BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN. dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makna umum pendidikan adalah sebagai usaha manusia menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. adalah warisan intelektual manusia yang telah sampai kepada kita (Ataha,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan di setiap

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sarana yang dalam prosesnya akan terjadi

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa mendatang. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan guna memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan

I. PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas guna membangun bangsa yang maju. Kesuksesan di bidang pendidikan merupkan awal bangsa yang maju.

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan diantaranya adalah di bidang pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa.

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah suatu pelajaran yang berkaitan dengan ilmu alam dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia yang diperlukan dalam menjalani kehidupan. Melalui pendidikan diharapkan seseorang mampu mempersiapkan dirinya untuk bertanggungjawab baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan juga merupakan kebutuhan yang mendasar bagi kemajuan suatu bangsa. Maju dan berkembangnya suatu negara tergantung dari kualitas pendidikannya. Adanya pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pula, sehingga mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tuntutan kualitas pendidikan tersebut sepatutnya dicapai melalui proses pendidikan, terutama proses pendidikan formal di sekolah. Sains sebagai salah satu pendidikan yang diajarkan di sekolah merupakan suatu pengetahuan yang dapat diterima secara umum sebagai suatu produk ilmiah dimana dalam penemuannya melalui penyelidikan yang terstruktur. Pengajaran sains merupakan proses aktif yang berlandaskan konsep konstruktivisme yang berarti bahwa sifat pengajaran sains adalah pengajaran yang berpusat pada siswa 1

2 (student centered instruction). Pengajaran yang demikian akan membuat proses kegiatan belajar mengajar menjadi tidak hanya searah. Hal ini sesuai dengan Permendikbud No. 69 tahun 2013 yang menyatakan perubahan pembelajaran teacher centered menjadi student centered dengan penekanan pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok berbasis team, sehingga akan terjadi pembelajaran interaktif. Sebagai bagian dari sains, fisika memiliki sumbangan besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, karena fisika memiliki struktur pengetahuan yang diperoleh melalui metode yang teruji. Berdasarkan BSNP (2006) ada dua pertimbangan mengapa fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir sehingga berguna untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Pada dasarnya pembelajaran fisika perlu disesuaikan dengan cara fisikawan terdahulu dalam memperoleh pengetahuan. Pembelajaran fisika dalam pelaksanaannya harus diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh penguasaan yang lebih mendalam. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran fisika

3 lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan berpusat pada siswa. Pengetahuan yang diperoleh sebagai hasil dari pembelajaran tersebut akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya masih banyak proses pembelajaran yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran (Teacher Center Learning). Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan di salah satu MTs menunjukkan bahwa pembelajaran masih dominan pada pemberian informasi dengan metode ceramah dan komunikasi berlangsung satu arah. Selain itu penugasan dilakukan guru dengan memberikan latihan soal-soal kepada siswa. Proses pembelajaran menjadikan guru sebagai pemeran utama atau dengan kata lain pembelajaran berpusat pada guru. Pengetahuan fisika yang diperoleh selama pembelajaran cenderung hanya secara teori. Kegiatan tersebut menimbulkan sebagian besar siswa kurang tertarik mengikuti pelajaran dan memicu siswa menjadi pasif. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berlangsung dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Hal ini sejalan dengan permasalahan dalam penelitian Khalid dan Azeem (2012) bahwa pembelajaran di tingkat universitas juga masih terbiasa menggunakan pembelajaran yang menekankan pada penjelasan teori dan hapalan yang mencirikan penerapan pembelajaran tradisional. Penelitian lain oleh Abdi (2014) menyebutkan bahwa pembelajaran di kelas tradisional sering terlihat kelas didominasi instruksi langsung, pemberian informasi yang secara sepihak dan sebagian besar siswa tidak terlibatkan dalam pembelajaran. Adapula Indahwati dkk (2012) yang menemukan permasalahan di salah satu SMP bahwa dalam

4 penyampaian pembelajaran biasanya guru masih menggunakan metode pembelajaran ceramah yang bersifat yang monoton. Kegiatan pembelajaran seperti di atas menimbulkan sebagian besar siswa kurang tertarik mengikuti pelajaran dan memicu siswa menjadi pasif. Dampak dari hal itu yakni kurangnya kemampuan bertanya siswa. Pengetahuan fisika yang diperoleh selama pembelajaran cenderung hanya secara teori. Hasil belajar yang diperoleh pembelajaran tersebut biasanya hanya untuk kemampuan kognitif saja. Selain itu dalam pembelajaran kegiatan praktikum jarang dilakukan. Penggunaan alat-alat dalam laboratorium masih kurang optimal dikarenakan alat yang belum memadai. Selain itu, kegiatan praktikum dengan menggunakan alat sederhana juga masih jarang dilaksanakan. Hal tersebut menyebabkan kurang terlatihnya kemampuan siswa dalam merumuskan hipotesis dan melakukan percobaan. Kemudian tentu saja kemampuan memperoleh dan menganalisis data hasil percobaan serta menyimpulkan hasil percobaan juga tidak diperoleh siswa. Uraian tersebut menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan meneliti yang dimiliki oleh siswa. Hal yang sama terdapat dalam penelitian Azizah dan Parmin (2012) yang menemukan permasalahan mengenai kemampuan meneliti mahasiswa. Menurut informasi yang mereka peroleh sebenarnya mengenai teori telah diperoleh mahasiswa tersebut sebelumnya, namun belum pernah melakukan latihan meneliti sehingga mahasiswa merasa tidak mampu mengerjakan tugas meneliti. Adapula Sarwi dan Khanafiyah (2010) melakukan penelitian untuk menghasilkan model pengembangan laboratorium inkuiri melalui eksperimen inkuiri terbuka yang dari penelitian ini mahasiswa diharapkan dapat menguasai metode ilmiah melalui kerja ilmiah laboratorium.

5 Masalah keterampilan meneliti ini tentunya harus diatasi. Salah satunya adalah melalui pemilihan model pembelajaran. Upaya melakukan perbaikan atau memilih model pembelajaran yang sesuai sudah menjadi tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran yang dipilih hendaknya melibatkan siswa secara aktif sehingga dapat mengatasi permasalahan yang ada. Untuk itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat berdampak pada kemampuan meneliti siswa. Model pembelajaran inquiry training adalah model yang cocok dipilih untuk mengatasi hal tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang guru MTs di tempat penelitian akan dilaksanakan diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran belum pernah menerapkan model pembelajaran tersebut. Melalui model pembelajaran ini diharapkan kemampuan meneliti siswa dapat dilatih dan ditingkatkan. Kemampuan meneliti siswa dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran aktif yang melibatkan siswa. Para siswa hendaknya dilatih untuk mengembangkan keterampilan proses khususnya keterampilan proses sains. Kurangnya kemampuan meneliti siswa di MTs tempat penelitian akan dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa masih rendah. Penelitian mengenai keterampilan proses sains tersebut telah banyak dilakukan sebelumnya. Salah satunya oleh Ergul et al (2011) yang memfokuskan penelitian pada tingkat keterampilan proses sains siswa sekolah dasar. Selain itu, adapula penelitian Rahayu dkk (2011) yang mengidentifikasi ada masih kurangnya keterampilan proses siswa di SMP Negeri 1 Getasan. Kemudian pentingnya keterampilan proses sains dalam pembelajaran juga melatarbelangi penelitian yang telah dilakukan Hilman (2014).

6 Melalui penerapan model pembelajaran inquiry training diharapkan mampu mengatasi keterampilan proses sains siswa. Hal tersebut dikarenakan kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan model tersebut dilakukan melalui kegiatan mengajukan kegiatan bertanya dimana pertanyaan hanya dapat dijawab dengan kata ya dan tidak. Selain itu kegiatan model ini juga melalui kegiatan eksperimen yang membuat siswa dapat mencoba berbagai cara untuk menyelesaikan eksperimen yang dilakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut akan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Berdasarkan hal itu kemampuan berpikir kreatif siswa menjadi hal yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Hal yang menjadi permasalahan sebelumnya mengenai keterampilan proses sains siswa berdampak pada kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa. Barrow (2010) dalam penelitiannya memaparkan masalah yang berkaitan dengan kreativitas. Menurut informasi yang diperolehnya, melalui kreativitas seseorang akan mencapai jalan menuju penemuan ilmiah sehingga kreativitas perlu ditingkatkan. Penelitian lain yang mengangkat masalah berpikir kreatif dilakukan oleh Cheng (2010), ia menyebutkan bahwa para guru memiliki sedikit pengalaman mengajarkan kreativitas. Hal ini menyebabkan kurangnya pengembangan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul Efek Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Kreatif Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa MTs.

7 1.2. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi masalah yang relevan dengan penelitian ini adalah : 1. Proses pembelajaran fisika masih berpusat pada guru 2. Pembelajaran yang diterapkan masih pembelajaran konvensional 3. Pelaksanaan praktikum masih jarang dilaksanakan 4. Hasil kegiatan pembelajaran yang diukur masih menekankan pada hasil belajar kognitif 5. Kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah 6. Keterampilan proses sains siswa masih rendah 1.3. BATASAN MASALAH Untuk memberi ruang lingkup yang jelas dalam pembahasan, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan di MTs Al Washliyah Medan Krio tahun ajaran 2015/2016. 2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah model pembelajaran inquiry training. 3. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif siswa. 4. Hal yang diamati dalam penelitian adalah keterampilan proses sains siswa.

8 1.4. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa dengan pembelajaran konvensional? 2. Apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif di atas rata rata lebih baik dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif di bawah rata-rata? 3. Apakah ada interaksi model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kreatif dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa? 1.5. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik atau tidak dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa dengan pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif di atas rata rata lebih baik atau tidak dibandingkan dengan keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif di bawah rata-rata.

9 3. Untuk mengetahui interaksi model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kreatif dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. 1.6. MANFAAT PENELITIAN 1.6.1. Manfaat Praktis : Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi kepada sekolah tentang kelebihan model pembelajaran inquiry training dan kemampuan berpikir kreatif dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa. 2. Membantu guru dalam menambah wawasan untuk menerapkan model pembelajaran yang relevan. 1.6.2. Manfaat Teoritis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memodifikasi model pembelajaran inquiry dengan memasukkan variabel lain dalam penelitian selain kemampuan berpikir kreatif. 2. Sebagai referensi penelitian lanjutan. 1.7. DEFENISI OPERASIONAL Istilah yang digunakan dalam penelitian ini dibuat defenisi operasionalnya sebagai berikut : Model pembelajaran inquiry training adalah suatu model pembelajaran berdasarkan proses ilmiah yang membawa siswanya ke dalam latihanlatihan. Adapun tahapan dalam pelaksanaan model pembelajaran inquiry

10 training meliputi menghadapkan pada masalah, pengumpulan data verifikasi, pengumpulan data eksperimen, mengolah dan merumuskan suatu penjelasan serta analisis proses inquiry. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan menciptakan sesuatu, memberikan gagasan-gagasan dan melihat hubungan-hubungan yang baru menggunakan sesuatu yang telah ada dengan cara yang baru dan langka. Adapun indikator berpikir kreatif meliputi berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinal dan berpikir terperinci. Keterampilan proses sains adalah keterampilan dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang terkait dengan sains dengan menerapkan metode ilmiah untuk memperoleh fakta, konsep maupun pengembangan konsep. Adapun indikator keterampilan proses sains meliputi mengobservasi, mengumpulkan dan mengorganisasi data, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, merumuskan dan menguji hipotesis, merumuskan penjelasan, dan menarik kesimpulan.