BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan menurunnya daya tahan tubuh yang dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Kecukupan zat gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak dini yaitu sejak masih dalam kandungan, masa bayi, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok yang rawan gizi, karena membutuhkan zat gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Dewi, 2012). Menurut Millennium Development Goals (MDG S), remaja putri merupakan calon ibu yang harus dipersiapkan untuk mengandung dan melahirkan dengan mengurangi resiko dalam kehamilan maupun pada saat melahirkan, sehingga diperlukan pengetahuan mengenai konsumsi gizi. Remaja putri lebih sering mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putra, hal ini disebabkan karena remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya. Peningkatan kebutuhan zat besi dikarenakan adanya percepatan pertumbuhan dan menstruasi sehingga sangat membutuhkan zat gizi lebih tinggi khususnya zat besi (Istiyani dan Rusilanti, 2013). Prevalensi anemia dari data WHO dari tahun 1993 hingga tahun 2010 sebesar 24,8% atau 1,62 milyar dan sebesar 25,4% sebagian merupakan
anak usia remaja (WHO, 2004). Prevalensi anemia di Indonesia menurut data Riskesdas (2013) sebesar 21,7 %. Sedangkan proporsi anemia menurut umur 14-15 tahun sebesar 26,4%, umur 15-24 tahun 18,4%. Proporsi anemia menurut jenis kelamin yang tertinggi adalah wanita yaitu sebesar 23,9%. Anemia adalah keadaan di mana terjadi penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) yang ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit (red cell count). Sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan besi dan protein yang cukup dalam tubuh. Protein berperan dalam pengangkutan besi ke sumsum tulang untuk membentuk molekul hemoglobin yang baru (Gallagher, 2008). Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar hemoglobin dapat menimbulkan gejala lesu, lelah, lemah, letih, dan cepat lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olahraga, dan produktifitas kerja. Selain itu akibat dari anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi (Masrizal, 2007). Anemia defisiensi zat besi disebabkan oleh asupan zat besi yang rendah, penyerapan zat besi yang terhambat, kebutuhan zat besi yang meningkat dan kehilangan zat besi. Kehilangan zat besi dapat melalui saluran pencernaan, kulit, urin, dan melalui menstruasi, disamping itu kehilangan zat besi dapat pula disebabkan karena perdarahan oleh infeksi cacing dalam usus (Masrizal, 2007). Kekurangan zat besi akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar feritin yang diikuti dengan 2
penurunan kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin. Jika keadaan ini terus berlanjut akan terjadi anemia defisiensi zat besi (Almatsier, 2009). Asupan zat besi yang kurang dapat menyebabkan anemia. Penelitian yang dilakukan oleh Kirana (2012) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat besi dengan kejadian anemia (p=0,024) di SD Inpres Kelurahan Bunaken Kota Manado. Handayani dkk, (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia pada siswi SMK Negeri 1 Metro Lampung (p=0,025). Keterkaitan zat besi dengan kadar hemoglobin dapat dijelaskan bahwa zat besi merupakan komponen utama yang memegang peranan penting dalam pembentukan darah (hemopoesis), yaitu mensintesis hemoglobin. Kelebihan zat besi disimpan sebagai protein feritin, hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang belakang, dan selebihnya di dalam limpa dan otot. Apabila simpanan besi cukup, maka kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Namun, apabila jumlah simpanan zat besi berkurang dan jumlah zat besi yang diperoleh dari makanan juga rendah, maka akan terjadi ketidakseimbangan zat besi di dalam tubuh, akibatnya kadar hemoglobin menurun di bawah batas normal yang disebut sebagai anemia gizi besi (Soekirman, 2000). Salah satu penyebab terjadinya anemia defisiensi zat besi adalah kehilangan darah yang disebabkan salah satunya akibat menstruasi pada wanita setiap bulannya. Pola menstruasi pada remaja putri meliputi siklus menstruasi dan lama menstruasi. Siklus menstruasi adalah jarak antara mulainya menstruasi yang lalu dengan menstruasi berikutnya. Remaja putri 3
yang mengalami siklus menstruasi pendek menyebabkan jumlah darah yang keluar secara komulatif menjadi lebih banyak dan dapat menyebabkan anemia (Wliyati dan Riyanto, 2012). Lama menstruasi adalah waktu yang dialami seorang wanita selama proses menstruasi. Perbedaan lama menstruasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor psikologis, lingkungan, usia, serta ketidakseimbangan hormon. Wanita dengan lama menstruasi terlalu lama menyebabkan darah yang keluar secara komulatif lebih banyak sehingga memungkinkan terjadinya anemia (Fauziah, 2012). Lama menstruasi >7 hari atau jumlah darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak akan menyebabkan anemia. Lama hari menstruasi berpengaruh terhadap banyaknya darah yang hilang selama menstruasi. Apabila darah yang keluar saat menstruasi cukup banyak berarti jumlah zat besi yang hilang dari dalam tubuh juga cukup besar. Semakin lama menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pula pengeluaran dari dalam tubuh. Keseimbangan zat besi dari dalam tubuh maka akan terganggu juga (Fauziah, 2012). Banyaknya darah yang keluar berpengaruh pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persediaan zat besi yang cukup dan absorpsi zat besi yang rendah kedalam tubuh, tidak dapat menggantikan zat besi yang hilang selama menstruasi (Soekirman, 2000). Jumlah darah yang hilang selama satu periode menstruasi normal berkisar antara 20-25 cc dan dianggap tidak normal jika kehilangan darah saat menstruasi lebih dari 80 ml. Darah yang keluar dengan jumlah 20-25 cc menyiratkan bahwa kehilangan zat besi sebesar 12,5-15 mg/bulan atau kirakira sama dengan 0,4-0,5 mg/hari. Jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal maka jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1,25 4
mg/hari (Arisman, 2010). Seseorang dengan simpanan zat besi dalam jumlah normal akan mengabsorbsi besi kira-kira 5 10% dari jumlah total masukan zat besi yaitu sekitar 0,5 2 mg setiap harinya. Sedangkan untuk seseorang dengan defisiensi zat besi akan mampu menyerap sampai 50% dari total zat besi yang masuk (Fauziah, 2012). Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin di SMP Kristen 1 Surakarta dilakukan oleh petugas Laboratorium Puskesmas Setabelan pada tahun 2013, didapat pada siswa putri yang menderita anemia sebesar 39,04%. Permasalahan ini melebihi prevalensi anemia nasional menurut umur 14-15 tahun data RISKESDAS 2013 (26,4%). Berdasarkan hasil penelitian pemeriksaan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi dan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMP Kristen 1 Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan rumusan masalah Apakah ada hubungan tingkat konsumsi zat besi dan pola menstruasi (lama menstruasi dan siklus menstruasi) dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat konsumsi zat besi dan pola menstruasi (siklus menstruasi dan lama menstruasi) dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta. 5
2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tingkat konsumsi zat besi remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta. b. Mendeskripsikan pola menstruasi remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta (lama menstruasi dan siklus menstruasi). c. Mendeskripsikan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta. d. Menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta. e. Menganalisis hubungan antara pola menstruasi (siklus menstruasi dan lama menstruasi) dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta. f. Menginternalisasi nilai-nilai keislaman dalam hubungan tingkat konsumsi zat besi dan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengetahuan ilmu tentang gizi pada remaja serta menjadi tambahan pengalaman praktek di lapangan. 2. Bagi Instansi Pendidikan Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang kejadian anemia, tingkat konsumsi zat besi yang baik dan pola 6
menstruasi di SMP Kristen 1 Surakarta, yang dapat disampaikan kepada orang tua. 3. Bagi Instansi Kesehatan Penelitian ini dapat digunakan Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebagai bahan informasi kejadian anemia pada remaja putri dan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkahlangkah strategis dalam penanggulangan anemia pada remaja putri. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan pembahasan tingkat konsumsi zat besi, dan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP Kristen 1 Surakarta. 7