BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam mendukung pencapaian target kinerja pembangunan daerah. Untuk itu, diperlukan suatu sistem perencanaan pembangunan daerah yang handal dan berorientasi kerakyatan. Perencanaan pembangunan daerah disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi. Sistem perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian penting yang mendukung keberhasilan sistem perencanaan pembangunan nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sejalan dengan perkembangan dinamika perencanaan pembangunan daerah telah diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah sebagai penjabaran dari Pasal 154 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perencanaan pembangunan daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Dalam pelaksanaannya, perencanaan pembangunan daerah ini disusun secara berjenjang untuk jangka panjang, jangka menengah, dan jangka 1
2 pendek, dalam suatu sistematika dokumen perencanaan pembangunan daerah yang mencakup: 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP Nasional; 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; 3. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Dalam melaksanakan perencanaan pembangunan di daerah seperti tersebut di atas, Bappeda tingkat I dan Bappeda tingkat II berkewajiban mengusahakan keterpaduan antara rencana nasional dan daerah (pasal 4 ayat 1 KEPRES No. 5 tentang Pembentukan Bappeda R.I). Dalam rangka
3 melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Bappeda tingkat I dan Bappeda tingkat II mengkoordinasikan aspek-aspek perencanaan dari seluruh unit vertikal yang terdapat dalam wilayahnya (pasal 4 ayat 2 KEPRES No. 5 tentang Pembentukan Bappeda R.I). Dengan demikian jelaslah bahwa dengan dibentuknya Badan dan Perencanaan Pembangunan Daerah, maka tugas pembangunan, pengawasan dan penilaian menjadi tugas daripada Bappeda tersebut, artinya bahwa badan itu bukan hanya bertugas sebagai perencanaan saja tetapi harus turut serta aktif dalam mengadakan pengawasan dan pelaksanaan dari yang sudah direncanakan semula. Hanya saja perlu diingat bahwa melalui pengawasan, badan ini akan dapat menyusun perencanaan pembangunan berikutnya dengan mempelajari hal-hal yang telah dilihat melalui pelaksanaan yang sudah dilakukan. Oleh sebab itu, Bappeda tidak boleh terlepas dari semua badan-badan maupun instansi-instansi yang ada didaerah itu dalam melakukan tugasnya sebagai Badan Perencanaan Pembangunan di daerah. Untuk mencapai tujuan seperti yang telah direncanakan di atas perlu diciptakan suatu sistem koordinasi yang tepat dan efektif. Dalam kegiatan koordinasi dilakukan kegiatan atau usaha menyatukan dan mengarahkan seluruh kegiatan agar dalam setiap gerak dan langkahnya tertuju pada tujuan yang telah ditentukan. Tanpa kerjasama (koordinasi) yang baik, suatu badan maupun lembaga tidak akan dapat mencapai tujuannya.
4 Koordinasi berkaitan dengan tugas menyatukan kegiatan-kegiatan guna menjamin pencapaian tujuan yang efektif dan efisien. Beberapa pimpinan berpendapat bahwa koordinasi merupakan satu-satunya kata yang paling tepat untuk jumlah keseluruhan pekerjaan mereka dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengawasan (Ginting, 2007). Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Serta mendapat dukungan dari SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga Provinsi. Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden B.J. Habibie, rencana pemekaran Provinsi menjadi tiga ditolak warga Papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu Pemekaran Provinsi ditangguhkan, sementara Pemekaran Kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999. Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi Provinsi definitif.
5 Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil. Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi paying hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya. Setelah itu, Provinsi Irian Jaya Barat terus diperlengkapi sistem pemerintahannya, walaupun di sisi lain paying hukumnya telah dibatalkan. Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gubernur dan wakil gubernur definitif Abraham O. Atuturi dan Drs. Rahimin, M.Ed. yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006. Sejak saat itu melihat latar belakang Provinsi Papua Barat yang masih tergolong baru dalam hal menata pola/sistem manajemen birokrasi Pemerintahan serta minimnya kualitas / kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan sistem manajemen administrasi Pemerintahan dan struktur pengelolaan job / pekerjaan yang terdapat pada Instansi, dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di wilayah administrasi Pemerintahan Provinsi Papua Barat terlebih khusus BAPPEDA PROVINSI PAPUA BARAT. Berdasarkan uraian mengenai Bappeda sebagai salah satu badan atau lembaga pelaksana pembangunan sudah sepatutnya melaksanakan tugas secara terkoordinasi antar divisi yang ada dalam tubuh Bappeda sendiri agar visi pembangunan daerah dapat tercapai. Untuk itu, peneliti tertarik untuk
6 mengadakan penelitian dengan judul Cara Kerja Bappeda Provinsi Papua Barat Dalam Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah. B. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, supaya penelitian lebih terarah, maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya dilakukan di Kantor Bappeda Provinsi Papua Barat dan pihak-pihak yang terkait. 2. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. C. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah Cara Kerja Bappeda Provinsi Papua Barat Dalam Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cara kerja tersebut? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan cara kerja Bappeda Provinsi Papua Barat dalam Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah 2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi cara kerja Bappeda Provinsi Papua Barat
7 E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperluas wawasan para pembaca, khususnya pengambil kebijakan di lembaga pemerintahan daerah agar mengetahui model yang ideal tentang cara kerja Bappeda dalam koordinasi perencanaan pembangunan daerah yang kemudian mampu diterapkan di daerah dan wilayah masing-masing. 2. Menjadi masukan bagi kepala Bappeda dan seluruh jajarannya dalam membuat langkah kerja serta implementasinya terkait dengan cara kerja dalam koordinasi perencanaan pembangunan di wilayah dan daerah masing-masing. 3. Dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut yang bersifat lebih luas, lebih mendalam dan aplikatif terkait dengan model deskriptif cara kerja Bappeda Provinsi Papua Barat dalam koordinasi perencanaan pembangunan daerah.