SKILL OF CRITICAL THINKING FOR HIGH SCHOOL STUDENTS IN SOLVING WRITTEN TEST (UKT) IN BIOLOGY SCIENCE OLYMPIAD

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SOAL ULANGAN HARIAN BUATAN GURU BIOLOGI SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 DITINJAU DARI TINGKAT TAKSONOMI BLOOM

PENINGKATAN MOTIVASI DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE WORD SQUARE PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

THE QUALITY OF TRYOUTS ITEM ANALYSIS FOR EVERY SENIOR HIGH SCHOOL CLASS XII IN PEKANBARU BY USING ITEM ANALYSIS PROGRAM

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG PROSES PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

ANALISIS DESKRIPTIF SOAL MATEMATIKA PADA SELEKSI PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SMA/SMK TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN 2013/2014 KABUPATEN JEMBER

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN MURDER TERHADAP PARTISIPASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR ANALITIS SISWA SMA NEGERI 1 GOMBONG PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

Millathina Puji Utami et al., Model Pembelajaran Children Learning in Science (CLIS)...

PERSEPSI GURU BIOLOGI MENGHADAPI KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SATUAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI DI KOTA PEKANBARU

(Difference of Students Achievement Using Double Loop Problem Solving Model and Problem Based Learning Model on The Human Respiration System)

(THE DIFFERENCE OF THE STUDENTS RESULT OF LEARNING PROCESS USE GUIDED INQUIRY MODEL AND FREE INQUIRY ON THE ENVIROMENTAL CHANGES)

Ermei Hijjah Handayani*, Elva Yasmi Amran**, Rini***

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana Dikembangkan Pada Siswa. Jurnal FMIPA UPI 4 Zohar, Anat and Dori, Yehudit J Higher Order Thinking Skills and Low

PERCEPTIONS OF STUDENTS ON THE APPLICATION OF SCIENTIFIC APPROACHES TO BIOLOGY LEARNING X SMA CLASS SENIOR HIGH SCHOOL 12 PEKANBARU

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

THE PRACTICALITY TEST OF MAGNETIC EXPERIMENTAL DEVICES FOR PHYSICS LEARNING OF JUNIOR HIGH SCHOOL

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE LEARNING

PEMAHAMAN GURU BIOLOGI TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SMA NEGERI KABUPATEN KUANSING TAHUN 2013

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA DENGAN MENGGUNAKAN GRADED RESPONSE MODELS DI SMA NEGERI 1 SAKTI. Junaidi 1.

PENGUASAAN MATERI PESERTA DAN KUALITAS SOAL OLIMPIADE BIOLOGI SMA TINGKAT KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2015 E-JURNAL RINA SEPTIYANI NIM.

PENGUASAAN GURU BIOLOGI SMA SWASTA KABUPATEN JEMBER TENTANG ASESMEN PORTOFOLIO DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF

ANALISIS SOAL UJIAN BIOLOGI SEMESTER I SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving dalam Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil Belajar

ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) STUDENT IN PROBLEM SOLVING OF PHYSICS SCIENCE NATIONAL EXAMINATON

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN KOGNITIF MAHASISWA MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN SOAL STRUKTUR ALJABAR II

PEMAHAMAN GURU BIOLOGI TERHADAP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) DI SMA NEGERI KABUPATEN KUANSING TAHUN 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS X IPA 1 SMA NEGERI 1 MARABAHAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 PURWOREJO PADA PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E

TINGKAT PEMAHAMAN AKTIVITAS RENANG PADA SISWA KELASXI SMAN 1 JOGONALAN KABUPATEN KLATEN T.A 2016/2017

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INQUIRING MINDS WANT TO KNOW (IMWK)

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN IPA DALAM PEMBUATAN SOAL ULANGAN DI SMP NEGERI 5 PURWODADI

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI REAKSI REDOKS

PENERAPAN STRATEGI SNOWBALLING PADA MATERI ATOM, ION, MOLEKUL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN 19 SURABAYA

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN LISTENING TEAM

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PARTISIPASI SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENERAPAN INKUIRI TERBIMBING DI KELAS X

ANALISIS KEMAMPUAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MEMAHAMI MATERI BANGUN DATAR SEGIEMPAT DI KELAS VII SMP NEGERI 7 PADANG

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SPEKTRUM CAHAYA PADA SISWA SMA KELAS XII. Yeri Suhartin

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS TERHADAP SOAL-SOAL OPEN ENDED

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE QUESTION STUDENT HAVE (QSH) PADA KONSEP EKOSISTEM DI KELAS VII SMP NEGERI 5 TASIKMALAYA JURNAL

PENGARUH SERTIFIKASI TERHADAP KINERJA GURU DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS DI SMK NEGERI 4 PEKANBARU JURNAL

STUDENT ACADEMIC SKILLS THROUGH PROJECT BASED LEARNING IN CLASS XI SENIOR HIGH SCHOOL BABUSSALAM

: FETI UTAMININGSIH NIMK

RIDA BAKTI PRATIWI K

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2 No.2 pp May 2013

Sariyani, Purwati Kuswarini, Diana Hernawati ABSTRACT

PENGARUH PENERAPAN TEKNIK SPOTLIGHT TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELASXI IPS SMA PGRI 2 PADANG JURNAL

Komparasi Penerapan Strategi Learning By Questioning dengan Pertanyaan Literal dan Inferensial terhadap Keterampilan Berpikir Kritis

Agung Wijaya Arifandi et al., Analisis Struktur Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal...

Febriani, RRP. Megahati S, Novi Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatra Barat

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB III METODE PENELITIAN. diperlukan penjelasan tentang istilah-istilah, berikut di bawah ini:

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR BROSUR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA. (Artikel) Oleh: Ely Fitri Astuti

Hannaning dkk : Penerapan pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan

Pendidikan Biologi, FITK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2) MTsN II Pamulang koresponden: Abstrak

Yosi Febrianti*) Purwati Kuswarini Suprapto*)

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING DI KELAS X IPA 1 SMA NEGERI 9 MALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

PROFIL PERTANYAAN SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 TANJUNGPINANG PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH BERDASARKAN QUESTION CATEGORY SYSTEM FOR SCIENCE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DAN KESEJAHTERAAN TERHADAP KINERJA GURU MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. pelik, kompleks, dan multidimensi.permasalahan-permasalahan di bidang

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY

Tersedia online di EDUSAINS Website: EDUSAINS, 7 (2), 2015,

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA GUIDED DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN AKTIF QUESTION STUDENT HAVE

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MEMORI DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI RANAH KOGNITIF SISWA SMA NEGERI 2 MADIUN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

TINJAUAN KESULITAN GURU DALAM KEGIATAN LABORATORIUM PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU DI SMPN SE-KECAMATAN TIGO NAGARI KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA.

Ikeu Dwi Astuti*) Purwati Kuswarini Suprapto*)

ANALISIS BUTIR SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL PELAJARAN KIMIA KELAS XI IPA SMA NEGERI 10 PEKANBARU TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PERANAN PERGURUAN TINGGI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS OLIMPIADE SAINS NASIONAL TINGKAT SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA GAYA KOGNITIF REFLEKTIF-IMPULSIF DALAM MENYELESAIKAN MASALAH OPEN-ENDED

PENGARUH KEYAKINAN DIRI (SELF BELIEF) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA. Ika Gita Nurliana Putri; Rustono, WS.; Edi Hendri Mulyana

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI IMPLEMENTASI

1) Prodi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

ANALISIS SOAL ULANGAN HARIAN BUATAN GURU BIOLOGI SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 DITINJAU DARI TINGKAT TAKSONOMI BLOOM

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN BIOLOGI DALAM PEMBUATAN SOAL HOT (HIGHER ORDER THINKING) DI SMA NEGERI 1 WONOSARI KLATEN

Transkripsi:

1 SKILL OF CRITICAL THINKING FOR HIGH SCHOOL STUDENTS IN SOLVING WRITTEN TEST (UKT) IN BIOLOGY SCIENCE OLYMPIAD for JUNIOR-SENIOR HIGH SCHOOL IN RIAU 2014 Shania Parvati Janes*, Darmawati, dan R. Hussien Arief *e-mail:parvatijaness@yahoo.com, telp: +6281365027231 Biology Education Faculty of Teacher Training and Education University of Riau Abstract: The purpose of this research was to find outskill of critical thinking for high school students in solving written test in biologyl science olympiad for juniorsenior high school in Riau 2014. This research was descriptive research. This reseach conducted in August 2014. The sample of this research were all participants of written test stage II and stage III, participants in UKT stage II were 266 and participants in UKT stage III were 147. Techniques to determine sampling was total sampling. Parameters measured were skill of critical thinking students which used indicators in 5 critical activity of Ennis. The result showed skill of critical thinking of high school students in solving written test stage II and stage II showed not good criteria with percentage respectively 37% and 28.3%. There are 5 critical activity indicators according to Ennis, the research indicated the lowest percentage found in critical activity 4 that provide further explanation. The conclusion of the research was skill of critical thinking high school students in solving written tes in biology science olympiad for Junior-Senior high school students in Riau 2014 was not good with percentage 32.65%. Keywords: Critical Thinking, Written Test, Biology Science Olympiad

2 KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL UJI KOMPETENSI TERTULIS (UKT) PADA OLIMPIADE SAINS BIOLOGI SMP-SMA SE-RIAU 2014 Shania Parvati Janes*, Darmawati, dan R. Hussien Arief *e-mail:parvatijaness@yahoo.com, telp: +6281365027231 Biology Education Faculty of Teacher Training and Education University of Riau Abstract: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa SMA dalam menyelesaikan soal Uji Kompetensi Tertulis pada Olimpiade Sains Biologi SMP-SMA se-riau tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh peserta Uji Kompetensi Tertulis tahap II dan tahap III, peserta UKT tahap II dengan jumlah 266 peserta dan UKT tahap III dengan jumlah 147 peserta. Teknik dalam penentuan sampel adalah total sampling. Parameter yang diukur adalah kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan indikator dalam 5 aktivitas kritis Ennis. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan berpikir kritis siswa SMA dalam menyelesaikan soal Uji Kompetensi Tertulis pada UKT tahap II dan tahap III menunjukkan kriteria kurang baik dengan persentase berturut-turut adalah 37% dan 28,3%. Terdapat 5 aktivitas kritis menurut Ennis, persentase paling rendah terdapat pada aktivitas kritis 4 yaitu memberikan penjelasan lanjut. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah kemampuan berpikir kritis siswa SMA dalam menyelesaikan soal Uji Kompetensi Tertulis (UKT) pada Olimpiade Sains Biologi SMP-SMA se-riau tahun 2014 adalah kurang baik dengan persentase 32,65%. Keywords : Berpikir kritis, Uji Kompetensi Tertulis, Olimpiade Sains Biologi

3 PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya untuk peningkatan kualitas manusia. Kualitas yang baik memiliki kemampuan yang unggul akan berhasil, sedangkan yang tidak memiliki kemampuan akan tersisih dari persaingan. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki adalah keterampilan berpikir, pola pikir terbagi dua bila ditinjau dari kedalamannya yaitu berpikir tingkat rendah (low-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi (high-order thinking) tingkat tinggi. Berdasarkan tingkatan taksonomi bloom pada kemampuan menghafal, menyebut kembali dan menerapkan informasi diklasifikasikan sebagai berpikir tingkat rendah sedangkan menganalisis (C4), mensintesis (C5) dan mengevaluasi (C6) diklasifikasikan sebagai berpikir tingkat tinggi (Zohar dan Dori dalam Budi Manfaat dan Zara Zahra Anasha, 2013). Saat ini pendidik sebagai fasilitator banyak diharapkan untuk bisa melakukan pola pendidikan dan pengajaran dengan mengedepankan High Order Thinking Skill (HOTS). Salah satu komponen keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir kritis. Menurut Ennis berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Herti Patmawati, 2011). Berpikir kritis sesungguhnya suatu proses berpikir yang terjadi pada seseorang serta bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional mengenai sesuatu yang dapat diyakini kebenarannya. Ennis membagi indikator keterampilan berpikir kritis kedalam 5 kelompok aktivitas kritis yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lanjut dan mengatur strategi dan taktik (Rosnawati, 2013). Olimpiade Sains Biologi SMP-SMA se-riau merupakan salah satu ajang kompetisi bagi siswa SMP dan SMA yang ada di provinsi Riau dalam bidang ilmu sains biologi yang diadakan setiap tahun. Kegiatan ini dapat dijadikan alat ukut kemampuan berpikir siswa. Salah satu cabang yang diperlombakan adalah Uji Kompetensi Tertulis (UKT). Uji Kompetensi Tertulis merupakan perlombaan keilmuan berupa tes yang dapat mengukur kemampuan berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan yang diujikan. Pertanyaan-pertanyaan yang diujikan dapat mengukur kemampuan tingkat berpikir siswa. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman untuk mengukur butir soal yang menuntut berpikir kritis siswa yakni materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku sesuai dengan indikator aktivitas kritis Ennis pada kemampuan memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lanjut dan mengatur strategi dan taktik. Oleh karena itu, dilakukan analisis kemampuan berpikir kritis siswa dari hasil Olimpiade Sains Biologi pada Uji Kompetensi Tertulis (UKT) siswa SMA tahun 2014. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh peserta Uji Kompetensi Tertulis tahap II dan tahap III, peserta UKT tahap II dengan jumlah 266 peserta dan peserta UKT tahap III dengan jumlah 147 peserta. Tekhnik dalam penentuan sampel adalah total sampling. Parameter yang diukur adalah kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan indikator Ennis yang dikelompokkan kedalam 5 aktivitas kritis yaitu

4 memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut dan mengatur strategi dan taktik. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari lembaran hasil jawaban siswa UKT tahap II dan tahap III. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil siswa daerah asal Dari hasil analisis perolehan nilai kumulatif siswa pada Olimpiade Sains Biologi SMA se-riau tahun 2014 berdasarkan daerah asal maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : Tabel 4.1. Profil Kemampuan Siswa SMA dalam Menyelesaikan Soal Uji Kompetensi Tertulis (UKT) Berdasarkan Perolehan Nilai No Kabupaten/kota Jumlah siswa (%) 1. Pekanbaru 25 2. Kuansing 1 3. Bengkalis 3 4. Rokan Hulu 1 Jumlah 30 Data tabel diatas adalah 30 peserta dengan nilai tertinggi dari 147 siswa keseluruhan yang mencapai hingga UKT tahap III. Data diperoleh dari nilai kumulatif siswa pada UKT tahap I, II dan III. Pekanbaru memiliki jumlah siswa terbanyak diantara 30 peserta dengan nilai tertinggi yaitu sebanyak 25 siswa. Peringkat 1-10 dengan nilai tertinggi adalah peserta berasal dari Pekanbaru. Untuk peringkat juara I, II, III dan harapan pada Olimpiade Sains Biologi tahun 2014 bidang UKT SMA diraih oleh siswa-siswa dari SMA Pekanbaru diantaranya SMAN 8 Pekanbaru, SMAN PLUS Provinsi Riau dan SMA Darma Yudha. Hal ini menunjukkan peserta pekanbaru memiliki kesempatan paling besar diantara kabupaten lain untuk mendapat peringkat teratas. Uji Kompetensi Tahap III diikuti oleh 147 peserta, sekitar 74% atau sebanyak 111 siswa adalah peserta dari sekolah Pekanbaru. Peserta Uji Kompetensi Tertulis dominan berasal dari Pekanbaru. Peserta dengan nilai tertinggi didominasi oleh siswa Pekanbaru hal ini dapat dikarenakan siswa dari sekolah di Pekanbaru memiliki keringanan yang lebih untuk dapat ikut berpartisipasi dibandingkan peserta dari daerah/kabupaten. Peserta dari sekolah daerah/kabupaten untuk dapat ikut berpartisipasi pada acara Olimpiade Sains Biologi (OSB) ini yang diadakan di Pekanbaru selama 3 hari, sekolah harus menganggarkan dana yang lebih, baik untuk biaya administrasi pendaftaran ataupun akomodasi/transportasi siswa-siswa dan guru yang mewakili sekolahnya selama di Pekanbaru. Minimnya jumlah peserta yang berasal dari daerah/kabupaten berada diperingkat tertinggi dapat dikarenakan jumlah peserta yang datang mewakili daerah sedikit, sekolah terbatas pada anggaran. Selain faktor kemampuan peserta, jumlah peserta yang ikut mewakili juga dapat mempengaruhi peluang untuk unggul. Semakin banyak peserta yang datang mewakili dari daerah atau sekolahnya maka semakin besar pula peluang untuk dapat unggul. Berbeda dengan sekolah yang berada di Pekanbaru,

5 sekolah tidak menganggarkan biaya lebih untuk akomodasi sehingga dapat dimaksimalkan kepada jumlah peserta mewakili sekolah. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar, Hamid Muhammad menyatakan sekitar 68% institusi pendidikan diperkotaan kelebihan guru, sedangkan 37% institusi pendidikan di daerah kekurangan guru (Anonimus 2, 2014). Guru merupakan faktor penting dalam sistem pendidikan terutama sekolah, karena guru merupakan titik pusat dari peningkatan mutu pendidikan. Pemerataan guru yang masih belum baik ini dapat berdampak pada mutu pendidikan siswa di daerah yang kekurangan guru. Faktor lain yang menyebabkan adanya kesenjangan peluang/kesempatan siswa Pekanbaru dan daerah adalah pengawasan terhadap sekolah-sekolah. Kepala Dinas Pendidikan Riau, Hadimiharja mengatakan lima kabupaten yang ada di Riau belum memiliki penilik pendidikan informal di Provinsi Riau, yakni Indragiri Hilir, Siak, Rokan hilir, Dumai dan Kuansing. Sedangkan Pekanbaru dan kabupaten lainnya sudah memiliki penilik. Tugas dan tanggung jawab seorang tenaga penilik informal itu relatif besar sebab mereka harus mengawasi dan mendidik lembaga non formal di satu kecamatan. Idealnya satu kecamatan memiliki tiga orang penilik yakni untuk menangani PAUD, lembaga khursus dan pendidikan masyarakat (dikmas) (Media Center Riau, 2013). Padahal, keberadaan penilik sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan informal dan non formal. Penilik merupakan jabatan fungsional yang melakukan pengendalian mutu dan evaluasi dampak program pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Sekolah yang berada di Pekanbaru memiliki kesempatan yang sangat banyak untuk dapat mengembangkan mutu pembelajarannya didukung dengan kecukupan guruguru serta kelengkapan sarana dan prasarana yang ada disekolah. Selain itu, siswa Pekanbaru memiliki kesempatan belajar tambahan seperti bimbingan belajar diluar jam sekolah dan jangkauan tekhnologi siswa Pekanbaru juga lebih mudah, siswa mudah mendapatkan informasi-informasi terbaru yang berkembang untuk pembelajaran bagi mereka. Kelebihan-kelebihan itu yang menjadi pembeda peluang dan kesempatan siswa yang ada di Pekanbaru lebih besar. Kemampuan berpikir tingkat tinggi Kemampuan berpikir tingkat tinggi bila diukur menggunakan tingkatan berpikir taksonomi bloom, ada pada level analisis (C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6) (Rosnawati, 2013). Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa berdasarkan tingkatan Taksonomi Bloom dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 4.2. Profil kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada UKT tahap II dan tahap III berdasarkan tingkatan Taksonomi Bloom UKT tahap II UKT tahap III N Ranah Jumlah P(%) Kriteria Jumlah Rerata Kriteria o Kognitif soal soal 1 Analisis (C4) 14 44% Cukup baik 6 33% Kurang baik 2 Sintesis (C5) 11 35% Kurang baik 6 42% Cukup baik 3 Evaluasi (C6) - - - 3 10% Tidak baik Rata-Rata 39,5% Kurang baik 28,3% Kurang baik

Rerata kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa SMA se-riau yang mengikuti Olimpiade Sains Biologi 2014 pada UKT tahap II maupun tahap III berdasarkan ranah kognitif memiliki kriteria kurang baik. Kemampuan tingkat analisis (C4) pada UKT III adalah 33% (kurang baik) dari 6 soal. Diantara 6 soal analisis UKT tahap III, soal yang paling rendah persentase siswa menjawab benar adalah soal nomor 2 bagian uraian singkat. Pada soal nomor 2 uraian singkat disajikan gambar sistem transpor pada akar tumbuhan, soal menuntut siswa untuk menjelaskan 2 jenis proses transportasi pada akar, sebelum menguraikan siswa harus terlebih dahulu mengidentifikasi jenis transport pada gambar serta memahami hubungan/peranan dari bagian lain yaitu pita caspary dalam proses transportasi tersebut. Untuk dapat menyelesaikan soal tingkatan analisis (C4) siswa harus terlebih dahulu mampu mengetahui (C1) dan memahami (C2) konsep dasar dari suatu persoalan kemudian menerapkannya (C3), lalu siswa dapat mengidentifikasi dan menguraikan suatu persoalan serta dapat mengenali hubungan dari tiap bagian (C4). Namun, kenyataannya siswa kurang mampu dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Apabila siswa tidak mampu untuk mengingat, memahami bahkan menerapkan konsep yang telah ia pelajari maka siswa akan sulit untuk menganalisis suatu masalah. Menurut Sudijono (2003) analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari tiga tingkat berpikir sebelumnya yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3). Analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan kedalam bagian-bagian yang terstruktur. Keterampilan menganalisis termasuk mengidentifikasi kaitan antar bagian, serta mengenali atau mengemukakan organisasi dan hubungan antar bagian tersebut. Hasil dari belajar analisis merupakan tingkatan kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan, karena untuk memiliki kemampuan menganalisis seseorang harus mampu memahami isi sekaligus struktur organisasinya (Diarty Agus dan Rosmaini, S, 2006) Kemampuan tingkat sintesis (C5) siswa pada UKT tahap II adalah 35% (kurang baik) terdiri dari 11 soal. Dari 11 soal sintesis UKT tahap II, soal nomor 31 adalah paling rendah persentase siswa menjawab benar. Pada soal nomor 31 disajikan soal yang meminta siswa untuk menunjukkan grafik mengenai hubungan antara bagian pembuluh darah dari bagian aorta hingga vena cava dengan kecepatan aliran darah manusia. Untuk dapat menyelesaikan soal ini siswa terlebih dahulu mengetahui jenis pembuluh darah kemudian memahami struktur dari tiap jenis bagian pembuluh darah, jantung dan aliran pembuluh darah, lalu mengurutkan serta menghubungkan antara struktur pembuluh darah, jantung dan kecepatan aliran darah. Kemudian menggabungkan hasilnya dalam bentuk grafik. Disini siswa tidak hanya sekedar memahami konsep, juga harus menelaah dan memilih grafik yang disajikan. Menurut Daryanto (2005) pada jenjang sintesis seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Dengan demikian, kemampuan sintesis merupakan kemampuan yang komplek yang memadukan kemampuan pengetahuan (C1), memahami (C2), aplikasi (C3) dan (C4). Rendahnya kemampuan sintesis dapat dikarenakan kemampuan siswa dalam menggabungkan informasi dan unsur-unsur dalam suatu bentuk yang baru kurang baik dan sulit dalam menghubungkan tiap pola yang telah terbagi-bagi. Tanpa adanya kemampuan sintesis siswa hanya melihat suatu bagian-bagian secara terpisah. Sedangkan kemampuan sintesis ini mampu untuk menciptakan hal yang baru dari informasi yang ada, kemampuan ini dapat juga memicu daya kreativitas siswa. Menurut Ngalim Purwanto (2004) yang dimaksud dengan sintesis ialah penyatuan unsur-unsur 6

7 atau bagian-bagian kedalam suatu bentuk yang menyeluruh. Dengan kemampuan sintesis seseorang dituntut untuk dapat menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu. Tingkat kemampuan evaluasi (C6) pada UKT tahap III adalah 10% (tidak baik). Terdapat 3 butir soal kemampuan evaluasi pada UKT tahap III, pada soal nomor 3 bagian uraian singkat disajikan sebuah data dari hasil eksperimen E.coli dan strain bakteriofage T4, siswa diminta untuk mengetahui jarak antar gen dengan cara menganalisis data informasi hasil eksperimen yang telah dipaparkan yaitu jenis genotipe dan jumlah plaque dalam eksperimen. Untuk dapat menyelesaikan soal tersebut siswa harus mampu menganalisis informasi dari data yang diberikan untuk mengelompokkan genotip dan menghitung kombinasi parental dan kombinasi rekombinannya, hasil perhitungan tersebut kemudian digunakan untuk menghitung nilai pindah silang antar genotipe. Dari hasil perhitungan nilai pindah silang tiap antar gen tersebut barulah siswa dapat membuat gambaran atau pola dari jarak antar gen untuk diketahui posisi gennya. Dari keseluruhan soal, soal inilah yang paling rendah persentase siswa menjawab benar, karena soal begitu kompleks dan banyak tahap-tahap yang harus dilalui untuk dapat memecahkan persoalan. Dibutuhkan seluruh tingkat kemampuan kognitif dari mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis serta mensintesis untuk dapat mencapai tingkat evaluasi ini. Apabila kemampuan analisis siswa rendah maka ia akan sulit untuk dapat memecahkan persoalan yang lebih tinggi. Siswa tidak mampu menganalisis dengan cara menguraikan informasi dan kemudian mengelompokkan informasi tersebut kedalam suatu pola, perhitungan atau pengukuran. Selain kemampuan analisis siswa juga harus memiliki kemampuan sintesis yang baik bila tidak siswa tidak mampu menyimpulkan atau menggabungkan informasi hasil analisis tersebut menjadi sebuah arti atau penjelasan. Sangat rendahnya kemampuan evaluasi siswa dapat dikarenakan juga dari tingkat kesukaran soal yang tinggi dan kompleks karena mencakup banyak aspek didalamnya. Menurut Daryanto (2005) taksonomi pendidikan mengklasifikasikan keenam ranah aspek kognitif bersifat kontinum. Aspek yang lebih tinggi meliputi semua aspek dibawahnya dan aspek 6 (evaluasi) meliputi aspek C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (aplikasi), C4 (analisis) dan C5 (sintesis). Kemampuan evaluasi siswa yang rendah menunjukkan bahwa siswa sulit dalam menyelesaikan soal yang begitu kompleks dengan demikian siswa belum mampu melakukan penilaian atau membuat keputusan dari suatu gambaran untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Kemampuan evaluasi menuntut cara berpikir yang lebih tinggi dari sekedar sintesis dan analisis, kemampuan evaluasi juga membutuhkan penalaran untuk membuat keputusan atas petimbangan-pertimbangan. Evaluasi merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom, penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide. (Arikunto, 2009). Menurut Zubaidah (2005) kemampuan evaluasi mencakup kemampuan dalam membuat pertimbangan atau penilaian untuk membuat keputusan atas dasar internal (logika/ketepatan) atau eksternal (teori/prinsip).

8 Kemampuan berpikir kritis Berpikir kritis merupakan salah satu bagian keterampilan berpikir tingkat tinggi. Berpikir krtis artinya kemampuan berpikir secara logika dan dengan apa yang diyakini kebenarannya untuk dapat memecahkan permasalahan. Ennis membagi indikator keterampilan berpikir kritis kedalam 5 aktivitas kritis. Kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan aktivitas kritis dapat dilihat pada Tabel 3 berikut : Tabel 4.3 Profil kemampuan berpikir kritis siswa pada UKT tahap II dan tahap III berdasarkan Indikator menurut Ennis. UKT II UKT III N Aktivitas Kritis o 1 2 Memberikan penjelasan sederhana Membangun keterampilan dasar Jmlah Soal Rerata Kriteria Jumlah soal Rerata Kriteria 7 37% Kurang baik 6 29% Kurang baik 3 41% Cukup baik - - - 3 Menyimpulkan 9 43% Cukup baik 8 30% Kurang baik 4 5 Memberikan penjelasan lanjut Mengatur startegi dan taktik 1 30% Kurang baik 2 8% Tidak baik 5 46% Cukup baik 5 45% Cukup baik Rata-rata 39,4% Kurang baik 28,3% Kurang baik Aktivitas kritis memberikan penjelasan sederhana UKT tahap II adalah 37% (kurang baik) yang terdiri dari 7 butir soal, diantara 7 butir soal tersebut persentase paling rendah ada pada soal nomor 18. Pada soal nomor 18 disajikan soal yang meminta siswa untuk menentukan dampak efektivitas hormon ACTH yang diberikan pada dua individu yang masing-masing mengalami kelainan yang berbeda pada kelenjar adrenal dan kelenjar pituitari. Diantara dua individu tersebut ditentukan mana yang paling efektif merespon hormon yang diberikan. Untuk menyelesaikan soal tersebut siswa harus mampu mengidentifikasi terlebih dahulu definisi dan peranan kelenjar pituitari, kelenjar adrenal serta hormon ACTH, lalu menghubungkan tiap subjek dengan melihat kriteria pada masing-masing subjek tersebut. Apabila siswa sulit dalam mengingat dan mamahami kelenjar pituitari, kelenjar adrenal dan peranan ACTH, akan sulit bagi siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang ada karena pada dasarnya untuk menganalisis siswa harus lebih dulu mampu mengingat dan memahami. Aktivitas kritis memberikan penjelasan sederhana pada UKT tahap III adalah 29% (kurang baik) dari 6 butir soal. Persentase ini lebih rendah lagi dibanding UKT tahap II pada aktivitas kritis yang sama. Soal dengan persentase siswa menjawab benar yang paling rendah adalah soal uraian singkat nomor 2.a. Soal nomor 2.a disajikan gambar sistem transpor akar tumbuhan, dengan bagian jalur transpornya diberi kode, soal menuntut siswa untuk menyebutkan dan menjelaskan 2 jenis proses transportasi pada akar. Untuk dapat menyelesaikan soal tersebut siswa harus terlebih dahulu mengetahui jenis transpor pada gambar/ mengidentifikasi transpor yang diberi kode, kemudian siswa dapat merumuskan/ membentuk suatu definisi dari kriteria tersebut. Kemampuan memberikan penjelasan sederhana menuntut siswa mampu mengidentifikasi pertanyaan lalu mengingat informasi yang pernah diterima dan

memahami isi nya untuk dapat membentuk atau merumuskan suatu kriteria berupa penjelasan dan uraian. Memberikan penjelasan secara sederhanameliputi indikator memfokuskanpertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya dan menjawabpertanyaan tentang suatu penjelasan (Rosnawati, 2013) Kemampuan aktivitas kritis siswa memberikan penjelasan sederhana pada UKT II dan UKT tahap III maka UKT tahap III lebih rendah dibandingkan UKT tahap II, meskipun keduanya pada kriteria kurang baik namun terdapat selisih persentase yaitu 9%. Pada UKT tahap III soal berupa essay, siswa dituntut untuk menguraikan dan menjabarkan sendiri maksudnya dengan rumusan dan solusinya sendiri sedangkan UKT tahap II soal berupa objektif, siswa hanya memilih salah satu jawaban yang telah disediakan, sehingga soal UKT tahap III memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan lebih kompleks. Kemampuan aktivitas kritis menyimpulkan di UKT tahap III yaitu 30% (kurang baik) dari 8 soal. Soal bagian uraian singkat nomor 3.b memiliki persentase siswa menjawab benar paling rendah. Soal nomor 3.b bagian uraian singkat disajikan sebuah data dari hasil eksperimen E.coli dan strain bakteriofage T4, siswa diminta untuk menemukan posisi gen yang diapit diantara 2 gen lainnya, dengan cara menganalisis data informasi hasil eksperimen yang telah dipaparkan yaitu jenis genotipe dan jumlah plaque dalam eksperimen. Soal yang disajikan meminta siswa untuk dapat mengukur dan menafsirkan jarak antar gen dari hasil pengamatan dan diberikan data jenis gen dan jumlah plaque pada percobaan untuk dianalisis. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, setelah siswa mengelompokkan genotipe kemudian dihitung kombinasi parental, kombinasi rekombinan dan kemudian Nilai Pindah Silang (NPS) untuk mengukur jarak antar gen. Barulah siswa mulai menginduksi/merangkum data yang telah dianalisis dengan menarik kesimpulan, baik berupa gambaran atau uraian. Kemampuan menyimpulkan menuntut siswa harus mampu menginduksi ataupun mendeduksi informasi yang terbagi-bagi dan dapat menentukan hasil keputusan dari pertimbangan dan pengukuran. Aktivitas kritis pada menyimpulkanmeliputimendeduksi dan mempertimbangkan hasildeduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan nilai pertimbangan (Rosnawati, 2013) Kemampuan aktivitas kritis memberikan penjelasan lanjut untuk UKT tahap II adalah 30% (kurang baik) terdiri dari 1 soal, yaitu soal nomor 49. Soal yang disajikan meminta siswa untuk memilih pernyataan yang benar mengenai proses serta hasil pemotongan dan penyisipan BamHIpada DNA. Untuk dapat menyelesaikan soal tersebut siswa harus mengetahui proses dan hasil penyisipan BamHIkemudian membuat urutan dan pernyataan untuk mengidentifikasi ketidakbenaran yang ada pada pilihan pernyataan yang disediakan. Butir soal yang termasuk aktivitas kritis penjelasan lanjut pada UKT tahap II hanya 1 soal dari 25 soal keseluruhan. Data dapat dikatakan tidak representatif atau tidak mewakili untuk kesimpulan kriteria pada aktivitas kritis ini di UKT tahap II. Kemampuan memberikan penjelasan lanjut pada UKT tahap III adalah 8% (tidak baik) dari 2 butir soal. Soal dengan persentase terendah untuk aktivitas ini pada UKT tahap III adalah nomot 4 bagian isian singkat. Soal nomor 4 bagian isian singkat menyajikan gambar reaksi glikolisis, tiap reaksi diberi kode angka yang menunjukkan sebuah enzim yang mengkatalisis reaksi dan meminta siswa untuk mengkategorikannya kedalam tipe enzim pada kotak yang telah disediakan beserta tipe-tipe enzimnya. Untuk dapat menyelesaikan soal tersebut siswa harus mengidentifikasi tiap reaksi yang terjadi, kemudian mengidentifikasi enzim apa yang terdapat pada tiap reaksi. Setelah itu, 9

10 memahami kriteria dari tiap enzim. Lalu mengelompokkan enzim tersebut sesuai dengan tipenya masing-masing kedalam kategori yang telah disediakan. Untuk mengelompokkannya, siswa harus mendefinisikan terlebih dahulu istilah tiap tipe enzim dan kemudian menghubungkannya dengan kriteria enzim pada tiap reaksi yang cocok. Seperti reaksi 1 adalah fosforilasi glukosa enzim yang bekerja adalah heksokinase (identifikasi reaksi), heksokinase bekerja mengirim gugus fosfat dari ATP ke glukosa (memahami kriteria enzim). Dari tipe enzim definisikan tiap istilah seperti transferase yang mengartikan mengirim atau yang memindahkan senyawa (definisi istilah). Maka reaksi 1 dapat dikategorikan kedalam enzim transferase. Siswa tidak dapat mengerjakan soal-soal pada aktivitas kritis memberikan penjelasan lanjut dengan baik, apabila tidak dapat mengenali atau mengidentifikasi terlebih dahulu isi dari sebuah struktur, akan sulit bagi siswa untuk memecahkan persoalan yang ada. Selain itu siswa juga harus dapat mendefinisikan istilah untuk mengelompokkan data. Soal ini memiliki daya kompleks yang tinggi siswa tidak hanya sekedar memahami namun harus mampu mempertimbangkan keputusan berdasarkan hasil identifikasi untuk membuat kriteria dan definisi istilah. Sangat rendahnya kemampuan siswa pada aktivitas memberikan penjelasan lanjut mengindikasikan siswa tidak mampu dalam membuat atau mengartikan suatu istilah dan mempertimbangkan suatu definisi serta menemukan alasan-alasan. Memberikan penjelasan lanjutmeliputi mendefinisikan istilah danpertimbangan definisi dalam tiga dimensi, mengidentifikasi asumsi (Rosnawati, 2013). Perbandingan persentase rerata antara UKT tahap II dan tahap III adalah 39,4 % (UKT tahap II) dan 28,3% (UKT tahap III). Hal ini menunjukkan kemampuan siswa lebih rendah pada UKT tahap III, dapat dikarenakan UKT tahap III merupakan soal essay siswa harus mampu membuat solusi dengan caranya sendiri yang bukan hanya sekedar memilih solusi pilihan yang telah disediakan seperti pada soal UKT tahap II yang berupa soal objektif. Menurut Gronlund dalam Gede Benny Kurniawan (2011) karakteristik yang paling menonjol dari tes essay adalah kebebasan respon yang diberikan oleh para siswa yang mengharuskan siswa memproduksi jawaban mereka sendiri. Mereka relatif bebas untuk memutuskan bagaimana mendekati masalah, informasi faktual, bagaimana mengatur jawaban dan apa penekanan yang diberikan pada tiap aspek. Tes essay mencegah siswa untuk menjawab secara menebak seperti pada tes objektif. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Keterampilan berpikir kritis siswa SMA dalam menyelesaikan soal Uji Kompetensi Tertulis pada UKT tahap II dan tahap III menunjukkan kriteria kurang baik dengan persentase berturut-turut adalah 37% dan 28,3%. Terdapat 5 indikator aktivitas kritis menurut Ennis, pada penelitian ditunjukkan bahwa persentase paling rendah terdapat pada aktivitas kritis 4 yaitu memberikan penjelasan lanjut. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah kemampuan berpikir kritis siswa SMA dalam menyelesaikan soal Uji Kompetensi Tertulis (UKT) pada Olimpiade Sains Biologi SMP-SMA se-riau tahun 2014 adalah kurang baik dengan persentase 32,65%. Untuk tim soal Olimpiade Sains Biologi selanjutnya, diharapkan dalam pembuatan soal Uji Kompetensi Tertulis merujuk kepada tingkatan taksonomi Bloom hasil revisi oleh Anderson. Kepada guru bidang studi biologi untuk dapat menerapkan

11 model pembelajaran serta merancang soal atau test yang dapat memicu daya tingkat berikir kritis siswa lebih aktif DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2014. Sekolah Diperkotaan Kelebihan Guru. (Online), www.okezone.com/read/2014/10/14/65/1051890 (diakses 29 Desember 2014) Budi Manfaat dan Zara Zahra Anasha. 2013. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa dengan Menggunakan Graded Response Models (Grm). Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. 9 November 2013. FMIPA UNY. Yoigyakarta Daryanto, H. 2005. Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta Diarty Agus dan Rosmaini,S. 2006. Strategi Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Cendikia Insani. Pekanbaru Gede Benny Kurniawan. 2011. Mengkonstruksi Tes Essay. (Online), www.benny- Metika.Blogspot.Com (diakses 12 Desember 2014) Herti Patmawati. 2011. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Elektrolit dan Non Eletrolit dengan Metode Praktikum. Skripsi dipublikasikan. FKIP Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Media Center Riau. 2013. Riau Kekurangan Tenaga Penilik. Dinas Komunikasi Informatika Provinsi Riau. Pekanbaru Ngalim Purwanto. 2004. Prinsip-Prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. PT Remaja Rusdakarya. Bandung Rosnawati, R., 2013. Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pembentukan Karakter Siswa. Jurusan pendidikan matematika FMIPA UNY. Sudijono. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Suharsimi Arikunto. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara. Jakarta