Desa (PADes), Alokasi Dana Desa (ADD),dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan sumber-sumber pendapatan desa yang bersumber penyerahan urusan kewenangan kabupaten kepada pemerintah desa tentu perlu adanya undang-undang yang berfungsi sebagai regulasi, undang-undang yang dimaksud adalah Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005. Mencermati kembali undangundang No.32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah, khususnya pada bagian kelima atau tepatnya pada pasal 212 yang menjelaskan tentang keuangan desa. Demikian pula dengan pasal 213 yang menjelaskan tentang kelembagaan ekonomi desa yang disebut dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Dua pasal ini tampak berpasangan, pasal 212 menegaskan tentang input modal pembangunan sosial dan ekonomi desa, sedangkan pasal berikutnya menegaskan tentang institusi ekonomi desa yang dapat digunakan untuk sarana peningkatan ekonomi desa. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 212 ayat 1, bahwa keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Pasal 212 ayat 2 menjelaskan tentang hak dan kewajiban yang ditimbulkan oleh akibat interprestasi undang-undang pasal 212 ayat 1 diatas adalah pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa. Ini menjelaskan pada kita, bahwa

6 institusi ini mengarahkan kepada penerimaan manfaat bagaimana memandirikan desa, minimal secara ekonomi. Sementara itu, undang-undang No.32 pasal 212 ayat 3 menyatakan bahwa sumber pendapatan desa tersebut, terdiri atas: 1. Pendapatan asli desa. 2. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota. 3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. 4. Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. 5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. Sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah daerah, kecuali dilakukan perjanjian kerjasama atau bagi hasil yang saling menguntungkan. Sumber pendapatan desa tersebut disalurkan dan dibukukan melalui buku kas desa dan wajib untuk dituangkan dalam APBDesa Selain pengelolaan keuangan desa, salah satu dari hak Otonomi Desa adalah mengelola kekayaan desa. Kekayaan desa merupakan pendapatan atau penerimaan desa. kekayaan desa merupakan modal sosial sekaligus modal ekonomi yang bisa dijadikan pengembang kegiatan produktif masyarakat. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 04 tahun 2007 menjelaskan kekayaan desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa,

7 dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Kekayaan desa dengan demikian lebih mengerucut kepada pengertian kebendaan yang dikelola oleh pemerintah desa. Kekayaan asli desa terdiri dari: tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, hutan adat, dan lain-lain kekayaan milik desa yang sah. Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efesiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasil guna untuk meningkatkan pendapatan desa. namun kekayaan desa atau aset desa sendiri selama ini belum terkelola dan terolah secara maksimal bagi program peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Aset desa justru menjadi kekuatan ekonomi yang dikuasai untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Kekayaan desa dipergunakan untuk membiayai segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh desa dalam menjalankan pemerintahannya serta pembagunan desa. tanah kas desa yang termasuk dalam kekayaan desa harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pemasyarakatan di desa. Selain pengelolaan kekayaan desa pemerintah juga melaksanakan pengelolaan keuangan desa untuk kelangsungan operasional pemerintahan desa. Dalam hal pendanaan desa sebagai dana operasional pemerintahan desa hal ini disebabkan kepada APBD kabupaten/kota serta dana desa itu sendiri

8 yang terdiri dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), Pendapatan Asli Desa (PADes). Desa Plesungan merupakan desa yang memiliki kekayaan desa yaitu berupa tanah desa, bangunan desa, dan pasar desa pendapatan desa dari kekayaan desa ini seluruhnya diserahkan pada kas desa sebagai Pendapatan Asli Desa, maka dengan adanya kekayaan desa yang menghasilkan pendapatan asli desa dan adanya Alokasi Dana Desa (ADD), Bantuan dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi diperlukan adanya pengelolaan keuangan desa untuk di pertanggungjawabkan kepada pemerintah Kota/Kabupaten dan Provinsi. Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 9 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa menyatakan bahwa untuk memberikan pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), perubahan APBDes dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes perlu diatur petunjuk teknis pengelolaan APBDes. Di dalam Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Plesungan Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun 2014 terlihat bahwa pemerintahan Desa Plesungan melaksanakan pengelolaan keuangan dengan baik karena tidak adanya pemborosan anggaran oleh pemerintah desa dan adanya keterbukaan dalam pengelolaan keuangan kepada masyarakat Desa Plesungan. Ini menunjukan bahwa pemerintah desa sudah melaksakan pengelolaan keuangan desa seperti yang tertera pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa bab 5 yang

9 menyatakan bahwa adanya perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Dari hal tersebut untuk mengetahui seberapa transparanya pengelolaan keuangan desa di Desa Plesungan, maka penulis tertarik membahas dan menganalisis dengan melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KEKAYAAN DESA (STUDI KASUS DI DESA PLESUNGAN KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka. rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana tata kelola keuangan dan kekayaan di Desa Plesungan Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar pada tahun 2014? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tata kelola keuangan dan kekayaan di Desa Plesungan Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar pada tahun 2014. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada banyak pihak, diantara lain :

10 1. Bagi Pemerintah Desa Plesungan, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi untuk meningkatkan tata kelola desa Plesungan agar menjadi lebih baik. 2. Bagi peneliti, digunakan untuk mengukur kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang didapat dalam hal akuntansi sektor publik khususnya pengelolaan keuangan yaitu salah satunya pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Desa 3. Bagi masyarakat sekitar, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk menilai dan mengetahui bagaimana hasil pengelolaan desa Plesungan. 4. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan tambahan informasi untuk penelitian berikutnya khususnya mengenai pengelolaan keuangan dan kekayaandesa Plesugan. E. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I : PENDAHULUAN Pada bab ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

11 Pada bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang secara ringkas menjelaskan tentang permasalahan yang akan diteliti, kerangka teori dan penelitian sebelumnya. Bab III : METODE PENELITIAN Pada bab ini berisi uraian tentang penjelasan secara rinci mengenai semua unsur metode dalam penelitian ini, yaitu subyek penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data,teknik pengumpulan data, teknik analisis data. Bab IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi uraian tentang gambaran umum Kabupaten Sukoharjo, gambaran umum lokasi penelitian, hasil analisis data dan intreprestasi hasil penelitian. Bab V : PENUTUP Pada bab ini berisi kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan, serta berisi saran-saran yang perlu disampaikan baik untuk obyek peneliti maupun bagi peneliti yang selanjutnya.