BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di penghujung abad ke-20, dunia dilanda arus globalisasi, transparansi, dan tuntutan hak azasi manusia. Tidak satupun Negara yang luput dari gelombang perubahan tersebut. Seluruh Negara, terutama Negaranegara berkembang, menghadapi berbagai tantangan baru yang membawa konsekuensi pada perubahan atau pembaharuan yang akan mempengaruhi kehidupan umat manusia, baik di bidang ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Menghadapi perkembangan dunia yang demikian pesat, dan seiring dengan derasnya aspirasi reformasi di dalam negeri, maka peranan penyelenggaraan pemerintahan dan administrasi publik yang baik menjadi semakin penting. Salah satu elemen yang penting dalam tata pemerintahan yang baik adalah adanya akuntabilitas publik, disamping transparansi, tegaknya hukum, dan peraturan. Karena itu, pengawasan yang merupakan unsur penting dalam proses manajemen pemerintahan, memiliki peran yang sangat strategis untuk terwujudnya akuntabilitas publik dalam pemerintahan dan pembangunan (Echkart,2007;Mardiasmo & Barners, 2009) Melalui suatu kebijakan pengawasan yang komprehensif dan membina, maka diharapkan kemampuan administrasi publik yang saat ini dianggap lemah, terutama di bidang kontrol pengawasan, dapat ditingkatkan kapasitasnya dalam rangka membangun infrastruktur birokrasi yang lebih 1
kompetitif. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang ada pada saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang untuk menuju Indonesia baru yang pada hakekatnya tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Hal ini berkaitan dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 disebutkan bahwa: Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Kondisi saat ini, masih ada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahannya yang belum siap dengan sistem pemerintahan yang baru untuk menyelenggarakan pemeritahan daerah sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Banyak terjadi kasus di sejumlah daerah yang berkaitan dengan masalah korupsi, ketidak beresan, penyalahgunaan wewenang dan jabatan pelanggaran, dan masih banyak lagi kasus pidana lainnya(rosnawati : 2013) Hal ini dibuktikan dengan adanya fenomena seperti yang terjadi pada BPK Perwakilan Jawa Barat pada tahun 2009 dan baru terindikasi pada tahun 2010 (25/09/2016,http/infokorupsi.com), terdapat kasus penyuapan yang juga banyak melibatkan oknum pejabat pemerintah kota Bekasi, salah satu dari sekian jumlah diantaranya kepala inspektorat pemkot Bekasi. Tentu saja hal 2
ini merupakan tantangan nyata dan tak dapat dipungkiri bahwa hal yang sama juga mungkin atau bahkan dapat terjadi di daerah lain di Indonesia hanya karena faktor momentum waktu dan kesempatan. Semoga hal yang ada ini bisa menjadi batasan indikator sehingga tidak lagi terjerumus ke dalam hal yang serupa. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian dan pertimbangan penting auditor inspektorat dan pimpinan fungsi pengawasan di lingkungan pemerintahan daerah. Untuk keinginan dan harapan tersebut, setiap pekerjaan audit yang dilakukan harus terkoordinasi dengan baik antara fungsi pengawasan, aktifitas, kegiatan, ataupun program yang dijalankan Pemerintah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (Ruslan :2012) Selanjutnya, peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara(MENPAN) No.Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 maret 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagaimana yang tercantum dalam diktum kedua menegaskan bahwa standar Audit APIP wajib dipergunakan sebagai acuan bagi seluruh APIP untuk melaksanakan audit sesuai degan mandate audit masing masing, dalam rangka peningkatan kualitas auditor pada saat melakukan pemeriksaan. Standar umum kedua(psa No 4 Sa Seksi 220) menyatakan bahwa Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia 3
tidak dibenarkan untuk memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Selain itu, pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dilakukan untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan. Melalui pengawasan dapat diperoleh informasi mengenai kehematan, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan kegiatan. Informasi tersebut dapat digunakan untuk sebagaimana pada ketetapan IX/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, nepotisme, maka pengawasan merupakan aspek penting dalam manajemen kepegawaian, melalui Sosialisasi keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. KEP/46/M.PAN/ 4/2004, tentang petunjuk pelaksanaan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintah ditegaskan bahwa pengawasan merupakan salah satu unsur terpenting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur pemerintahan dalam melaksanakan tugas tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Badan Pengawas Daerah (Bawasda) atau yang sekarang ini lebih dipopulerkan dengan sebutan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota ( selanjutnya di singkat dengan Inspektorat) merupakan suatu lembaga pengawasan di lingkungan Pemerintahan Daerah, baik untuk tingkat Provinsi, Kabupaten, atau Kota, memainkan peran yang sangat penting dan signifikan 4
untuk kemajuan dan keberhasilan Pemerintah Daerah dan perangkat daerah di lingkungan pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah dan mencapai tujuan dan sasaran yang diterapkan. Inspektorat Kabupaten Banyumas sebagai salah satu SKPD yang mempunyai peran yang strategis dalam manajemen pemerintah untuk mewujudkan ketiga tujuan tersebut, selain itu inspektorat Kabupaten Banyumas mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah Kabupaten Banyumas Tahun 2013-2018, didalam mewujudkan visi Kabupaten Banyumas. Sedangkan dari segi pencapaian visi dan misi, program pemerintah, Inspektorat daerah menjadi pilar yang bertugas sebagai pengawas sekaligus pengawal dalam melaksanakan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam melakukan tugas, pokok dan fungsinya Inspektorat Provinsi, Kabupaten melakukan pemeriksaan rutin keseluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada pada setiap Kabupaten dan Kota. Keberadaan RPJMD Kabupaten Banyumas Tahun 2013-2018 merupakan suatu bagian yang utuh dari manajemen kerja di lingkungan pemerintah RPJMD dijadikan sebagai pedoman bagi Inspektorat Kabupaten Banyumas Tahun 2013-2018 yang isinya memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan RENSTRA disusun sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD dan bersifat indikatif, yang nantinya akan di derivatifkan menjadi Rencana Kerja Inspektorat Kabupaten Banyumas selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD ). Rencana kerja Inspektorat 5
Kabupaten Banyumas merupakan dokumen perencanaan tahunan bagi Inspektorat yang isinya memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Sistem pengawasan Inspektorat Kabupaten Banyumas secara berharap berusaha meningkatkan pengawasan indikator manfaat dan dampak dari pembangunan terutama yang menyangkut dengan situasi kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat, disamping selama ini masih memfokuskan pengawasan indikator input dan output. Hal ini sangat penting dilakukan untuk dapat memenuhi sistem pengelola keuangan yang berbasiskan kinerja. Berdasarkan uraian di atas dan kondisi yang ada pada Inspektorat, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji keahlian independensi dan profesionalitas pengawasan fungsional terhadap Inspektorat. Penelitian Futri dan Juliarsa (2014) tentang pengaruh independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan, etika profesi, pengalaman, dan kepuasan kerja auditor pada kualitas audit menyatakan bahwa variabel independensi dan profesionalisme tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian Nasriana dan Hasan (2015);Agung dan Bestari (2014) juga menyatakan hal yang sama bahwa keahlian independensi dan pengawasan fungsional tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas publik. Berbeda dengan penelitian diatas, penelitian Sadeli (2012) yang melakukan penelitian tentang profesionalitas aparat pengawasan fungsional intern terhadap pelaksanaan audit pemerintahan dan implikasinya kepada akuntabilitas keuangan instansi pemerintah daerah justru mendapatkan hasil 6
yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan bahwa profesionalitas aparat pengawasan fungsional intern berpengaruh positif terhadap pelaksanaan audit pemerintah daerah. Nurhanifah (2014) juga melakukan penelitian tentang pengaruh kinerja pegawai, pengawasan melekat dan pengawasan fungsional terhadap efektifitas pengelolaan keuangan daerah dimana hasil penelitiannya menunjukan variabel kinerja pegawai, pengawasan melekat dan pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap efektifitas pengelolaan keuangan daerah. Melihat pentingnya pengaruh independensi dan pengawasan fungsional terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, dan hasil penelitian yang belum konsisten maka penelitian ini penting untuk dilakukan. sedangkan penelitian mengenai pengawasan fungsional terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah hasil dari beberapa peneliti sudah konsisten, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan variabel yang berbeda yaitu dengan mengunakan variabel keahlian independensi dan profesionalitas pengawasan fungsional. Penggunaan variabel keahlian independensi dan profesionalitas pengawasan fungsional terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah di dasari oleh masih sedikitnya penelitian yang menggunakan variabel keahlian independensi dan profesionalitas pengawasan fungsional terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini di dukung oleh penelitian Rosnawati Amasi (2013) yang melakukan penelitian tentang pengaruh pengawasan fungsional terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan 7
daerah pemerintah kota Gorontalo. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel independen yaitu keahlian independensi dan terletak pada sampel penelitian. Penelitian Rosnawati Amasi (2013) menggunakan sampel Inspektorat Kota Gorontalo, sedangkan pada penelitian ini, menggunakan penelitian pada Inspektorat Kabupaten Banyumas. Alasan penggunan Inspektorat Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap dipilih untuk objek penelitian karena Kabupaten Banyumas adalah Kabupaten yang telah mendapatkan penghargaan keberhasilannya menyusun dan menyajikan laporan keuangan yaitu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2014 dengan capaian standar tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah sehingga memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Pemerintah Kabupaten Banyumas mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Pusat secara berturut-turut pada tahun 2010,2011,2013 dan 2014 sedangkan Kabupaten Cilacap yang terjadi pada Inspektorat Kabupaten Cilacap kekurangan tenaga auditor sehingga dengan kurangnya auditor ini membuat sekitar 500 objek hanya 120 yang bisa tercapai. Hal ini membuktikan bahwa kurangnya tenaga auditor menjadi titik kelemahan yang ada di Inspektorat Cilacap sehingga mendapatkan opini wajar dengan pengecualian diberikan oleh BPK RI perwakilan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012,2013 dan 2014. 8
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah keahlian independensi berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan Daerah? 2. Apakah profesionalitas pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan Daerah? C. Pembatasan Masalah Agar lebih terarah dan jelas penelitian ini, maka batasan aspek dalam penelitian ini yakni tentang akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah khususnya aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yakni yang hanya dibatasi khususnya pada keahlian independensi dan profesionalitas pengawasan. D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui apakah keahlian independensi berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan Daerah? b. Untuk mengetahui apakah profesionalitas pengawasan fungsional berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan Keuangan Daerah? 9
E. Manfaat Penelitian a. Sebagai bahan pertimbangan khususnya Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap. b. Sebagai bahan kajian berupa sumbangan pemikiran tentang kualitas auditor yang dibutuhkan agar dapat meningkatkan kinerja auditor Inspektorat Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap. c. Untuk menambahkan dan memperdalam wawasan dan pengetahuan penulis tentang apa yang telah penulis lakukan dan sebagai refensi untuk penelitian selanjutnya. 10