MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual Banyak penikmat media (cetak) yang sering membandingkan isi media A, B dan C. Mereka kemudian bertanya mengapa media A memberitakan topik ini sedangkan topik yang lain tidak? Mengapa topik yang sama diberitakan dengan cara berbeda? Akibat lanjutan dari pertanyaan itu biasanya keluhan ketidakpuasan malah kadang sampai ke tahap ketidaksukaan terhadap media tertentu. Pertanyaan mendasar dari realitas di atas adalah faktor apa yang menyebabkan isi media berbeda satu dengan yang lain? Apakah kita harus fanatik dengan media tertentu dan menutup diri dengan media yang lain? Menurut Shoemaker dan Resse (Severin&Tankard Jr; 2005), isi media sebenarnya dipengaruhi oleh lima faktor utama. (1) Pengaruh dari pekerja media secara individu. Latar belakang pendidikan, budaya, agama, nilai, politik yang dianut, kepribadian dan peran peran dalam masyarakat sang jurnalis mempengaruhi isi media. (2) Pengaruh rutinitas media. Admosfer ruang redaksi, nilai berita, standar objektivitas, kepercayaan repoter akan sumber berita, struktur penulisan berita, kebutuhan ruang dalam penerbitan dan batas deadline turut pula mempengaruhi isi media. (3) Pengaruh organisasi terhadap isi media. Tujuan pendirian media yang tertuang dalam kebijakan redaksional media turut mempengaruhi isi media. (4) Pengaruh dari luar organisasi media. Kelompok kelompok kepentingan, pemasang iklan, pemerintah dengan UU-nya dan kode etik jurnalistik. (5) Pengaruh ideologi. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan dan nilai yang dianut oleh masyarakat setempat. Kelima hal ini mempengaruhi isi media secara bervariasi. Kategori kategori pengaruh itu membentuk hierarki pengaruh dengan idiologi sebagai puncak hirarkinya. Dengan mengetahui kelima faktor yang mempengaruhi terbentuknya isi media di atas, seharusnya kita sadar bahwa tidak mungkin isi setiap media akan sama. Sebab
dalam praktek produksi isi media, kelima faktor di atas berlainan antara satu media dengan media lain. Pemahaman akan hal ini jugalah yang mendorong kita, penikmat media untuk menyeleksi media berdasarkan apa yang kita butuhkan, harapkan dan inginkan. Kita sebagai penikmat media mempunyai hak untuk menolak atau menerima media tertentu. Dan hak tersebut tidak bisa dipaksakan oleh siapapun termasuk oleh media. Pada saat yang sama, kita sebagai penikmat media harus kritis terhadap sebuah pemberitaan. Sebab dengan kelima faktor yang mempengaruhi media di atas, sebenarnya media tidak sepenuhnya netral terhadap topik yang diangkat. Bias bias pemberitaan selalu terjadi. Dan sebagai penikmat media, kita harus jeli dalam melihat arah pemberitaan agar tidak terjebak dalam memberikan penilaian terhadap topik yang diangkat tersebut. Bila netralitas merupakan sebuah kesulitan sekaligus ketidakmungkinan kalau bukan dikatakan sebagai mitos dalam pemberitaan, maka sebagai penikmat media, seharusnya kita tak perlu fanatik terhadap sebuah media dan menutup diri dengan media yang lain. Dengan hanya memilih satu media dan menutup diri terhadap media lain sebenarnya kita memenjarakan diri kita sendiri dalam proses pencaharian kebenaran yang lebih penuh. Keterbatasan ruang pemberitaan membuat media hanya akan mengambil satu sudut pandang (angle) tertentu dari sebuah realitas yang diliput yang dianggap sesuai dengan kebutuhan khalayak. Sementara sudut pandang lain akan ditinggalkan. Dengan demikian ketika kita tidak terbuka dengan semua media dan mempertahankan diri kita pada salah satu media, sebenarnya kita hanya menerima kebenaran versi media yang kita fanatiki sedangkan kebenaran lain tidak kita ketahui. Hal ini, merugikan kita sendiri. Perspektif kita terhadap sebuah realitas menjadi kurang, dangkal dan sempit. Pada akhirnya, penilaian kita terhadap realitas yang diangkat media menjadi tidak seimbang dan sepihak. Sebab informasi yang kita dapatkan tentang realitas tersebut sangat terbatas.
Dengan demikian seyogyanyalah kita tidak perlu menutup diri terhadap sebuah media. Kita memiliki hak untuk menentukan media andalan namun bukan berarti kita menutup diri dengan media lainnya. Biasanya alasan yang menjadi pegangan kita untuk memilih sebuah media adalah soal profesionalisme dari media tersebut yang tercermin dalam pemberitaan. Karena profesional, isi media menjadi objektif, akurat dan seimbang. Sedangkan media yang tidak kita pilih adalah media yang pemberitaannya bombastis, tidak objektif, faktanya tidak akurat, provokatif, tidak seimbang dan cenderung menuduh. Benar bahwa kita akan memilih media yang pertama. Namun sebagai penikmat media kita juga mempunyai tanggung jawab terhadap media yang ada di lingkungan kita. Sebab media merupakan salah satu ruang publik (public sphere) bagi kita semua untuk menyalurkan aspirasi. Bila kita tidak merawatnya secara benar dan ruang publik tersebut berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan bersama atau dikuasai oleh sekelompok orang saja maka kita sendiri yang dirugikan. Apa yang kita dapatkan dari ruang publik tersebut pun tidak akan benar dan mencerdaskan kita. Karena itu tanggung jawab kita sebagai penikmat media adalah secara aktif mengontrol media agar pemberitaannya memenuhi standar standar pemberitaan yang baik. Kita dapat menggunakan berbagai sarana yang disediakan untuk mengkrtisi media mulai dari ruang opini, surat pembaca, email, telepon, hak jawab, hak koreksi, seminar seminar dan peluang lain yang tersedia. Dengan tanggung jawab kita terhadap media seperti ini, sebenarnya kita memberikan peluang kepada media secara kuantitas maupun kualitas untuk bertumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik. Yang pada akhirnya kita juga yang diuntungkan. Dengan tanggung jawab seperti ini pula, sebenarnya kita memberikan sebuah ruang yang besar bagi kemungkinan bertumbuhnya media media lain di daerah kita. Dengan bertambahnya media baru, kita akan mendapatkan berbagai versi kebenaran dan monopoli kebenaran dapat terhindari. Sebab semakin banyak media yang melayani
penikmat media maka semakin baik. Kita mendapatkan banyak sumber informasi yang bervariasi dan dengan berbagai perspektif yang berbeda. Internal Media Jika masyarakat memiliki tanggung jawab terhadap media di sekitarnya lalu bagaimana dengan media sendiri? Media memiliki tanggung jawab besar atas dirinya sendiri dan masyarakat yang ia layani. Media tidak boleh menutup mata terhadap apa yang menjadi masukan masyarakat bila ia ingin tetap hidup. Bila media tidak memperbaharui diri secara kualitas dari waktu ke waktu, jangan heran bila suatu saat media bersangkutan akan ditinggalkan pembacanya dan akhirnya akan tamat. Media pun seharusnya dari waktu ke waktu mengkritisi dirinya sendiri dan menyempurnakan dirinya sesuai dengan kemampuan dirinya untuk melayani kebutuhan masyarakat. Media seharusnya tidak hanya sekedar hidup dan ada di dalam masyarakat. Bila ingin ada di dalam masyarakat maka media harus melayani masyarakat secara benar. Penyempurnaan diri media harus dilakukan dalam manajemen perusahaan maupun manajemen redaksinya. Terutama dalam manajemen redaksi, media harus memikirkan bagaimana kualitas para jurnalisnya ditingkatkan. Pelatihan pelatihan jurnalistik secara berkala dan berkesinambungan merupakan sebuah keharusan. Sebab praktek media berhubungan dan berada dalam masyarakat. Masyarakat terus berkembang. Karena itu, pengetahuan tentang masyarakat serta jurnalistik perlu diperbaharui dari waktu ke waktu. Jurnalis yang baik bukan hanya seorang yang tahu menulis berita yang benar berdasarkan kaidah kaidah yang ada tetapi juga seseorang yang paham akan masyarakat yang ia layani atau berwawasan luas. Dan hal tersebut perlu diingatkan terus menerus. Batasan Pelayanan
Bila media adalah sebuah lembaga sosial, maka tugas utamanya adalah melayani hak mengetahui khalayak. Artinya media seharusnya dirancang untuk melayani kepentingan masyakat. Dengan demikian sebuah media sejak awal berdirinya sebenarnya secara tak tertulis sudah membuat kontrak dengan masyarakat bahwa semua berita yang dipublikasikannya demi hak mengetahui masyarakat. Pertanyaan selanjutnya adalah apa batasan pelayanan media atas hak mengetahui khalayak? Dalam praktek di lapangan sebenarnya yang menjadi batasan pelayanan media atas hak mengetahui masyarakat adalah : (1) Slogan (banner) yang didengungkan media. Setiap pers memiliki slogan yang biasanya ditempat di depan koran. Seharusnya setiap pers menjadikan slogan yang mereka anuti sebagai pemandu jalan mereka dalam melayani masyarakat. Mereka mestinya mewujudkan slogan itu dalam pemberitaan mereka. (2) Undang Undang Pers. Pasal pasal dan ayat ayat dalam UU Pers sebenarnya menjadi pengontrol kualitas pemberitaan para perkeja pers dalam praktek jurnalisme mereka. (3) Kode Etik Jurnaistik (KEJ). Baik Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia maupun Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebenarnya berfungsi mengontrol penampilan berita yang dipublikasikan agar sesuai dengan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat.