BAB I PENDAHULUAN. sebagai penjabaran dari Pasal 154 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hal. I - 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN NOMOR TANGGAL TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN PESAWARAN TAHUN

Walikota Tasikmalaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2011

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG : RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAIMANA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN KAIMANA TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun Latar Belakang

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI RIAU TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN GUBERNUR PAPUA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

G U B E R N U R J A M B I

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG

B U P A T I B I M A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PENDAHULUAN BAB I PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) 2012 PENDAHULUAN

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TARAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Ngawi Tahun BAB I - 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2011 NOMOR 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN REMBANG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam mendukung pencapaian target kinerja pembangunan daerah. Untuk itu, diperlukan suatu sistem perencanaan pembangunan daerah yang handal dan berorientasi kerakyatan. Perencanaan pembangunan daerah disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi. Sistem perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian penting yang mendukung keberhasilan sistem perencanaan pembangunan nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sejalan dengan perkembangan dinamika perencanaan pembangunan daerah telah diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah sebagai penjabaran dari Pasal 154 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perencanaan pembangunan daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Dalam pelaksanaannya, perencanaan pembangunan daerah ini disusun secara berjenjang untuk jangka panjang, jangka menengah, dan jangka 1

2 pendek, dalam suatu sistematika dokumen perencanaan pembangunan daerah yang mencakup: 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP Nasional; 2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; 3. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Dalam melaksanakan perencanaan pembangunan di daerah seperti tersebut di atas, Bappeda tingkat I dan Bappeda tingkat II berkewajiban mengusahakan keterpaduan antara rencana nasional dan daerah (pasal 4 ayat 1 KEPRES No. 5 tentang Pembentukan Bappeda R.I). Dalam rangka

3 melaksanakan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Bappeda tingkat I dan Bappeda tingkat II mengkoordinasikan aspek-aspek perencanaan dari seluruh unit vertikal yang terdapat dalam wilayahnya (pasal 4 ayat 2 KEPRES No. 5 tentang Pembentukan Bappeda R.I). Dengan demikian jelaslah bahwa dengan dibentuknya Badan dan Perencanaan Pembangunan Daerah, maka tugas pembangunan, pengawasan dan penilaian menjadi tugas daripada Bappeda tersebut, artinya bahwa badan itu bukan hanya bertugas sebagai perencanaan saja tetapi harus turut serta aktif dalam mengadakan pengawasan dan pelaksanaan dari yang sudah direncanakan semula. Hanya saja perlu diingat bahwa melalui pengawasan, badan ini akan dapat menyusun perencanaan pembangunan berikutnya dengan mempelajari hal-hal yang telah dilihat melalui pelaksanaan yang sudah dilakukan. Oleh sebab itu, Bappeda tidak boleh terlepas dari semua badan-badan maupun instansi-instansi yang ada didaerah itu dalam melakukan tugasnya sebagai Badan Perencanaan Pembangunan di daerah. Untuk mencapai tujuan seperti yang telah direncanakan di atas perlu diciptakan suatu sistem koordinasi yang tepat dan efektif. Dalam kegiatan koordinasi dilakukan kegiatan atau usaha menyatukan dan mengarahkan seluruh kegiatan agar dalam setiap gerak dan langkahnya tertuju pada tujuan yang telah ditentukan. Tanpa kerjasama (koordinasi) yang baik, suatu badan maupun lembaga tidak akan dapat mencapai tujuannya.

4 Koordinasi berkaitan dengan tugas menyatukan kegiatan-kegiatan guna menjamin pencapaian tujuan yang efektif dan efisien. Beberapa pimpinan berpendapat bahwa koordinasi merupakan satu-satunya kata yang paling tepat untuk jumlah keseluruhan pekerjaan mereka dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengawasan (Ginting, 2007). Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong. Serta mendapat dukungan dari SK DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran Provinsi Irian Jaya menjadi tiga Provinsi. Setelah dipromulgasikan pada tanggal 1 Oktober 1999 oleh Presiden B.J. Habibie, rencana pemekaran Provinsi menjadi tiga ditolak warga Papua di Jayapura dengan demonstrasi akbar pada tanggal 14 Oktober 1999. Sejak saat itu Pemekaran Provinsi ditangguhkan, sementara Pemekaran Kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UU Nomor 45 Tahun 1999. Pada tahun 2002, atas permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315. Pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan berdasarkan Inpres Nomor I Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 27 Januari 2003. Sejak saat itu, Provinsi Irian Jaya Barat perlahan membentuk dirinya menjadi Provinsi definitif.

5 Dalam perjalanannya, Provinsi Irian Jaya Barat mendapat tekanan keras dari induknya Provinsi Papua, hingga ke Mahkamah Konstitusi melalui uji materiil. Mahkamah Konstitusi akhirnya membatalkan UU Nomor 45 Tahun 1999 yang menjadi paying hukum Provinsi Irian Jaya Barat. Namun Provinsi Irian Jaya Barat tetap diakui keberadaannya. Setelah itu, Provinsi Irian Jaya Barat terus diperlengkapi sistem pemerintahannya, walaupun di sisi lain paying hukumnya telah dibatalkan. Setelah memiliki wilayah yang jelas, penduduk, aparatur pemerintahan, anggaran, anggota DPRD, akhirnya Provinsi Irian Jaya Barat menjadi penuh ketika memiliki gubernur dan wakil gubernur definitif Abraham O. Atuturi dan Drs. Rahimin, M.Ed. yang dilantik pada tanggal 24 Juli 2006. Sejak saat itu melihat latar belakang Provinsi Papua Barat yang masih tergolong baru dalam hal menata pola/sistem manajemen birokrasi Pemerintahan serta minimnya kualitas / kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan sistem manajemen administrasi Pemerintahan dan struktur pengelolaan job / pekerjaan yang terdapat pada Instansi, dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di wilayah administrasi Pemerintahan Provinsi Papua Barat terlebih khusus BAPPEDA PROVINSI PAPUA BARAT. Berdasarkan uraian mengenai Bappeda sebagai salah satu badan atau lembaga pelaksana pembangunan sudah sepatutnya melaksanakan tugas secara terkoordinasi antar divisi yang ada dalam tubuh Bappeda sendiri agar visi pembangunan daerah dapat tercapai. Untuk itu, peneliti tertarik untuk

6 mengadakan penelitian dengan judul Cara Kerja Bappeda Provinsi Papua Barat Dalam Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah. B. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, supaya penelitian lebih terarah, maka perlu adanya pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Penelitian hanya dilakukan di Kantor Bappeda Provinsi Papua Barat dan pihak-pihak yang terkait. 2. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. C. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah Cara Kerja Bappeda Provinsi Papua Barat Dalam Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi cara kerja tersebut? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan cara kerja Bappeda Provinsi Papua Barat dalam Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah 2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi cara kerja Bappeda Provinsi Papua Barat

7 E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperluas wawasan para pembaca, khususnya pengambil kebijakan di lembaga pemerintahan daerah agar mengetahui model yang ideal tentang cara kerja Bappeda dalam koordinasi perencanaan pembangunan daerah yang kemudian mampu diterapkan di daerah dan wilayah masing-masing. 2. Menjadi masukan bagi kepala Bappeda dan seluruh jajarannya dalam membuat langkah kerja serta implementasinya terkait dengan cara kerja dalam koordinasi perencanaan pembangunan di wilayah dan daerah masing-masing. 3. Dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut yang bersifat lebih luas, lebih mendalam dan aplikatif terkait dengan model deskriptif cara kerja Bappeda Provinsi Papua Barat dalam koordinasi perencanaan pembangunan daerah.