SISTEM PAKAR DALAM MENENTUKAN TINGKAT IQ ANAK YANG MENGALAMI RETERDASI MENTAL DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR (STUDI KASUS: PENDIDIKAN SLB/B KARYA MURNI) Feresi Daeli (0911526) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan www.stmik-budidarma.ac.id//email : feresi@yahoo.com ABSTRAK Perkembangan teknologi yang sangat pesat seiring dengan kebutuhan manusia yang semakin banyak dapat memungkinkan untuk digunakan sacara luas di berbagai bidang seperti dalam dunia bisnis, kesahatan, pendidikan dan perkantoran. System pakar (expert system) adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusi-solusi dengan kualitas pakar untuk masalah-masalah dalam suatu domain yang spesifik. Implementasi sistem pakar banyak digunakan dalam bidang kesehatan karena sistem pakar dipandang sebagai cara penyimpanan pengetahuan pakar pada bidang tertentu sehingga dalam program computer keputusan dapat diberikan dalam melakukan penalaran secara cerdas. Pada proposal skripsi ini yang dibahas adalah penerapan metode certainty factor untuk menentukan anak yang mengalami reterdasi mental, menggunakan bantuan bahasa pemrograman Microsoft Visual Studio dot Net 2008 dengan database Microsoft Access, diharapkan dapat memberikan hasil dalam menentukan anak yang mengalami reterdasi mental dengan metode certainty factor. Kata kunci : sistem pakar, tingkat IQ, reterdasi mental, certainty factor. 1. Pendahuluan Sistem pakar ( expert system) adalah program berbasis pengetahuan yang menyediakan solusisolusi untuk masalah-masalah dengan kualitas pakar. Sistem pakar merupakan program komputer yang meniru proses pemikiran dan pengetahuan pakar dalam menyelesaikan suatu masalah tertentu. Implementasi sistem pakar dapat diterapkan dalam dunia kesehatan selain sebagai media informasi bagi masyarakat terutama pada penderitaan IQ (Intelligence Quotient) dibawah normal, dan juga sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Pengetahuan yang disimpan di dalam sistem pakar umumnya diambil dari seseorang manusia yang pakar dalam masalah tersebut dan sistem pakar itu berusaha meniru metodelogi dan kinerjanya (performance). Salah satu implementasi yang diterapkan sistem pakar dalam bidang kesehatan yaitu sistem pakar untuk menentukan tingkat IQ ( Intelligence Quotient) anak pada Karya Murni mempunyai siswa-siswi yang berbeda-beda latar belakang, sehingga kemampuan dalam membaca, menghafal maupun bersosialisasi berbeda-beda. Pada dasarnya sistem pakar mempunyai bermacam-macam metode untuk mendiagnosa berbagai macam penyakit yang dialami oleh manusia maupun hewan. Metode sistem pakar yang biasa digunakan adalah metode bayes, yaitu: suatu metode untuk menghasilkan estimasi parameter dengan menggabungkan informasi dari sampel dan informasi lain yang telah tersedia sebelumnya. Metode forward chaining merupakan suatu penalaran yang dimulai dari fakta untuk mendapatkan kesimpulan (conclusion) dari fakta tersebut. Forward chaining bisa dikatakan sebagai strategi inference yang bermula dari sejumlah fakta yang diketahui. Forward chaining bisa disebut juga pencarian yang dimotori data (data driven search) yang dimulai dari premis-premis atau informasi masukan ( if) kemudian menuju konklusi atau kesimpulan (then). 2. Landasan Teori 2.1 Sistem Pakar Sistem adalah sekumpulan elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu[1]. Ada beberapa pengertian sistem berdasarkan konsep dasar sistem, yaitu; 1. Sebuah gabungan komponen yeng teratur, teratur berarti bahwa ada hubungan khusus antara koponen. 2. Sistem telah diidentifikasi oleh seseorang sebagi kepentingan khusus (memiliki tujuan tertentu). 3. Sistem melakukan sesuatu yang dengan kata lain bahwa ia menunjukan sebuah tipe perilaku yang unik untuk sistem tersebut. 4. Tiap komponen berkontribusi terhadap perilaku sistem dan dipengaruhi karena berada didalam sistem 43
5. Sistem memiliki sesuatu yang berada diluar disebut sebagai lingkungan yang memberikan input kedalam sistem dan menerima output dari sistem 2.2 Ciri-ciri Sistem Pakar 1. Terbatas pada domain keahlian tertentu 2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak pasti. 3. Dapat menjelaskan alasan-alasan dengan cara yang dapat dipahami. 4. Bekerja berdasarkan kaidah / rule tertentu. 5. Basis pengetahuan dan mekanisme inferensi terpisah. 6. Sistem dapat mengaktifkan kaidah secara searah yang sesuai, dituntut oleh dialog dengan penggunaan. 2.3 Reterdasi Mental Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental. Dari sekian banyak pengertian reterdasi mental, dapat disimpulkan bahwa reterdasi mental adalah suatu keadaan perkembangna jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, sosial serta karakter yang dimiliki seperti anak yang normal. 2.4 Klasifikasi Reterdasi Mental Klasifikasi reterdasi mental berdasarkan skor IQ (Intelligence Quotient) dari test Wechsler adalah sebagai berikut : Tabel 1: Klasifikasi Reterdasi Mental Klasifikasi IQ Skala Wechsler Ringan 55-59 Ciri-ciri 1.Dapat diajar membaca, menulis dan berkomunikasi 2.Dapat merawat dirinya dan melakukan pekerjaan rumah 3.Tidak dapat didik di sekolah biasa tetapi harus di lembaga istimewa atau SLB 4.Tidak dapat Sedang 40-54 Berat 25-39 Sangat berat <24 berfikir secara abstrak, hanya halhal konkret yang dapat dipahami 5.Koordinasi motorik tidak mengalami gangguan 1.Dapat dilatih 2.Mengenal bahaya dan dapat menyelamatkan diri 3.Koordinasi motorik biasanya masih sedikit terganggu 4.Biasanya masih didapat kelainan kongenital 5.Dapat dilatih pekerjaan sederhana dan rutin 6.Dapat menghitung 1-20 dan membaca beberapa suku kata dan mengetahui macam-macam warna 1.Dapat dilatih 2.Mudah terserang penyakit 3.Didapatkan kelainan congenital 4.Kuku dan spastis 5.Gerakan motorik terganggu 6.Perkembangan fisik dan berbicara terlambat 1.Tidak dapat 2.Tidak mengenal bahaya 3.Gerakan motorik terganggu, kuku dan spatis 4.Didapati kelainancongenital 44
H E) E. probabilitas bahwa H benar karena fakta 2.5 Intelligence Quotient (IQ) Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut. Tes Stanford- Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun. 2.6 Metode Certainty Factor Teori Certainty Factor (CF) diusulkan oleh Shortliffe dan Bunchanan pada tahun 1975 untuk mengakomodasi ketidakpastian pemikiran ( inexact reasoning) seorang pakar. Seorang pakar (misalnya dokter) sering kali menganalisis informasi yang ada dengan ungkapan seperti mungkin, kemungkinan, hampir pasti. Untuk mengakomodasi hal iniperul digunakan certainty factor (CF) guna menggambarkan tingkat keyakinan pakar terhadap masalah yang sedang dihadapi. Rumus : MB(H,E) 1 1 max[ ] max[1,0] Keterangan CF (Rule) faktor kepastian MB(H,E) measure of disbelief, (ukuran kepercayaan) terhadap hipotesis H, jika diberikan evidence E (antara 0 dan 1). MD(H,E) measure of disbelief, (ukuran ketidakpercayaan) terhadap evidence H, jika diberikan evidence E (antara 0 dan 1) H) probabilitas kebenaran hipotesis H. 2.7 Nilai Certainty Factor Tabel 2 : Nilai Certainty Factor Uncertain Term pasti tidak hampir pasti tidak kemungkinan besar tidak mungkin tidak tidak tahu mungkin kemungkinan besar hampir pasti pasti CF -1.0-0.8-0.6-0.4-0.2 to 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 3. Analisa Analisa adalah proses penguraian konsep ke dalam bagian-bagian yang lebih sederhana yang sedemikian rupa sehingga struktur logisnya menjadi jelas. Analisa merupakan metode yang digunakan untuk menguji, menilai dan memahami, sistem pemikiran yang kompleks dengan memecahkannya ke dalam unsur yang lebih sedarhana sehingga hubungan antara unsur-unsur itu menjadi jelas. a. Penyelesaian Metode Certanty Factor Dian Putri H 10/95 0.10 E 5 (Dian Putri mengalami lima gejala) E/H) 5/10 0.4 Pencarian nilai kepastian: MB(H,E) max[ p( p( ] p( max[1,0] p( max[0,10, 0.5] 0.5 [1,0] 0.5 MD(H,E) 0,10 0,5 1 0,5 0,4 0,5 0, 8 min[ p( p( ] p( min[1,0] p( min[0,10, 0,5] 0,5 [1,0] 0,5 0,5 0,5 0 0 0 0,5 0,5 CF MB MD 45
-0,8 0 0,8 (hampir pasti) 4. Algoritma Dan Implementasi 4.1 Algoritma Diagnosa Input : Data Gejala Output : Tabel Gejala Proses : Set KdGejala Set NisSiswa Auto Number Input Nama Siswa Input Jumlah Gejala Input Opsi Jawaban Set Nama Nama Siswa Set Jumlah Jumlah Gejala If Opsi Jawaban pasti tidak/ hampir pasti tidak/ kemungkinan besar tidak/ mungkin tidak/ tidak tahu/ mungkin/ kemungkinan besar/ hampir pasti/ pasti Then Jawaban 1 Jawaban 2 Jawaban 3 jawaban 4 Jawaban 5 Jawaban 6 jawaban 7 Jawaban 8 jawaban 9 end if Simpan KdGejala, NisSiswa, Nama, Jumlah, Jawaban pada tabel gejala. 4.2 Implementasi 1. Proses input data siswa 3. Hasil 5. Penutup Gambar 2 : Proses input data gejala Gambar 3 : Hasil Diagnosa 5.1 Kesimpulan 1. Dengan adanya penelitian ini, penulis dapat menentukan tingkat IQ anak yang mengalami reterdasi mental berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh masing-masing anak. 2. Dengan penerapan metode certainty factor menghasilkan nilai interprestasi dari setiap gejala yang dialami oleh masing-masing anak, sehingga nilai itu dapat diketahui kemungkinan anak terkena reterdasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. 3. Dengan adanya penelitian ini, penulis telah merancang suatu aplikasi sistem pakar dengan menggunakan bahasa pemrograman, sehingga dapat membantu pihak yang bersangkutan dalam mengolah data anak yang mengalami reterdasi mental dengan efektif dan efisien. Gambar 1 : Proses input data siswa 2. Proses input data gejala 5.2 Saran 1. Diharapkan dapat menggunakan aplikasi pemrograman dalam menentukan kemungkinan besar anak mengalami reterdasai mental. 2. Diharapkan dapat memahami gejala-gejala reterdasi mental yang dialami oleh masingmasing anak supaya dapat mudah di tangani dengan baik. 46
3. 4. Diharapkan dapat memberikan solusi pengobatan terhadap anak yang mengalami reterdasi mental. Daftar Pustaka [1]. Jogiyanto H.M, Analisa dan Desain Sistem Informasi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005 [2]. Kusrini, Amplikasi Sistem Pakar, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2008 [3]. Muhammad Arhami, Konsep Dasar Sistem Pakar Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005. [4]. T. Sutejo, Edy Mulyanto, Vince Suhartono, Kecerdasan Buatan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011 [5]. Sularyo, T.S dan Kadim M, Kesehatan Mental, Sari Pediatri, Surabaya, 2000. 47