BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada. ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas, mengakibatkan semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemerintah dituntut untuk mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutukan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah sehingga pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua pihak. Keinginan untuk mewujudkan good government merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dituntut dapat disajikan secara transparan dan akuntabel. Oleh karena itu,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang menyelenggarakanpemerintahan yang baik (good. governance) dan pemerintahan yang bersih (clean goverment), dituntut

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Daerah (APBD). Wujud dari akuntabilitas, transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan politik di Indonesia saat ini mewujudkan administrasi negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman dan era globalisasi yang begitu pesat menjadi suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintah yang baik (Good Government Governance) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Good governance merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mewajibkan Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah dituntut untuk lebih memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menerapkan asasasas pelayanan publik yang di dalamnya meliputi : transparansi, akuntabilitas, partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban. Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, dan mendorong pemerintah untuk senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya, dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan berkualitas serta adanya pembagian tugas yang baik pada pemerintah tersebut. Kinerja instansi pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan karena masyarakat sering memonitor setiap perencanaan pemerintah dalam satu periode. Masyarakat mulai mempertanyakan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Walaupun anggaran belanja pemerintah (government expenditure) semakin meningkat, nampaknya masyarakat belum puas atas kualitas barang dan jasa yang diberikan oleh instansi pemerintah (Suwandi, 2013). 1

2 Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pengukuran keberhasilan maupun kegagalan suatu instansi pemerintah lebih ditekankan kepada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Dengan kata lain, suatu instansi akan dinyatakan berhasil apabila dapat menyerap 100% anggaran pemerintah, meskipun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standar (Mahsun, 2006:152). Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah saat ini tidak saja harus mengalokasikan dana publik dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi juga harus mengelola dana publik sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah demi terwujudnya tata pemerintahan yang baik atau good governance. Demi terwujudnya good governance maka dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan transparansi dan akuntabilitas publik. Pemerintahan yang transparan dapat dilihat dari adanya kebebasan dan kemudahan dalam memperoleh informasi secara akurat dan memadai bagi mereka yang membutuhkan. Sedangkan akuntabel berhubungan dengan pertanggungjawaban pemerintah kepada stakeholder atas setiap aktivitas yang dilakukannya (Mardiasmo, 2009:18).

3 Ada beberapa permasalahan yang berhubungan dengan kinerja akuntabilitas pemerintah daerah. Berkaitan dengan administrative accountability dan profesional accountability, isu pokok yang muncul adalah buruknya kinerja pengelolaan anggaran daerah. Kenyataannya tersebut bisa diketahui dari semakin sedikitnya laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tahun 2009 jumlahnya hanya 8 dari 164 LKPD yang dilaporkan. Padahal pada tahun 2004 lalu jumlah laporan keuangan daerah yang mendapat opini terbaik berjumlah 21 laporan. Pada tahun 2005 turun menjadi 17 laporan, bahkan pada tahun 2006 merosot tajam menjadi kurang dari 10 laporan (Kumorotomo, 2010). Berdasarkan temuan yang terungkap dalam BPK RI, upaya pencapaian target anggaran pemerintah belum dapat terealisasi dengan baik, masih banyak dana-dana yang tidak teralokasi sesuai dengan tempatnya. Berdasarkan hasil audit BPK Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010, sebesar 40% atau mencapai 2,4 triliun pengguna anggaran belum tepat sasaran. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) belum memberikan porsi anggaran yang tepat bagi masalah-masalah yang berdampak langsung pada masyarakat, seperti pengangguran atau ketenagakerjaan, pemberdayaan ekonomi atau usaha kerakyatan, dan perbaikan infrastruktur (BPK RI, 1 Februari 2012). Dengan kenyataan seperti itu, kinerja dari SKPD belum mencapai akuntabilitas karena SKPD sebagai pengguna anggaran belum dapat menempatkan skala prioritas dalam program kegiatannya yaitu program yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.

4 Fenomena di masyarakat yang menggambarkan akuntabilitas belum berjalan sepenuhnya antara lain, tingkat korupsi yang masih tinggi, adanya penyalahgunaan dana bantuan hibah untuk Yayasan Harapan Bangsa Sejahtera (YHBS) yang bersumber dari dana APBD Kota Bandung Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 2.175.000.000. Penyalahgunaan tersebut dilakukan oleh mantan Anggota DPRD Kota Bandung, akibat perbuatan tersebut negara dirugikan Rp. 2.175.000.000, dalam penerimaan dana hibah tersebut tidak sah karena tidak memenuhi syarat sebagai penerima dana bantuan hibah, dan juga ada unsur kolusi pada proses seleksi yang tidak sesuai dengan aturan (detik.com 19 Agustus 2014). Atas berbagai kelemahan tersebut, maka untuk mencapai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pemerintah daerah dalam proses penganggaran dapat menggunakan pendekatan kinerja. Pendekatan kinerja merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Kenis dalam Abdullah (2005) mengatakan karakteristik sistem penganggaran, meliputi partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran. Partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan pelibatan staf dan manajer dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat meningkatkan motivasi dan tanggungjawab staf dan manajer terhadap pencapaian target anggaran. Sebaliknya anggaran yang tidak partisipatif dapat berdampak negatif terhadap motivasi dan komitmen pelaksana anggaran untuk mencapai target anggaran (Mahmudi, 2011:80).

5 Kejelasan anggaran mencerminkan sejauhmana sasaran anggaran dinyatakan secara spesifik, jelas, dan dapat dipahami oleh mereka yang bertanggungjawab untuk mencapainya. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sasaran yang tidak jelas dapat menimbulkan ketegangan dan ketidakpuasan bagi para pelaksana (Abdullah, 2005). Instansi pemerintah yang berkewajiban menerapkan sistem akuntabilitas kinerja dan menyampaikan pelaporannya adalah instansi dari Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah kabupaten/kota. Adapun penanggung jawab penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah pejabat yang secara fungsional bertanggung jawab melayani fungsi administrasi di setiap instansi. Pimpinan instansi bersama tim kerja mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan atau kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lita Andriyani Perwitasari (2011) yang melakukan penelitian pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. Penelitian dengan judul Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Partisipasi Anggaran, dan Sistem Pelaporan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderasi, hasilnya menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, sedangkan partisipasi anggaran dan sistem pelaporan berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

6 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sherillia Septiriane (2012) yang melakukan penelitian pada DPRD Kota Bandung. Penelitian dengan judul Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran dan Penerapan Akuntansi Sektor Publik terhadap Akuntabilitas Kinerja, hasilnya menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran memiliki hubungan yang kuat terhadap akuntabilitas kinerja dan penerapan akuntansi sektor publik memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap akuntabilitas kinerja. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul : PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DAERAH (Survey Pada Dinas SKPD Pemerintah Daerah Kota Bandung). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasikan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung. 2. Bagaimana pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung. 3. Bagaimana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung.

7 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan datadata yang relevan dengan objek penelitian yang penulis kaji, sehingga setelah data yang sudah diolah dan dianalisis dapat dijadikan bahan pengujian teori dan praktek. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah Kota Bandung. 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Penelitian ini sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian juga menambah pamahaman tentang bagaimana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah di kota Bandung beserta fenomena yang terjadi di dalamnya.

8 2. Bagi Pemerintah Daerah Kota Bandung Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah agar terciptanya akuntabilitas kinerja pemerintah yang baik. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sejenis. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada Dinas SKPD Pemerintah Daerah kota Bandung. Dengan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 sampai dengan bulan November 2015.