1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak kemunculannya pada pertengahan abad 20 sampai dengan abad 21 sekarang ini, fungsi audit internal telah mengalami perubahan yang fundamendal, di mana pada awalnya audit internal hanyalah sebuah pekerjaan yang memfokuskan diri khusus sebagai watchdog terhadap berbagai macam aktivitas yang terjadi di dalam suatu organisasi, namun pada saat ini audit internal telah menjadi sebuah fungsi yang berorientasi untuk memberikan nilai tambah bagi organisasi (Ardeno, 2015). Apabila pada masa lalu auditor internal dianggap sebagai musuh pihak manajemen, namun pada era sekarang ini auditor internal berusaha untuk menjalin kerjasama yang produktif dengan manajemen melalui pelaksanaan aktivitasaktivitas audit yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan ataupun organisasi, sehingga tujuan yang ingin dicapai organisasi, yaitu agar organisasi tetap eksis akan dapat tercapai (Ardeno, 2015). Perkembangan audit internal pada era-era berikutnya setelah munculnya fungsi audit internal lebih disebabkan karena meningkatnya kompleksitas operasi di dalam organisasi bisnis dan pemerintah. Pertumbuhan organisasi yang semakin besar ini berpengaruh pada terbatasnya kemampuan manajer untuk mengawasi masalah-masalah operasional yang terjadi sehingga menjadikan audit internal sebagai sebuah fungsi yang lebih penting bagi organisasi, yaitu untuk membantu
2 manajemen dengan cara melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional organisasi (Ardeno, 2015). Berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), yang tujuannya adalah memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang disusun manajemen, maka tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal auditor adalah untuk membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisis, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya (Agoes, 2013). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2013 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan kasus penyimpangan keuangan negara dan tata kelola yang tidak baik di lingkungan BUMN hingga mencapai Rp 2,69 triliun. Dalam IHPS I tahun 2013, terdapat 21 obyek pemeriksaan terkait BUMN. Dari jumlah tersebut terdapat 510 kasus penyimpangan. Sebanyak 234 kasus terkait kelemahan SPI dan 276 kasus terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Dari 510 kasus tersebut sebanyak 93 kasus merupakan kasus-kasus yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan di BUMN senilai Rp 2,69 triliun. Selain itu, terdapat 28 kasus ketidakefektifan senilai Rp 44,75 triliun di beberapa BUMN karena tidak tepat sasaran (bpk.go.id). Hal yang pasti bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usahanya, suatu perusahaan sangat memerlukan adanya departemen internal audit yang efektif, terutama di perusahaan menengah dan besar termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Apalagi dengan diberlakukannya
3 perdagangan bebas di antara negara-negara di seluruh dunia yang tidak lagi memperbolehkan adanya proteksi, maka setiap perusahaan jika ingin bertahan di dunia bisnis harus berusaha meningkatkan daya saingnya secara berkelanjutan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan usahanya (Agoes, 2013). Dalam melaksanakan tugasnya, auditor internal mengemban tanggung jawab dan kepercayaan yang tinggi dari para pemakai jasanya. Agar auditor internal dapat mengemban kepercayaan itu dengan baik, maka The Institute of Internal Auditors (IIA) merumuskan Kode Etik Audit Internal. Kode etik tersebut juga ditujukan agar auditor internal menerapkan standar perilaku yang tinggi dalam memberikan jasanya (SPAI, 2015:59). Fenomena akan keberadaan kode etik keprofesian merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan publik terhadap dunia usaha yang pada umumnya mengedepankan etika dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat kode etik atau kode perilaku (Yulius, 2013). Menurut Yulius (2013) terdapat 2 faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berprilaku tidak etis, yakni : 1. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di Bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
4 2. Orang tersebut sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh diatas seseorang menemukan dompet berisi uang di Bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuangan dompet tersebut ditempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut. Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangankan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Kode etik berbeda dengan Standar Audit Internal. Kode etik merupakan aturan perilaku yang harus diterapkan oleh dan melekat pada diri/lembaga auditor internal, yang berlaku baik di dalam tugas maupun di luar tugas. Sedangkan standar adalah ukuran mutu minimum dalam penyelenggaraan jasa. Standar terutama terkait dengan bagaimana melakukan audit yang berkualitas, sementara kode etik berkenaan dengan perilaku auditor. Kode etik sering juga disebut sebagai aturan perilaku (SPAI, 2015:59). Menurut Standar Profesional Audit Internal (2008:54) dengan mengacu pada definisi internal auditing, The Institute of Internal Auditors (IIA) mengembangankan kode etik dengan menambahkan dua komponen, yakni : 1. Prinsip-prinsip yang relevan dengan suasana praktik dan profesi internal auditing, serta 2. Aturan perilaku yang menjelaskan norma perilaku yang diharapkan dari seseorang internal auditor. Aturan perilaku ini merupakan bantuan bagi internal auditor dalam menerjemahkan prinsip ke dalam penerapan praktek.
5 Menurut Standar Profesional Audit Internal (2015:61), auditor internal dan lembaga yang memberikan jasa audit internal harus menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip berikut : 1. Integritas (Integrity) Integritas merupakan pencerminan seluruh mentalis yang luhur dan menjadi dasar kepercayaan pengguna terhadap profesi auditor. 2. Objektivitas (Objectivity) Auditor internal harus menunjukkan objektivitas profesional pada level tertinggi dalam memperoleh dan mengkomunikasikan informasi tentang aktivitas dan proses yang diuji. Auditor internal harus melakukan assessment yang seimbang dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau pihak lain dalam memberikan suatu judgment. 3. Kerahasiaan (Confidentiality) Auditor internal harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterima dan tidak membuka informasi tersebut tanpa kewenangan yang sah, kecuali apabila diwajibkan oleh hukum atau kewajiban profesi. 4. Kompetensi (Competency) Auditor internal menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan dalam memberikan jasa audit internal. Audit dikatakan berkualitas jika memenuhi standar yang seragam dan konsisten, yang menggambarkan praktik-praktik terbaik audit internal serta merupakan ukuran kualitas pelaksanaan tugas untuk memenuhi tanggung jawab profesinya (SPAI, 2004).
6 Kualitas audit adalah suatu proses yang menunjukkan kompetensi dan independensi auditor dalam menjalankan pemeriksaan auditnya mulai dari proses deteksi salah saji, kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP), resiko audit, prinsip kehati-hatian, proses pengendalian oleh supervisor, dan perhatian oleh manager/partner (Wooten, 2003). Berikut 3 kualitas yang harus dimiliki auditor internal : 1. Objektivitas Objektivitas adalah suatu sikap mental independen yang harus dijaga oleh auditor internal dalam melaksanakan penugasan. Standar menyatakan auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (SPAI, 2008:30). 2. Kompetensi Auditor internal akan terlibat hanya dalam layanan tersebut yang memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman. Dan akan terus meningkatkan kemampuan, efektivitas, dan kualitas layanan mereka (IPPF, 2011:33). 3. Kinerja Pekerjaan Menjelaskan sifat dari kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas pekerjaan audit. Auditor internal harus memiliki kinerja pekerjaan, yaitu standar kinerja yang meliputi tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab. Juga standar atribut yang meliputi pengelolaan fungsi audit internal (SPAI, 2004:33).
7 Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Baiq Kisnawati pada tahun 2012 yang berasal dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AMM Mataram, dengan judul Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Etika Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Auditor Pemerintah di Inspektorat Kabupaten dan Kota se-pulau Lombok), menyatakan bahwa secara simultan kompetensi, independensi, dan etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Secara parsial kompetensi dan independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, hanya etika auditor yang berpengaruh terhadap kualitas audit. Berdasarkan latar belakang penelitian dan fenomena yang telah dipaparkan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : PENGARUH PENERAPAN PRINSIP- PRINSIP KODE ETIK AUDITOR INTERNAL TERHADAP KUALITAS HASIL AUDIT INTERNAL 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip kode etik auditor internal pada divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Bandung. 2. Bagaimana kualitas hasil audit internal pada divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Bandung.
8 3. Bagaimana pengaruh penerapan prinsip-prinsip kode etik auditor internal terhadap kualitas hasil audit internal pada divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Bandung 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data-data dan mendapatkan informasi sehubungan dengan pengaruh penerapan prinsip-prinsip kode etik auditor internal terhadap kualitas hasil audit internal. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip kode etik auditor internal pada divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas hasil audit internal pada divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan prinsip-prinsip kode etik auditor internal terhadap kualitas hasil audit internal pada divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Bandung.
9 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengharapkan mudah-mudahan data maupun informasi tersebut dapat memberikan kegunaan bagi setiap kalangan, di antaranya : 1. Bagi Peneliti Dapat memperoleh gambaran langsung tentang penerapan prinsip-prinsip kode etik auditor internal dan pengaruhnya terhadap kualitas hasil audit di beberapa perusahaan, sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti. 2. Bagi Perusahaan Dapat memberikan informasi dan bahan masukan yang bermanfaat bagi auditor internal pada perusahaan yang bersangkutan dalam menerapkan prinsip-prinsip kode etik secara konsisten dan berkelanjutan demi menghasilkan kualitas audit yang baik, sehingga memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. 3. Bagi penelitian lain Dapat memberikan data dan informasi sebagai bahan referensi maupun bahan pembanding bagi peneliti lain yang berniat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan pembahasan yang sama dan tentunya dengan penambahan variabel, sehingga hasil penelitian-penelitian selanjutnya akan menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
10 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, peneliti melakukan penelitian pada divisi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Kota Bandung, yaitu PT. Pos Indonesia (persero), PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (persero), dan PT. Dirgantara Indonesia (persero). Adapun waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai dengan Desember 2015.