BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai meninggalkan ketergantungannya pada masa pra sekolah. Usia ini ditandai dengan mulainya anak memasuki bangku sekolah dasar dan dimulai dengan sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya, serta masa dimana anak akan memasuki dunia baru yaitu masa pengenalan lingkungan sosial yang luas. Masa usia sekolah dasar juga disebut masa intelektual (Hawadi, 2004), dimana terdapat anak-anak yang memiliki kemampuan kecerdasan di atas rata-rata, disebut sebagai Anak Berbakat (AB). Pengertian tentang anak berbakat sangat luas. Definisi anak berbakat yang telah dikenal selama ini di Indonesia diadopsi dari definisi keberbakatan United States Office of Education, yang menyatakan bahwa anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasikan oleh orang-orang yang berkualifikasi professional memiliki kemampuan luar biasa dan mampu berprestasi tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang terdiferensiasi atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah reguler agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya ataupun masyarakat (Hawadi, 2004). Adapun siswa yang disebut sebagai siswa berbakat intelektual adalah siswa yang memiliki inteligensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual (meliputi daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan pemecahan masalah), serta memiliki kreativitas dan pengikatan diri
atau tanggung jawab terhadap tugas, dan karena kemampuannya yang unggul tersebut mampu memberi prestasi yang tinggi. Dalam mengidentifikasi anak berbakat intelektual di Indonesia, para ahli menetapkan skor batasan dengan menggunakan pendekatan multikriteria dari Renzulli. Bagi murid Sekolah Dasar, skor untuk taraf kecerdasan adalah >120, untuk taraf kreativitas adalah >110, dan untuk taraf pengikatan diri (komitmen) terhadap tugas adalah >132 (Hawadi, 2004). Berdasarkan konsep dan potensi kontribusi yang akan diberikan oleh siswa berbakat intelektual di masa mendatang dalam PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Kep. Mendikbud nomor 0487/U/1992, pemerintah memberikan pelayanan pendidikan yaitu dengan menerapkan program kelas khusus untuk siswa-siswa berbakat dengan kecerdasan di atas rata-rata yang disebut dengan kelas akselerasi. Akselerasi dalam cakupan kurikulum atau program berarti meningkatkan kecepatan waktu dalam menguasai materi yang dimiliki seseorang, yang dilakukan dalam kelas khusus, kelompok khusus atau sekolah khusus, dalam waktu tertentu (Rahmawati, 2007). Program akselerasi di Indonesia dilakukan dengan menggunakan model telescoping. Telescoping merupakan model pendidikan dimana siswa menggunakan waktu yang kurang daripada waktu yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan studi (Depdiknas, 2007). Pada tingkat SD, dengan mengikuti akselerasi masa studi siswa dipercepat dari enam tahun menjadi lima tahun, sedangkan pada tingkat SLTP dan SMU masa studi siswa dipercepat dari tiga tahun menjadi dua tahun. Syarat dasar bagi siswa yang akan mengikuti kelas akselerasi ini adalah siswa dengan Intelligence Quotient (IQ) di atas 125 (Depdiknas, 2007).
Seorang individu didalam kehidupannya akan dihadapkan pada dua realitas yakni diri dan lingkungan sekitarnya yang berlangsung secara berkelanjutan di dalam kehidupan yang disebut dengan penyesuaian sosial (Nurdin, 2009). Menurut Jourard (dalam Hurlock, 2002) salah satu indikator penyesuaian sosial yang berhasil adalah kemampuan untuk menetapkan hubungan yang dekat dengan seseorang. Salah satu hal yang masih sering diperdebatkan dalam program akselerasi adalah kesiapan mental siswa dalam penyesuaian sosial (Wandasari, 2011). Hawadi (2004) mengemukakan bahwa menjadi siswa akselerasi dengan kemampuan di atas rata-rata tidak menjamin bahwa tidak akan muncul masalah dalam perkembangan mereka, bahkan justru lebih rentan terhadap faktor sosial dan faktor emosional. Seorang siswa yang pintar dalam segi akademis, belum tentu dapat bersikap dewasa dalam pola pikir sehingga akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih dewasa daripada usianya sekarang. Sehingga semakin tinggi tingkat intelektualitas siswa berbakat, semakin besar kemungkinan terjadi penyesuaian sosial yang kurang optimal (Widyorini, 2002). Program akselerasi pada tingkat sekolah dasar belum banyak dilaksanakan. Alasan utama dikarenakan siswa pada tingkat sekolah dasar masih identik dengan dunia bermain. Dunia dimana siswa menghabiskan sebagian waktunya untuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-teman sebaya dan lingkungannya. Sementara pada kelas akselerasi siswa dituntut untuk terus mengembangkan aspek kognitif, dengan terus menerus belajar dan mengejar nilai agar tidak tertinggal dalam pelajaran. Pemacuan aspek kognitif tersebut akan membuat terabaikannya aspek psikososial siswa. Padahal, keberhasilan siswa
tidak ditentukan hanya pada aspek kognitif, melainkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan, berempati kepada orang lain, menghargai orang lain dan sebagainya adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa untuk berhasil dan mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat (Nurdin, 2009). Pada seminar mengenai pendidikan anak berbakat, Munandar (1985, dalam Iswinarti 2002) mengemukakan ciri-ciri sosial anak berbakat, yaitu : (a) senang bergaul dengan yang lebih muda, (b) suka permainana yang mengandung pemecahan masalah, (c) suka bekerja sendiri, (d) mempunyai cirri-ciri kepemimpinan, (e) sukar bergaul dengan teman-teman sebaya, (f) sukar menyesuaiakan diri dalam berbagai bidang. Hal tersebut menunjukkan tampak bahwa p0enyesuaian sosial anak berbakat mengalami kesulitan. Data yang diperoleh dari Center for Giftedness Fakultas Psikologi Semarang pada tahun 2002 (Iswinarti, 2002), diantara 100 klien siswa berbakat usia tiga tahun hingga usia remaja yang ditangani, hambatan dalam penyesuaian sosial merupakan masalah yang cukup menonjol (25 kasus), terutama pada usia sekolah dasar. Dari hasil penelitian terlihat bahwa terdapat siswa berbakat yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial di tingkat sekolah dasar. Dengan kata lain, siswa yang memiliki IQ tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, karena siswa tersebut mempunyai pemahaman yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju sehingga sering tidak sepadan dengan teman-temannya (Iswinarti, 2002). Masalah penyesuaian sosial yang tidak optimal pada usia sekolah dasar ini menjadi hal penting. Hal ini terkait dengan tugas perkembangan masa usia sekolah dasar, dimana ketrampilan menjalin relasi dengan teman dan orang lain
merupakan salah satu tugas perkembangan utama yang harus dikuasai (Havighurst, dalam Hurlock 2002). Mencermati pentingnya kemampuan penyesuaian sosial membuat peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran penyesuaian sosial siswa akselerasi di sekolah. 1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : - Bagaimana Penyesuaian Sosial siswa Akselerasi di SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta kelas 4 dan kelas 6 dari aspek-aspek Penyesuaian Sosial? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran Penyesuaian Sosial siswa Akselerasi di SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta kelas 4 dan kelas 6. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dilakukan secara teoritis bermaksud untuk memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan dan perkembangan mengenai penyesuaian sosial siswa di sekolah akselerasi. 2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi untuk lebih memahami dan mengetahui aspekaspek penyesuaian sosial siswa akselerasi di sekolah serta faktorfaktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial siswa. b. Memberikan gambaran dan pemahaman kepada guru mengenai penyesuaian sosial siswa akselerasi di sekolah, siswa kelas 4 dan siswa kelas 6. c. Memberikan gambaran dan pemahaman kepada orang tua mengenai bagaimana penyesuaian sosial yang dimiliki siswa akselerasi di sekolah, khususnya siswa kelas 4 dan kelas 6.