BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa di mana individu banyak mengambil

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB II LANDASAN TEORI

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Efikasi Pengambilan Keputusan Karir. dalam berbagai keadaan (Bandura,1997).

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Hurlock (1999), masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia enam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di samping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran. Sebagai salah satu

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ulet, meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EFIKASI DIRI DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA REMAJA ASUH DI PANTI ASUHAN SINAR MELATI SLEMAN YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II LANDASAN TEORI. keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TEORI SELF-EFICACY

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, keadaan dunia pendidikan di Indonesia mengalami. perkembangan. Salah satu perkembangan terbaru yang terjadi adalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

terhadap kreativitas siswa SMA Negeri 2 Sidoarjo melalui motivasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Kajian Pustaka 1. Dukungan Sosial Orang Tua a. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua Dukungan sosial merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menerangkan bagaimana hubungan sosial menyumbang manfaat bagi kesehatan mental atau kesehatan fisik individu. Menurut Sarafino (1994:102), social support refers to the perceived comfort, caring, esteem, or help a person receives from other people or groups. Dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu bentuk kenyamanan yang dirasakan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok. Sedangkan menurut House (Smet, 1994), dukungan sosial didefinisikan sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek yang terdiri dari informasi, perhatian emosional, penilaian dan bantuan instrumental. Rook (Smet, 1994:134) berpendapat dukungan sosial sebagai satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial. Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal.

Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum. Beberapa pengertian tersebut menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan dapat menjadi dukungan sosial atau tidak tergantung pada sejauhmana individu merasakan hal itu sebagai dukungan sosial. Setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang menimbulkan persepsi individu bahwa individu menerima efek positif, penegasan, atau bantuan, menandakan suatu ungkapan dari adanya dukungan sosial. Adanya perasaan didukung oleh lingkungan membuat segala sesuatu menjadi lebih mudah terutama pada waktu menghadapi peristiwa yang menekan. Cobb (Smet, 1994:136) menekankan orientasi subyektif yang memperlihatkan bahwa dukungan sosial terdiri atas informasi yang menuntun orang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi. Menurut Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1994:133), dukungan sosial terpenting berasal dari keluarga. Orang tua sebagai bagian dalam keluarga merupakan individu dewasa yang paling dekat dengan anak dan salah satu sumber dukungan sosial bagi anak dari keluarga.

Santrock (2002) menjelaskan bahwa orang tua berperan sebagai tokoh penting dengan siapa anak menjalin hubungan dan merupakan suatu sistem dukungan ketika anak menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan lebih kompleks. Dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua memainkan peranan penting terhadap penyesuaian psikologis selama masa transisi yang dihadapi anak dalam bangku sekolah. Orang tua yang mendorong anak mereka untuk mencoba aktivitas yang baru dan memberikan dukungan pada usaha mereka akan membantu mengembangkan perasaan mampu pada anak saat menjumpai tantangan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial orang tua adalah suatu bentuk kenyamanan yang dirasakan, perhatian, penghargaan, ataupun bantuan yang diterima individu dari orang lain khususnya dari orang tuanya. b. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial Orang Tua Untuk menjelaskan konsep dukungan sosial, kebanyakan penelitian sependapat untuk membedakan jenis-jenis yang berlainan. Hal ini sangat berguna, karena nampak beberapa situasi yang berbeda memerlukan jenis bantuan atau dukungan yang sama sekali berbeda. Sarafino (1994) mengklasifikasikan dukungan sosial ke dalam lima bentuk, yaitu:

1) Dukungan emosional Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman, tentram, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres. 2) Dukungan penghargaan Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada orang yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika individu mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. 3) Dukungan instrumental Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan, yaitu dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas orang yang sedang stres. 4) Dukungan informasi Dukungan informasi terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu.

5) Dukungan jaringan sosial Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat saling berbagi. Sedangkan House (Smet, 1994) membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial, yaitu: 1) Dukungan emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. 2) Dukungan penghargaan Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan penghargaan yang positif untuk individu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif individu dengan individu lain, seperti misalnya perbandingan dengan orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya. Jenis dukungan ini membantu individu merasa dirinya berharga, mampu, dan dihargai. 3) Dukungan instrumental Mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya memberikan pinjaman uang bagi individu atau pemberian pekerjaan saat individu mengalami stres.

4) Dukungan informatif Mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saransaran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Sementara Weiss (Kuntjoro, 2002), mengemukakan adanya enam komponen dukungan sosial yang disebut sebagai "The Social Provision Scale", yaitu: 1) Kerekatan Emosional (Emotional Attachment) Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, atau anggota keluarga/teman dekat/sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis. 2) Integrasi sosial (Social Integration) Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang

memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok. 3) Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth) Pada dukungan sosial jenis ini individu mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan sosial semacam ini dapat berasal dari keluarga. 4) Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance) Dalam dukungan sosial jenis ini, individu mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial jenis ini pada umum berasal dari keluarga. 5) Bimbingan (Guidance) Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja atau pun hubungan sosial yang memungkinkan individu mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.

6) Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance) Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan lansia untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Dari ketiga peneliti di atas, didapatkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang beraneka ragam. Sarafino (1994) dan House (dalam Smet, 1994) memberikan bentuk-bentuk dukungan sosial yang hampir sama. Sarafino (1994) membagi dukungan sosial ke dalam lima bentuk sedangkan House (dalam Smet, 1994) membagi dukungan sosial menjadi empat bentuk. House (dalam Smet, 1994) tidak memasukkan jaringan sosial ke dalam bentuk dukungan sosialnya. Sementara Weiss (dalam Kuntjoro, 2002) membagi dukungan sosial menjadi enam komponen. Dari keenam komponen tersebut terdapat beberapa bentuk dukungan sosial yang sama dengan bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (1994) dan House (dalam Smet, 1994) yakni komponen pertama yaitu kerekatan emosional (Emotional Attachment) sama dengan dukungan emosional, komponen kedua yaitu integrasi sosial (Social Integration) sama dengan jaringan sosial, komponen ketiga yaitu adanya pengakuan (Reanssurance of Worth) sama dengan dukungan penghargaan, dan komponen terakhir yaitu bimbingan (Guidance) sama dengan dukungan informasi. Sedangkan dua bentuk komponen lainnya yakni ketergantungan yang dapat

diandalkan (Reliable Reliance) dan kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance) tidak terdapat pada bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (1994) dan House (dalam Smet, 1994). Dari ketiga tokoh tersebut, peneliti akhirnya menggunakan bentukbentuk dukungan sosial dari Sarafino sebagai instrumen penelitian yaitu dukungan emosional, penghargaan, instrumental, informasi, dan jaringan sosial. c. Sumber-Sumber Dukungan Sosial Menurut Rook dan Dootey (Kuntjoro, 2002), ada dua sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural. 1) Dukungan sosial artifisial Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. 2) Dukungan sosial natural Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya secara spontan dengan orangorang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut ; 1) Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan. 2) Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan. 3) Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama. 4) Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barangbarang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam. 5) Sumber dukungan sosial yang natural terbebas dari beban dan label psikologis. d. Pengaruh Dukungan Sosial Sarafino (1994) mengatakan bahwa untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu, ada dua model yang digunakan, yaitu:

1) Buffering Hypothesis Sarafino mengatakan bahwa melalui model buffering hypothesis ini, dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu dengan melindunginya dari efek negatif yang timbul dari tekanan-tekanan yang dialaminya dan pada kondisi yang tekanannya lemah atau kecil. 2) Direct Effect Hypothesis Model direct effect hypothesis menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis individu dengan ada ataupun tanpa tekanan, dengan kata lain seseorang yang menerima dukungan sosial dengan atau tanpa adanya tekanan ataupun stres akan cenderung lebih sehat. Menurut Sarafino melalui model ini dukungan sosial memberikan manfaat yang sama baiknya dalam kondisi yang penuh tekanan maupun yang tidak ada tekanan. 2. Efikasi Diri a. Pengertian Efikasi Diri Efikasi diri pertama kali diperkenalkan oleh Albert Bandura. Efikasi diri merupakan konstruk yang digunakan Bandura berdasarkan teori kognitif sosial. Dalam teori kognitif sosial, faktor-faktor internal dan eksternal dianggap penting. Peristiwa di lingkungan, kemampuan kognitif, dan perilaku individu dilihat saling berinteraksi dalam proses

belajar. Bandura menyebut interaksi kekuatan-kekuatan ini sebagai reciprocal determinism (Woolfolk, 2009). Manusia bertindak dalam suatu situasi bergantung pada hubungan timbal balik dari perilaku, lingkungan, dan kondisi kognitif, terutama faktor-faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa mereka mampu atau tidak mampu melakukan suatu tindakan untuk menghasilkan pencapaian yang diinginkan dalam suatu situasi (Feist & Feist, 2011). Efikasi diri merupakan salah satu potensi yang ada pada faktor kognitif manusia yang merupakan bagian dari penentu tindakan manusia selain lingkungan dan dorongan internal. Bandura (Woolfolk, 2009:127) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan seseorang akan kapabilitasnya untuk mengorganisasikan dan melaksanakan rangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan pencapaian tertentu. Sedangkan Schunk (dalam Komandyahrini & Hawadi, 2008) mendefinisikan efikasi diri sebagai penilaian seseorang akan dirinya atau kemampuannya yang berkaitan dengan tindakannya. Sementara Feist & Feist (2011:211) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan individu bahwa mereka mampu untuk melakukan suatu tindakan yang akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Efikasi diri membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan dan ketekunan yang mereka tunjukkan dalam menghadapi kesulitan, dan derajat kecemasan atau ketenangan

yang mereka alami saat mereka mempertahankan tugas-tugas yang mencakup kehidupan mereka. Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan atau kemantapan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam melaksanakan suatu tugas sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan. b. Dimensi Efikasi Diri Bandura (Setiadi, 2010) mengklasifikasikan efikasi diri ke dalam beberapa dimensi, yaitu: 1) Level Dimensi level berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas. Dimensi ini mengacu pada taraf kesulitan tugas yang diyakini individu akan mampu mengatasinya. Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang dianggap dapat dilaksanakan dan akan menghindari situasi dan perilaku yang dianggap di luar kemampuannya. 2) Generality Dimensi generality berhubungan dengan luas bidang tugas atau tingkah laku. Seperti dimensi level, dimensi ini bervariasi dalam jumlah dimensi yang berbeda-beda, diantaranya tingkat kesamaan aktivitas, perasaan di mana kemampuan ditunjukkan (tingkah laku, kognitif, afektif), kualitas situasi, dan karakteristik

individu. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu yang lebih luas dan bervariasi. 3) Strength Dimensi strength berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Individu dengan keyakinan kuat akan lebih berhasil dibandingkan dengan individu yang memiliki keyakinan rendah. Keyakinan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong individu tersebut dalam mencapai tujuannya. Sebaliknya, keyakinan yang lemah dan raguragu akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya. Peneliti akhirnya menggunakan ketiga dimensi efikasi diri tersebut sebagai instrumen penelitian yakni level, generality, dan strength. c. Sumber-Sumber Efikasi Diri Efikasi diri didapatkan, ditingkatkan, atau berkurang melalui salah satu atau kombinasi dari beberapa sumber. Bandura (Setiadi, 2010) mengemukakan empat sumber penting yang digunakan individu dalam membentuk efikasi diri, yaitu:

1) Mastery Experience (Pengalaman Menguasai Sesuatu) Orang-orang memiliki peran yang berbeda dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam memainkan peran mereka, individu menghadapi dua peristiwa yang kontradiktif yaitu keberhasilan dan kegagalan. Keberhasilan selalu berkaitan dengan aspekaspek positif atau kelancaran dalam mencapai tujuan. Sedangkan kegagalan sebagian besar berkaitan dengan situasi negatif yang terkadang mengecewakan dan membuat individu frustasi. Secara umum, keberhasilan individu akan meningkatkan efikasi diri yang dimilikinya, sedangkan kegagalan cenderung menurunkan efikasi diri yang dimilikinya. Pernyataan tersebut akan memberikan dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung pada proses pencapaiannya (Feist&Feist, 2011): a) Performa yang berhasil akan meningkatkan efikasi diri secara proporsional dengan kesulitan dari tugas tersebut. b) Tugas yang dapat diselesaikan dengan baik oleh diri sendiri akan lebih efektif daripada yang diselesaikan dengan bantuan orang lain. c) Kegagalan sangat mungkin untuk menurunkan efikasi saat mereka tahu bahwa mereka telah memberikan usaha terbaik mereka.

d) Kegagalan dalam kondisi rangsangan atau tekanan emosi yang tinggi tidak terlalu merugikan diri dibandingkan kegagalan dalam kondisi maksimal. e) Kegagalan sebelum mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk pada rasa efikasi diri daripada kegagalan setelahnya. f) Kegagalan yang terjadi kadang-kadang mempunyai dampak yang sedikit terhadap efikasi diri, terutama pada mereka yang mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap kesuksesan. 2) Vicarious Experience (Modeling Sosial) Secara umum, satu hal yang paling penting terkait dengan sifat manusia adalah individu mampu belajar dari diri sendiri maupun orang lain. Fenomena ini disebut vicarious experience. Mastery experience memungkinkan individu belajar dari diri sendiri dan tentang diri mereka sendiri dari segi kemampuannya, sementara vicarious experience merupakan sumber informasi yang dipelajari dan diterima individu dari orang lain. Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan teori kognitif sosial, individu memiliki kemampuan yang memungkinkannya untuk mengamati dan meniru perilaku orang lain dan mengadopsinya ke dalam pola tingkah laku mereka.

3) Verbal Persuasion (Persuasi Verbal) Dalam kehidupan manusia, kebanyakan individu mengharapkan dan mencari pengakuan sosial atas usaha, kerja keras, atau pencapaiannya. Dalam berbagai praktek sosial, sebuah pujian biasanya diberikan untuk perilaku atau kinerja tertentu. Persuasi verbal akan mendorong seseorang untuk melakukan usaha yang lebih dan mempertahankannya dalam rangka mencapai keberhasilan. Dapat disimpulkan bahwa banyaknya persuasi verbal yang diterima seseorang, maka lebih banyak pula upaya yang dilakukan untuk memperkuat keyakinan serta mengembangkan kemampuan mereka. Dalam perkembangan efikasi diri, Bandura (Woolfolk, 2009) berpendapat bahwa persuasi verbal sering diberikan sebagai umpan balik spesifik atas kinerja seseorang. Persuasi verbal sendiri dapat membuat seseorang mengerahkan usaha, mengupayakan strategi-strategi baru, atau berusaha cukup keras untuk mencapai kesuksesan. 4) Physiological and Affective States (Kondisi Fisik dan Emosional) Kondisi fisiologis dan afektif juga merupakan sumber informasi penting yang mendatangkan perubahan dalam efikasi diri seseorang. Setiap individu memiliki keterbatasan akan daya tahan fisiologis dan emosionalnya. Tubuh manusia

membutuhkan banyak energi untuk melakukan berbagai kegiatan yang mengakibatkan kelelahan fisik. Situasi yang sama juga terjadi pada kondisi afektif manusia. Orang-orang akan lelah atau bahkan stres setelah melakukan kegiatan fisik atau emosional yang berat. Bandura (Setiadi, 2010) berasumsi bahwa kesehatan dan kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik dan stamina yang banyak akan mempengaruhi efikasi seseorang. Berbeda dengan kondisi fisik, kondisi afektif atau emosional sulit untuk diamati. Satu hal tentang afektif yang paling berkontribusi terhadap perkembangan efikasi diri adalah suasana hati. Ketika seseorang berada dalam suasana hati yang baik, maka mereka akan tampil lebih baik. Sebaliknya, ketika mereka berada dalam suasana hati yang buruk, mereka akan menghadapi kesulitan dalan melaksanakan tugas-tugas atau mencapai tujuan tertentu. Suasana hati yang buruk akan mengurangi efikasi diri seseorang, yang pada akhirnya akan membuat motivasi seseorang menjadi rendah sehingga memperburuk kinerjanya. d. Proses Efikasi Diri Efikasi diri berpengaruh terhadap tindakan manusia. Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri mempunyai efek pada perilaku manusia melalui berbagai proses, antara lain sebagai berikut:

1) Proses Kognitif Bandura (1997) menjelaskan bahwa sebagian besar tindakan individu awalnya dibentuk dalam pikiran. Pemikiran ini akan memberikan arahan pada tindakan yang akan dilakukan individu. Keyakinan individu mengenai efikasi diri mempengaruhi individu dalam menafsirkan situasi, antisipasi yang akan diambil, serta membentuk suatu perencanaan. Individu menilai bahwa suatu keberhasilan memberikan panduan yang positif bagi kinerja mereka. Individu yang menilai bahwa mereka seseorang yang tidak mampu akan menafsirkan situasi tertentu sebagai hal yang penuh resiko dan gagal dalam membuat perencanaan. 2) Proses Motivasi Efikasi diri memainkan peranan penting dalam pengaturan motivasi. Kemampuan untuk memotivasi diri dan melakukan tindakan berakar dari kegiatan kognitif. Seseorang membentuk keyakinannya tentang apa yang mereka dapat lakukan, mengantisipasi hasil positif dan negatif dari suatu tindakan, serta menetapkan tujuan yang diciptakan individu untuk dirinya. 3) Proses Afeksi Mekanisme efikasi diri memainkan peranan penting dalam kondisi afeksi. Efikasi diri mempengaruhi beberapa tekanan yang dialami dari situasi-situasi yang sulit dan menekan. Semakin tinggi efikasi diri, maka individu semakin berani menghadapi

situasi yang menekan dan mengancam. Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri rendah akan mengalami kecemasan dalam menghadapi situasi yang mengancam. 4) Proses Seleksi Efikasi diri memungkinkan individu menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi dirinya. Hal ini dikarenakan individu merupakan bagian dalam pembentukan lingkungan. Keyakinan akan efikasi dapat memainkan peranan penting dalam membentuk kehidupan dengan cara mempengaruhi pemilihan-pemilihan aktivitas dan tujuan yang akan diambil oleh individu. Individu akan menghindari aktivitas dan situasi yang melampaui batas kemampuannya, namun individu tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang dinilai mampu untuk diatasi. e. Aspek-Aspek Efikasi Diri Tingkat efikasi diri yang dimiliki individu dapat dilihat dari aspek efikasi dirinya. Menurut Lauster (Legowo, 2009), orang yang memiliki efikasi diri yang positif dapat diketahui dari beberapa aspek berikut ini: 1) Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa ia memahami akan apa yang dilakukannya.

2) Optimis yaitu sikap positif individu yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan, dan kemampuannya. 3) Objektif yaitu individu yang percaya diri memandang permasalahan atau suatu hal sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran atau pandangan dirinya sendiri. 4) Bertanggung jawab yaitu kesediaan individu untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. 5) Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, atau suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. 3. Remaja a. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980). Menurut Papalia dan Olds (2009:8), masa remaja adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Masa remaja (adolescence) ialah periode perkembangan transisi dari

masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai kira-kira usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2002). Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 12 sampai 22 tahun yang berada pada masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mengalami perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial. b. Ciri-Ciri Masa Remaja Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1980) membagi ciri-ciri tersebut sebagai berikut: 1) Periode yang Penting Terdapat beberapa periode penting pada masa remaja. Periodeperiode tersebut berakibat langsung terhadap sikap dan perilaku, bahkan terdapat periode yang penting dikarenakan akibat-akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang adalah penting. Terdapat periode yang penting karena akibat fisik dan ada pula akibat psikologis. 2) Periode Peralihan Menurut Papalia dan Olds (2009), masa remaja adalah peralihan masa perkembangan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah

jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Remaja harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan mulai mempelajari pola perilaku orangorang dewasa. 3) Periode Perubahan Pada masa remaja, tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Jika perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku menurun juga. 4) Usia Bermasalah Sebagian remaja mengalami masalah dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan dalam mengatasi bahaya tersebut (Papalia dan Olds, 2009). Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan terhadap masalah tersebut. Pertama, ketika masa kanak-kanak, masalah yang dialami biasanya diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga remaja tidak berpengalaman dalam menyelesaikan masalah. Kedua, remaja merasa dirinya mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain.

5) Masa Mencari Identitas Menurut Erikson, pencarian identitas adalah konsepsi koheren tentang diri sendiri, terdiri dari tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipercayai sepenuhnya oleh orang yang bersangkutan (Papalia dan Olds, 2009). Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan merasa tidak puas ketika mereka sama dengan temantemannya dalam segala hal. Salah satu cara untuk mengangkat dirinya agar berbeda dengan orang lain, mereka menggunakan simbol status dalam bentuk mobil, pakaian, atau barang-barang yang mudah terlihat. 6) Usia yang Menimbulkan Ketakutan Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Hal ini menimbulkan banyak pertentangan dengan orang tua dan antara orang tua dan anak terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua untuk mengatasi berbagai masalahnya. 7) Masa yang Tidak Realistik Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana mestinya,

terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri melainkan juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. 8) Ambang Masa Dewasa Dengan semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja mulai melakukan peran baru yaitu sebagai individu dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. c. Tugas Perkembangan Remaja Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan kepada perubahan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa (Hurlock, 1980). Menurut Havighurst (Hurlock, 1980) terdapat beberapa tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, antara lain sebagai berikut: 1) Mencapai relasi yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. 2) Mencapai peran sosial pria (maskulin) atau wanita (feminim) yang dapat diterima oleh masyarakat.

3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. 4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab dengan memperhatikan aturan dan nilai yang ada di masyarakat. 5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. 6) Mempersiapkan karir ekonomi yaitu membuat rencana dalam memilih karir dan mempersiapkan diri untuk menjalani karir tersebut. 7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Remaja belajar untuk menjadi individu dewasa yang mampu menghadapi tugas-tugas dan tanggung jawab terhadap kehidupan dalam suatu keluarga. 8) Mencapai perangkat nilai sebagai pegangan untuk berperilaku yaitu mengarahkan perilakunya sesuai dengan aturan dan nilai yang ada di masyarakat. 4. Pemilihan Jurusan a. Jurusan Studi Sekolah Menengah Atas mengadakan program pemilihan jurusan bagi siswa kelas X. Pemilihan jurusan biasanya dilakukan dengan melakukan tes minat dan tes psikologi kepada para siswa. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

potensi yang dimiliki siswa, sehingga para siswa tepat dalam memilih jurusan yang akan ditempuhnya. Sekolah Menengah Atas memiliki tiga jurusan yaitu, jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan jurusan Bahasa. Penjurusan dilaksanakan untuk lebih mengarahkan remaja belajar berdasarkan minat dan kemampuan akademiknya (Widayanti, 2009). Siswa yang naik kelas XI dan akan mengambil program studi tertentu (IPA, IPS dan Bahasa) boleh memiliki nilai tidak tuntas paling banyak tiga pelajaran. Mata pelajaran IPA lebih menitikberatkan pada penguasaan konsep-konsep IPA untuk kepentingan siswa menyelesaikan masalah dalam kehidupan seharihari. Dengan demikian penilaian akademik lebih terfokus pada penguasaan konsep-konsep IPA dan keterampilannya dalam melakukan observasi, memahami atau menemukan konsep-konsep IPA. Untuk mata pelajaran IPS menitikberatkan pengembangan keterampilan ilmu sosial. Penilaian akademik menitiberatkan pada keterampilan sosial seperti membuat peta, maket rumah, interaksi sosial, dan adaptif terhadap lingkungan sosial. Mata pelajaran Bahasa menitikberatkan pengembangan keterampilan bahasa seperti membuat surat, menyusun karya tulis, mengerjakan instruksi lisan, dialog dan berpidato.

Program penjurusan di Sekolah Menengah Atas memiliki beberapa tujuan antara lain (Widayanti, 2009): 1) Mengelompokkan siswa sesuai kecakapan, kemampuan, bakat, dan minat yang relatif sama. 2) Membantu mempersiapkan siswa melanjutkan studi dan memilih dunia kerja. 3) Membantu memperkokoh keberhasilan dan kecocokan atas prestasi yang akan dicapai di waktu mendatang. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jurusan Memilih jurusan merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa remaja yakni dalam hal mempersiapkan karir ekonomi. Mempersiapkan karir ekonomi berarti membuat rencana dalam memilih karir dan mempersiapkan diri untuk menjalani karir tersebut. Pemilihan jurusan studi di Sekolah Menengah Atas merupakan dasar dari perkembangan karir remaja. Pemilihan jurusan pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Berk menyatakan bahwa penentuan dan pemilihan karir seorang remaja ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya orang tua, teman-teman, gender, dan karakteristik kepribadian individu. Berikut adalah penjelasan mengenai faktor yang mempengaruhi pemilihan karir pekerjaan pada remaja, yaitu (www.psikologizone.com, 2009):

a. Orang Tua Orang tua ikut berperan dalam menentukan arah pemilihan karir pada anak remajanya. Hal ini berkaitan dengan masalah pembiayaan pendidikan atau turut ikut campur dalam menentukan jurusan studi yang harus dipilih anaknya ketika memilih program studi di sekolah. b. Teman (Peer Group) Lingkungan pergaulan dalam kelompok remaja cukup memberi pengaruh pada diri remaja dalam memilih jurusan program studi di Sekolah Menengah Atas. Remaja merupakan masa di mana mereka selalu ingin dekat dan sama dengan teman-temannya. Oleh karena itu, mereka mengambil jurusan yang sama dengan temannya tanpa mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Bila remaja tidak mempunyai dorongan internal, minat bakat atau kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas atau tuntutan, maka kemungkinan akan mengalami kegagalan. c. Gender Masyarakat serikali menghendaki agar jenis tugas atau karir tertentu dilakukan oleh jenis kelamin tertentu pula. Seorang perempuan mungkin akan mengambil karir yang kiranya dapat dijalani tanpa banyak hambatan, misalnya psikolog anak, guru atau dosen, dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya seorang

laki-laki akan memilih sesuai dengan dirinya misalnya tentara, polisi, hakim, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kebanyakan remaja laki-laki lebih memiliki kompeten untuk pelajaran matematika dan olah raga sedangkan remaja perempuan lebih memilih pelajaran bahasa inggris, membaca, dan aktivitas sosial (Santrock, 2007). d. Karakteristik Kepribadian Individu Hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik pribadi yang mempengaruhi pemilihan program studi maupun karir remaja, diantaranya bakat minat, kepribadian, dan intelektual. Dari faktor-faktor di atas, faktor orang tua dan karakteristik kepribadian individu khususnya efikasi diri sangat mempengaruhi remaja dalam memilih jurusan studi. Dalam memilih jurusan, remaja harus memiliki efikasi diri yang tinggi serta mendapatkan dukungan sosial dari pihak lain khususnya orang tua. Dengan kedua hal tersebut, remaja dapat memilih jurusan studi dengan tepat. 5. Penelitian Terdahulu yang Relevan Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan self-efficacy mahasiswa dalam menyusun skripsi. Hasil menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,545 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (P<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi

dukungan sosial yang diterima mahasiswa maka semakin tinggi self-efficacy mahasiswa dalam menyusun skripsi, dan sebaliknya semakin rendah dukungan sosial yang diterima mahasiswa maka semakin rendah self-efficacy mahasiswa dalam menyusun skripsi. Dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dan efikasi diri sangat mempengaruhi mahasiswa dalam menyusun skripsi. Penelitian lainnya dilakukan oleh Adicondro dan Purnamasari (2011) menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri dan dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning. Hasil menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,837 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Ada hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri dengan self regulated learning. Semakin tinggi efikasi diri, maka semakin tinggi self regulated learning. Semakin rendah efikasi diri, maka semakin rendah self regulated learning. Selain itu, ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga, maka semakin tinggi self regulated learning. Semakin rendah dukungan sosial keluarga, maka semakin rendah self regulated learning. Hal ini berarti efikasi diri dan dukungan sosial yang dimiliki individu akan meningkatkan self regulated learning seseorang. Karena motivasi individu untuk merencanakan, memonitor, dan mengontrol kegiatan belajarnya muncul dari motivasi yang sifatnya internal maupun eksternal. Mengacu pada penelitian-penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri dalam masalah

dan subjek yang berbeda, yakni mengenai hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan efikasi diri dalam memilih jurusan studi pada remaja. B. Kerangka Pemikiran Pada pemilihan jurusan studi, remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu faktor internal maupun faktor eksternal. Efikasi diri merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi remaja dalam memilih jurusan. Menurut Bandura (Setiadi, 2010), efikasi diri diklasifikasikan ke dalam tiga dimensi, yaitu level, generality, dan strength. Dimensi level mengacu kepada taraf kesulitan tugas yang diyakini individu akan mampu mengatasinya. Dimensi generality berhubungan dengan luas bidang tugas atau tingkah laku. Sedangkan dimensi strength berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi remaja dalam memilih jurusan yaitu orang tua. Remaja membutuhkan dukungan sosial dari orang tuanya baik berupa dukungan emosional, penghargaan, instrumental, informasi, maupun jaringan sosial. Dengan adanya dukungan sosial dari orang tua, remaja mampu memilih jurusan dengan tepat Efikasi diri didapatkan, ditingkatkan, atau berkurang melalui beberapa sumber. Bandura (Setiadi, 2010) mengemukakan empat sumber yang digunakan individu dalam membentuk efikasi diri, yaitu mastery experience, vicarious experience, verbal persuasion, dan physiological and affective states. Keempat sumber tersebut dapat diperoleh dari dukungan sosial yang

diberikan oleh orang lain terutama dari orang tua. Mastery experience merupakan pengalaman menguasai sesuatu. Sumber ini diperoleh dari dukungan sosial dalam bentuk dukungan instrumental. Suatu keberhasilan yang diperoleh remaja dapat tercapai dikarenakan tersedianya fasilitasfasilitas yang menunjang keberhasilannya. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat berupa materi ataupun bantuan langsung yang diberikan oleh orang tua. Vicarious experience merupakan sumber informasi yang diperoleh dari orang lain. Sumber ini diperoleh dari dukungan jaringan sosial. Dengan adanya dukungan ini, remaja merasa bahwa mereka merupakan individu yang berada dalam suatu kelompok sehingga mampu untuk belajar dari orang lain yang ada pada kelompok tersebut. Verbal persuasion merupakan sebuah pujian yang diberikan untuk kinerja tertentu. Sumber ini diperoleh dari dukungan penghargaan dan dukungan informasi. Dalam perkembangan efikasi diri, Bandura (1997) berpendapat bahwa persuasi verbal sering diberikan sebagai umpan balik spesifik atas kinerja seseorang. Dorongan secara verbal atau pujian-pujian yang diberikan oleh orang lain terutama orang tua dapat mendorong remaja untuk lebih berusaha dalam rangka mencapai keberhasilan. Sedangkan physiological and affective states merupakan keadaan fisik dan emosional seseorang. Sumber ini dapat diperoleh dari dukungan emosional. Setiap individu memiliki keterbatasan akan daya tahan fisiologis dan emosionalnya. Orang-orang akan merasa lelah atau bahkan stres setelah melakukan kegiatan fisik atau emosional yang berat. Oleh karena itu, inividu membutuhkan dukungan

emosional yang diberikan orang lain seperti perhatian dan rasa empati. Dukungan ini akan membuat seseorang menjadi nyaman, merasa dimiliki, dan dicintai ketika mereka mengalami stres. Banyaknya dukungan sosial yang diterima seseorang, maka lebih banyak pula upaya yang dilakukan untuk memperkuat keyakinan serta mengembangkan kemampuan mereka. Dukungan Sosial Orang tua: 1. Emosional 2. Penghargaan 3. Instrumental 4. Informasi 5. Jaringan Sosial Remaja Dimensi Efikasi Diri: 1. Level 2. Generality 3. Strength Pemilihan Jurusan C. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial orang tua dengan efikasi diri dalam pemilihan jurusan pada siswa kelas X di SMA Negeri 6 Bandung.