BAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. negara, dan Indonesia menduduki tempat ke-6, dengan jumlah kasus 6 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. HIV/AIDS, diare, dan malaria (UNICEF, 2016). Di Indonesia, prevalensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Pengambilan data berupa sampel swab nasofaring dan kuesioner diadakan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru (Pneumonia)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit

ABSTRAK PREVALENSI GEN OXA-24 PADA BAKTERI ACINETOBACTER BAUMANII RESISTEN ANTIBIOTIK GOLONGAN CARBAPENEM DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Kolonisasi bakteri merupakan keadaan ditemukannya. koloni atau sekumpulan bakteri pada diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. yang resisten terhadap minimal 3 kelas antibiotik. 1 Dari penelitian yang

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. 1. merupakan pneumonia yang didapat di masyarakat. 1 Mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. invasif secara umum dikenal sebagai infeksi daerah operasi (IDO). 1. dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus adalah bakteri gram positif. berbentuk kokus. Hampir semua spesies Staphylococcus

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Klebsiella pneumoniae. Gamma Proteobacteria Enterobacteriaceae. Klebsiella K. pneumoniae. Binomial name Klebsiella pneumoniae

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang disebabkan oleh bakteri terutama Streptococcus pneumoniae,

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. adalah penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

4. HASIL. Tabel 4.1. Jumlah isolat dari Bangsal Bedah RSUPNCM tahun No Kode Organisme Jumlah Isolat eco Escherichia coli

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran napas bawah masih tetap menjadi masalah utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menyebutkan pneumonia setiap tahunnya menyebabkan kematian sekitar 1,2 juta atau 18% dari seluruh penyebab kematian anak dibawah usia 5 tahun. 1 Di Indonesia berdasar data Riskesdas 2007, pneumonia menjadi penyebab kematian kedua setelah diare pada balita, yaitu sebesar 15,5 % dari seluruh penyebab kematian balita. 2 Permasalahan mengenai pneumonia saat ini menjadi semakin kompleks dengan adanya bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik sehingga menimbulkan masalah pada penatalaksanaan pasien terutama berkaitan dengan terapi. 3 Pneumonia mengambil peran dalam infeksi paru pada komunitas atau yang disebut Community Acquired Pneumonia (CAP), juga menggakibatkan infeksi nosokomial yang dikenal dengan Hospital Acquired Pneumonia (HAP). Penelitian Community Acquired Pneumonia (CAP) di Belanda mengidentifikasi bakteri patogen yang khas menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae (18-40%), Haemophilus influenzae (3-8%). Penelitian Community Acquired Pneumonia (CAP) di Thailand (1998 2001) menunjukan penyebab tersering pneumonia adalah S. pneumoniae 1

2 (22%) dan Chlamydia pneumoniae (16%). 4 Penelitian penyebab pneumonia di Indonesia didominasi oleh Bakteri Gram Negatif, berbeda dengan negara barat yang didominasi oleh Bakteri Gram Positif. Penelitian Community Acquired Pneumonia in Indonesia ( CAPSIN ) yang diadakan di Semarang (2007 2009) menunjukan bahwa peran S. pneumoniae sebagai penyebab pneumonia hanya kurang dari 13%, sedangkan Klebsiella pneumoniae memiliki peran sebanyak 40% sebagai penyebab CAP pada orang dewasa. 5 Penelitian di Bandung menunjukkan peran K. pneumoniae sebagai etiologi CAP pada anak dibawah 5 tahun sebesar 8%. 6 Pneumonia dapat didahului oleh kolonisasi bakteri respiratori patogen pada nasofaring atau orofaring. Adanya kolonisasi bakteri respiratori patogen pada nasofaring atau orofaring merupakan sumber infeksi pertama sebelum menyebar ke lokasi lain pada saluran napas. 7 Pada manusia, Klebsiella sp. ditemukan di traktus gastrointestinal dan traktus respiratori. Klebsiella sp. hidup secara saprofit dalam nasofaring manusia sebesar 1-6%, sedangkan deteksi pada sampel feces ditemukan sebesar 5-38%. 8 Penelitian oleh Hikmawati (2010) didapatkan pola kolonsasi Enterobacteriaceae pada nasofaring usia dewasa (25,3%) dan pada balita sebesar (10,3%). 9 Masalah infeksi oleh Klebsiella sp. menjadi semakin kompleks dengan ditemukannya Carbapenem Resistant K. Pneumonia (CRKP) dan adanya peran Klebsiella sp. sebagai bakteri penghasil Extended Spektrum Beta Laktamase (ESBL). Penelitian oleh Sanchez et al (2013) tentang peningkatan terbesar dalam resistensi obat antimikroba K. pneumoniae didapati

3 peningkatan resisten K. pnumoniae terhadap aztreonam (7,7% menjadi 22,2%), ceftazidime (5,5% menjadi 17,2%) dan ciprofloxacin (5,5% menjadi 16,8%). 3 Perubahan resistensi relatif lebih kecil terhadap tetrasiklin (14,2% menjadi 16,7%) dan amikacyn (0,7% menjadi 4,5%). 3 Penelitian resistensi Bakteri Gram Negatif di Indonesia oleh Rizal (2010) didapati total resistensi Bakteri Gram Negatif sebesar 67,8%. 10 Klebsiella sp. mampu memproduksi ESBL yang dapat melumpuhkan kerja berbagai jenis antibiotik. Penelitian di Saudi Arabia oleh Kader et al (2010) pada 3.231 isolat Gram Negatif didapati sebanyak 6% Multi Drugs Resistant (MDR) dan 4,8% kuman ESBL. Kuman ESBL ditemukan pada Escherechia coli 6,5% dan Klebsiella sp. 5,4%. 11 Penelitian oleh Shoba et al (2010) pada 300 sampel urin pasien infeksi saluran kemih didapatkan 37% Klebsiella sp. menghasilkan ESBL. 12 Pola resistensi bakteri yang relatif berubah dan meningkat setiap tahun menjadi alasan perlunya memonitor penggunaan antibiotik sebagai terapi empiris dalam menekan tingkat resistensi maupun meningkatkan efisiensi kerja terapi. Terjadinya resistensi dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain status gizi, lokasi tempat tinggal, riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan terakhir. 13-15 Pemakaian antibiotik yang tidak bijak dapat menimbulkan peningkatkan resistensi. 14 Persamaan pembahasan tentang faktor lokasi tempat tinggal terhadap perbedaan pola kepekaan antibiotik, penelitian oleh Nurhani (2010) menunjukkan strain Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada SD di perkotaan dengan sosial ekonomi tinggi sebesar

4 46,2% dan pada dua SD di pinggiran dengan sosial ekonomi rendah sebesar 23,7% dan 26,5%. 16 Berdasarkan penelitian di atas pertimbangan kesamaan lokasi tempat tinggal balita dan riwayat antibiotik 3 bulan terakhir sangatlah mungkin terjadi perbedaan pola kepekaan terhadap antibiotik pada balita yang tinggal di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang. Tingginya insiden pneumonia pada balita dan pengelolaan infeksi pneumonia yang rumit akibat peningkatan resistensi terhadap antibiotik menjadi masalah serius. Oleh karena itu data mengenai pola kepekaan terhadap antibiotik diperlukan untuk tatalaksana terapi empirik pneumonia pada anak. Tujuan dari penelitian ini adalah membedakan pola kepekaan terhadap antibiotik pada Klebsiella sp. yang mengkolonisasi nasofaring balita menurut lokasi tempat tinggal dan riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan terakhir. 1.2. Permasalahan penelitian 1. Apakah terdapat perbedaan pola kepekaan terhadap antibiotik pada Klebsiella sp. yang mengkolonisasi nasofaring balita yang tinggal di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang? 2. Apakah terdapat perbedaan pola kepekaan terhadap antibiotik pada Klebsiella sp. yang mengkolonisasi nasofaring balita dengan dan tanpa mengkonsumsi antibiotik 3 bulan terakhir di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang?

5 1.3. Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan pola kepekaan terhadap antibiotik pada Klebsiella sp. yang mengkolonisasi nasofaring balita menurut lokasi tempat tinggal dan pemakaian antibiotik 3 bulan terakhir yang tinggal di daerah tengah dan pinggir Kota Semarang. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Menguji perbedaan pola kepekaan Klebsiella sp. pada nasofaring balita di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang terhadap amoxcillin clavulanic acid, cefotaxime, ciprofloxacin, chloramphenicol, cotrimoxasol, gentamicin. 2. Menguji perbedaan pola kepekaan Klebsiella sp. pada nasofaring balita dengan dan tanpa riwayat pemakaian antibiotik dalam 3 bulan terakhir di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang. 1.4. Manfaat penelitian 1.4.1 Pengembangan ilmu pengetahuan Menambah pengetahuan dan data tentang perbedaan prevalensi dan pola kepekaan antibiotik kolonisasi bakteri Klebsiella sp. pada nasofaring balita yang tinggal di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang sehingga dapat menjadi data awal untuk penelitian selanjutnya.

6 1.4.2 Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan Membantu petugas kesehatan dalam memahami prevalensi dan pola kepekaan antibiotik Klebsiella sp. sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan terhadap pneumonia. 1.5. Keaslian penelitian Dalam penelitian ini akan disampaikan perbedaan prevalensi dan pola kepekaan antibiotik pada Klebsiella sp. yang mengkolonisasi nasofaring balita di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah sesuai disebutkan tabel berikut:

7 Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul Penelitian Perbedaan pola kolonisasi bakteri patogen respiratori pada nasofaring anak anak dan orang tua sehat Peneliti: Hikmawati (2010) Perbedaaan pola kepekaan terhadap antibiotik pada Klebsiella sp. yang mengkolonisasi nasofaring balita. Peneliti: Dewi Ayu Kusuma Waktu / Tempat 2010 Semarang 2013 Semarang Subyek Variabel Hasil Masyaraka t sehat bertempat tinggal di beberapa RT Kota Semarang. Jumlah subyek : 150 Balita yang tinggal di daerah tengah kota dan pinggiran kota Semarang Jumlah subyek : 174 Variable bebas: kelompok usia orang sehat Variable tergantung: kolonisasi bakteri patogen respiratori Variabel bebas: balita yang tinggal tengah kota dan mudah mendapat pelayanan kesehatan, balita yang tinggal di pinggir kota dan sulit mendapat pelayanan kesehatan. Variabel tergantung: kolonisasi Klebsiella sp. pada nasofaring balita, pola resistensi terhadap amoxcillin clavulanic acid, cefotaxime, ciprofloxacin, chloramphenico l, cotrimoxasol, gentamicin. Prevalensi kolonisasi bakteri potensial patogen respiratori pada nasofaing anak anak dan orang tua sehat berturut turut adalah Streptococcus pneumoniae 45,3% dan 10,7%, Haemophylus influenzae 12% dan 1,3%, Enterobacteriaceae 10,7% dan 25,3%, Staphylococcus aureus 6,7% dan 8%, Moraxella catharalis 5,3% dan 2,7%. Tidak terdapat perbedaan pola kepekaan terhadap antibiotik cefotaxime, multidrug resistant, amoxicillinclavulanic acid, ciprofloxacin, chloramphenicol, trimethoprimsulfamethoxazole, gentamicin pada Klebsiella sp. yang mengkolonisasi nasofaring balita yang tinggal di daerah tengah dan pinggiran kota Semarang (p>0,05). Presentasi kepekaan antibiotik keseluruhan didapatkan amoxcilin-clavulanic acid, cefotaxime, MDR sebesar 100%, trimehropimsulfamethoxazole 60%, gentamicin dan chlorampenicol sebesar 40%, ciprofloxacin 20%.

8