BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pembahasan di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN JURIDIS TERHADAP PEMERIKSAAN TAMBAHAN DEMI KEPENTINGAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I J A W A T I M U R

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia pada tanggal 1 Mei Pada masa itu di Indonesia dikenal beberapa

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

2017, No Penilaian dan Penetapan Nilai Tingkat Pengamanan Persandian dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam tahap pembahasannya. Alasan pertama selalu munculnya deadlock

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

Berdasarkan angka 1 dan 2 diatas dan dengan pertimbangan hal-hal, antara lain: 1. Azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PAREPARE

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan mekanisme pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1982 TENTANG POKOK-POKOK ORGANISASI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 1988 SERI D NOMOR 2

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG

KOORDINASI KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) KEHUTANAN DAN PENYIDIK POLRI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLlK INDONESIA JAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

2012, No.74 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KOORDINASI, PENGAWASAN, DAN PEMBINAAN TEKNIS TERHADAP KEPOLI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEJABAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MADIUN

PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA YANG TERJADI DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

Wewenang Penahanan Berujung OTT

FUNGSI DAN PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BEACUKAI Oleh: Margo Hadi Pura 1

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1986 TENTANG

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

SALINAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 4 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJALENGKA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

NOMOR : 101 TAHUN 2007 NOMOR : B/5576/VII/2007/Datro NOMOR : B-3845/0.1/GP/06/2007 NOMOR : Kep-41B/PPLH-R.eg.4/06/2007 TENTANG

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah penelitian maupun hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik tiga kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia diatur dalam undang-undang Keimigrasian. Bermula dari Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1955 yang terdiri dari 8 (delapan) pasal, namun tak ada satupun kalimat yang secara eksplisit menyebutkan istilah penyelundupan manusia, penyelundup, menyelundupkan ataupun diselundupkan. Undang- Undang Darurat ini secara umum mengatur mengenai masalah imigran ilegal dan pemalsuan dokumen perjalanan atau surat-surat kewarganegaraan. Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi, diatur mengenai penyidikan yang terdapat pada Pasal 7 yang menyebutkan bahwa selain daripada pegawai-pegawai yang pada umumnya diwajibkan mengusut tindak pidana, diwajibkan juga mengusut tindak pidana menurut Undang- Undang Darurat ini pejabat-pejabat imigrasi. Dengan demikian pengaturan mengenai penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan mengikuti aturan pada Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992, tindak pidana keimigrasian

diatur dalam Bab VIII. Jika melihat ketentuan pidana yang ada dalam undang-undang keimigrasian tahun 1992 ini, tidak secara tegas dan jelas mengatur mengenai penyelundupan manusia. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 lebih banyak mengatur mengenai orang asing yang masuk keluar wilayah Indonesia dengan menggunakan dokumen-dokumen yang tidak resmi atau tidak sesuai dengan aturan undang-undang ini. Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992, hanya mengatur mengenai penyidikan yang terdapat pada Pasal 47 yang menyebutkan bahwa selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan keimigrasian, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian. Tindak pidana penyelundupan manusia dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tidak diatur tersendiri dalam suatu bab melainkan masuk dalam Bab XI yang mengatur mengenai ketentuan pidana keimigrasian. Hal yang secara langsung berkaitan dengan tindak pidana penyelundupan manusia diatur dalam Pasal 120, Pasal 133 huruf a dan Pasal 136 ayat (1) dan (2). Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 memberikan wewenang kepada PPNS Imigrasi untuk melakukan penyidikan atas tindak pidana penyelundupan manusia, namun demikian undang-

undang ini tidak pernah membatasi kewenangan penyidikan atas tindak pidana penyelundupan manusia hanya kepada PPNS Imigrasi saja. Mengenai proses penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan tidak diatur secara khusus sehingga menggunakan aturan pada KUHAP. 2. Putusan pengadilan terhadap tindak pidana penyelundupan manusia yang dianalisis adalah Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor 180/Pid/B/Sus/2013/PN.KLD dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 1128/Pid.Sus/2013/PN.JKT.TIM. Berdasarkan kedua putusan tersebut, dapat dilihat bahwa yang dapat dikenakan pidana terhadap tindak pidana penyelundupan manusia hanya orang yang menyelundupkan saja sedangkan orang yang diselundupkan tidak dikenakan pidana walaupun sesungguhnya tindak pidana tersebut terjadi atas kesepakatan bersama antara orang yang menyelundupkan dan orang yang diselundupkan. 3. Prospek pengaturan tindak pidana penyelundupan manusia dan penegakan hukumnya di masa mendatang (ius constituendum), penyelundupan manusia akan dapat ditindak secara optimal apabila di Indonesia telah berlaku Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia yang didalamnya memuat tidak hanya mencakup orang yang menyelundupkan saja tetapi juga mencakup orang yang diselundupkan, diatur mengenai pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana penyelundupan manusia yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, pengaturan mengenai hukum acara yang diatur secara khusus yang meliputi proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. B. Saran Berikut adalah saran yang diharapkan menjadi masukan bagi penegak hukum pada umumnya dan pembentuk undang-undang pada khususnya agar penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia dapat berjalan semakin baik. Adapun saran tersebut yaitu: 1. Agar pemerintah dan DPR, dalam menyusun undang-undang memperhatikan kepentingan semua pihak termasuk kepentingan negara sehingga negara tidak akan dirugikan dengan berlakunya undang-undang tersebut. 2. Agar pemerintah mengadakan pendidikan dan pelatihan khusus mengenai penanganan tindak pidana penyelundupan manusia kepada penyidik Polri, Imigrasi, Kejaksaan dan Pengadilan sehingga tidak timbul interpretasi yang berbeda dalam penanganan perkara (terutama penerapan pasal, administrasi surat menyurat maupun berkas serta dalam rangka proses beracara). 3. Agar pihak Imigrasi meningkatkan koordinasi dengan pihak Kepolisian (termasuk Polair), TNI, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Luar Negeri, Kejaksaan

dan Pengadilan terkait penanganan tindak pidana penyelundupan manusia.