BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimanapun masyarakat Cina berada, termasuk masyarakat Tionghoa di Indonesia, merupakan suatu kelompok masyarakat yang penuh dengan segala macam legenda, misteri, dan tradisi yang telah mengakar kuat turun-temurun. Semua itu sudah terbentuk sejak berabad-abad yang lalu dan mereka tetap mempertahankan ajaran yang mendasari gaya hidup yang bersangkutan. Namun seringkali orang Tionghoa sendiri tidak tahu asal mula dari tradisi dan kebiasaan mereka sendiri. Masyarakat Cina percaya, negeri mereka adalah kerajaan pusat dunia (middle kingdom), diperintah oleh Sang Naga kemudian tertidur selama dua abad, sementara Cina kemudian runtuh dibawah tekanan dan pengaruh kolonialisme pada awal abad ke 19. Pada tahun 1978, mendiang pemimpin besar Deng Xiao Ping membangunkan Sang Naga. Kini seluruh dunia tahu Naga Cina telah bangun, dan bernafsu untuk menjadi negara adi kuasa di bidang ekonomi dan kebudayaan pada abad ke-21. 1 1 J. Soetikno PR, 2000, Menembus Pasar Cina, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, hal. 1. 1
Selain kekuatan ekonomi Cina yang saat ini bangkit, sudah sejak berabadabad silam kebudayaan Cina telah menjadi salah satu warisan kebudayaan dunia yang masih terus tumbuh berkembang. Masyarakat Cina juga dikenal sangat teguh memelihara tradisi nenek moyangnya apapun agama yang mereka peluk dan dimanapun mereka sekarang berada. Migrasi masyarakat Cina ke hampir seluruh penjuru dunia, kecuali Timur Tengah, membawa serta kebudayaan dan tradisi Cina ke tempat mereka menetap. Kebudayaan dan tradisi Cina pun mereka wariskan kepada anak keturunannya sehingga tetap terpelihara walaupun jauh dari negeri leluhurnya (daratan Cina). Tahun Baru Imlek, sebagai tahun baru dalam kalender Cina, dirayakan oleh masyarakat Cina di seluruh dunia, dengan berbagai perayaan, tradisi dan kepercayaan yang menyelimutinya. Unsur yang khas pada tiap perayaan Imlek adalah hóng bāo( 红包 )dan kue keranjang. Bagi anak-anak, Imlek merupakan perayaan yang menyenangkan. Selain banyak sajian makanan, mereka sering diberi angpau, yakni amplop merah berisi uang. hóng bāo( 红包 )diyakini bukan hanya membawa keberuntungan, melainkan dapat juga melindungi anak-anak dari roh jahat. Unsur api yang membakar pada warna merah dipercaya sebagai pelindung dari pengaruh jahat. Sementara kue keranjang atau nian gao( 年糕 )yang tersusun dari dua kata gao artinya kue, juga memiliki makna tersirat tinggi, dan nian yang artinya tahun, secara simbolis mengungkapkan harapan jabatan atau kemakmuran seseorang akan semakin tinggi ditahun yang baru. Oleh sebab itulah di klenteng banyak kue keranjang yang dijadikan persembahan, disusun secara bertingkat. Kue keranjang mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, enam hari 2
menjelang tahun baru Imlek Jie Sie Siang Ang ( 六天前的农历新年 ). Puncaknya, yaitu pada malam menjelang tahun baru Imlek. Kue keranjang sebagai sesaji sembahyang biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh, malam ke-15 setelah Imlek 2. Disamping untuk bahan sesaji pada upacara sembahyang kepada leluhur kue keranjang merupakan makanan khas pada perayaan Sincia juga dihadiahkan kepada sanak saudara dan tetangga 3. Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi didalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dari zaman prasejarah sampai masa kini manusia membutuhkan makanan yang bisa dinikmati. Setiap wilayah negara mempunyai ciri khas makanan tersendiri, baik di daerah tropis, sub tropis, maupun dingin. Letak geografis suatu wilayah juga dapat mempengaruhi jenis makanan dan aneka ragam masakan, termasuk masakan Cina atau Chinese Food yang terkenal di dunia. 4 Masyarakat Tionghoa mempunyai makanan wajib, yakni pada malam tahun baru, biasanya tradisi masyarakat Tionghoa pada saat tahun baru Imlek semua keluarga berkumpul di rumah-rumah anggota keluarga yang paling tua dan mereka makan bersama. Jenis makanannya bermacam-macam. Idealnya, pada 2 Thomas Liem Tjoe, 2008, Ilmu Bisnis Tionghoa, Yogyakarta:Penerbit Media Pressindo. Hal 46-47. 3 Antonius Atoshoki, dkk, 2008, Relasi Dengan Sesama, Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal 276. 4 Fu Chunjiang, 2001, Origins Of Chinese, Jakarta: PT Elek Medi Komputindo. Hal 1. 3
tahun baru Imlek makanan yang disediakan berjumlah minimal 12 dan 12 macam kue yang mewakili jumlah binatang dalam shio. 5 Selain keteguhan dalam menjalankan dan menjaga tradisi nenek moyangnya, masyarakat Tionghoa pada umumnya juga mempunyai etos kuat dalam menekuni pekerjaan. Kemajuan bisnis etnis Tionghoa yang bisa kita lihat serta sikap mereka terhadap kegiatan bisnis itu sendiri sudah tentu dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman masa lampau, yang merupakan dasar untuk melangkah maju meraih harapan-harapan hidup mereka dimasa kini dan yang akan datang. Di Sumatra banyak dari kalangan etnis Tionghoa yang menjadi tengkulak, pedagang ikan, penjaja keliling kecil-kecilan, atau pemilik penggilingan padi. Dari titik bawah ini mereka mulai membangun dan memperluas jaringan bisnisnya sendiri. Perlahan-lahan mereka pun akhirnya sanggup bersaing dan menyisihkan para pedagang serta usahawan kecil pribumi, tetapi tetap masih kalah dengan pengusaha Belanda sebagai bangsa penjajah. Di Jawa sendiri berbagai orang dari kalangan etnis Tionghoa, seperti tokoh pengusaha Oei Tiong Ham, mulai bergerak dibidang manufaktur berupa pabrik gula, kretek, batik, tekstil, dan juga perkebunan. Pada masa itu bidang manufaktur dan perdagangan besar sesungguhnya dominan masih berada ditangan perusahaan Belanda dan bangsa asing lainnya. 5 Lan Fung Yu, 1996, Sejarah Ringkas Filsafat China, Yogyakarta: Liberty. Hal 34-35. 4
Malas adalah kata yang amat dihindari dalam hidup masyarakat Tionghoa. Mudah menyerah adalah sifat yang amat direndahkan di mata mereka. Mereka yang malas dan mudah menyerah biasanya dianggap sebagai pengecut dan cenderung menjadi seorang pengkhianat. Kemauan kerja keras dan kebiasaan hidup masyarakat Tionghoa yang hemat menyebabkan orang Tionghoa mampu bekerja dalam waktu yang panjang dan jarang beristirahat, kecuali untuk hari besar mereka. Senantiasa berusaha menghasilkan uang sudah menjadi kebiasaan sekaligus kesenangan mereka. Sikap hidup orang Tionghoa seperti itu mengarah kepada produktifitas yang mengantarkan kepada kemakmuran kehidupan masyarakatnya. Kepatuhan kultural menjaga tradisi leluhur dan sikap ulet bekerja keras dalam memenuhi hajat hidup menjadi ciri yang cukup menonjol dari kumunitas masyarakat Tionghoa dimanapun berada. Oleh karenanya keunggulan di bidang ekonomi masyarakat Tionghoa relatif menonjol dibandingkan masyarakat dari kalangan etnis lainnya. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah menjelaskan tentang pokok masalah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir perihal pembuatan dan makna kue keranjang sebagai kelengakapan merayakan Imlek di masyarakat Tionghoa di Yogyakarta. Rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini sebagai berikut: 1. Apakah definisi dan makna Imlek? 2. Bagaimana asal-usul kue keranjang? 5
3. Bagaimana penjualan kue keranjang dari tahun ke tahun di Yogyakarta? 4. Apa yang memotivasi para produsen kue keranjang di Yogyakarta untuk tetap berproduksi? 5. Bagaimana cara pembuatan kue keranjang? 1.3 Tujuan penulisan Berdasarkan permasalahan yang disebutkan pada rumusan masalah, maka tujuan penulisan ini adalah: 1. Memahami makna Imlek sebagai acara khusus yang menyajikan kue keranjang; 2. Mengetahui sejarah singkat kue keranjang; 3. Menguraikan liku-liku penjualan kue keranjang dari tahun ke tahun di daerah Yogyakarta; 4. Mengetahui apa motivasi para produsen kue kerangjang di Yogyakarta, apakah semata-mata motif ekonomi ataukah ada motivasi spiritualnya; 5. Menjelaskan cara pembuatan kue keranjang. Dari rumusan tujuan penulisan yang telah diuraikan, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penelitiaan ini juga diharapkan dapat memberi gambaran tentang pembuatan dan makna kue keranjang dalam perayaan Imlek masyarakat Tionghoa khususnya di daerah Yogyakarta. 6
1.4 Manfaat Penulisan Setiap kegiatan ilmiah yang dilakukan tentulah mempunyai tujuan-tujuan dan manfaat tertentu. Penelitian mengenai pembuatan dan makna kue keranjang di Yogyakarta ini dilaksanakan karena mempunyai manfaat-manfaat tertentu pula. Diharapkan penulis ini dapat memberikan manfaat kepada: 1. Penulis Penulisan ini merupakan kesempatan yang baik bagi penulis sebagai sarana untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan makna dan pembuatan kue keranjang sebagai makanan khas perayaan Imlek bagi masyarakat Tionghoa dan pesan moral didalamnya, sehingga penulis akan mendapatkan tambahan pengetahuan yang sangat bermanfaat. 2. Pembaca Penulisan ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai makna dan pembuatan kue keranjang bagi masyarakat Tionghoa di Yogyakarta. Selain itu penulisan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam pembahasan masalah yang berkaitan. 1.5 Metode Penelitian Dalam penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan melalui beberapa metode penelitian. Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan cara: 7
1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji tulisan-tulisan yang berkenaan dengan sasaran yang dituju. Dalam hal ini diperoleh informasi atau data-data dari skripsi, buku, majalah, internet, berita televisi, dan artikel-artikel dalam koran atau surat kabar sebagai acuan penulisan. 2. Wawancara Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada pembuat dan konsumen kue keranjang di Yogyakarta secara langsung. Dalam wawancara ini sebelumnya telah dipersiapkan materi yang akan ditanyakan kepada para narasumber untuk membatasi pembicaraan pada pokok masalah tertentu. 3. Observasi Observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung obyek yang akan digunakan sebagai bahan tulisan ini. Observasi dilakukan menjelang, pada saat dan setelah perayaan Imlek tahun ke 2564 yang jatuh pada 23 Februari 2013. 8
1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan ini terbagi dalam empat bab, meliputi: Bab I Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, kemudian pada sub bab berikutnya akan disajikan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II Dasar Teori Pad bab ini akan diuraikan mengenai kajian pustaka yang meliputi 2 (dua) sub bab yaitu: gambaran tentang Imlek dan sejarah singkat, serta makna kue keranjang dalam merayakan Imlek bagi masyarakat Tionghoa. Bab III Pembuatan dan makna kue keranjang di kalangan masyarakat Tionghoa Yogyakarta. Bab ini membahas hasil penelitian, terdiri dari 3 (tiga) sub bab. Sub bab pertama meliputi kepercayaan masyarakat Tionghoa di Yogyakarta menyediakan kue keranjang dalam merayakan Imlek. Sub bab kedua, pengakuan produsen kue keranjang di Yogyakarta dan nilai-nilai magis atau kepercayaan dalam pembuatan kue kerangjang. Sub bab ketiga tentang cara pembuatan kue keranjang. Kajian bab ini berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan (observasi). Wawancara dilakukan dengan tanya jawab langsung dengan narasumber 9
Bab IV Penutup Bagian akhir penulisan Tugas Akhir ini berisikan penutup dengan dua sub bab yaitu kesimpulan dan saran yang menjelaskan simpulan dari uraian-uraian yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya serta saran (rekomendasi) penelitian lanjutan bagi yang berminat. 10