BAB I PENDAHULUAN. siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

STRUKTUR KOMUNITAS COLLEMBOLA DI LINGKUNGAN RHIZOSFER Chromolaena odorata PADA LAHAN VULKANIK, PANTAI BERPASIR, DAN KARST

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS TANAH DI INDONESIA A. BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA TANAH

BAB II KAJIAN TEORI. tanah terbesar, seperti kumbang) dan sebagai mikro-arthropoda (anggota

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

PEMBENTUKAN TANAH DAN PERSEBARAN JENIS TANAH. A.Pembentukan Tanah

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

MATERI KULIAH BIOLOGI FAK.PERTANIAN UPN V JATIM Dr. Ir.K.Srie Marhaeni J,M.Si

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

Ekologi Padang Alang-alang

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode observasi. odorata dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda berdasarkan bentuk lahan,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. meningkat seiring dengan pengembangan energi alternatif bioetanol sebagai

5.1 PENGERTIAN SUKSESI

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

I. PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

I. PENDAHULUAN. setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam (Anonim, 2007). Namun akhir-akhir ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan,

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

Ekonomi Pertanian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

(Pertemuan 5) TANAMAN DAN FAKTOR LINGKUNGAN LINGKUNGAN BIOTIK

BAB I PENDAHULUAN. orologi, produksi pertanian, pemukiman, dan kehidupan sosial ekonomi di daerah

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKOSISTEM. Yuni wibowo

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

BAB 50. Pengantar Ekologi dan Biosfer. Suhu Suhu lingkungan. dalam pesebaran. membeku pada suhu dibawah 0 0 C,dan protein.

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Chromolaena odorata (L) (Asteraceae: Asterales), biasa disebut gulma siam atau kirinyu (ki rinyuh), dalam bahasa Inggris disebut siam weed merupakan gulma padang rumput yang sangat luas penyebarannya di Indonesia (Thamrin et al, 2013: 3). Gulma ini dikenal sebagai salah satu gulma terburuk di daerah tropis karena beracun dan berpotensi tinggi untuk mendegradasi ekosistem (CRC Weed Management, 2003: 1). Jenis ini diduga berasal dari Amerika Selatan dan Tengah, kemudian menyebar ke daerah tropis Asia, Afrika, Pasifik, bahkan sampai Australia (Thamrin et al 2013: 3, Prawiradiputra, 2007: 49). Gulma ini dicirikan sebagai semak berkayu yang dapat berkembang dengan cepat, tumbuh padat, dan dapat menggangggu pertumbuhan jenis tumbuhan lainnya, karena memiliki efek allelopati. Gulma ini juga sangat merugikan karena dapat mengurangi kapasitas tampung padang penggembalaan, menyebabkan keracunan, bahkan mungkin sekali mengakibatkan kematian bagi ternak serta dapat menimbulkan bahaya kebakaran (Thamrin et al 2013: 3). Kini Chromolaena odorata digolongkan pada gulma kelas 1, yaitu gulma yang mendapat prioritas untuk dikendalikan (Prawiradiputra, 2007: 49). Prawiradiputra (2007: 49-50) juga mengemukakan bahwa berbagai upaya baik secara manual, kimiawi dan biologi dilakukan di berbagai negara untuk menekan pertumbuhan gulma ini. 1

Penelitian mengenai Chromolaena odorata semakin berkembang mengingat besarnya dampak ekologi yang ditimbulkan, baik yang merugikan maupun menguntungkan. C. odorata mempunyai prospek untuk dimanfaatkan dalam praktek budidaya pertanian, misalnya dimanfaatkan sebagai insektida nabati untuk pengendalian ulat grayak Spodoptera litura dalam penelitian Thamrin et al (2013) dan pengendalian hama penghisap buah kakao pada penelitian Purnomo et al (2011). Suharjo dan Aeny (2011) juga membuktikan bahwa Chromolaena odorata dapat dimanfaatkan sebagai biofungisida pengendali Phytophthora palmivora yang diisolasi dari buah kakao. Selain itu, penelitian Sudding (2012) menunjukkan bahwa ekstrak air daun C. odorata ternyata mampu mempertahankan kesegaran sayuran wortel dan buah tomat, sehingga ekstrak air daun C. odorata dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pengawetan wortel dan buah tomat. Chromolaena odorata juga dapat berperan positif dalam sistem pertanian pada kondisi dan penanganan yang tepat. Ada beberapa faktor yang memungkinkan petani memutuskan untuk menumbuhkan spesies ini, berdasarkan tanaman panen, tanah atau iklim. Pada masa bera, petani akan memilih tanaman untuk membatasi perkembangan gulma karena akan mengancam penggunaan lahan kembali. C. odorata dapat dianggap sebagai tumbuhan awalan untuk mengisi lahan kosong, dengan pertimbangan dapat memperbaiki struktur tanah dalam masa bera, karena mudah ditumbuhkan, biomassa besar, tingkat dekomposisi cepat, dan dapat menekan pertumbuhan gulma (Koutika dan Rainey, 2010: 135). Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa tumbuhan ini merupakan komponen utama pada 2

suksesi tanaman hutan berkayu di padang rumput subtropis (Goodall dan Zacharias, 2002: 120). Gulma C. odorata diperkirakan sudah tersebar di Indonesia sejak tahun 1910-an, dan tidak hanya terdapat di lahan kering atau pegunungan tetapi juga banyak terdapat di lahan rawa dan lahan basah lainnya (Thamrin et al, 2013: 3) Gulma ini juga dapat ditemukan di pinggir jalan, pinggir sungai, daerah hutan budidaya, pekarangan rumah dan lahan kosong. Habitat gulma siam yang cukup luas disebabkan karena gulma ini merupakan salah satu jenis gulma yang mudah tumbuh dan bersifat sangat invasif. Ribuan bijinya yang terbentuk tersebar secara luas oleh angin dan berkecambah segera setelah lingkungan mendukung. Selain itu, gulma ini juga dikenal sebagai tanaman marginal, yaitu jenis tanaman yang bisa tetap tumbuh baik di areal yang kurang subur atau areal yang tidak cocok bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, di daerah-daerah dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah, angin yang cukup kuat berhembus, dan tidak ada campur tangan manusia (lahan kosong), populasi gulma siam cukup tinggi (Suharjo dan Aeny, 2011: 204-205). Pada berbagai bentuk lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki kondisi geografis yang unik juga dijumpai Chromolaena odorata, termasuk pada lahan dengan karakteristik yang khas yaitu lahan vulkanik, lahan pantai berpasir, dan lahan karst. Bentuk lahan vulkanik adalah bentuk lahan hasil kegiatan gunung berapi baik yang tersusun dari bahan gunung api yang sudah keluar ke permukaan bumi (ekstrusi) maupun yang membeku 3

dalam permukaan bumi (instrusi) (Treman, 2014: 41). Tanah-tanah yang berkembang dari hasil erupsi gunung berapi ini, memperlihatkan ciri khas yang tidak dimiliki oleh tanah-tanah lain yang berkembang dari bahan bukan vulkanik (Sukarman dan Dariah, 2014: 8). Lahan pantai berpasir merupakan lahan marginal. Wilayah ini bersifat dinamis, yaitu terdapat hubungan antara pasokan butir-butir pasir dari hasil abrasi pantai oleh ombak menuju pantai dan dari gisik (beach) yang merupakan hasil erosi angin ke arah daratan, sehingga pasokan pasir terjadi terus-menerus (Harjadi et al. 2014: 1). Daerah karst memiliki karakteristik yang khas, di antaranya memiliki daerah berupa cekungan-cekungan, terdapat bukit-bukit kecil, sungai-sungai di bawah permukaan tanah, adanya endapan sedimen lempung berwarna merah hasil dari pelapukan batu gamping, dan permukaannya yang terbuka nampak kasar, berlubang-lubang dan runcing (Suhendra, 2012: 1) Pertumbuhan Chromolaena odorata tidak lepas dari aktivitas akar. Akar memiliki peran sebagai penguat tanaman serta menyerap nutrisi dari tanah. Selain itu, akar juga mengeluarkan exudate yang mampu menarik organisme tanah untuk berada di sekitar akar tersebut. Akibatnya, akan terjadi suatu lingkungan perakaran (rhizosfer) hasil dari aktivitas akar tanaman (Gregory, 2006: 1-2). Rhizosfer merupakan suatu bentuk ekosistem tanah. Pasokan makanan yang mendukung aktivitas mikrobiologi di rhizosfer jauh lebih besar dari tanah yang jauh dari akar tanaman. Sebagai imbalannya, mikroorganisme memberikan nutrisi bagi tanaman. Semua kegiatan ini membuat rhizosfer menjadi lingkungan yang paling dinamis di dalam tanah (Kelly, 2005: 1). 4

Pentingnya peranan fauna tanah dalam rhizosfer berkorelasi lurus dengan ketersediaan nutrisi bagi tanah yang artinya juga berkorelasi lurus terhadap tingkat kesuburan tanah. Menurut Widyati E (2013: 31) Collembola merupakan salah satu fauna tanah yang paling berpengaruh, berfungsi sebagai pengendali kehidupan yang menentukan populasi bakteri dan fungi patogen di ekosistem. Mereka memangsa bakteri dan fungi sehingga penting untuk mengendalikan populasi patogen. Suhardjono et al (2012: 2-4) juga mengemukakan bahwa sebagai komponen ekosistem, Collembola (ekorpegas) mempunyai peran yang tidak kecil dan beraneka ragam bergantung pada jenis atau kelompoknya. Peran yang dimaksud antara lain sebagai perombak bahan organik, pemakan jamur, penunjuk (indikator) perubahan keadaan tanah, penyeimbang fauna tanah, pemangsa, hama, dan penyerbuk. Peran yang paling menonjol pada kelompok ini adalah sebagai perombak bahan organik. Ini dapat ditunjukkan dengan adanya fraksi-fraksi bahan organik tanah berupa miselium, spora, bagian bangkai hewan, mayat, kotoran, dan bahan lainnya yang sudah terfermentasi di saluran pencernaannya. Collembola juga dapat mengakumulasi ion-ion racun dan logam berat dalam saluran pencernaannya. Peran Collembola sebagai indikator perubahan tanah sudah banyak dimanfaatkan di beberapa negara terutama di Eropa. Salah satu sebabnya adalah karena ekorpegas mampu menempati berbagai macam relung ekologi dalam jumlah banyak dengan keanekaragaman cukup tinggi dan peka terhadap perubahan ekosistem. 5

Secara altitudinal, ekorpegas ini dapat dijumpai mulai dari daerah pantai sampai pegunungan, baik pada lahan pertanian dan perkebunan, maupun padang rumput, hutan tanaman, hutan sekunder dan primer. Di daerah berketinggian >7.000 atau daerah kering, kelompok binatang ini masih dijumpai, bahkan pada zona intertidal yang biasanya bebas dari serangga. Begitu juga pada macam habitat lainnya seperti gua, pantai berpasir, dan air yang menggenang mereka juga mampu hidup. Setiap macam habitat yang berbeda dihuni oleh jenis dan kelompok jenis yang berbeda. Komposisi Collembola yang menghuni padang rumput akan berbeda dengan kelompok jenis penghuni hutan primer atau komposisi jenis penghuni perkebunan (Suhardjono et al, 2012: 2). Berdasarkan latar belakang yang ada maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui struktur komunitas Collembola di lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata pada bebagai bentuk lahan yang berbeda, yaitu lahan vulkanik, lahan pantai berpasir, dan lahan karst. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, antara lain: 1. Bagaimana pertumbuhan Chromolaena odorata pada lahan vulkanik, lahan pantai berpasir, dan lahan karst? 2. Bagaimana sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata di lahan vulkanik, lahan pantai berpasir, dan lahan karst? 6

3. Apakah perbedaan bentuk lahan tempat tumbuh Chromolaena odorata akan berpengaruh terhadap perbedaan keragaman jenis fauna tanah yang ada di lingkungan rhizosfernya? 4. Apakah perbedaan kondisi lahan tempat tumbuh Chromolaena odorata akan berpengaruh terhadap struktur komunitas Collembola yang ada di lingkungan rhizosfernya? 5. Bagaimana struktur komunitas Collembola di lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata pada lahan vulkanik, lahan pantai berpasir, dan lahan karst? C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, dalam penelitian observasi ini dibatasi pada: 1. Struktur komunitas Collembola yang ada di lingkungan rhizosfer gulma siam (Chromolaena odorata). 2. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan variasi bentuk lahan yaitu, lahan vulkanik, pantai berpasir, dan karst. 3. Sifat fisik dan kimia tanah yang diukur dalam penelitian ini adalah sifat yang berpengaruh atau terpengaruh akibat adanya aktivitas di lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata. D. Perumusan Masalah 1. Apa saja jenis-jenis Collembola yang terdapat di lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata pada lahan vulkanik, pantai berpasir, dan karst? 7

2. Bagaimana keanekaragaman, kemerataan, dan kelimpahan relatif Collembola di lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata pada lahan vulkanik, pantai berpasir, dan karst? E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jenis-jenis Collembola yang terdapat di lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata pada lahan vulkanik, pantai berpasir, dan karst. 2. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kelimpahan relatif Collembola di lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata pada lahan vulkanik, pantai berpasir, dan karst. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dalam bidang penelitian Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitianpenelitian terkait Collembola di lingkungan rhizosfer tanaman dan peran Chromolaena odorata dalam ekologi. 2. Bagi masyarakat umum Masyarakat diharapkan dapat mengenal organisme yang berperan di dalam tanah, khususnya Collembola, dan pengaruh adanya tumbuhan gulma siam (Chromolaena odorata). 3. Bagi pihak pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat mendukung diambilnya kebijakankebijakan mengenai pemanfaatan Collembola dan tumbuhan gulma siam (Chromolaena odorata). 8

G. Definisi Operasional Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Karakter fisik yang diukur adalah suhu, kelembapan, tekstur tanah, dan ketebalan seresah. Sifat kimia tanah yang dianalisis adalah kandungan C- organik, N, P, dan ph tanah. Biologi tanah yang diamati adalah struktur komunitas Collembola. 2. Struktur komunitas Collembola dilihat dari jenis, keanekaragaman, kemerataan dan kelimpahan relatif Collembola yang ditemukan. 3. Collembola yang diteliti adalah Collembola terestrial yang terdapat pada permukaan tanah, seresah, maupun dalam tanah di lingkungan rhizosfer gulma siam (Chromolaena odorata). 4. Lingkungan rhizosfer Chromolaena odorata yang dimaksud adalah daerah lapis tanah yang menyelimuti permukaan akar tumbuhan C. odorata, yang berkaitan erat dengan aktivitas akar, dan merupakan tempat aktivitas fauna yang berperan terhadap ketersediaan nutrisi bagi tumbuhan. 5. Variasi bentuk lahan yang dimaksud adalah lahan vulkanik, lahan pantai berpasir, dan lahan karst di Daerah Istimewa Yogyakarta. 9