PENGARUH KADAR FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN TERHADAP MODULUS ELASTISITAS PADA HIGH VOLUME FLY ASH SELF COMPACTING CONCRETE

dokumen-dokumen yang mirip
MUHAMMAD TAIB MIRZA ADITYA NIM I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KAJIAN INTERVAL RASIO AIR-POWDER BETON SELF-COMPACTING TERKAIT KINERJA KEKUATAN DAN FLOW (009M)

The 1 st INDONESIAN STRUCTURAL ENGINEERING AND MATERIALS SYMPOSIUM Department of Civil Engineering Parahyangan Catholic University

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perlu adanya suatu alternatif bahan yang bisa mengurangi kadar semen, tetapi tidak mengurangi kekuatan (strength) beton itu sendiri dan sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. tidak terlalu diperhatikan di kalangan masyarakat.

KAJIAN KORELASI RASIO-AIR-POWDER DAN KADAR ABU TERBANG TERHADAP KINERJA BETON HVFA

Pengaruh Penambahan Admixture Jenis F dan Substitusi Silica Fume terhadap Semen pada Kuat Tekan Awal Self Compacting Concrete

BAB III LANDASAN TEORI. sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi dari material pembentuknya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE

BAB III LANDASAN TEORI. dibandingkan beton normal biasa. Menurut PD T C tentang Tata Cara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I BETON MUTU TINGGI (HIGH STRENGHT CONCRETE)

PENGARUH VARIASI PERAWATAN BETON TERHADAP SIFAT MEKANIK HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE UNTUK MEMPRODUKSI BETON KUAT TEKAN NORMAL

KETAHANAN DI LINGKUNGAN ASAM, KUAT TEKAN DAN PENYUSUTAN BETON DENGAN 100% FLY ASH PADA JANGKA PANJANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KADAR FLY ASH TERHADAP KINERJA BETON HVFA

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

KATA KUNCI : rheology, diameter, mortar, fly ash, silica fume, superplasticizer.

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture). Beton akan semakin

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH PADA SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kemajuan teknologi telah berdampak positif dalam bidang konstruksi di

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN DENGAN ABU TERBANG TERHADAP KARAKTERISTIK TEKNIS BETON

PENGARUH KADAR FLY ASH TERHADAP KEBUTUHAN AIR DAN KUAT TEKAN HIGH VOLUME FLY ASH - SELF COMPACTING CONCRETE (HVFA SCC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TEKNOLOGI BETON JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

BAB 1 PENDAHULUAN. digunakan bahan tambah yang bersifat mineral (additive) yang lebih banyak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN FLY ASH DAN VISCOCRETE PADA SELF COMPACTING CONCRETE

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENUANGAN ADUKAN BETON READY MIX KE DALAM FORMWORK TERHADAP MUTU BETON NORMAL

PERUBAHAN KUAT TEKAN SELF COMPACTING CONCRETE

BAB V HASIL PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

PENGGUNAAN FLY ASH PADA SELF COMPACTING CONCRETE (SCC)

UJI KARAKTERISTIK BETON SEGAR AKIBAT PENAMBAHAN SERAT POLYPROPYLENE DALAM ADUKAN SELF-CONSOLIDATING CONCRETE ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. faktor efektifitas dan tingkat efisiensinya. Secara umum bahan pengisi (filler)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Zai, dkk (2014), melakukan penelitian Pengaruh Bahan Tambah Silica

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya

PENGARUH VARIASI KADAR SUPERPLASTICIZER TERHADAP NILAI SLUMP BETON GEOPOLYMER

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP FLOWABILITY DAN KUAT TEKAN SELF COMPACTING CONCRETE ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN SILICA FUME DAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI DENGAN METODE ACI (AMERICAN CONCRETE INSTITUTE)

ANALISIS SIFAT MEKANIS BETON MUTU TINGGI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE. Naskah Publikasi

PENGARUH PENAMBAHAN SLAG BESI TERHADAP KEKUATAN TEKAN DAN FLOWABILITY PADA SELF COMPACTING CONCRETE

PENGARUH KOMBINASI SEMEN-FLY ASH DAN VARIASI WATER CONTENT DENGAN PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KEPADATAN PASTA

PENGARUH SUBTITUSI ABU SERABUT KELAPA (ASK) DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah membuat program untuk membangun pembangkit listrik dengan total

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMPATIBILITAS ANTARA SUPERPLASTICIZER TIPE POLYCARBOXYLATE DAN NAPHTHALENE DENGAN SEMEN LOKAL

PEMANFAATAN ABU TERBANG (FLY ASH) SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEMEN PADA BETON MUTU NORMAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Umum

KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta November 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Self Compacting Concrete (Beton memadat Mandiri) adalah campuran

APLIKASI BETON RAMAH LINGKUNGAN

PENGARUH RASIO SEMEN - FLY ASH TERHADAP SIFAT SEGAR DAN KUAT TEKAN HIGH VOLUME FLY ASH - SELF COMPACTING CONCRETE (HVFA-SCC)

SIFAT RHEOLOGY SEMEN PASTA DITINJAU DARI CAMPURAN MATERIAL PENYUSUNNYA DAN PENGGUNAAN SUPERPLASTICIZER

BAB I PENDAHULUAN. macam bangunan konstruksi. Beton memiliki berbagai kelebihan, salah satunya

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PASIR DARI BEBERAPA DAERAH TERHADAP KUAT TEKAN BETON. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dibidang konstruksi. Dalam bidang konstruksi, material konstruksi yang paling disukai dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia Teknik Sipil, pengkajian dan penelitian masalah bahan bangunan

PEMAKAIAN VARIASI BAHAN TAMBAH LARUTAN GULA DAN VARIASI ABU ARANG BRIKET PADA KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin meningkatnya suatu proses produksi dapat berpengaruh juga akan

Pengaruh Penggunaan Bambu Sebagai Pengganti Agregat Split terhadap Kuat Tekan Beton Ringan

V. HASIL PENELITIAN. Tabel V-1 Hasil analisa fly ash Analisis kimia Satuan Fly ash Pasaran

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. baja sehingga menghasilkan beton yang lebih baik. akan menghasilkan beton jadi yang keropos atau porous, permeabilitas yang

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id PENGARUH KADAR FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN TERHADAP MODULUS ELASTISITAS PADA HIGH VOLUME FLY ASH SELF COMPACTING CONCRETE (Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution On Elastic Modulus of High Volume Fly Ash- Self Compacting Concrete) SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : DEDI SEPTIAN NIM I. 1107041 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 i

digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSETUJUAN PENGARUH KADAR FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN TERHADAP MODULUS ELASTISITAS PADA HIGH VOLUME FLY ASH SELF COMPACTING CONCRETE (Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution On Elastic Modulus of High Volume Fly Ash- Self Compacting Concrete) SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : DEDI SEPTIAN NIM I. 1107041 Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Persetujuan : Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II S.A. Kristiawan, ST., MSc., Ph.D. NIP. 19690501 199512 1 001 Ir. Sunarmasto, MT NIP.19560717 198703 1 003 ii

digilib.uns.ac.id MOTTO iii

digilib.uns.ac.id Jangan Layu Hidupmu Karena Kamu Tidak Pernah Ditinggalkan Walaupun Kesusahan dan Kepahitan Membutakan Hatimu, Kasih dan Sukacita Akan Tetap Terbit Seperti Fajar Menerpa Malam yang Gelap KUPERSEMBAHKAN Karya ini dengan Kerendahan Hati Kepada : Bapak dan Ibu, KangMas dan Mbakyu, Terimakasih Untuk Cinta Kasih, Doa dan Segala Dukungan. Special Thanks To: Githa Yannet Christine yang selalu memberi kepercayaan, dorongan dan semangat. Teman satu tim penelitian, Pringgi, Ariyanta dan Hebri terima kasih atas semua kerjasamanya. Segenap Kru Sekretariat Bu Kartini, Tomo, Demas, Agung Gendon, Oji, Jati, Feri, Bambang Tarzan, Anggo, Bram, Bima, Raden dan semua yang ikut ambil bagian meramaikan Sekretariat Angkatan 2007. Segenap kawan-kawan Teknik Sipil dari segala angkatan. Kawan-kawan KOMPAREM GKJ KARTASURA, Sekolah Minggu sampai Bapak Ibu Adi Yuswa. iv

digilib.uns.ac.id ABSTRAK Dedi Septian, 2011, Pengaruh Kadar Fly Ash Sebagai Pengganti Sebagian Semen Terhadap Modulus Elastisitas Pada High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengecoran beton dengan tulangan padat atau tempat yang tidak memungkinkan menggunakan vibrator tidak menjamin tercapainya kepadatan secara optimal dan hanya mengandalkan sifat self-compactibility beton segar. Sifat self-compactibility menjadi dasar penggunaan Self Compacting Concrete (SCC). Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian semen dalam campuran Self Compacting Concrete dengan kadar lebih dari 50% atau disebut High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (HVFA SCC) akan menambah kemampuan aliran beton segar, mengurangi kapur padam aktif sebagai hasil sampingan dari proses hidrasi antara semen dan air yang cenderung melemahkan beton serta menambah kepadatan beton karena butiran fly ash akan berperan sebagai filler antar agregat. Salah satu tolok ukur kepadatan suatu beton dapat silihat dari nilai modulus elastisitasnya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 27 buah berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Variasi kadar fly ash yang ditinjau dalam penelitian ini adalah 35%, 55%, dan 65%. Kadar fly ash 35% dalam penelitian ini digunakan sebagai pembanding sesuai syarat maksimum penggunaan fly ash dalam ASTM C618-86. Pengujian modulus elastisitas mengacu rumusan dalam ASTM C 469-94 pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Dari hasil pengujian modulus elastisitas HVFA SCC terdapat pengaruh penggunaan fly ash semakin banyak pada campuran beton menyebabkan nilai modulus elastisitasnya cenderung rendah pada saat awal umur beton. Pada umur 7 hari, kadar fly ash 65 % memiliki nilai modulus elastisitas terendah dibanding dengan kadar fly ash yang lebih rendah, tetapi semakin lama umur beton dengan semakin banyak fly ash yang digunakan nilai modulus elastisitasnya cenderung lebih besar. Pada beton umur 56 hari dengan kadar fly ash 65% nilai modulus elastisitasnya lebih besar dibanding beton dengan kadar fly ash yang lebih rendah. Dalam rumusan ACI 318M-95 didapat rumusan hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas HVFA SCC adalah E = 4075 f ' c untuk kadar 35 %, E = 4479 f ' c kadar 55%, dan E = 4863 f ' c kadar 65%. Kata kunci: self compacting concrete, high volume fly ash self compacting concrete, fly ash, modulus elastisitas, umur beton. ABSTRACT v

digilib.uns.ac.id Dedi Septian, 2011, Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution On Elastic Modulus of High Volume Fly Ash- Self Compacting Concrete. Final Project Majoring Civil Engineering Sebelas Maret University Surakarta. Foundry fresh concrete with heavy reinforcement or places that are not allowed to use a vibrator does not guarantee the achievement of optimum density and rely solely on selfcompactibility of fresh concrete properties. The property of self-compatibility becomes the basis for the use of self compacting concrete. Use of fly ash as a partial substitute for cement in the mix of self-compacting concrete with high levels of more than 50% or socalled High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (SCC HVFA) will increase the ability of fresh concrete flow, reduce outages calcium active as a byproduct of cement hydration process and water which tends to weaken the concrete and increase the density of fly ash concrete for grain will act as a filler between the aggregate. One measure the density of the concrete can be seen from the value of the modulus of elasticity. This study uses an experimental method with a total of 27 test specimens with a cylindrical diameter of 15 cm and 30 cm high. Variations in content of fly ash are reviewed in this study was 35%, 55%, and 65%. Contents of 35% fly ash used in this study as a comparison according to the terms maximum use of fly ash in ASTM C618-86. Modulus of elasticity refers to the formulation of the test in ASTM C469-94 at the age of 7 days, 28 days, and 56 days. From the test results contained HVFA SCC modulus of elasticity influence more use of fly ash in concrete mixtures cause the value of modulus of elasticity tends to be low during the early age of concrete. At the age of 7 days 65% fly ash content has a value of modulus of elasticity compared with the lowest levels of fly ash is lower, but the longer age of concrete with a growing number of fly ash used elastic modulus values tend to be larger. At the age of 56 days of concrete with fly ash content of 65% of the value of modulus of elasticity greater than concrete with fly ash content is lower. In the formulation of ACI 318M-95 formulation of the relationship obtained compressive strength and modulus of elasticity HVFA SCC is E = 4075 f c to 35% contens, E = 4479 f c to 55% contens, and E = 4863 f c to 65% contens. Keywords : self compacting concrete, high volume fly ash self compacting concrete, modulus of elasticity, concrete age. vi

digilib.uns.ac.id Kata Pengantar Puji Syukur penulis kepadan Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan berkan yang selalu tercurah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis mengambil judul skripsi Pengaruh Kadar Fly Ash Sebagai Pengganti Sebagian Semen Terhadap Modulus Elastisitas Pada High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka banyak kendala yang sulit untuk penulis pecahkan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Pimpinan Program S1 Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. 4. Bapak S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I. 5. Bapak Ir. Sunarmasto, MT., selaku Dosen Pembimbing II. 6. Tim Penguji Pendadaran. 7. Ibu Ir. Koosdaryani, MT., selaku Dosen Pembimbing Akademik. 8. Segenap mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan berharap saran serta kritik yang membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Surakarta, 11 November 2011 vii Penyusun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN perpustakaan.uns.ac.id ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv digilib.uns.ac.id v vii viii xi xii xiii xiv xv BAB 1. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 3 1.3. Batasan Masalah 3 1.4. Tujuan Penelitian 3 1.5. Manfaat Penelitian 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 5 2.1. Tinjauan Pustaka 5 2.2. Landasan Teori 9 2.2.1. Beton 9 2.2.2. Jenis - jenis Beton 9 2.2.3. High Volume Fly Ash Concrete 9 2.2.3.1 Pengertian High Volume Fly Ash Concrete 9 2.2.3.2 Pengertian High Volume Fly Ash Concrete 11 2.2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan High Volume Fly Ash Concrete 14 2.2.4. Self Compacting Concrete 14 viii

2.2.4.1. Pengertian Self Compacting Concrete 14 2.2.4.2. Spesifikasi Self Compacting Concrete 15 2.2.4.3. Sifat-sifat Self Compacting Concrete 18 2.2.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Self Compacting Concrete 20 2.2.5. High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (HVFA SCC) 21 2.2.5.1. Pengertian High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete 21 perpustakaan.uns.ac.id 2.2.5.1. Bahan Penyusun High Volume Fly Ash Self digilib.uns.ac.id Compacting Concrete (HVFA SCC) 22 2.2.6. Modulus Elastisitas Beton 27 BAB 3. METODE PENELITIAN 29 3.1. Pengujian Bahan Dasar Beton 29 3.1.1. Agregat Halus 29 3.1.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus 29 3.1.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus 30 3.1.1.3. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus 30 3.1.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus 31 3.1.2. Agregat Kasar 32 3.1.2.1. Pengujian Specific Gravity Agregat Kasar 32 3.1.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar 33 3.1.2.2. Pengujian Abrasi Agregat Kasar 33 3.1.3. Fly Ash 33 3.2. Rancang Campur High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete 34 3.3. Pembuatan Adukan dan Pengujian Beton Segar High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete 37 3.4. Curing (Perawatan) HVFA - SCC 40 3.5. Pengujian Modulus Elastisitas HVFA-SCC 41 3.6. Tahap Penelitian 42 BAB 4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 45 4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 45 4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus 45 ix

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar 47 4.1.3. Hasil Pengujian Fly Ash 49 4.2. Rancang Campur 49 4.3. Hasil Pengujian Beton Segar 50 4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan 54 4.5. Hasil Pengujian dan Analisa Data Modulus Elastisitas HVFA SCC 55 perpustakaan.uns.ac.id 4.6. Analisis Hubungan Modulus Elastisitas dan Kuat Tekan HVFA SCC digilib.uns.ac.id 55 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 64 5.1. Kesimpulan 64 5.2. Saran 65 DAFTAR PUSTAKA 66 LAMPIRAN x

digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi beton semakin hari semakin pesat seiring dengan berbagai permasalahan yang timbul saat pengerjaan konstruksi. Berbagai macam penelitian telah dilakukan demi memperoleh mutu beton yang lebih baik dari segi kuat tekan (compressive strength), kemampuan pengerjaan (workability), kemampuan pengaliran (flowabilty), serta keawetannya (durability). Jika dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain, beton mempunyai berbagai keunggulan, antara lain relatif lebih kuat menahan gaya tekan, mudah pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, tahan terhadap perubahan cuaca, lebih tahan terhadap api dan korosi. Pengecoran beton konvensional pada beam column joint dan konstruksi bawah air yang padat tulangan dengan alat vibrator belum menjamin tercapainya kepadatan secara optimal sehingga kuat tekan yang diharapkan tidak bisa tercapai dengan baik. Pada keadaan yang tidak memungkinkan penggunaan vibrator pengecoran beton hanya mengandalkan sifat self-compactibility beton segar yang digunakan. Sifat self-compactibility menjadi dasar penggunaan Self Compacting Concrete (SCC). SCC mempunyai tingkat pengaliran yang lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat pengaliran dari beton normal. Perilaku dari SCC yang mampu memadat sendiri sangat bermanfaat pada pengecoran dengan tulangan yang rapat dan dalam lingkungan yang tidak memungkinkan penggunaan vibrator. Untuk menjaga penggunaan air tetap terkontrol pada beton segar maka diperlukan penambahan zat aditif, dalam hal ini biasanya digunakan adalah superplasticizer. Penemuan superplasticizer yang berbasis polycarboxylate telah memungkinkan untuk mendapatkan beton segar yang bersifat high-flowable dan self-compactable, di mana beton segar mampu mengalir dan memadat dengan memanfaatkan berat sendiri sehingga menghasilkan beton keras yang benar-benar padat atau kompak 1

digilib.uns.ac.id 2 tanpa dilakukan proses pemadatan atau vibrasi. Beton segar yang termasuk golongan self-compacting concrete (SCC) memiliki nilai slump yang sangat tinggi (lebih dari 20 cm), sehingga pengukuran dengan kerucut abrams tidak efektif lagi. Pengukuran sifat beton segar jenis self-compacting concrete dapat mengacu pada dua alat ukur yang berupa Slump-Flow Test dan L-Shape Box Test (Grunewald, 2004). Penggunaan air yang terkontrol dengan baik dapat meningkatkan kekuatan beton karena terbentuknya capillary suction berasal dari proses hidrasi (air + semen) dan sisa air yang menguap di dalam beton setelah proses hidrasi menyebabkan beton memiliki pori sehingga kepadatannya berkurang. Kurangnya kepadatan berpengaruh pada modulus elastisitas beton. Modulus elastisitas merupakan suatu tolok ukur umum yang digunakan untuk pengukuran sifat-sifat elastis suatu bahan dan erat hubungannya dengan kekuatan beton menahan beban. Untuk mencapai nilai modulus elastisitas yang baik maka kepadatan beton harus semaksimal mungkin. Upaya penanggulangan tersebut dapat dilakukan dengan penambahan fly ash yang dapat bereaksi dengan sisa dari proses hidrasi semen. Penambahan fly ash memanfaatkan unsur silikat dan aluminat dari fly ash yang reaktif untuk bereaksi dengan kapur padam aktif (Ca(OH) 2 ) yang merupakan hasil sampingan dari proses hidrasi antara semen portland dan air menjadi kalsium silikat hidrat (C 3 S 2 H 3 atau tubermorite). Sehingga hasil sampingan dari proses hidrasi semen dan air yang berupa kapur bebas atau Ca(OH) 2 dapat dikurangi karena kapur bebas ini dalam jangka panjang cenderung melemahkan beton. Kapur bebas dapat bereaksi dengan zat asam maupun sulfat yang ada di lingkungan sekitar, sehingga menimbulkan proses korosi dan melemahkan kekuatan beton. Ukuran butiran fly ash yang lolos ayakan 45 mikrometer dan lebih kecil dari butiran semen ( 75 mikrometer ) juga bermanfaat mengisi dan meminimalkan pori pada beton. Pemakaian fly ash yang masih terbatas antara 10-35% dari berat semen dinilai belum maksimal. Untuk itu kadar fly ash dalam beton ditingkatkan menjadi minimal 50% atau biasa disebut dengan high volume fly ash concrete (HVFAC). Pada HVFAC ruang antar partikel yang ada pada beton akan lebih

digilib.uns.ac.id 3 berkurang dan kepadatannya akan lebih baik. Selain itu bentuk butiran fly ash yang bulat akan membantu meningkatkan kemampuan pengaliran (flowabilty) pada beton segar sehingga beton akan lebih mudah mengalir untuk memadat sendiri. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh penggunaan fly ash dengan volume tinggi terhadap nilai modulus elastisitas (E) self compacting concrete. 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini rekasi kimia dari senyawa-senyawa pembentuk high volume fly ash-self compacting concrete tidak dibahas secara detail. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan fly ash dengan volume tinggi terhadap nilai modulus elastisitas (E) self compacting concrete. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur. b. Memberikan wawasan pada masyarakat pada umumnya dan dunia teknik sipil pada khususnya tentang penggantian konsentrasi semen dengan fly ash sehingga membentuk high volume fly ash-self compacting concrete.

digilib.uns.ac.id 4 2. Manfaat Praktis a. Menambah alternatif pemanfaatan limbah fly ash sebagai bahan campuran pembuatan beton untuk mengatasi kekurangan dan kelangkaan bahan pembuat adukan beton serta untuk mengurangi biaya. b. Memanfaatkan limbah fly ash yang tergolong B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) skala besar untuk diproduksi sebagai bahan bangunan terutama sebagai bahan campuran beton, sehingga menjadi ramah lingkungan.

digilib.uns.ac.id BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Beton adalah suatu campuran yang tediri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan (McCormac, 2003). Mulyono (2004:3) menyatakan, beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), diperlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen tersebut. Penggunaan fly ash pada campuran beton salah satunya berfungsi untuk menambah kelecakan beton sehingga workability beton akan menjadi lebih baik dan mudah untuk dikerjakan serta memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan beton mengalir dan mampu memadat sendiri. Selain itu fly ash juga berfungsi sebagai filler sehingga tujuan mendapatkan struktur beton yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dapat dicapai. High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) merupakan campuran beton yang menggunakan fly ash dimana prosentase fly ash yang digunakan lebih dari 50%. Menurut ASTM C618 penggunaan fly ash untuk tipe F dibatasi 15% 20%. Sedangkan untuk tipe C dibatasi commit 25% to 35% user dari berat binder. Fly Ash pada 5

digilib.uns.ac.id 6 umumnya memberi dampak dalam workability dan biaya yang lebih ekonomis pada beton. Namun hal tersebut tidak mencukupi untuk meningkatkan daya tahan (Durability) untuk serangan sulfat, alkali-silika ekspansi dan juga thermal cracking. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan perkembangan dengan meningkatkan prosentase fly ash menjadi 25% 35% dari berat total semen akan tetapi menurut (Malhotra dan Mehta, 2003) hal tersebut belum cukup untuk meningkatkan daya tahan (durability) untuk serangan sulfat, alkali-silika ekspansi, dan juga thermal cracking. (Malhotra dan Mehta, 2003) mengusulkan untuk menggunakan prosentase fly ash minimum 50% dari berat semen untuk diterapkan sebagai mix design dari High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC). Hal tersebut sangat memungkinkan untuk menghasilkan workability yang tinggi, ultimate strength yang paling tinggi, dan durability yang paling tinggi. Sejak tahun 1980-an, beberapa peneliti di Jepang memperkenalkan self compacting concrete (SCC). self compacting concrete (SCC) adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak menggunakan alat pemadat sama sekali. Beton ini dicampur memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi agregat, dan admixture superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkannya mengalir sendiri tanpa bantuan alat pemadat. Sekali dituang ke dalam cetakan, beton ini akan mengalir sendiri mengisi semua ruang mengikuti prinsip gravitasi, termasuk pada pengecoran beton dengan tulangan pembesian yang sangat rapat. Beton ini akan mengalir ke semua celah di tempat pengecoran dengan memanfaatkan berat sendiri campuran beton (Ludwig, et.al, 2001) dalam (Falahudin, 2010). Prototype dari self compacting concrete mulai dikembangkan di Jepang dengan tujuan mendapatkan struktur beton yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi untuk daerah rawan gempa. Beberapa contoh aplikasi penggunaan SCC antara lain Jembatan Shin-kiba Ohashi Jepang, Jembatan Ritto di Jepang, Higashi-Oozu Viaduct, Jepang, Proyek Sodra Lanken, Swedia dan Jembatan Suramadu di Indonesia.

digilib.uns.ac.id 7 Riset tentang beton ini masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak aspek kajian, misalnya ketahanan (durability), modulus elastisitas dan kuat tekan (compressive strength). Kekuatan tekan beton kering 120 MPa sudah dapat dicapai karena penggunaan superplasticizer yang memungkinkan penurunan rasio air-semen (w/c) hingga nilai w/c = 0,3 atau lebih kecil (Juvas, 2004). Metode mix design konvensional yang biasa untuk beton normal tidak dapat lagi dipergunakan untuk membuat self compacting concrete yang baik. Karena itu pada tahun 1995, Okamura dan Ozawa mengusulkan metode mix design yang sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia pada pabrik beton ready mix. Kadar agregat kasar dan agregat halus ditentukan terlebih dahulu dan pemadatan sendiri dapat didapatkan dengan mengatur faktor air - bahan pengikat dan dosis superplasticizer. Spesifikasinya antara lain adalah sebagai berikut : 1. Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume total, agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut. 2. Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar,yang bertujuan mengisi kekosongan dari agregat kasar. 3. Rasio volume untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1 tergantung pada sifat pada bahan pengikatnya. 4. Dosis superplasticizer dan faktor air - bahan pengikat ditentukan setelahnya untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri. Bahan tambah untuk beton (admixture) adalah bahan atau zat kimia yang ditambahkan di dalam adukan beton pada tahap mula-mula sewaktu beton masih segar. Tujuan penggunaan bahan tambah secara umum adalah untuk memperoleh sifat-sifat beton yang diinginkan, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas, mengurangi sifat getas dan mengurangi retak-retak pengerasan. Hal yang berpengaruh dalam self compacting concrete adalah deformability dan viscosity. Self compacting concrete yang berkinerja tinggi membutuhkan deformability yang tinggi dan segregasi commit yang to user rendah. Okumura, H., & Ouchi, M,

digilib.uns.ac.id 8 (2003) menyatakan bahwa perbandingan antara deformability ( Γm ) dengan viscosity (Rm) hampir konstan dengan variasi dari w/b dengan syarat penggunaan superplasticizer yang konstan pula. Rm Peningkatan dosis superplasticizer Sp % Viscosity Peningkatan w/b Deformability Γm Gambar 2.1 Hubungan Antara Deformability dan Viscosity Dari Gambar 2.1 menunjukkan bahwa semakin besar nilai Γm maka semakin besar pula deformability dari beton, sedangkan nilai Rm semakin kecil maka viscosity dari beton semakin besar. Penggunaan High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete akan sangat menguntungkan dari segi workability dan durability. Kadar fly ash yang tinggi pada campuran tersebut akan meningkatkan kemampuan beton untuk mengalir tanpa menggunakan banyak air. Kemampuan beton untuk mempertahankan bentuk akan semakin baik akibat fly ash yang berfungsi menambah kepadatan beton sehingga nilai modulus elastisitas beton juga akan semakin baik.

digilib.uns.ac.id 9 2.2. Landasan Teori 2.2.1. Beton Tiga bahan penyusun utama beton adalah agregat kasar, agragat halus, dan semen yang dipersatukan dengan air dalam takaran tertentu. Bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan jika menginginkan sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan untuk menjadi lebih baik. 2.2.2 Jenis-Jenis Beton Beton dapat dibedakan berdasarkan material pembentuk dan kegunaan strukturnya, misalnya beton kertas, beton serat, beton dengan High Volume Fly Ash, dan beton yang mampu mengalir dan memadat sendiri (self compacting concrete). Beton jenis lain pada prinsipnya sama dengan beton normal, yang membedakan adalah material tambahan tertentu yang digunakan untuk mengubah sifat betonnya. Dalam perkembangannya banyak penelitian yang telah dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat beton. Selain itu bahan campurannya juga mengalami beberapa variasi. Hal ini bertujuan selain untuk meningkatkan kualitas beton juga dtujukan untuk menekan biaya pembuatan beton sekecil mungkin serta lebih ramah lingkungan. Berikut ini merupakan beberapa jenis beton ditinjau dari sifatsifat dan bahan campurannya. 2.2.3. High Volume Fly Ash Concrete ( HVFAC ) 2.2.3.1. Pengertian High Volume Fly Ash Concrete ( HVFAC ) High Volume Fly Ash Concrete merupakan campuran beton yang menggunakan fly ash dimana prosentase fly ash yang digunakan lebih dari 50%. Menurut ASTM C618 penggunaan fly ash untuk tipe commit F dibatasi to user 15% 20%. Sedangkan untuk tipe

digilib.uns.ac.id 10 C dibatasi 25% 35% dari berat binder. Fly Ash pada umumnya memberi dampak dalam workability dan biaya yang lebih ekonomis pada beton. Namun hal tersebut tidak mencukupi untuk meningkatkan daya tahan (Durability) untuk serangan sulfat, alkali-silika ekspansi dan juga thermal cracking. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan perkembangan dengan meningkatkan prosentase fly ash. Malhotra dan Mehta mengusulkan untuk menggunakan prosentase fly ash minimum 50% dari berat semen untuk diterapkan sebagai mix design dari beton HVFA. Hal tersebut sangat memungkinkan untuk menghasilkan workability, ultimate strength, dan durability yang tinggi. Untuk mendapatkan kuat tekan yang tinggi menggunakan variasi water content berkisar antara 100-130 kg/m 3 dengan kombinasi superplasicizer, fly ash, dan agregat pada mix design beton HVFA. Malhotra telah melakukan percobaan dengan hasil yang menunjukan bahwa variasi water content tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kuat tekan beton. Peningkatan kadar semen justru memberikan pengaruh yang besar pada kuat tekan beton HVFA. Untuk mendapatkan beton HVFA dengan kuat tekan yang tinggi dapat menggunakan High Early Strengh Portland Cement. Beton HVFA dengan faktor air semen yang rendah dapat digolongkan sebagai beton dengan yang memiliki kemungkinan terjadi keretakan akibat susut. Untuk menanggulangi hal tersebut beberapa cara harus dilakukan yaitu dengan melindungi beton dari berbagai bentuk kehilangan air dengan cepat. Untuk mendapatkan hasil yang baik curing harus dilakukan pada permukaan beton minimum 7 hari untuk mendapatkan kekuatan dan bentuk beton yang optimum. Berdasarkan dari pengalaman di lapangan dan tes di laboratorium, beton HVFA jika dibandingkan dengan beton konvensional dapat disimpulkan sebagai berikut (Stefanus dan Howard, 2010 ) : 1.) Lebih mudah dalam flowability, pumpability, dan workability. 2.) Memiliki penyelesaian permukaan commit beton user yang lebih cepat dan lebih baik.

digilib.uns.ac.id 11 3.) Memiliki waktu setting time yang lebih lama. 4.) Kekuatan awal beton dapat ditingkatkan pada umur 7 hari, dimana dapat dipercepat dengan mengubah pada mix design jika dibutuhkan untuk pembukaan bekisting dan pembebanan struktur pada awal umur beton. 5.) Beton HVFA, penambahan kekuatannya terjadi antara umur 7 hari sampai 90 hari bahkan mampu melebihi 100% dari kekuatannya. Jadi tidak perlu dilakukan overdesign untuk mendapatkan suatu kekuatan yang tinggi. 6.) Beton HVFA memiliki stabilitas dan ketahanan terhadap terjadinya retak pada beton, baik retak yang diakibatkan oleh thermal shrinkage, autogenous shrinkage, dan drying shringkage. 7.) Beton HVFA dengan waktu curing yang mencapai tiga sampai enam bulan memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap electrical dan chloride ion penetration berdasarkan ASTM C1202. Secara umum beton HVFA memiliki sifat kohesi yang baik dan kemungkinan terjadinya bleeding dan segregation yang kecil. Sifat workability pada beton HVFA juga sangat bagus dengan hasil uji slump yang lebih besar dari 75 mm dan cocok digunakan untuk pengecoran struktur yang memiliki tulangan yang padat. Material pada beton HVFA dapat bergerak untuk mengisi ruang kosong dan memiliki sifat hampir mampu memadat sendiri. 2.2.3.2 Spesifikasi High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) Fly ash yang digunakan sebagai pengganti sebagian penggunaan semen pada beton dapat membuat beton lebih kuat, tahan lama, dan mengurangi dampak lingkungan. Fly ash itu sendiri memiliki kegunaan untuk meningkatkan kekuatan, memperlambat setting time, dan mengurangi panas hidrasi dari semen, sehingga kemungkinan terjadinya cracking dapat dikurangi. Selama ini terdapat 2 jenis fly ash yaitu fly ash tipe C dan fly ash tipe F. Fly ash tipe C dihasilkan dari pembakaran batu bara muda, sedangkan fly ash tipe F dihasilkan dari pembakaran batu bara antrasit. Fly ash tipe C memiliki karakteristik ringan dan berwarna lebih terang dari fly ash tipe F. Sedangkan commit fly to ash user tipe F berwarna lebih gelap dari fly

digilib.uns.ac.id 12 ash tipe C. Selama ini, kebanyakan percobaan yang dilakukan menggunakan standar ASTM C618 yaitu fly ash tipe F dengan persentase 15%-20% dari berat total binder dan fly ash tipe C dengan persentase 25%-35% dari berat total binder pada beton. Menurut pertimbangan referensi dan beberapa pengalaman percobaan, dikatakan bahwa penggunaan fly ash dengan kadar 50% bahkan lebih dari berat total binder dapat meningkatkan workability, kekuatan maksimum, dan ketahanan dari beton tersebut (Malhotra, Mehta, 2003). (Malhotra, Mehta, 2003) mengatakan bahwa fly ash sebagai bahan pozzolanic yang digunakan bersamaan dengan semen memiliki persentase tertentu dalam pembuatan beton, dimana jika kadar fly ash 50% atau lebih dari berat total binder disebut high volume fly ash concrete (HVFAC). Jika dibandingkan dengan beton konvensional, high volume fly ash concrete (HVFAC) memiliki kelebihan yaitu ramah lingkungan, kekuatan lebih tinggi, memiliki ketahanan yang lebih lama, penggunaaan air pada campuran mortar yang lebih sedikit, lebih ekonomis, dan mengurangi panas hidrasi dari semen sehingga mengurangi resiko cracking. High volume fly ash concrete (HVFAC) memiliki kelebihan ramah lingkungan karena dapat mengurangi penggunaan semen pada beton, sehingga karbon dioksida yang dihasilkan dari industri semen dapat dikurangi. Unsur silikat dan aluminat sebagai unsur dari fly ash yang reaktif akan bereaksi dengan kapur padam aktif (Ca(OH) 2 ) yang merupakan hasil sampingan dari proses hidrasi antara semen portland dan air menjadi kalsium silikat hidrat (C 3 S 2 H 3 atau tubermorite ), sehingga mendapatkan hasil utama dari proses hidrasi C 3 S 2 H 3 (tubermorite). Karena dalam high volume fly ash concrete (HVFAC) menggunakan kadar fly ash tinggi, maka akan terjadi perubahan fungsi fly ash menjadi filler. Ukuran butiran fly ash (45µm) yang lebih kecil dari pada butiran semen (75 µm) sehingga dapat menutup dari ruang kosong antar butiran semen dan beton bisa lebih kedap terhadap air. Dengan beton lebih kedap, maka durability dan ultimate strength dapat lebih meningkat.

digilib.uns.ac.id 13 Fly ash memiliki butiran yang lebih halus, bulat dan mempunyai sifat hidrolik. Oleh karena itu fly ash tidak sekedar menambah kekuatan mortar. Secara mekanik fly ash ini akan mengisi ruang kosong (rongga) di antara butiran-butiran, dan secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur mati yang dihasilkan dari proses hidrasi, dimana mortar hidrolik ini akan lebih kuat daripada mortar udara (kapur mati + air) (Suhud, 1993). Butiran fly ash tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.2. Butiran Fly Ash (SpecData_FlyAsh Holcim, 2006) Dengan bentuk butir dari fly ash bulat maka gesekan atau friksi antar butir sangat kecil sehingga memiliki flowability tinggi dan akan lebih mudah dalam pengerjaan atau workability tinggi. Pada penggunaannya, beton HVFA diharapkan membutuhkan biaya yang lebih murah dari beton konvensional, meningkatkan kekuatan, workability, durability, dan memperlama setting time 2-3 jam sehingga dapat memberikan waktu yang lebih lama untuk pekerjaan pengecoran. Di sisi lain, beton HVFA ternyata juga memiliki kekurangan yaitu proses hardening yang lebih lama dibandingkan beton konvensional, sehingga membuat kita tidak bisa memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melepas bekisting dan melakukan curing pada beton tesebut.

digilib.uns.ac.id 14 2.2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. HVFAC lebih kedap air karena kapur bebas yang dilepas pada proses hidrasi akan terikat oleh silikat dan alumina aktif yang terkandung di dalam fly ash dan menambah pembentukan silica gel, yang berubah menjadi kalsium silikat hidrat yang berperan menutup pori pori yang terbentuk akibat dibebaskannya Ca(OH) 2. 2. Mempermudah pengerjaan beton segar karena beton lebih plastis. 3. Jumlah air yang digunakan (FAS) lebih kecil, sehingga kekuatan beton akan meningkat. 4. Fly ash dalam volume tinggi dapat menurunkan panas hidrasi yang terjadi, sehingga dapat mencegah terjadinya retak. 5. Relatif dapat menghemat biaya karena akan mengurangi pemakaian semen (Hidayat, 1993). Sedangkan beberapa kekurangan dari HVFAC antara lain sebagai berikut : 1. High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) kurang baik untuk pengerjaan beton yang memerlukan waktu pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi, karena proses pengerasan (setting time) dan penambahan kekuatan betonnya agak lambat pada umur beton kurang dari 28 hari. 2. Pengendalian mutu harus dilakukan karena kualitas fly ash tergantung pada proses pembakaran (suhu) serta jenis batubara. 2.2.4 Self Compacting Concrete 2.2.4.1 Pengertian Self Compacting Concrete Self compacting concrete adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak menggunakan commit to alat user pemadat sama sekali. Beton ini

digilib.uns.ac.id 15 dicampur memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi agregat, dan admixture superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkannya mengalir sendiri. Self compacting concrete merupakan penelitian yang sudah lama dilakukan di Jepang mulai era tahun 1980-an. Dalam perkembangannya di masyarakat luas, beton memadat mandiri ini menawarkan banyak hal, diantaranya tidak memerlukan tenaga kerja pemadat untuk melakukan pemadatan, dan memenuhi tuntutan desainer untuk mewujudkan suatu struktur dengan bentuk dan tulangan yang kompleks. High range water reducer diperlukan untuk menghasilkan self compacting concrete dengan workability dan flowability yang tinggi. Untuk meningkatkan homogenitas dan viskositas beton segar yang dibutuhkan dalam pelaksanaan underwater concreting, perlu ditambahkan filler yang berupa fly ash, silica fume ataupun limestone (Persson, 2000). Self Compacting Concrete mensyaratkan kemampuan mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi, sehingga viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya segregasi (Okamura dan Ozawa, 1994). 2.2.4.2 Spesifikasi Self Compacting Concrete Metode mix design konvensional yang biasa untuk beton normal tidak dapat lagi dipergunakan untuk membuat self compacting concrete yang baik. Karena itu pada tahun 1995, Okamura dan Ozawa mengusulkan metode mix design yang sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia pada pabrik beton ready mix. Kadar agregat kasar dan agregat halus ditentukan terlebih dahulu dan pemadatan sendiri dapat didapatkan dengan mengatur faktor air - bahan pengikat dan dosis superplasticizer. Spesifikasinya antara lain adalah sebagai berikut : 1. Agregat kasar yang digunakan adalah kurang lebih 50% volume total, agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut. Dengan pembatasan jumlah agregat kasar ini diharapkan terjadi blok seminimal mungkin sehingga kemampuan aliran beton untuk melewati tulangan lebih maksimal (Himawan,A., & Darma,D.S., 2000).

digilib.uns.ac.id 16 2. Volume agregat halus ditetapkan 40% dari volume total mortar,yang bertujuan mengisi kekosongan dari agregat kasar. Apabila prosentase agregat halus kurang dari 40% maka porus dari beton akan lebih banyak, dan apabila prosentase agregat halus lebih dari 40% maka kuat tekan yang dihasilkan akan lebih kecil. 3. Rasio volume untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1 tergantung pada sifat pada bahan pengikatnya. Apabila Rasio volume untuk air dan bahan pengikat lebih dari (0,9-1) maka resiko kemungkinan adanya segregasi dan bleeding lebih tinggi. Dan Apabila Rasio volume untuk air dan bahan pengikat kurang dari (0,9-1) maka adukan beton segar memiliki flowability yang rendah dan tidak termasuk dalam self compacting concrete. 4. Dosis superplasticizer dan faktor air - bahan pengikat ditentukan setelahnya untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri. Self compacting concrete dengan deformabilitas tinggi dan kemungkinan segregasi yang rendah maka diatur agar beton (i) mempunyai kadar agregat yang rendah, (ii) faktor air-bahan pengikat (semen dan material lainnya) yang rendah dan (iii) menggunakan superplasticizer (Nugraha dan Antoni, 2007). Jika jumlah agregat dikurangi, maka pasta dan mortar beton meningkat sehingga jumlah friksi antar agregat menjadi berkurang dan beton dengan mudah berdeformasi. Pada kondisi demikian, dengan kekentalan (viskositas) yang dapat dipertahankan maka beton memadat mandiri akan memadat sendiri dan tidak mengalami segregasi (Ouchi et.al, 2003). Self Compacting Concrete mensyaratkan kemampuan mengalir yang baik pada beton segar dengan nilai slump-flow minimal sebesar 60 cm memiliki dan pada umumnya nilai slump yang dicapai sangat tinggi (lebih dari 20 cm). Konsep dasar yang diterapkan dalam proses produksi SCC ditunjukkan pada Gambar 2.2.

digilib.uns.ac.id 17 Kemampuan Mengalir (Flowability) Pembatasan Fraksi Agregat Kasar Self Compactibility Penggunaan Superplasticizer Ketahanan Terhadap Segregasi Pengurangan Nilai Water-Binder Ratio Gambar 2.3. Prinsip Dasar Proses Produksi Self-Compacting Concrete (Dehn dkk, 2000). Self-Compacting Concrete dapat diproduksi jika menggunakan superplasticizer yang diperlukan untuk mendispersikan (menyebarkan) partikel semen menjadi merata dan memisahkan menjadi partikel-partikel yang halus sehingga reaksi pembentukan C-S-H (tubermorite) akan lebih merata dan lebih aktif. Komposisi agregat kasar dan halus juga harus diperhatikan dalam proses produksi SCC, mengingat semakin besar proporsi agregat halus dapat meningkatkan daya alir beton segar tetapi jika agregat halus yang digunakan terlalu banyak maka dapat menurunkan kuat tekan beton yang dihasilkan, sebaliknya jika terlalu banyak agregat kasar dapat memperbesar resiko segregasi pada beton. Sedangkan penggunaan bahan pengisi (filler) diperlukan untuk meningkatkan viskositas beton guna menghindari terjadinya bleeding dan segregasi, untuk tujuan tersebut dapat digunakan fly ash, serbuk batu kapur, sillica fume atau yang lainnya (Persson,2000).

digilib.uns.ac.id 18 2.2.4.3 Sifat Self Compacting Concrete 1. Sifat Beton Segar Self Compacting Concrete a. Kemampuan mengisi ruangan (Filling Ability) Filling Ability merupakan ukuran dari tingkat kemampuan adukan beton untuk mengisi ruangan. Perbandingan bahan dan juga sifat bahan mempengaruhi kemampuan beton segar mengisi ruangan. Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat Filling Ability antara lain: 1) Ukuran agregat kasar maksimal 20 mm. 2) Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume total, agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut. 3) Penggunaan superplastiziser yang memadai dengan sangat ketat mengatur komposisi aggregat pada campuran. 4) Rasio air-semen (w/c-ratio) yang rendah dengan mengendalikan volume agregat yang dikombinasikan dengan agregat pengisi berukuran sekitar 0,125 mm menyebabkan campuran beton ini tidak mudah mengalami segregasi. 5) Pemakaian butir batuan yang bulat dapat mempermudah pengerjaan adukan b. Pengaliran (flowability) Flowability pada SCC dapat menunjukkan bahwa beton tersebut mempunyai pengaliran yang baik atau tidak. Pada SCC flowability dapat diuji menggunakan uji flow table dan v-funnel. Pengujian flow table tanpa serat disyaratkan waktu yang diperlukan beton untuk mencapai diameter sebaran sebesar 500 mm (t 500 ) adalah 2-5 detik dan syarat diameter sebaran adalah 700 mm, sedangkan pada pengujian v-funnel tanpa serat waktu yang diperlukan beton untuk melewati celah hingga habis adalah 6-12 detik (Siddique,2001). c. Kemampuan melewati tulangan (passingability) Kinerja self compacting concrete tidak hanya dilihat dari segi flowability saja, passingability dari SCC juga perlu diperhatikan. Passingability dari SCC

digilib.uns.ac.id 19 dapat diketahui melalui pengujian J-Ring flow table, L-Box dan Box Type. Perincian syarat pengujiannya adalah sebagai berikut: 1) Slump flow test Alat uji ini terdiri dari papan aliran dengan permukaan licin berukuran 80 cm x 80 cm. Papan dilengkapi dengan kerucut pengarah tuangan beton segar setinggi 30 cm dengan diameter atas 10 cm dan diameter bawah 20 cm. 2) Pengujian J-Ring flow table tanpa serat syarat waktu yang diperlukan beton untuk melewati tulangan hingga diameter sebaran sebesar 500 mm (t 500 ) adalah 2-5 detik dan syarat diameter sebaran adalah 600 mm (Siddique, 2001). 3) Pengujian L-Shape Box Test tanpa serat syarat waktu yang diperlukan untuk mencapai t 200 adalah 3-4 detik, dan untuk mencapai t 400 adalah 6 detik (As ad, 2006). Perbandingan ketinggian (h 2 /h 1 ) adalah 0,8 (Kumar, 2006). 4) Pengujian Box type tanpa serat syarat ketinggian permukaan beton setelah partition gate dibuka adalah 300 mm (Kumar,2006). 5) V-funnel test : Flowability beton segar dapat diuji dengan V-funnel test, dengan cara mengukur waktu pengaliran setelah funnel diisi sekitar 12 liter beton segar. d. Ketahanan terhadap segregasi (segregation resistance) Segregation merupakan kecenderungan dari butir-butir kerikil untuk memisahkan diri dari campuran adukan beton. Campuran beton yang kelebihan air semakin memperbesar terjadinya segregasi, dimana material yang berat mengendap ke dasar beton segar dan material yang lebih ringan akan menuju ke permukaan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya lubanglubang pada beton, beton menjadi tidak homogen, permeabilitas berkurang, dan juga kurang awet. Dengan penggunaan superplasticizer maka water/binder dapat diperkecil, dalam takaran tertentu segregasi dapat dihilangkan yaitu dengan trial mix design.

digilib.uns.ac.id 20 Sementara itu ada beberapa pengujian lain dari beton segar yang dipaparkan oleh Tattersall (1983) adalah sebagai berikut : 1) Filling Box Test, untuk mengetahui kemampuan beton segar dalam mengisi tulangan dan menghindari segregasi. 2) Wet Sieving stability Test, untuk mengetahui rasio segregasi beton segar. 3) Penetration Test for Segregation untuk mengukur resistensi penetrasi beton yang bersifat cair dan pemadatan mandiri. 2. Sifat Beton Padat Self Compacting Concrete a. Kekuatan (strength) Kekuatan beton padat meliputi kekuatan tekan dan kekuatan tarik. Faktor air semen (FAS) sangat mempengaruhi kuat tekan beton. Semakin kecil FAS, sampai batas tertentu semakin tinggi kuat tekan beton. Kekuatan akan sesuai dengan yang direncanakan bila pada campuran beton tersebut menggunakan semen portland dengan kekuatan yang sesuai dengan persyaratan dan proporsi campuran dengan perencanaan yang tepat. Kekuatan beton akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur beton karena proses hidrasi semen yang ada dalam adukan beton akan terus berjalan walaupun lambat. b. Ketahanan (durability) Ketahanan beton dikatakan baik apabila dapat bertahan lama dalam kondisi tertentu tanpa mengalami kerusakan selama bertahun-tahun yang disebabkan faktor dari luar, erosi kembang dan susut akibat basah atau kering yang silih berganti dan pengaruh bahan kimia, dan faktor dari dalam yaitu akibat reaksi agregat dengan senyawa alkali. c. Absorbsi dan Permeabilitas Pada Self Compacting Concrete memiliki tingkat absorbsi dan permeabilitas yang rendah dikarenakan pada adukan beton segar faktor air-semen sangat rendah sehingga pada waktu mengeras, ruangan-ruangan dari penguapan air lebih kecil, dengan demikian beton dapat lebih kedap.

digilib.uns.ac.id 21 2.2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Self Compacting Concrete 1. Kelebihan dari Self Compacting Concrete : a. Segi Durabilitas a. Meningkatkan homogenitas dari beton b. Dapat membungkus tulangan dengan baik c. Porositas dari matrik beton yang rendah d. No Carbonation, no chloride ingress b. Segi Produktivitas 1) Pengecoran yang cepat 2) Pemompaan yang lebih mudah 3) Pekerjaan pemadatan tidak perlu dilakukan lagi c. Segi Tenaga Kerja 1) Human error akibat pemadatan yang kurang sempurna dapat dihilangkan 2) Angka kecelakaan tenaga kerja dapat diperkecil 3) Tidak ada polusi suara akibat vibrator 4) Tidak terjadi Hand Arm Vibration Syndrom (HAVS) 5) Tidak terjadi White Fingers akibat gangguan peredaran darah 2. Kekurangan Self Compacting Concrete a. Dari segi biaya Self Compacting Concrete lebih mahal dari pada beton konvensional, salah satunya penggunaan superplasticizer b. Pembuatan cetakan beton harus diperhatikan karena mudah terjadi kebocoran akibat sangat encernya campuran beton. 2.2.5. High Volume Fly Ash Self-Compacting Concrete (HVFA SCC) 2.2.5.1 Pengertian High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete Fly ash sebagai bahan tambah pada Self-compacting concrete (SCC) dapat menambah kelecakan beton. Butiran fly ash yang berbentuk bulat akan membantu memudahkan mengalir mengikuti berat sendiri dari beton segar serta mengisi ruang kosong antar agregat sehingga beton dapat memadat sendiri dengan

digilib.uns.ac.id 22 kepadatan yang optimal. Fly ash pada SCC juga berperan sebagai water reducer sehingga faktor air semen akan menjadi lebih kecil tanpa mengurangi kemampuan beton untuk dapat mengalir. Pada beton high volume fly ash (HVFA) dengan kadar yang lebih dari 50% dari berat binder peran fly ash dapat meningkatkan ketahanan dan keawetan beton. Butiran fly ash akan banyak mengisi ruang kosong antar agregat sehingga kepadatan beton akan menjadi lebih baik. Sisa reaksi semen dengan air yang berupa kapur padam yang cenderung melemahkan beton akan bereaksi kembali dengan fly ash. Hasil sampingan reaksi semen dan air tersebut dapat dikurangi sehingga beton akan menjadi lebih tahan terhadap reaksi zat asam maupun sulfat yang ada di sekitarnya. High volume fly ash self-compacting concrete (HVFA SCC) merupakan perpaduan dari teknologi beton HVFA dan SCC. HVFA SCC merupakan beton dengan kadar fly ash sebagai pengganti semen mencapai lebih dari 50% dan memiliki sifat-sifat beton segar sama seperti SCC biasa. Pemakaian fly ash sebagai bahan pengganti semen minimum 50% dari berat binder memiliki berbagai keunggulan untuk membuat beton segar memiliki sifat sifat SCC. Bentuk butiran fly ash yang bulat akan meningkatkan workability beton segar sehingga kemampuan beton untuk mengalir akan lebih baik dengan penggunaan faktor air semen yang lebih kecil. Selain itu kadar penggantian semen yang cukup tinggi memperkecil ruang antar agregat karena ukuran butiran fly ash lebih kecil dari semen sehingga beton yang dihasilkan akan lebih padat sehingga dapat meningkatkan nilai modulus elastisitas beton. Nilai modulus elastisitas beton yang tinggi mencerminkan kemampuan beton yang baik untuk mempertahankan bentuk ketika menerima beban.

digilib.uns.ac.id 23 2.2.5.2 Bahan Penyusun High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (HVFA-SCC) Bahan penyusun HVFA SCC agak berbeda. Pembuatan HVFA SCC diperlukan agregat, semen dan air dengan komposisi tertentu dengan mineral admixture dan chemical admixture untuk mendapakan beton yang flowable dan compactable. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat HVFA SCC, diuraikan sebagai berikut: 1. Bahan Pengikat. a. Semen Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut SNI-2049-2004, semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling clinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Untuk mendapatkan workability yang tinggi, dapat dilakukan dengan meningkatkan volume pasta semen. Peningkatan volume pasta diperoleh dengan memberikan bahan mineral pada semen seperti fly ash, silica fume, limestone, dan sebagainya. Bahan-bahan tersebut berguna untuk meningkatkan sifat mekanis dan kimiawi serta umur beton. Jumlah semen dan bahan tambahnya berkisar antara 425 625 kg/m 3. b. Fly Ash Fly ash adalah material yang berasal dari abu pembakaran batu bara yang tidak terpakai. Pembakaran batu bara kebanyakan digunakan pada pembangkit listrik tenaga uap. Produk limbah dari PLTU Cilacap tersebut mencapai 1 juta ton per tahun. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO 2 ), alumunium oksida (Al 2 O 3 ), besi (Fe 2 O 3 ), dan kalsium (CaO), serta magnesium, pottasium, sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. Sebagian besar komposisi commit kimia dari to user fly ash tergantung dari tipe batu bara.

digilib.uns.ac.id 24 Menurut ASTM C618-86, terdapat dua jenis fly ash, yaitu kelas F dan C. Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan kelas C dari batu bara jenis lignite dan subitumious. Persyaratan Kandungan Kimia dan fisika Fly Ash Berdasarkan ASTM C618 96 disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Persyaratan Kandungan Kimia Fly Ash Fly ash yang dipakai untuk penelitian ini adalah fly ash yang di peroleh dari PLTU Cilacap. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) dan Penanggulangan Penyakit Menular (PPM) tentang kandungan kimia yang terdapat dalam fly ash dari PLTU Cilacap. Dari hasil analisis parameter kimia tersebut, fly ash dari PLTU Cilacap tergolong dalam fly ash tipe C yang ditampilkan dalam Tabel 2.2. sebagai berikut : Tabel 2.2. Parameter Kimia Fly Ash PLTU Cilacap. Kelas Parameter C Silicon dioxide (SiO2)+ aluminum oxide (Al2O3) + iron oxide (Fe2O3), 56,05 min, % Sulfur trioxide (SO3), max, % 0,37 Moisture content, max, % 2,46 Loss on ignition, max, % 4,67 Sumber : BTKL dan PPM Yogyakarta (2011)

digilib.uns.ac.id 25 Alasan penggunaan fly ash pada HVFA SCC adalah : 1) Ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah yang beracun dan mengurangi penggunaan semen. 2) Dapat menggantikan semen dengan biaya lebih murah. 3) Dapat mengurangi resiko terjadinya bleeding, segregasi, dan penyusutan beton. 4) Kehalusan dan bentuk partikel fly ash yang bulat dapat meningkatkan workability. 5) Mampu meningkatkan kepadatan beton. 2. Agregat Kasar Komposisi agregat kasar pada beton konvensional menempati 70-75% dari total volume beton. Sedangkan dalam HVFA SCC, penggunaan agregat kasar lebih sedikit, yaitu dibatasi jumlahnya maksimal 50 % dari total volume beton supaya bisa mengalir dan memadat sendiri tanpa alat pemadat. Selain itu pembatasan fraksi agregat kasar dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap segregasi. Sedangkan ukuran maksimum agregat kasar 20 mm dengan pertimbangan jarak bersih minimal antar tulangan, dan kemampuan mengalir. Untuk mendapatkan beton dengan kemampuan memadat dengan baik, lebih disarankan agar menggunakan agregat dengan berat jenis tinggi (berat). 3. Agregat halus Agregat halus yang digunakan lebih banyak daripada beton konvensional, yaitu dengan volume agregat halus lebih besar 40 % dari volume mortar, dan harus lebih besar 50 % dari berat total agregat, tetapi lebih kecil 50 % dari volume pasta. Pasta terbentuk dari campuran semen ditambah air dan udara, sedangkan mortar dibentuk dari pasta dan agregat. 4. Air Faktor air semen sangat berpengaruh pada beton segar dan setelah mengeras. Sedangkan penggunaan air pada HVFA SCC lebih sedikit dibanding beton konvensional yaitu dengan FAS berkisar commit antara to user 0,28 0,42 atau dibatasi sebesar ±

digilib.uns.ac.id 26 200 liter/m 3. Pengurangan penggunaan air ini bertujuan untuk mencegah terjadinya segregasi. 5. Bahan campur (admixture) Pada HVFA SCC, diperlukan dosis superplasticizer yang tinggi. Pada pembuatan HVFA SCC ini digunakan superplasticizer dengan nama dagang Sika Viscocrete-10. Sika Viscocrete-10 adalah bahan tambah kimia (chemical admixture) yang melarutkan gumpalan-gumpalan dengan cara melapisi pasta semen sehingga semen dapat tersebar dengan merata pada adukan beton dan mempunyai pengaruh dalam meningkatkan workability beton sampai pada tingkat yang cukup besar. Bahan ini digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit karena sangat mudah mengakibatkan terjadinya bleeding. Superplasticizer dapat mereduksi air sampai 40% dari campuran awal Beton berkekuatan tinggi dapat dihasilkan dengan pengurangan kadar air, akibat pengurangan kadar air akan membuat campuran lebih padat sehingga pemakaian superplasticizer sangat diperlukan untuk mempertahankan nilai slump yang tinggi. Keistimewaan penggunaan superplasticizer dalam campuran pasta semen maupun campuran beton antara lain: a. Menjaga kandungan air dan semen tetap konstan sehingga didapatkan campuran dengan workability tinggi. b. Mengurangi jumlah air dan menjaga kandungan semen dengan kemampuan kerjanya tetap sama serta menghasilkan faktor air semen yang lebih rendah dengan kekuatan yang lebih besar. c. Mengurangi kandungan air dan semen dengan faktor air semen yang konstan tetapi meningkatkan kemampuan kerjanya sehingga menghasilkan beton dengan kekuatan yang sama tetapi menggunakan semen lebih sedikit. d. Sedikit udara yang masuk. Penambahan 1% udara kedalam beton dapat menyebabkan pengurangan strength rata-rata 6%. Untuk memperoleh kekuatan yang tinggi, diharapkan dapat menjaga air content didalam beton serendah mungkin. Penggunaan superplasticizer menyebabkan sedikit bahkan tidak ada udara masuk kedalam beton.

digilib.uns.ac.id 27 Tidak adanya pengaruh korosi terhadap tulangan. Secara umum, partikel semen dalam air cenderung untuk berkohesi satu sama lainnya dan partikel semen akan menggumpal. Dengan menambahkan superplasticizer, partikel semen ini akan saling melepaskan diri dan terdispersi. Dengan kata lain superplasticizer mempunyai dua fungsi yaitu, mendispersikan partikel semen dari gumpalan partikel dan mencegah kohesi antar semen. Fenomena dispersi partikel semen dengan penambahan superplasticizer dapat menurunkan viskositas pasta semen, sehingga pasta semen lebih mengalir. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan air dapat diturunkan dengan penambahan superplasticizer. Adapun spesifikasi (technical data) dari Sika Viscocrete 10 dapat dilihat pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Data Teknis Sika Viscocrete 10 Bentuk Cair Warna Pale Straw Kerapatan relatif @ 20 C 1,06 Kandungan material kering % 30 Dosis % berat semen 0,2-1,5 Ph 4,5 Water Soluble Chloride Content % <0,1 Chloride free Equivalent Sodium Oxide as Na 2 O 0,30 Sumber: www.sika.co.id 2.2.6. Modulus Elastisitas Beton Modulus elastisitas merupakan suatu ukuran nilai yang menunjukkan kekakuan dan ketahanan beton untuk menahan deformasi (perubahan bentuk). Suatu bahan apabila dibebani maka akan mengalami deformasi. Perbandingan deformasi vertikal dengan tinggi awal benda uji disebut dengan regangan. Modulus elastisitas merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan dalam arah aksial, semakin tinggi modulus elastisitas suatu bahan maka bahan tersebut semakin kuat menahan tegangan aksial akibat pembebanan dengan regangan yang sekecil mungkin. Biasanya sruktur commit yang mempunyai to user nilai modulus elastisitas yang

digilib.uns.ac.id 28 besar akan bersifat getas atau kaku, akan tetapi struktur itu akan memiliki kuat tekan yang tinggi. Parameter ini sangat penting karena menunjukkan kemampuan beton untuk menahan beban maksimal sebelum struktur mengalami regangan atau lendutan. Tolok ukur yang umum dari sifat elastisitas suatu beton adalah modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari tekanan yang diberikan dengan perubahan bentuk persatuan panjang sebagai akibat dari tekanan yang diberikan. Murdock dan Brook (1991), modulus elastisitas yang sebenarnya atau modulus pada suatu waktu tetentu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.1-2.4. Modulus elastisitas (E) Dengan : Tegangan (σ) s = (2.1) e P = (2.2) A Regangan (ε) Dl = (2.3) l Dengan : P = beban yang diberikan (ton), A = luas tampang melintang (mm 2 ), Δl l = perubahan panjang akibat beban P (mm), = panjang semula (mm). Berdasarkan rekomendasi ASTM C 469-94, perhitungan modulus elastisitas beton yang digunakan adalah modulus chord, adapun perhitungan modulus elastisitas chord (Ec) dapat dilihat pada Persamaan 2.9. Ec S2- S1 = e - 0,00005 2 Dengan: Ec = modulus elastisitas (MPa), S 2 S 1 tegangan sebesar 0,00005 (MPa), e 2 = regangan longitudinal akibat tegangan S 2. (2.4) = tegangan sebesar 40% x fc (MPa), = tegangan yang bersesuaian dengan regangan arah longitudinal akibat

digilib.uns.ac.id BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam penelitian suatu masalah, kasus, gejala, fenomena, atau lainnya dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan suatu percobaan untuk mendapatkan data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian bahan, trial mix design dan pengujian modulus elastisitas. 3.1. Pengujian Bahan Dasar Beton Pengujian bahan dasar beton ditujukan untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam rancang campur (mix design). Pengujian bahan dasar beton dilakukan terhadap fly ash, agregat halus dan agregat kasar. 3.1.1. Agregat Halus 3.1.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus Pengujian kadar lumpur disyaratkan PBI 1971 untuk pasir yang digunakan dalam campuran beton maksimal adalah 5%. Maka bila pasir mengandung lumpur 5% dari dari berat keringnya, pasir tersebut harus dicuci. Kadar lumpur pasir dihitung dengan persamaan 3.1 sebagai berikut : Kadar Lumpur 롸 100%...(3.1) dengan : = berat pasir awal (100 gram), G 0 G 1 = berat pasir akhir (gram). 29

digilib.uns.ac.id 30 3.1.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus Pengujian kandungan zat organik pada agregat halus menggunakan larutan NaOH 3% pada percobaan perubahan warna Abrams Harder sesuai dengan PBI 1971. Kadar zat organik pada pasir berdasarkan perubahan warnanya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Tabel Perubahan Warna Pada Uji Kadar Zat Organik Pasir Warna Prosentase kandungan zat organik Jernih 0 % Kuning muda 0 10% Kuning tua 10 20% Kuning kemerahan 20 30% Coklat kemerahan 30 50% Coklat 50 100% 3.1.1.3. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus Pengujian specific gravity agregat halus mengacu pada ASTM C 128. Pengujian ini ditujukan agar mendapatkan : 1. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total. 2. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total. 3. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume butir pasir. 4. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering.

digilib.uns.ac.id 31 Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 s/d 3.5 sebagai berikut: Bulk Specific Gravity Bulk Specific Gravity SSD Apparent Specific Gravity = a b+ d - c... (3.2) = d b+ d- c... (3.3) = a b+ a- c... (3.4) d - a Absorbsion = 100% a... (3.5) dengan : a = berat pasir kering oven (gram), b = berat volumetric flash berisi air (gram), c = berat volumetric flash berisi pasir dan air (gram), d = berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (500 gram). 3.1.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus Pengujian gradasi agregat halus menggunakan standar pengujian ASTM C 136. Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan Persamaan 3.6 sebagai berikut : ꠰ú DSDƼ 韘 3ō Ǵ餰됰SDƼǴ餰됰 ᴈǴ餰됰Ƽ Ė 롸... (3.6) dengan : d = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan, e = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal.

digilib.uns.ac.id 32 3.1.2. Agregat Kasar 3.1.2.1. Pengujian Specific Gravity Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil berdiameter 10 mm. Standar pengujian yang digunakan adalah ASTM C127. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui : 1. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume kerikil total. 2. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total. 3. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi kering dengan volume butir kerikil. 4. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil kering. Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.7 s/d 3.10 sebagai berikut: Bulk Specific Gravity Bulk Specific Gravity SSD Apparent Specific Gravity f = g- h... (3.7) g = g- h... (3.8) f =... (3.9) f - h g- h Absorbsion = 100% h... (3.10) dengan : f = berat agregat kasar (3000 gram), g = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram), h = berat agregat kasar jenuh (gram).

digilib.uns.ac.id 33 3.1.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C 136. Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan Persamaan 3.11 sebagai berikut : ꠰ú DSDƼ 韘 3ō Ǵ餰됰SDƼǴ餰됰 韘 3ōĖ 韘 S 롸... (3.11) dengan : m = Σ prosentase kumulatif berat kerikilr yang tertinggal selain dalam pan, n = Σ prosentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal. 3.1.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C 131, dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan agregat tidak boleh lebih dari 50%. Prosentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan 3.12 sebagai berikut : ĖúƼ3ō Ǵ餰됰Ƽ3ō ᬈ3ōĖǴ餰됰 HǴ餰됰 SǴ餰됰 롸 100%... (3.12) dengan: i = berat agregat kasar kering oven yang telah dicuci, sebelum pengausan (gram), j = berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan 2,3 mm dan telah dicuci setelah pengausan (gram). 3.1.3 Fly Ash Dalam penelitian ini, fly ash yang digunakan adalah bahan sisa pembakaran di PLTU Cilacap. Pengujian fly ash dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemeberantasan Penyakit Menular Yogyakarta (Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3). Pengujain fly ash terdiri dari beberapa parameter dilihat pada Tabel 3.2

digilib.uns.ac.id 34 Tabel 3.2. Tabel Parameter Pengujain Fly Ash No Parameter Satuan Metode Uji 1 Berat Jenis gram/ cm 3 In House Methode 2 Kerapatan % In House Methode 3 Kadar Air % SNI 06-69924-2004-4.6.2 4 Hilang Pijar % In House Methode 5 Kelembaban % In House Methode 6 Lolos 200 mesh % In House Methode 7 Al2O3 % In House Methode 8 SO3 % In House Methode 9 Fe2O3 % In House Methode 10 CaO % In House Methode 11 Na2O % In House Methode 12 SiO2 % In House Methode Sumber : Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemeberantasan Penyakit Menular Yogyakarta (Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3) 3.2 Rancang Campur High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete. Dalam penelitian pendahuluan digunakan rancang campur beton yang mengacu rancang campur High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (Mehta,Monteiro, 2004) dengan target dapat dihasilkan adukan beton yang memiliki flowabilty dan workability yang baik. Untuk mencapai target yang diharapkan perlu dilakukan trial mix. Trial Mix awal bertujuan untuk menyederhanakan variasi komposisi campuran yang akan dilakukan pada percobaan nanti dan menentukan perbandingan agregat kasar dan halus yang optimum. Pada trial mix awal ini, yang diutamakan adalah dicapainya kondisi campuran beton yang memenuhi syarat pengujian flowability dan workability.

digilib.uns.ac.id 35 Langkah-langkah rancang campur beton dan pengujian dari awal sampai akhir adalah sebagai berikut : 1. Kerikil ukuran 10 mm dan pasir pada kondisi saturated surface dry (SSD). Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm, tinggi 7,6 cm, lengkap dengan alat penumbuk sebagai alat untuk mengukur keadaan SSD pasir. 2. Disiapkan cetakan silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. 3. Kerikil ukuran 10 mm dan pasir ditimbang dan dimasukkan ke tempat pengadukan. 4. Semen tipe 1 (Ordinary Portland Cement) dan fly ash tipe C dari PLTU Cilacap ditimbang kemudian dimasukkan ke tempat pengadukan. 5. Sika Viscocrete 10 ditimbang kemudian dicampurkan ke dalam air yang telah disiapkan dalam gelas ukur. Sebelum campuran air dengan Sika Viscocrete 10 dimasukkan ke tempat pengadukan, campuaran agregat kasar, agregat halus, fly ash, semen diaduk menggunakan cangkul sampai tercampur rata. Setelah pencampurannya sudah merata air yang telah dicampurkan dengan Sika Viscocrete 10 dimasukkan ke tempat pengadukan secara bertahap dan diaduk menggunakan cangkul sampai adukan beton tercampur merata. 6. Memeriksa flowability dan passingability yaitu dengan pengujian (slump flow, J- Ring flow table) dari adukan beton tersebut. Cara pengujian flowability dengan slump flow test: a. Mempersiapkan papan aliran dan kerucut Abraham dengan membasahinya. b. Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10cm dibagian bawah dan diameter 20cm diatas) diatas papan aliran dan diletakkan pada posisi tengah papan aliran. c. Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete tanpa dilakukan proses pemadatan. d. Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran. e. Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500 mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum.

digilib.uns.ac.id 36 Cara pengujian passingability dengan J-Ring flow table: a. Mempersiapkan papan aliran dengan J-Ring dan kerucut Abraham dengan membasahinya. b. Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10 cm dibagian bawah dan diameter 20 cm di atas) diatas papan aliran dan diletakkan pada posisi tengah papan aliran dengan J-Ring. c. Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete maka tidak dilukukan proses pemadatan. d. Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran e. Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500 mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum. 7. Jika air yang dicampur dengan Superplasticizer Sika Viscocrete 10 sudah diberikan sampai habis, sedangkan melalui pengujian flowability dan passingability hasil trial mix tersebut tidak memenuhi syarat maka dilakukan modifikasi komposisi bahan. 8. Kemudian diukur penambahan air yang diberikan dan dijumlah dengan takaran yang sebelumnya. Dari jumlah air tersebut kemudian dibagi dengan jumlah total binder yang digunakan. Dari hasil pembagian tersebut diperoleh nilai water-binder ratio. 9. Setiap adukan beton rata-rata jumlah cetakan silinder yang terisi penuh didapat sebanyak buah benda uji, yang nantinya akan diuji kuat tekannya. 10.Pengujian kuat tekan dilakukan pada beton mencapai umur 28 hari. Tabel 3.3. Tabel Hasil Rancang Campur HVFA-SCC Variasi Semen Fly ash Pasir Krikil Air Superplasticizer fly ash (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) 35% 440.3286 237.1000 671.177 669.589 162.8571 7.7227 55% 304.8429 372.5857 671.177 669.589 127.1429 7.7227 65% 237.1000 440.3286 671.177 669.589 109.2858 7.7227

digilib.uns.ac.id 37 Secara garis besar langkah-langkah rancang campur beton dapat dilihat diagram alir pada Gambar 3.1 Mulai Data- data komposisi Pengadukan bahan Pengujian Flowability passingability Persyaratan HVFA-SCC Modifikasi Komposisi bahan Tidak Memenuhi Ya Cetak dalam silinder Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Rancang Campur Beton 3.3 Pembuatan Adukan dan Pengujian Sifat Beton Segar High Volume Fly Ash Concrete Self Compacting Concrete Dalam pembuatan adukan beton segar, takaran komposisi bahan (fly ash, semen, pasir, kerikil ukuran 10mm, air, superplasticizer sika viscocrete 10) yang dipakai adalah hasil trial mix pada penilitian pendahuluan yang telah berhasil memenuhi persyaratan beton segar High Volume Fly Ash-Self Compacting Concrete yaitu menghasilkan adukan beton yang flowability dan fillingability.

digilib.uns.ac.id 38 Langkah-langkah pembuatan adukan High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Menyiapkan material (semen, fly ash, pasir, kerikil ukuran 10 mm, air, dan superplasticizer sika viscocrete 10) dan peralatan yang akan digunakan untuk campuran beton. 2. Menyiapkan cetakan beton diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan melumuri bagian dalam permukaan cetakan dengan bekisting. 3. Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan rancang campur beton sebagai patokan rancang campur pada penelitian pendahuluan yang telah memenuhi persyaratan sifat beton segar High Volume Fly Ash-Self Compacting Concrete. 4. Membuat adukan beton dengan alat bantu molen, mencampur (pasir, kerikil ukuran 10mm, fly ash, semen, Superplasticizer dan air). Cara pencampuran adukan beton : Setelah material (semen, fly ash, pasir, kerikil ukuran 10mm, air, dan superplasticizer sika viscocrete 10) sudah disiapkan sesuai dengan takaran yang berpatok pada rancang campur pada penelitian pendahuluan. Memasukan semen, fly ash, pasir, kerikil ukuran 10mm ke dalam molen dan memutar molen sampai (semen, fly ash, pasir, kerikil ukuran 10mm) benar benar tercampur rata. Setelah tercampur, campuran (Superplasticizer dan air) dituangkan secara bertahap ke dalam molen, sampai habis campuran (Superplasticizer dan air) tersebut. 5. Pengujian sifat beton segar High Volume Fly Ash-Self Compacting Concrete yaitu flowability dan filling ability. Cara pengujian sifat beton segar High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete : a. Cara pengujian flowability dengan slump flow test: 1) Mempersiapkan papan aliran dan kerucut Abraham dengan membasahinya. 2) Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10 cm dibagian bawah dan diameter 20 cm diatas) diatas papan aliran dan diletakkan pada posisi tengah papan aliran. 3) Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete tanpa dilakukan proses pemadatan. 4) Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran.

digilib.uns.ac.id 39 5) Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500 mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum. b. Cara pengujian passingability dengan J-Ring flow table: 1) Mempersiapkan papan aliran dengan J-Ring dan kerucut Abraham dengan membasahinya. 2) Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10 cm dibagian bawah dan diameter 20 cm diatas) diatas papan aliran dan diletakkan pada posisi tengah papan aliran dengan J-Ring. 3) Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete tanpa dilakukan proses pemadatan. 4) Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran 5) Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500 mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum. 6. Selanjutnya dilakukan pengecoran dengan menuangkan adukan beton ke dalam cetakan dan memberi tanda untuk masing-masing sampel. 30 cm 30 cm Gambar 3.2. Silinder Benda uji yang digunakan pada penelitian modulus elastisitas masing-masing terdiri dari 3 buah sampel. Pengujian benda uji dilakukan setelah benda uji berumur 7,28 dan 56 hari. Perincian sampel benda uji commit porositas to user dapat dilihat di Tabel 3.4

digilib.uns.ac.id 40 Tabel 3.4. Rincian Sampel Benda Uji Modulus Elastisitas HVFA-SCC Kadar fly ash (%Volume terhadap binder) 35 Jumlah (Sampel) Umur (Hari) Kode 3 7 HSM 3507 3 28 HSM 3528 3 56 HSM 3556 3 7 HSM 5507 55 3 28 HSM 5528 3 56 HSM 5556 3 7 HSM 6507 65 3 28 HSM 6528 3 56 HSM 6556 Jumlah 27 Keterangan: 3 sampel Benda Uji 35 % fly ash diuji pada umur 7 hari 3 sampel Benda Uji 35 % fly ash diuji pada umur 28 hari 3 sampel Benda Uji 35 % fly ash diuji pada umur 56 hari 3 sampel Benda Uji 55 % fly ash diuji pada umur 7 hari 3 sampel Benda Uji 55 % fly ash diuji pada umur 28 hari 3 sampel Benda Uji 55 % fly ash diuji pada umur 56 hari 3 sampel Benda Uji 65 % fly ash diuji pada umur 7 hari 3 sampel Benda Uji 65 % fly ash diuji pada umur 28 hari 3 sampel Benda Uji 65 % fly ash diuji pada umur 56 hari 3.4 Curing (Perawatan) HVFA SCC. Perawatan beton dilakukan dengan menjaga kelembaban beton HVFA-SCC. Perawatan ini dilakukan sampai benda uji berumur 7, 28, dan 56 hari. Berikut adalah langkah-langkah perawatan beton: 1. Benda uji yang telah berumur 1 hari (perkiraan beton mengeras) dilepas dari cetakan silinder. 2. Benda uji yang telah dilepas dari cetakan kemudian ditutup menggunakan plastik. 3. Benda uji yang telah ditutup plastik, kemudian tutup kembali menggunakan karung goni yang telah dibasahi. 4. Sebelum pengujian benda uji dilap agar permukaannya kering.

digilib.uns.ac.id 41 3.5 Pengujian Modulus Elastisitas HVFA SCC. Pengujian tegangan regangan akibat pembebanan tekan menggunakan silinder diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengujian tegangan-regangan menggunakan alat uji tekan loading frame dan alat pengukur deformasi berupa dial gauge. 1. Setting alat a. Memasang hydraulic jack pada frame bagian atas menghadap kebawah. b. Memasang dua buah dial gauge pada benda uji dengan menggunakan ring. c. Meletakkan benda uji silinder pada loading frame. d. Memasang load cell setelah benda uji dalam keadaan seimbang. e. Menghubungkan kabel load cell ke tranducer f. Menghubungkan kabel power supply tranducer ke trafo 110 volt. g. Menghidupkan trafo sehingga pada tranducer muncul angka. h. Memompa pressure pump perlahan-lahan sehingga pada tranducer muncul angka nol. 2. Pengujian modulus elastisitas a. Pengujian dilakukan dengan cara memberi beban atau tekanan pada permukaan atas benda uji. Pembebanan diberikan berangsur-angsur dengan menggunakan hydraulic jack dan tranducer. Setiap kenaikan pembebanan tertentu dilakukan pembacaan dial untuk mengetahui besarnya perubahan panjang yang terjadi pada benda uji. Interval pembebanan yang diberikan adalah 400 kg. b. Pembebanan dilakukan hingga mencapai 30 % dari kuat desak benda uji. c. Menghitung regangan yang terjadi berdasarkan data perubahan panjang yang diperoleh dari pengujian dengan rumus: (ε) DL =...(2.1) L d. Menghitung tegangan dengan rumus: σ P =... (2.2) A e. Membuat grafik hubungan tegangan-regangan f. Menghitung nilai modulus elastisitas

digilib.uns.ac.id 42 E C = S2 - S1... (2.3) e - 0,00005 2 Gambar 3.3. Pengujian modulus elastisitas 3.6 Tahap Penelitian Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut : 1. Tahap I Tahap ini melakukan studi literatur serta mempersiapkan bahan dan alat uji penelitian. 2. Tahap II Tahap ini melakukan pengujian bahan yang akan digunakan dengan tujuan untuk mengetahui sifat dan karakterstik bahan. 3. Tahap III Tahap ini melakukan Rancang campur untuk menentukan komposisi bahan HVFA - SCC. 4. Tahap IV Tahap ini melakukan pembuatan adukan, pengujian sifat beton segar dan pengecoran ke dalam cetakan. 5. Tahap V