BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA AKSELERASI DI SD KRISTEN 10 PENABUR DAN SD AL-AZHAR SYIFA BUDI JAKARTA KELAS 4 DAN KELAS 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rahmah Novianti, 2014

2.3.3 Tujuan Kelas Akselerasi Manfaat Kelas Akselerasi Keunggulan Kelas Akselerasi Kelemahan Kelas Akselerasi...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA REGULER DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS ENAM AKSELERASI SD BINA INSANI BOGOR

PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL UNTUK REMAJA SISWA SMA KELAS AKSELERASI

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang terjadi ternyata menampakkan andalan pada. kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas, melebihi potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA AKSELERASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA ANTARA KELAS AKSELERASI DAN KELAS NON AKSELERASI

BAB I PENDAHULUAN. 2001), hlm Mustaqim, Psikologi Penddikan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, di Indonesia pilihan jalur untuk menempuh pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. SMA Negeri 6 Jakarta merupakan salah satu SMA favorit dibilangan Jakarta Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi ( Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1.

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, sehingga dapat memfungsikan diri sesuai dengan kebutuhan

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

STUDI TENTANG DAMPAK PENYELENGGARAAN KELAS AKSELERASI TERHADAP KEMATANGAN ASPEK SOSIAL EMOSI ANAK BERBAKAT

Permasalahan Anak Berbakat Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang unggul baik dalam bidang ilmu pengetahuan,

ANAK BERBAKAT MATERI 6 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berinteraksi. Interaksi tersebut selalu dibutuhkan manusia dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dalam lingkungan sekolah. Dengan memiliki para siswa dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

PENGELOLAAN PENDIDIKAN ANAK GIFTED DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB 1 PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan harkat martabat manusia. Pendidikan akan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Proyek konstruksi merupakan suatu industri yang melibatkan kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan bagi perkembangan anak. Menurut Gagner dalam Multiple

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut muncul banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bawah kemampuannya. Belum ada definisi yang dapat diterima secara universal

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB I PENDAHULUAN. dan Kebudayaan No. 0486/U/1992 tentang Taman Kanak-kanak adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan

BAB I PENDAHULUAN. individu. Maka tidak diragukan lagi bahwa pengalaman-pengalaman pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara.

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB V ANALISIS DATA. manusia. Melalui pendidikan usia dini dapat dibangun pilar-pilar sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. ( diakses 2 Maret 2015) ( diakses 2 Maret 2015)

MENINGKATKAN EMPATI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA SISWA KELAS X.2 SMA NEGERI 1 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Akselerasi 05/23/11. A. Konsep Cerdas Istimewa

PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL PADA SISWA AKSELERASI DAN SISWA REGULER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan pra sekolah yang terdapat di jalur pendidikan sekolah (PP. TK adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai meninggalkan ketergantungannya pada masa pra sekolah. Usia ini ditandai dengan mulainya anak memasuki bangku sekolah dasar dan dimulai dengan sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya, serta masa dimana anak akan memasuki dunia baru yaitu masa pengenalan lingkungan sosial yang luas. Masa usia sekolah dasar juga disebut masa intelektual (Hawadi, 2004), dimana terdapat anak-anak yang memiliki kemampuan kecerdasan di atas rata-rata, disebut sebagai Anak Berbakat (AB). Pengertian tentang anak berbakat sangat luas. Definisi anak berbakat yang telah dikenal selama ini di Indonesia diadopsi dari definisi keberbakatan United States Office of Education, yang menyatakan bahwa anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasikan oleh orang-orang yang berkualifikasi professional memiliki kemampuan luar biasa dan mampu berprestasi tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang terdiferensiasi atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah reguler agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya ataupun masyarakat (Hawadi, 2004). Adapun siswa yang disebut sebagai siswa berbakat intelektual adalah siswa yang memiliki inteligensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual (meliputi daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan pemecahan masalah), serta memiliki kreativitas dan pengikatan diri

atau tanggung jawab terhadap tugas, dan karena kemampuannya yang unggul tersebut mampu memberi prestasi yang tinggi. Dalam mengidentifikasi anak berbakat intelektual di Indonesia, para ahli menetapkan skor batasan dengan menggunakan pendekatan multikriteria dari Renzulli. Bagi murid Sekolah Dasar, skor untuk taraf kecerdasan adalah >120, untuk taraf kreativitas adalah >110, dan untuk taraf pengikatan diri (komitmen) terhadap tugas adalah >132 (Hawadi, 2004). Berdasarkan konsep dan potensi kontribusi yang akan diberikan oleh siswa berbakat intelektual di masa mendatang dalam PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar dan Kep. Mendikbud nomor 0487/U/1992, pemerintah memberikan pelayanan pendidikan yaitu dengan menerapkan program kelas khusus untuk siswa-siswa berbakat dengan kecerdasan di atas rata-rata yang disebut dengan kelas akselerasi. Akselerasi dalam cakupan kurikulum atau program berarti meningkatkan kecepatan waktu dalam menguasai materi yang dimiliki seseorang, yang dilakukan dalam kelas khusus, kelompok khusus atau sekolah khusus, dalam waktu tertentu (Rahmawati, 2007). Program akselerasi di Indonesia dilakukan dengan menggunakan model telescoping. Telescoping merupakan model pendidikan dimana siswa menggunakan waktu yang kurang daripada waktu yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan studi (Depdiknas, 2007). Pada tingkat SD, dengan mengikuti akselerasi masa studi siswa dipercepat dari enam tahun menjadi lima tahun, sedangkan pada tingkat SLTP dan SMU masa studi siswa dipercepat dari tiga tahun menjadi dua tahun. Syarat dasar bagi siswa yang akan mengikuti kelas akselerasi ini adalah siswa dengan Intelligence Quotient (IQ) di atas 125 (Depdiknas, 2007).

Seorang individu didalam kehidupannya akan dihadapkan pada dua realitas yakni diri dan lingkungan sekitarnya yang berlangsung secara berkelanjutan di dalam kehidupan yang disebut dengan penyesuaian sosial (Nurdin, 2009). Menurut Jourard (dalam Hurlock, 2002) salah satu indikator penyesuaian sosial yang berhasil adalah kemampuan untuk menetapkan hubungan yang dekat dengan seseorang. Salah satu hal yang masih sering diperdebatkan dalam program akselerasi adalah kesiapan mental siswa dalam penyesuaian sosial (Wandasari, 2011). Hawadi (2004) mengemukakan bahwa menjadi siswa akselerasi dengan kemampuan di atas rata-rata tidak menjamin bahwa tidak akan muncul masalah dalam perkembangan mereka, bahkan justru lebih rentan terhadap faktor sosial dan faktor emosional. Seorang siswa yang pintar dalam segi akademis, belum tentu dapat bersikap dewasa dalam pola pikir sehingga akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih dewasa daripada usianya sekarang. Sehingga semakin tinggi tingkat intelektualitas siswa berbakat, semakin besar kemungkinan terjadi penyesuaian sosial yang kurang optimal (Widyorini, 2002). Program akselerasi pada tingkat sekolah dasar belum banyak dilaksanakan. Alasan utama dikarenakan siswa pada tingkat sekolah dasar masih identik dengan dunia bermain. Dunia dimana siswa menghabiskan sebagian waktunya untuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-teman sebaya dan lingkungannya. Sementara pada kelas akselerasi siswa dituntut untuk terus mengembangkan aspek kognitif, dengan terus menerus belajar dan mengejar nilai agar tidak tertinggal dalam pelajaran. Pemacuan aspek kognitif tersebut akan membuat terabaikannya aspek psikososial siswa. Padahal, keberhasilan siswa

tidak ditentukan hanya pada aspek kognitif, melainkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan, berempati kepada orang lain, menghargai orang lain dan sebagainya adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa untuk berhasil dan mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat (Nurdin, 2009). Pada seminar mengenai pendidikan anak berbakat, Munandar (1985, dalam Iswinarti 2002) mengemukakan ciri-ciri sosial anak berbakat, yaitu : (a) senang bergaul dengan yang lebih muda, (b) suka permainana yang mengandung pemecahan masalah, (c) suka bekerja sendiri, (d) mempunyai cirri-ciri kepemimpinan, (e) sukar bergaul dengan teman-teman sebaya, (f) sukar menyesuaiakan diri dalam berbagai bidang. Hal tersebut menunjukkan tampak bahwa p0enyesuaian sosial anak berbakat mengalami kesulitan. Data yang diperoleh dari Center for Giftedness Fakultas Psikologi Semarang pada tahun 2002 (Iswinarti, 2002), diantara 100 klien siswa berbakat usia tiga tahun hingga usia remaja yang ditangani, hambatan dalam penyesuaian sosial merupakan masalah yang cukup menonjol (25 kasus), terutama pada usia sekolah dasar. Dari hasil penelitian terlihat bahwa terdapat siswa berbakat yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan penyesuaian sosial di tingkat sekolah dasar. Dengan kata lain, siswa yang memiliki IQ tinggi akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, karena siswa tersebut mempunyai pemahaman yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju sehingga sering tidak sepadan dengan teman-temannya (Iswinarti, 2002). Masalah penyesuaian sosial yang tidak optimal pada usia sekolah dasar ini menjadi hal penting. Hal ini terkait dengan tugas perkembangan masa usia sekolah dasar, dimana ketrampilan menjalin relasi dengan teman dan orang lain

merupakan salah satu tugas perkembangan utama yang harus dikuasai (Havighurst, dalam Hurlock 2002). Mencermati pentingnya kemampuan penyesuaian sosial membuat peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran penyesuaian sosial siswa akselerasi di sekolah. 1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : - Bagaimana Penyesuaian Sosial siswa Akselerasi di SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta kelas 4 dan kelas 6 dari aspek-aspek Penyesuaian Sosial? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran Penyesuaian Sosial siswa Akselerasi di SD Kristen 10 Penabur dan SD Al-Azhar Syifa Budi Jakarta kelas 4 dan kelas 6. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dilakukan secara teoritis bermaksud untuk memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan dan perkembangan mengenai penyesuaian sosial siswa di sekolah akselerasi. 2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi untuk lebih memahami dan mengetahui aspekaspek penyesuaian sosial siswa akselerasi di sekolah serta faktorfaktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial siswa. b. Memberikan gambaran dan pemahaman kepada guru mengenai penyesuaian sosial siswa akselerasi di sekolah, siswa kelas 4 dan siswa kelas 6. c. Memberikan gambaran dan pemahaman kepada orang tua mengenai bagaimana penyesuaian sosial yang dimiliki siswa akselerasi di sekolah, khususnya siswa kelas 4 dan kelas 6.