BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 416 / MENKES / PER / 1990, tentang syarat-syarat kualitas air disebutkan bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila setelah dimasak. Persyaratan air bersih yang dimaksud adalah persyaratan mikrobiologis, fisik, kimia dan radioaktif (Pramitasari, 2007). Salah satu langkah penting pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah dengan membunuh bakteri yang tidak dikehendaki ada didalam air bersih, seperti bakteri patogen sebagai penyebab berbagai macam penyakit. Proses proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air baku adalah koagulasi flokulasi, filtrasi, sedimentasi, aerasi, dan lain sebagainya. Tetapi proses proses tersebut tidak menjamin hilangnya bakteri patogen dalam air bersih melainkan hanya sebatas menurunkan kekeruhan dan kandungan BOD COD serta kandungan TSS dalam air baku. Proses proses tersebut masih bisa meloloskan bakteri/mikroorganisme yang tidak diharapkan ada didalam air bersih. Bakteri patogen tidak akan hidup lama dalam air yang sangat asam atau basa, seperti air dengan ph <3 atau >11 (Hadi, 2000). Pada proses pengolahan air baku menjadi air bersih, bakteri patogennya harus dihilangkan. Proses menghilangkan bakteri patogen yang kemudian menimbulkan bau yang tidak sedap dapat dilakukan dengan desinfeksi. Hal yang perlu diperhatikan dalam konteks desinfeksi adalah bagaimana mencegah terjadinya pemindahan bibit penyakit ke tubuh manusia melalui air bersih dengan 6
7 memutus rantai antara keduanya dengan cara desinfeksi. Ada 3 kategori mikroorganisme patogen di usus manusia yaitu baktei, virus, dan kista amoeba (Hadi, 2000). Desinfeksi dapat dilakukan secara fisik maupun secara kimia. Secara fisik desinfeksi dapat dilakukan dengan prosedur yang mengakibatkan perubahan (suhu, tekanan, radiasi), contoh desinfeksi secara fisik adalah sterilisasi, pembakaran dan sanitasi. Desinfeksi dengan bahan kimia menggunakan suatu substansi (padat, cair atau gas) yang dicirikan oleh komposisis molekular yang pasti dan menyebabkan terjadinya reaksi, contohnya senyawa fenolik, alkohol, klor, iodium dan etilen oksida (Pelezar dan Chan,2006). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendesinfeksi bakteri. Salah satunya adalah pemanasan pada suhu tinggi, contohnya adalah dengan menggunakan autoklaf dengan memanfaatkan uap bertekanan, sterilisasi bertahap, dan pasteurisasi. Contoh desinfeksi lainnya adalah dengan menggunakan radiasi, seperti radiasi cahaya ultraviolet, radiasi sinar X, radiasi sinar gamma, radiasi sinar katode dan desinfeksi menggunakan filtrasi (penyaringan). Cara-cara diatas memiliki beberapa kendala, salah satunya pada penggunaan suhu tinggi beberapa bakteri menghasilkan endospora yang tahan pada suhu sangat tinggi samapai beberapa jam. Endospora tersebut masih dapat membahayakan manusia, apalagi bila endospora tersebut dihasilkan oleh bakteri patogenik. Setelah mendapatkan tempat dan lingkungan yang sesuai, endospora tersebut dapat aktif kembali menjadi bakteri. Kelemahan pada penggunaan sinar ultraviolet adalah sinar ini memiliki daya tembus yang kecil sehingga hanya dapat mendesinfeksi mikroorganisme yang ada di permukaan suatu benda (Pelezar dan
8 Chan, 2006), sedangkan kelemahan sinar X adalah metode ini memiliki daya tembus yang besar sehingga sangat menyulitkan usaha perlindungan terhadap pemakai alat dan sukar untuk digunakan secara efisien. Oleh karena itu, dalam perkembangannya desinfeksi yang paling sering dilakukan pada bakteri E.coli. adalah dengan menggunakan metode klorinasi dan ozonisasi (Mezule, 2009). Gas Klorin adalah zat kimia yang sering dipakai sebagai desinfektan karena harganya murah dan masih mempunyai daya desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya (residu klor). Gas Klorin bisa diproduksi dari larutan NaCl dimana terkandung ion-ion klorida didalamnya. Reaksi yang terjadi terhadap elektrolisis NaCl sebagai berikut: Pada anoda (+): 2H 2 O (l) 4H + (aq) + O 2(g) + 4e - 2NaCl Cl 2(g) + 2e - + 2Na + Pada katoda (-): 2H 2 O (l) + 2e - 2OH - (aq) + H 2(g) Sistem desinfeksi elektrokimia yang efektif dikembangkan sebagai alternatif untuk proses pengolahan air konvensional (Drees et al., 2003; Feng et al., 2004). Hal ini karena metode elektrokimia lebih ramah lingkungan, mudah dioperasikan dan dikenal untuk menonaktifkan berbagai mikroorganisme dari bakteri virus dan ganggang (Diao et al, 2004). Diao et al. (2004) menguji desinfeksi E.coli dengan berbagai metode, termasuk klorinasi, ozonisasi, reaksi Fenton dan desinfeksi elektrokimia menggunakan 500 mg/l NaCl sebagai elektrolit. Diao et al. (2004) menguji E. coli desinfeksi oleh berbagai perawatan, termasuk klorinasi, ozonisasi, reaksi Fenton dan desinfeksi elektrokimia menggunakan 500 mg L -1 NaCl sebagai elektrolit.
9 Klorinasi merupakan metode yang banyak digunakan, karena klor efektif sebagai desinfektan dan harganya terjangkau (Sururi dkk., 2008). Klorinasi bertujuan untuk mengurangi dan membunuh mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Sumber klor yang biasa digunakan adalah kaporit [Ca(OCl) 2 ]. Kaporit dapat membunuh mikroorganisme patogen, seperti Escherichia coli, Legionella, Pneumophilia, Streptococcus, Facalis, Bacillus, Clostridium, Amoeba, Giardia, Cryptosporidium, dan Pseudomonas (Anonim. 2008). Cara kerja klorin membunuh kuman atau bakteri yaitu melalui penambahan klorin dalam air yang akan memurnikannya dengan cara merusak struktur selorganisme sehingga bakteri akan mati (Reed,2004). Klor bereaksi kuat dengan lipid dan peptidoglikan pada membran sel. Hal ini dapat mempengaruhi perbedaan konsentrasi yang tinggi antara lingkungan ekstrasel dan lingkungan intrasel yang berpotensi mengganggu tekanan osmotik dalam sel dan mengancam terjadinya lisis atau kehancuran sel (EPAa, 1999). Desinfeksi merupakan salah satu proses dalam pengolahan air minum maupun air limbah yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Metode desinfeksi yang paling umum digunakan di Indonesia adalah dengan menggunakan klor. Selain dapat membasmi bakteri dan mikroorganisme seperti amuba, ganggang, dan lain-lain, klor dapat mengoksidasi Fe 2+, Mn 2+ menjadi Fe 3+, Mn 3+, dan memecah molekul organis seperti warna. Selama proses tersebut kaporit direduksi sampai menjadi klorida (Cl - ) yang tidak mempunyai daya desinfeksi (Nurdjannah dan Moesriati, 2005). Kaporit cukup efektif sebagai desinfektan dan terjangkau dari segi ekonomi. Waktu desinfeksi terhadap mikroorganisme pada proses klorinasi dengan konsentrasi klor 1 ppm pada ph =
10 7,5 dan suhu = 25 o C (Anonim, 2008) tetapi menurut Sururi, dkk., (2008), desinfeksi dengan menggunakan klor berpotensi menghasilkan Trihalometan (THMs) yang disebabkan oleh adanya reaksi antara senyawa-senyawa organik berhalogen dalam air baku dengan klor. Senyawa klor atau klorin yang berfungsi sebagai biosida pengoksidasi dapat berasal dari gas Cl 2, atau dari garam-garam NaOCl dan Ca(OCl) 2 (kaporit) (Lestari, dkk., 2008). Kaporit/ kalsium hipoklorit adalah senyawa kimia bersifat korosif pada kadar tinggi, dan pada kadar rendah biasanya digunakan sebagai penjernih air (Alaert dan Santika, 1987).