BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan anak karena merupakan masa peka dalam kehidupan anak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. bayi, balita hingga masa kanak-kanak. Kebutuhan atau dorongan internal

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI ANAK MELALUI METODE BERCAKAP CAKAP PADA KELOMPOK B DI RA NURUL HIKMAH RINGINHARJO SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa usia Taman Kanak-kanak (TK) atau masa usia dini merupakan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah Tunas harapan bangsa. Mereka ibarat bunga yang tengah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. atau usia dini dimana pada masa ini adalah masa penentuan. karakter usia dini yang salah satunya adalah masa berkelompok anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini mendasari jenjang pendidikan selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. (Abdulhak, 2007 : 52). Kualitas pendidikan anak usia dini inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang harus. dikembangkan sejak dini agar dapat berkembang secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi perkembangan anak. Menurut Gagner dalam Multiple

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. yang di selenggarakan di lingkungan keluarga.

KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD. Oleh: Fitta Ummaya Santi

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara luas diketahui bahwa periode anak dibagi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tahun Ajaran Baru Membuat Orang Tua Sibuk

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

OPTIMALISASI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK MELALUI MEDIA GAMBAR DI TK KARTIKA 1-18 AMPLAS. Yenni Nurdin 1) dan Umar Darwis 2) UMN Al Washliyah

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal, non formal dan informal. Taman Kanak-kanak adalah. pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Anak seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Berdasarkan penelitian Benyamin S. Bloon (1992)

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak dini dengan layak. Oleh karena itu, anak memerlukan program

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu melakukan komunikasi. dalam kehidupan sosial. Komunikasi dilakukan untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari tiga ciri utama yaitu derajat kesehatan, pendidikan dan. bertumbuh dan berkembang (Narendra, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. dapat menemukan potensi tersebut. Seorang anak dari lahir memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas sehingga mampu memajukan dan mengembangkan bangsa atau negara,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Indonesia telah mencanangkan pendidikan wajib belajar yang semula 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

BAB I PENDAHULUAN. kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya,

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF DARI KARDUS BEKAS DI TK GESI I, SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja kemudian menjadi dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide dan keyakinannya. atau perkembangan, yang salah satunya melalui pendidikan di Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

Universitas Sumatera Utara

PENGGUNAAN METODE BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA LISAN PADA ANAK DIDIK KELOMPOK B DI TK AISYIYAH 1 DIBAL NGEMPLAK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pilar yaitu, learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai individu yang unik memiliki karakteristik yang berbeda beda. Masing

BAB 1 PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dari orang tua, guru, dan orang dewasa lainya yang ada disekitarnya. Usaha

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. gerakan menjadi ujaran. Anak usia dini biasanya telah mampu. mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak pada usia dini akan berpengaruh secara nyata pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PRASEKOLAH

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: kualitas peserta didik, maka harus ditingkatkan untuk menjembatani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia anak-anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena

BAB I PENDAHULUAN. sejajar atau menyeluruh agar dapat menghasilkan insan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Roslinawati Nur Hamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia 0-6 tahun disebut juga sebagi usia kritis dalam rentang perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan dan pengembangan potensi anak dari usia 0-6 tahun. Untuk itu

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak. Usia dini juga sering disebut sebagai masa keemasan (golden age), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang pasal 28 ayat 2 bahwa setiap anak berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. anak menentukan perkembangan anak selanjutnya. Anak usia dini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Anak diibaratkan sebagai kertas putih, pertumbuhannya akan tergantung

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan golden age yaitu usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan sangat cepat, hal ini terlihat dari sikap anak yang terlihat jarang

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang tua yang diberi anugerah anak kemudian mempunyai tanggung jawab yang besar agar mampu menjaga dan mendidik anak sehingga dapat tumbuh kembang sebagaimana mestinya. Tidak dapat disangkal lagi, orang tua merupakan pemberi stimulus pertama kali yang akan menunjang segala kemampuan anak dikemudian hari, terutama dalam usia satu sampai enam tahun yang sering kali disebut sebagai usia emas (the golden age) karena pentingnya usia ini dalam tahap perkembangan seorang anak (Nugraha, 2003). Pada usia ini seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Para ahli berpendapat bahwa perkembangan kecerdasan anak berkembang cepat pada tahun-tahun awal kehidupan anak. Pada usia inilah perkembangan anak terjadi dengan pesatnya, segala kemampuan yang ada dalam diri anak akan segera berkembang dalam usia ini, jika orang tua kurang memahami apa yang terjadi pada anak dan kurang memberi stimulus yang tepat, maka yang terjadi adalah perkembangan yang kurang optimal. Pada usia ini umumnya seorang anak disebut juga sebagai usia pra sekolah, karena dalam rentang perkembangan usia ini seorang anak umumnya diikutsertakan oleh orang 1

tua dalam program pendidikan pra sekolah baik itu formal, non formal, maupun pendidikan program pra sekolah informal (Nugraha, 2003). Pendidikan anak pra sekolah (PAPS) pada tahun-tahun awal kehidupan seseorang sangat penting. Sejak seorang bayi lahir, sel-sel otak berkembang secara luar biasa dan membuat sambungan antar sel. Proses yang kemudian membentuk pengalaman yang akan dibawa seumur hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Ann Kesis (dalam Beth, 1997) menunjukkan lebih dari 50 persen perkembangan individu, terutama pertumbuhan dan perkembangan otak terjadi pada usia pra sekolah. Usia pra sekolah, khususnya usia tiga sampai lima tahun merupakan periode penting bagi pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga sering disebut sebagai masa peka. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik dan psikis (intelektual, motorik, bahasa, sosial dan emosional). Menurut Mc Devita dan Ormord (dalam Rifai 1993), ada beberapa perkembangan yang dijalani oleh anak pada masa kanak-kanak awal (usia dua sampai enam tahun) yaitu perkembangan fisik, kognitif, intelegensi, perkembangan bahasa, kemampuan literasi, emosional, moral, sosial, perkembangan motivasi serta hubungan interpersonal. Selanjutnya anak akan terus berkembang sesuai tahap perkembangannya. Seiring perkembangan anak tersebut, segala kemampuan anak pun akan semakin meningkat. Agar 2

pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal, maka dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak. Menurut Fagot dan Gauvam (dalam Murray, 1997) bimbingan kognitif dari orang tua juga sangat menentukan perkembangan kognitif tiga tahun pertama. Anak yang mendapatkan petunjuk-petunjuk praktis serta strategis pada saat bermain bebas dari ibunya, mendapatkan skor kecerdasan yang tinggi pada usia lima tahun. Berdasarkan hasil penilaian guru, anak-anak tersebut kurang bermasalah dalam hal belajar. Namun sebaliknya menurut Hart (dalam Murray, 1997) anak-anak yang ibunya sering memberikan komentar atau pengarahan pada tugas-tugas akan mendapatkan skor kecerdasan lebih rendah dan peringkat yang tinggi pada ketidakmampuan belajar. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Burgess (1997) bahwa kepedulian akan bahasa pada orang tua memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan sensitivitas fonologi anak. Perkembangan bahasa anak diusia pra sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak kemampuan anak yang berkembang pesat pada usia ini. Hal ini karena perkembangan anak ditandai dengan masa peka terutama dalam hal perkembangan bahasa. Masa peka inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi perkembangan pada masa selanjutnya. Jika masa peka perkembangan bahasa ini terlewatkan begitu saja, maka orangtua akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan anak dengan kemampuan berbahasa yang optimal. Anak yang memiliki kecerdasan lebih dalam berbahasa akan terlihat kemampuan yang lebih dalam hal mengarang, membaca, berdiskusi hingga berpidato di depan umum (Sunarti, 2004). 3

Stimulus berupa ajakan untuk berbahasa akan membuat percabangan otak menjadi lebih banyak dan daerah kortikal otak lebih tebal, sehingga anak menjadi lebih terampil, kemampuan berbahasa berkembang dengan pesat dan koordinasi indera menjadi lebih baik. Otak yang jarang atau tidak pernah digunakan karena tidak mendapatkan stimulasi untuk berbahasa akan menyebabkan musnahnya sambungan dan percabangan daerah kortikal otak (Sunarti, 2004). Proses berbahasa melibatkan sejumlah saraf otak untuk menyusun katakata agar dapat dipahami. Berbahasa juga dapat dipahami sebagai proses berpikir. Sejak awal usia batita (bawah tiga tahun), anak mulai mampu mengucapkan sebuah kata yang mempunyai arti, tetapi belum mampu mengucapkan kata dengan artikulasi yang baik dan benar seperti orang dewasa. Oleh karena itu pengucapan seorang anak pada usia ini lebih merupakan potongan kata. Kemampuan berbahasa dipengaruhi oleh kematangan otak, khususnya limbik otak bahasa dan pengaruh lingkungan, terutama dipengaruhi oleh orang tua. Semakin banyak orang tua memberikan stimulus pada anak, maka efeknya akan bersifat positif yaitu anak akan semakin kaya dengan kosa kata. Dengan kata lain, semakin sering orangtua merespon ajakan anak untuk berkomunikasi, mengenalkan banyak konsep, dan benda, maka perkembangan bahasa anak akan semakin baik (Sears, 2004). Menurut Hurlock (1993) ada tiga hal yang mempengaruhi kemampuan berbahasa seorang individu, pertama yaitu intelegensi. Dimana perilaku berbahasa pada umumnya mengikuti perkembangan kognitif seorang anak. Hal ini mencerminkan logika dari proses berpikir anak. Kedua adalah status sosial 4

ekonomi. Dalam keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung kurang terorganisasi daripada keluarga kelas menengah keatas. Jarang terjadi pembicaraan antar anggota keluarga dan anak kurang didorong untuk berbicara. Ketiga adalah pendidikan orang tua. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memahami peran penting stimulus dalam merangsang kemampuan berbahasa anak, sehingga dari orang tua yang berpendidikan lebih tinggi akan lahir anak yang memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang tinggi pula. Anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik ditandai dengan perkembangan bahasa yang meningkat baik. Hal ini juga ditunjukkan dengan kemampuan anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi suara kemudian berekspresi dengan berkomunikasi dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauan, berkembang menjadi komunikasi melalui perkataan yang tepat dan jelas (Patmonodewo, 2003). Anak pra sekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan berbahasa melalui percakapan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan bernyanyi. Sejak berusia dua tahun anak memiliki minat yang tinggi untuk menyebut berbagai nama benda. Minat tersebut akan terus berlangsung dan meningkat bersamaan dengan bertambahnya perbendaharaan kata dari yang telah dimiliki sebelumnya (Patmonodewo, 2003). 5

Hal-hal disekitar anak akan mempunyai arti apabila anak mengenal nama diri. Pengalaman dan situasi yang dihadapi anak akan mempunyai arti apabila anak mampu menggunakan kata-kata untuk menyebut benda-benda atau menjelaskan peristiwa. Dengan demikian akan membantu anak untuk membentuk gagasan yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Pendengar ataupun penerima berita akan mampu memahami apa yang dimaksudkan oleh pengirim berita melalui bahasa yang digunakan. Anak-anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni contohnya menggambar. Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak memandang lingkungan sekitarnya dalam kaitan dirinya dengan orang lain (Patmonodewo, 2003). Selanjutnya anak akan memasuki tahap perkembangan bahasa yang lebih tinggi yaitu pembentukan konsep-konsep yang sederhana mengenai kenyataankenyataan yang bersifat sosial dan yang bersifat fisik. Pada waktu lahir anak mengalami ketidakteraturan dalam dunianya. Seiring perkembangan anak akan belajar mengamati benda dan membuat generalisasi serta mengarahkan pada satu nama, misalnya bulat, binatang, manusia (Rifai, 1993). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1995) dorongan terhadap kemampuan berbahasa anak berhubungan erat dengan pembinaan dari keluarga. Keluarga dan suasana keluarga memegang peran utama untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Bagaimana orang tua menerapkan keterlibatannya terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan membina kemampuan berbahasa. 6

Orang tua adalah guru pertama bagi anak. Apabila anak telah masuk sekolah, orang tua adalah mitra kerja yang utama bagi guru. Orang tua juga mempunyai berbagai peran yaitu orang tua sebagai pelajar, relawan, pembuat keputusan, dan sebagai anggota tim kerja sama antara guru dan orang tua. Peranperan tersebut memungkinkan orang tua membantu meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka (Patmonodewo, 2003). Lingkungan tempat anak hidup selama tahun pembentukan awal hidupnya mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan mereka. Pengaruh orang tua pada awal perkembangan anak tetap akan tampak nyata walaupun waktu yang dihabiskan lebih banyak dengan anggota kelompok teman sebayanya, di lingkungan tempat tinggal dan sekolah. Empat alasan yang menjadikan pendidikan awal sangat penting yaitu pertama, hasil belajar dan pengalaman merupakan peran dominan dalam perkembangan seiring bertambahnya usia anak, mereka dapat diarahkan kearah penyesuaian yang lebih baik. Pada dasarnya tugas ini harus ditangani oleh keluarga, walaupun kelompok sosial yang lebih besar juga dapat memberi pengaruh budaya dimana anak-anak dapat memenuhi kemampuannya (Hurlock, 1993). Alasan kedua, pendidikan awal cepat berkembang menjadi pola kebiasaan, hal ini akan mempunyai pengaruh sepanjang hidup dalam penyesuaian pribadi dan sosial anak. Alasan ketiga, bertentangan dengan keyakinan popular, anak-anak tidak melepaskan ciri bawaan yang tidak disukai dengan bertambahnya usia mereka. Sebaliknya sebagaimana ditekankan sebelumnya, pola sikap dan perilaku yang dibentuk pada awal kehidupan cenderung bertahan walaupun hal itu bersifat 7

buruk bahkan jika itu merupakan sesuatu yang menguntungkan atau merugikan penyesuaian anak (Hurlock, 1993). Alasan keempat, karena ada sesuatu perubahan yang diinginkan dalam apa yang diajarkan pada anak, semakin cepat perubahan itu dibuat, semakin mudah bagi anak-anak untuk berubah sehingga anak lebih mudah bekerja sama dalam mengadakan perubahan itu (Hurlock, 1993). Menurut Ann Kesis (dalam Beth, 1997) bahasa menggunakan banyak sekali aktivitas motor dan otak, sehingga intervensi guna meningkatkan keterampilan berbahasa merupakan hal yang sangat kritis dan akan memperluas kemampuan mental. Betty Tood (dalam Beth, 1997) yang meneliti lingkungan berbahasa di rumah menemukan perbedaan yang signifikan dalam lingkungan berbahasa yang berbeda yaitu antara anak yang dibesarkan di lingkungan kumuh, kelas menengah dan keluarga profesional. Orang tua yang berasal dari keluarga kumuh sangat jarang mengajak anaknya untuk berbicara dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas menengah dan keluarga profesional. Pada usia lima tahun, anak yang berasal dari keluarga kumuh, baru menguasai sedikit perbendaharaan kata, umumnya hal ini karena orang tua mereka hanya berbicara kepada mereka bila hendak mengajarkan displin dan bukan dalam pengertian berkomunikasi dengan mereka. Penelitianpenelitian tersebut menitikberatkan pada kualitas interaksi antara orang tua dan anak yang sangat signifikan perannya, tercermin dari bahasa yang digunakan anak, secara sengaja atau tidak sengaja meningkatkan keterampilan dan kemampuan berbahasa anak (Beth, 1997). 8

Kemampuan berbahasa anak juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor, salah satu yang paling penting diantaranya adalah kebutuhan anak untuk berbahasa sebagai penyeimbang bagi kebutuhan lain yang tidak terpenuhi dalam kehidupan anak. Misalnya, anak yang tidak memperoleh kasih sayang, pada waktu mereka bersama dengan orang dewasa lebih banyak menuntut perhatian daripada anak yang memperoleh kasih sayang yang cukup dari orang tua. Keluarga yang menggunakan pendekatan otoriter terhadap anak memiliki keyakinan tradisional bahwa anak seharusnya dilihat bukan didengar. Hal ini menyebabkan anak kurang belajar berbahasa daripada anak berada dalam keluarga yang menggunakan disiplin permisif atau demokratis. Keluarga yang permisif memperbolehkan anak bicara pada waktu dan sebanyak yang mereka inginkan (Hurlock, 1993). Keluarga yang demokratis mendorong anak untuk mengungkapkan pendapat mereka dan berperan serta dalam percakapan keluarga sebagai bagian dari filsafat keluarga yang demokratis. Anak dari keluarga besar umumnya kurang belajar berbahasa daripada anak yang berasal dari keluarga kecil, sebagian karena dalam keluarga besar diterapkan pendekatan yang otoriter dan adanya tekanan jumlah pembicaraan setiap anggota keluarga untuk menghindarkan kebisingan. Anak pertama umumnya didorong untuk berbicara lebih banyak dan lebih banyak memperoleh bantuan orang tua dalam belajar berbahasa ketimbang saudara mereka yang lahir kemudian (Hurlock, 1993). Berdasarkan hasil survei pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo dan hasil wawancara 9

dengan kepala sekolah salah satu taman kanak-kanak di kota Medan diperoleh data jika terdapat masalah dalam kemampuan berbahasa anak, hal ini akan terlihat sejak anak tersebut berada di Taman Bermain (play group). Persentase anak yang mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa sekitar sepuluh persen dari jumlah populasi tiap kelasnya. Taman kanak-kanak ini satu kelasnya rata-rata terdiri dari 15 orang siswa, berarti sekitar dua orang anak mengalami masalah dengan kemampuan berbahasa untuk setiap kelasnya, mulai dari masalah ringan seperti masalah dalam pengaturan dan perbendaharaan kata hingga masalah kemampuan berbahasa yang cukup berat seperti sedikitnya frekuensi berbahasa pada anak pra sekolah tersebut. Para orang tua banyak yang cenderung menyerahkan sepenuhnya pengawasan, yang seharusnya dilakukan oleh orang tua pada pengasuh dan menyerahkan proses pendidikan sepenuhnya pada pendidik di sekolah, tetapi sebaliknya, jika anak tersebut mengalami sesuatu hal ataupun ada masalah dengan proses perkembangan anak, orang tua akan menyalahkan para pendidik di sekolah. Oleh karena itu orang tua menjadi kurang paham stimulus apa yang seharusnya diberikan pada anak agar anak dapat tumbuh kembang dengan optimal. Terutama dalam masalah bahasa, anak dalam usia pra sekolah sangat tergantung dengan stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya, terutama untuk lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat dengan anak. Data ini didapat melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo dan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada 10

hari Kamis tanggal 15 Februari 2007 jam 07.50 ketika anak-anak akan masuk sekolah. Hasil wawancara peneliti dengan kepala sekolah Taman Kanak-Kanak Namira di Pasar I Tanjung Rejo juga menunjukkan bila anak yang mengalami masalah dalam kemampuan berbahasa ditangani sejak dini maka masalah tersebut akan semakin berkurang, terutama jika anak tersebut sehat secara fisik dan mengalami gangguan perkembangan bahasa hanya karena kurangnya stimulus yang diperoleh dari lingkungan keluarga. Hal ini juga dihubungkan dengan peran serta pendidik untuk mengkomunikasikan masalah kemampuan berbahasa dengan para orang tua, salah satu caranya dengan membuat buku komunikasi dan mengundang orang tua dari anak yang mengalami masalah maupun yang tidak mengalami masalah untuk datang ke sekolah menghadiri pertemuan orangtua dengan pendidik sebulan sekali dan kemudian menangani masalah anak secara bersama-sama. Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2004), melalui teori sistem ekologinya menjelaskan bahwa perkembangan anak yang dihubungkan pada interaksi anak dengan lingkungannya secara terus-menerus saling mempengaruhi satu sama lain secara transaksional. Lingkungan anak di rumah adalah lingkungan yang pertama, dengan meningkatnya usia anak akan mengenal teman sebaya di luar rumah atau dari lingkungan tetangga. Selanjutnya anak akan masuk lingkungan sekolah, dimana mereka akan mengenal pula teman sebaya, orang dewasa lain dan tugastugas di sekolah. 11

Bronfenbrenner (dalam Santrock, 2004) juga menegaskan lingkungan anak pra sekolah terdiri dari lima lapisan yaitu kronosistem, makrosistem, ekosistem, mesosistem, dan mikrosistem dimana masing-masing mengandung ekologi yang berorientasi pada enam hal, pertama, lingkungan fisik, terdiri dari objek, materi dan ruang. Lingkungan fisik yang berbeda akan mempengaruhi anak. Sebagai contoh anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan objek yang serba mewah, alat mainan yang bervariasi serta ruang gerak yang luas, akan lebih memungkinkan berkembang secara optimal bila dibandingkan dengan mereka yang serba kekurangan dan tinggal di rumah yang sempit. Kedua, lingkungan yang bersifat aktivitas, terdiri dari kegiatan bermain, kebiasaan sehari-hari, dan upacara yang bersifat keagamaan. Sebagai contoh anak yang aktivitas sehari-hari diisi dengan kegiatan yang bermakna misalnya bermain bersama dengan ibu, hasilnya lebih berkualitas dibandingkan bila anak bermain sendiri. Ketiga, berbagai orang yang ada disekitar anak dapat dibedakan dalam usia, jenis kelamin, pekerjaan, status kesehatan dan tingkat pendidikannya. Lingkungan anak akan lebih baik bila orang-orang disekitarnya berpendidikan dibandingkan bila lingkungannya terdiri dari orang yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal (Santrock, 2004). Keempat, sistem nilai yaitu sikap dan norma. Ekologi anak lebih baik apabila anak diasuh dalam lingkungan yang menanamkan disiplin yang konsisten, daripada bila anak tinggal di lingkungan dengan aturan yang tidak menentu. Kelima, komunikasi antar anak dan orang disekelilingnya akan menentukan perkembangan sosial dan emosi anak. Keenam, hubungan yang hangat dan anak 12

merasa kebutuhannya terpenuhi oleh lingkungannya, akan menghasilkan perkembangan kepribadian yang lebih mantap dibandingkan apabila hubungannya lebih banyak mendatangkan kecemasan (Santrock, 2004). Newfeld (1997) menyatakan bahwa orang tua berperan sangat penting dalam perkembangan bahasa yaitu dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan segala materi tulisan. Begitu pula kesuksesan dalam membaca dan menulis di sekolah, diawali dengan pembelajaran di rumah. Murray (1997) berpendapat bahwa kenyataan menunjukkan dejarat intensitas orang tua berbicara dengan anak-anaknya semasa pra sekolah merupakan determinan yang sangat kuat terhadap prestasi akademik yang akan datang. Namun pada kenyataannya banyak para orang tua yang mengetahui perannya dalam mempengaruhi pertumbuhan kognitif anak, tetapi masih banyak yang belum menyadari betapa pentingnya peran orang tua dalam mempersiapkan kesiapan anak untuk berbahasa. Slabbert (1997) menegaskan bahwa skor perbendaharaan kata, pengetahuan akan literacy dan pengalaman dengan bacaan, berkolerasi dengan kemampuan menulis pada anak-anak yang secara aktif diajari oleh orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua yang berperan aktif menemani bahkan mengajarkan perbendaharaan kata, menemani anak membaca berbagai sumber bacaan yang sesuai dengan usia perkembangan anak, akan turut serta pula mengembangkan kemampuan menulis anak tersebut. Lingkungan, dorongan dan rutinitas pemberian kebiasaan membaca dan menulis, meningkatkan perkembangan kemampuan berbahasa anak secara 13

signifikan. Demikian pula membaca dan berbagi pengalaman tentang buku seorang anak sebagai kegiatan sehari-hari dan rutin mereka (Alexander, 1997). Melalui uraian diatas mengenai kemampuan berbahasa anak, khususnya mengenai perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak, peneliti ingin mengetahui bagaimana perkembangan kemampuan berbahasa anak sesuai dengan tahap perkembangan bahasanya, khususnya pada anak pra sekolah. Maka permasalahan yang akan diteliti adalah gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan. I. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah, artinya bagaimanakah kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan? Hal-hal apa saja yang menjadi pengaruh tumbuh kembangnya kemampuan berbahasa seorang anak, terutama anak pra sekolah? Inilah yang menjadi fokus peneliti untuk melakukan penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan. I. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan. 14

I. D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat mengenai gambaran kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya dibidang psikologi pendidikan terutama mengenai kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah. b. Manfaat praktis Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi mengenai gambaran perkembangan kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan. Sehingga kemudian akan diketahui sejauh mana kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah di kota Medan, hal apa saja yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa tersebut, dan apakah kemampuan berbahasa anak pra sekolah di kota Medan sudah sesuai dengan tahap perkembangan bahasanya. Serta selanjutnya dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai saran bagi para orang tua dan pengajar untuk memberikan stimulus berbahasa yang tepat pada anak agar dapat berkembang dengan optimal. 15

I. E. Sistematika Penulisan Laporan penelitian ini akan disusun berdasarkan sistematika penulisan berikut ini: Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan yaitu penjelasan mengenai fenomena yang terjadi dalam penelitian ini yaitu bagaimana perkembangan kemampuan berbahasa anak. Bab ini juga berisi tentang pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini memuat tinjauan teoritis yang terdiri dari teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah, dan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan kemampuan berbahasa pada anak pra sekolah. Bab III : Metode Penelitian Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian yang digunakan termasuk subjek dan lokasi penelitian. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai teknik pengambilan sampel dan teknik pengumpulan data yang digunakan. Bab IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan juga membahas data-data penelitian ditinjau dari teori yang relevan. 16

Bab V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, diskusi hasil penelitian, serta saran-saran yang diperlukan, baik untuk penyempurnaan penelitian ataupun untuk penelitian selanjutnya. 17