BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khususnya bila menghadapi ketidakpastian dan ancaman dari luar dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Perkawinan pada pasal 6 menyatakan bahwa Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan salah satu jalan yang diberikan oleh Allah SWT untuk setiap. insan didunia mendapatkan keturunan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial kemasyarakatan (Fatimah, 2006, h. 188). Menurut Soebekti (dalam Sulastri, 2015, h. 132) perkawinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

I. PENDAHULUAN. masa penjajahan, bangsa Indonesia melakukan perkawinan diusia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tinggi di dunia, serta tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. psikososial anggota keluarga dan mentransmisikan tuntutan dan nilai-nilai. dari masyarakat (Friedman,1998).

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

PROFIL KEHARMONISAN ORANG YANG MENIKAH DI USIA DINI DI KECAMATAN AIR DIKIT KABUPATEN MUKOMUKO JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB V PENUTUP. pada bab sebelumnya, maka berbagai kesimpulan yang diberikan penulis antara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk diperlukan adanya program Keluarga Berencana dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

Alhiwar Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB I PENDAHULUAN. tantangan pembangunan dimasa yang akan datang. Pembentukan sumber daya. yang saling berhubungan dalam pembentukan kualitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB VI PENUTUP. menolak permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke Pengandilan Agama pada

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERSEPSI PELAJAR SMA NEGERI 1 BANJARMASIN DAN SMA NEGERI 2 BANJARMASIN TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. mental dan fisik. Persiapan mental seseorang dilihat dari faktor usia dan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN USIA MUDA DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB VI PENUTUP. bawah umur yang berlaku di Kota Batam ; Sebagaimana berlaku di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengingat jumlah penduduk usia remaja

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat. Secara historis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. muda). Diantaranya adalah keguguran,persalinan premature, BBLR, kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 :

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia fenomena pernikahan usia dini bukanlah hal yang baru dalam masyarakat. Pernikahan usia dini merupakan suatu hal yang wajar karena dilihat dari sejarah Indonesia, sejak jaman dahulu pernikahan dilakukan oleh pasangan muda yang usianya masih dibawah 15 tahun. Hal ini terjadi karena persepsi masyarakat yang memandang perempuan usia diatas 15 tahun yang tidak segera menikah justru akan mendapat tanggapan miring atau lazim disebut perawan tua. Namun seiring perkembangan zaman, image masyarakat justru sebaliknya. Arus globalisasi yang melaju dengan kencang mengubah cara pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di usia belia dianggap sebagai hal yang tabu. Bahkan lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan wanita, memberangus kreativitasnya serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Berdasarkan survey data kependudukan Indonesia tahun 2007 terkait dengan pernikahan diusia muda, di beberapa daerah tercatat sepertiga dari jumlah pernikahan tersebut dilakukan pasangan dibawah 16 tahun. Di Jawa Timur angka pernikahan dini mencapai 39,43%, Kalimantan Selatan 35,48%, 1

Jambi 30,63%, dan Jawa Barat 36% (Kertamuda, 2009: 30). Sedangkan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Kalimantan Selatan menempati urutan pertama untuk pernikahan dini di Indonesia, dengan angka persentase pernikahan usia 10-14 tahun 9,0 %, dan 15-19 tahun 48,4 %. "Berdasarkan persentase usia kawin muda di Indonesia 2010, Kalimantan Selatan peringkat pertama untuk pernikahaan diri," kata Shauqi Maulana, Duta Mahasiswa Genre Tingkat Nasional 2012, dalam acara 'Seminar Remaja dalam Rangka Hari Keluarga XX Tingkat Nasional' di Hotel Azahra, Kendari, Rabu (26/6/2013)(Shauqi Maulana). Selain itu data pernikahan dini di Gunung Kidul dari tahun ke tahun kian meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah pegajuan dispensasi kawin di Pengadilan Agama Wonosari. Kebanyakan dispensasi diajukan karena terjadi kehamilan di luar nikah. Dari data tahun 2012 lalu, sebanyak 172 dispensasi kawin yang diajukan ke pengadilan Agama Wonosari. Sedangkan per juni tahun 2013 ini tercatat hampir 100 permohonan dispensasi perkawinan yang diajukan (Gunungkidulonline.com). Dengan adanya data tersebut menunjukkan tingkat pernikahan dini di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat. Padahal di Indonesia pemerintah sudah membuat Undang-undang yang mengatur tentang pernikahan, yang diatur dalam Undang-undang yang mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang Perkawinan Bab II Pasal 6 ayat 2 tahun 1974 disebutkan untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang 2

tua. Batasan umur yang masih bisa ditoleransi untuk melaksanakan pernikahan diatur dalam Undang-undang Perkawinan Bab II Pasal 7 ayat 1 tahun 1974 yang berisi bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun). Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benarbenar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental (UU 1974 Perkawinan). Faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan dini disebabkan oleh beberapa hal yaitu faktor pendidikan, faktor pemahaman agama, faktor telah melakukan hubungan biologis, faktor hamil sebelum menikah. Yang pertama Peran pendidikan anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri. Kedua, masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut. ketiga, Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua 3

anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, karena anak sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib. Dan yang keempat adalah seperti yang dijelaskan sebelumnya dari faktor penyebab tersebut, karena jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut (Secuil Info). Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Karena pernikahan dini dapat menimbulkan resiko kesehatan. Hal ini dikarenakan kematangan secara biologis yang belum betul-betul sempurna dapat mengakibatkan kematian saat melahirkan. Remaja yang menikah muda menghadapi beragam masalah. Charoters (2005) mengungkapkan bahwa dampak dari seorang perempuan yang melahirkan di usia muda memiliki perasaan sangat mendalam pada anak yang dilahirkannya. Selain itu juga seorang ibu muda akan menemui hambatan-hambatan yang dihadapi sebagai remaja yang harus berperan sebagai ibu muda, adalah bentuk identitas, kegelisahan pada kemandirian, dan pubertas (Kertamuda, 2009: 31). Menurut para sosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. 4

Hal tersebut juga mempengaruhi pola asuh pada anak saat pasangan pernikahan usia dini tersebut memiliki keturunan. Pola asuh tersebut sangat mempengaruhi perkembangan anak. Karena dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang dibawah asuhan orang tua. Oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitar serta pola pergaulan hidup yang berlaku di lingkungannya. Karena mengasuh anak bukan berarti hanya merawat atau mengawasi anak saja, melainkan lebih dari itu, yakni meliputi: pendidikan sopan santun, disiplin kebersihan, membentuk latihan-latihan tanggung jawab, pengetahuan pergaulan dan sebagainya, yang bersumber pada pengetahuan kebudayaan yang dimiliki orang tua (Supanto, 1990:1-2). Selain itu pola asuh tidak hanya difokuskan pada pembentukan karakter pribadi anak tetapi juga berkaitan dengan pertumbuhan anak sejak dalam kandungan sampai dewasa. Pertumbuhan sendiri berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kg), ukuran panjang (cm, m), umur tulang dan keseimbangan metabolis. Pada tahap pertumbuhan ini kebutuhan anak adalah pangan, yang merupakan unsur utama untuk pertumbuhan anak, agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan genetiknya (Soedjiningsih, 1995:122). Dengan orang tua yang masih muda yang masih 5

memiliki sifat emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang, sehingga hal itu sangat berpengaruh dalam pola asuh anak yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak-anak mereka. Pola asuh anak sendiri sangat berkaitan erat dengan faktor budaya, umur ibu, pengetahuan ibu mengenai gizi,dan keadaan ekonomi. Faktor budaya masyarakat desa yang menganut budaya patrilineal sehingga menyebabkan banyaknya pernikahan dini yang dilakukan oleh sebagian besar perempuan di daerah pedesaan sehingga juga mempengaruhi pola asuh anak. Dengan kondisi yang masih labil dan belum siap untuk mengasuh anak biasanya para ibu muda di daerah pedesaan masih sangat tergantung dengan bantuan orang tua untuk mengasuh anak-anak mereka. Hal ini sudah membudaya pada masyarakat di daerah pedesaan. Kemudian faktor umur ibu, sangat penting dalam pola asuh anak karena umur ibu ini berkaitan dengan kesiapan ibu dalam pola pengasuhan anak yang telah dilahirkan. Maksudnya adalah jika umur ibu sesuai yang dianjurkan maka kesiapan ibu dalam pengasuhan anak akan matang dengan tingkat emosional ibu yang merupakan factor penting dalam pengasuhan anak. Jika umur ibu yang masih dibawah umur maka tingkat emosi yang masih labil maka juga akan mempengaruhi pengasuhan pada anaknya. Pengetahuan gizi dan kesehatan ini juga sangat penting karena gizi dan kesehatan anak merupakan salah satu sorotan yang penting bagi pemerintah, ini berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak yang berhubungan dengan gizi yang diberikan ibu kepada 6

anaknya. Yang terakir adalah faktor ekonomi ini berkaitan dengan makanan atau asupan lain yang diberikan ibu kepada anak-anaknya. Karena tingkat ekonomi disini yang membedakan pemberian makanan yang bergizi pada anak. Misalnya orang tua yang tingkat ekonomi tinggi maka asupan makanan yang diberikan pada anak-anaknya adalah makanan yang mungkin kualitasnya lebih baik dari pada orang tua yang ekonominya lebih rendah. Hal ini sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Jadi, yang dimaksud pola asuh disini bukan hanya sekedar pemberian kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya, tetapi juga dapat dilihat dari pemberian pendidikan nonformal pada anak di tingkat keluarga, pemberian gizi pada anak (makanan maupun ASI), pengetahuan orang tua dalam pola asuh anak. Dari uraian latar belakang diatas, merupakan gambaran tentang pola asuh anak pada pasangan pernikahan usia dini. Dan di Kecamatan Selo, merupakan daerah paling tinggi tingkat pernikahan usia dini di Kabupaten Boyolali sehingga dalam penelitian ini akan mengkaji tentang pola asuh anak pada pasangan pernikahan usia dini di Kelurahan Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. 7

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: 1. Faktor apa saja yang melatarbelakangi pernikahan usia dini di Kelurahan Lencoh, Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali? 2. Bagaimana pola asuh anak pada pasangan pernikahan usia dini di Kelurahan Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pernikahan dini di Kelurahan Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. 2. Mengetahui bagaimana pola asuh anak pada pasangan pernikahan usia dini di Kelurahan Lencoh Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Selain itu juga bisa mengetahui cara-cara yang dilakukan pasangan pernikahan usia dini dalam mengasuh anak -anaknya. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi kajian tentang sosiologi keluarga dan mengembangkan serta menanamkan teori sosiologi pada umumnya 8

b. Manfaat Praktis Untuk memberikan wacana pemikiran bagi pembaca yang tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang pola asuh anak pada pasangan pernikahan usia dini. 9