Most Livable City Index, Tantangan Menuju Kota Layak Huni

dokumen-dokumen yang mirip
INDONESIA MOST LIVEABLE CITY INDEX 2011

PENYUNTING : Ir. Bernardus Djonoputro Ir. Irwan Prasetyo, PhD Ir. Teti Armiati Argo, PhD Ir. Djoko Muljanto Dhani Muttaqin, ST

MLCI tahun 2011: menghadapi tantangan dekade kedua abad 21

BAB I PENDAHULUAN. atau daerah (Timmer, 2005). Kota layak huni merupakan kota dengan kondisi

Instrumen Perhitungan Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Akibat Konversi Lahan

Indonesia Livable City Index 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan menjelaskan kerangka awal dan tahapan pelaporan pelaksanaan penelitian untuk memberikan gambaran mengenai apa dan

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

KAJIAN KONDISI LAYAK HUNI KOTA BALIKPAPAN BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT. Padma Sekar Annisa

INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN

Rusunawa Buruh di Kawasan Industri Mangkang Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rilis PUPR #1 7 November 2017 SP.BIRKOM/XI/2017/544. Komitmen 27 Kepala Daerah Membangun Kota Dengan Perencanaan dan Penganggaran yang Transparan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Membangun Wilayah yang Produktif

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. menstimulus terciptanya sumber perekonomian baru. Bahkan pariwisata dapat di

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentang budaya yang di timbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami. Dengan

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

EFISIENSI PENGGUNAAN SUMBER DAYA PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN VISI : Menuju Sidoarjo Sejahtera, Mandiri, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. menjadi fokus utama di abad ke-21 ini. Saat kota-kota di dunia tumbuh, penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kota-kota di Indonesia tengah mengalami perkembangan populasi yang sangat

BAB I PENGANTAR. menjadi sub sektor andalan bagi perekonomian nasional dan daerah. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB V ANALISIS TINGKAT KESIAPAN KOTA SURAKARTA TERHADAP DIMENSI MOBILITAS CERDAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

KANTOR SEWA DENGAN TEMA PERKANTORAN TAMAN DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kompleksitas seluruh permasalahan perkotaan. Permasalahan kota yang

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V I 19

BAB VI RINGKASAN TEMUAN, KONTRIBUSI TEORITIK, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. besar pengaruh kepemimpinan, lingkungan kerja, motivasi kepuasan kerja

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan Prasarana Transportasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

NOMOR : 08 Tahun 2015 TANGGAL : 22 Juni 2015 TENTANG : RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA BOGOR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

PENDAHULUAN. Kota adalah suatu wilayah yang akan terus menerus tumbuh seiring

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

VISI MISI TUJUAN DAN SASARAN. Visi dari pemerintahan daerah hendaknya tidak lepas dari

Kriteria Kota Ideal berdasarkan Persepsi Masyarakat

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

Profil Responden Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

Walikota dan Wakil Walikota Samarinda. Periode

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengantar Edisi Khusus 55 Tahun Pendidikan Planologi: Pembangunan Kota Inklusif di Era Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diketahui tidak dapat hidup sendiri

INDEKS PERSEPSI KORUPSI INDONESIA 2017Survei Di Antara Pelaku Usaha. Survei di antara Pelaku Usaha 12 Kota di Indonesia

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN PADA ACARA FORUM KONSULTASI PUBLIK PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2018 TANGGAL : 19 JANUARI 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA PUBLIK DENGAN AKTIVITAS REKREASI MASYARAKAT PENGHUNI PERUMNAS BANYUMANIK TUGAS AKHIR. Oleh : FAJAR MULATO L2D

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

BAB IV TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Mei Divisi Statistik Sektor Riil 1. Metodologi PESIMIS OPTIMIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SURVEI KONSUMEN. Optimis. Pesimis. Kenaikan Harga BBM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B

Transkripsi:

Most Livable City Index, Tantangan Menuju Kota Layak Huni Dani Muttaqin, ST* Kota, kota, kota. Pada umumnya orang akan setuju kota merupakan tempat dimana mereka dapat merealisasikan setiap mimpi. Kota juga dianggap tempat yang menawarkan berbagai kesenangan dan kemewahan. Citra kota masih begitu baik di mata sebagian penduduk suburban. Pandangan-pandangan tersebut lah yang pada akhirnya memancing terjadinya urbanisasi. Pada tahun 2008-2009 diperkirakan lebih dari setengah jumlah penduduk dunia berdomisili di kawasan perkotaan. Di Indonesia sendiri, diperkirakan pada tahun 2015 jumlah penduduk di perkotaan akan melampaui jumlah penduduk di daerah pedesaan. Gambar Proyeksi Pertambahan Jumlah Penduduk Perkotaan Indonesia Di satu sisi, hadirnya kaum pendatang di suatu kota dapat menggerakkan sektor ekonomi. Namun, di sisi lain pertambahan penduduk kota yang semakin cepat akan berujung pada tingkat intensitas aktifitas warga kota yang semakin intensif, sehingga memberikan tekanan yang semakin besar terhadap ruang dan pemenuhan kebutuhan berbagai macam infrastruktur dan fasilitas perkotaan. Pertambahan jumlah penghuni kota perlu mendapat penanganan tepat. Jika tidak, akan memicu berbagai permasalahan perkotaan mulai dari fisik kota sampai pada permasalahan yang akan berdampak pada berkurangnya tingkat kenyamanan hidup diwilayah tersebut. Padahal seharusnya semakin berkembang dan maju suatu kota, maka tingkat kenyamanan hidup di kota tersebut semakin meningkat. Kondisi ini lah yang harus menjadi identitas kota Indonesia di masa depan, menjadi kota yang berkembang & maju diiringi tingkat livabity yang tinggi. Livable City Saat ini banyak warga kota yang mengeluhkan ketidaknyamanan lingkungan tempat tinggal mereka, mulai dari masalah kemacetan, tidak terawatnya fasilitas umum hingga masalah kebersihan lingkungan. Dalam kondisi seperti itu, setiap orang mendambakan sebuah kota yang nyaman dan memang layak untuk dihuni. Mereka menginginkan Livable city. Livable city, kota layak huni. Setiap orang tentu mempunyai kriteria tersendiri tentang hal ini. Hahlweg, seorang ahli tata kota mendefinisikan Livable City sebagai... a city where I can have a healthy life and where I have the chance for easy mobility The liveable city is a city for all people.

Dapat dikatakan bahwa Livable City merupakan gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktifitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll). Most Livable City Index Lalu, bagaimana dengan kota-kota di Indonesia? Apakah mereka dapat digolongkan dalam Livable City? Pada akhir tahun 2009 Ikatan Ahli Perencana (IAP) merilis Most Livable City Index. Most Livable City Index merupakan sebuah indeks tahunan yang menunjukkan tingkat kenyamanan warga kota untuk tinggal, menetap dan beraktivitas di suatu kota yang ditinjau dari berbagai aspek perkotaan. Indeks ini dihasilkan dengan dengan pendekatan : Snapshot, Simple and Actual yang dilakukan melalui popular survey kepada 1200 warga di 12 Kota Besar di Indonesia. Penelitian dilakukan di 12 kota besar, yaitu : Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Menado, Makassar dan Jayapura. Kriteria yang digunakan dalam survey ini didasarkan pada hasil Simposium Nasional : Masa Depan Kota Metropolitan Indonesia yang diadakan di kota Medan 4 Desember 2008 lalu, dimana terdapat tujuh variabel utama perkotaan, yaitu: Fisik Kota, Kualitas Lingkungan, Transportasi Aksesibilitas, Fasilitas, Utilitas, Ekonomi dan Sosial. Berpedoman pada tujuh variabel tersebut, kemudian ditetapkan 25 kriteria penentuan liveable city seperti berikut ini: No. Kriteria 1 Kualitas Penataan Kota 2 Jumlah Ruang Terbuka 3 Perlindungan Bangunan Bersejarah 4 Kualitas Kebersihan Lingkungan 5 Tingkat Pencemaran Lingkungan 6 Ketersediaan Angkutan Umum 7 Kualitas Angkutan Umum 8 Kualitas Kondisi Jalan 9 Kualitas Fasilitas Pejalan Kaki 10 Ketersediaan Fasilitas Kesehatan 11 Kualitas Fasilitas Kesehatan 12 Ketersediaan Fasilitas Pendidikan 13 Kualitas Fasilitas Pendidikan 14 Ketersediaan Fasilitas Rekreasi 15 Kualitas Fasilitas Rekreasi 16 Ketersediaan Energi Listrik 17 Ketersediaan Air Bersih 18 Kualitas Air Bersih 19 Kualitas Jaringan Telekomunikasi 20 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan

No. Kriteria 21 Tingkat Aksesibilitas Tempat Kerja 22 Tingkat Kriminalitas 23 Interaksi Hubungan Antar Penduduk 24 Informasi Pelayanan Publik 25 Ketersediaan Fasilitas Kaum Diffable Hasilnya, berdasarkan survey yang dilakukan terhadap warga di masing-masing kota diketahui bahwa hanya 54,17 % penduduk kota-kota di Indonesia yang disurvey merasa nyaman tinggal di kotanya. Ini memperlihatkan bahwa kota-kota tersebut masih berada dalam kondisi yang jauh dari kondisi nyaman di mata warganya. City index Kota Yogyakarta merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 65,34. Sedangkan city index yang paling rendah, yaitu Kota Pontianak dengan city index 43,65. Gambar Liveable City Index 12 Kota Besar Sumber : Litbang MLCI IAP, 2009 Berikut adalah hasil survey di 12 kota dengan tujuh indikator kenyamanan yang dimaksud:

Survey Most Livable City Index juga menelurkan sembilan poin penting mengenai kenyamanan kota-kota di Indonesia menurut warganya. Pertama, kota dengan indeks tertinggi. Persepsi penduduk di kota Yogyakarta (65,34), Menado (59,9), Makassar (56,52), Bandung (56,37) menyatakan bahwa kotanya berada dalam kondisi yang relatif cukup nyaman, di atas rata-rata index kotakota lain di Indonesia. Kedua, kota dengan indeks terendah. Persepsi penduduk kota di Palangkaraya (52,04), Jakarta (51,90) dan Pontianak (43,65) menyatakan bahwa kotanya berada dalam kondisi yang tidak nyaman dan berada di bawah angka rata-rata index kota di Indonesia. Ketiga, indeks untuk penataan kota. Kota Palangkaraya memiliki angka prosentase tertinggi dipersepsikan oleh warganya memiliki penataan kota yang baik, yaitu sebanyak 51 %. Kota dengan persepsi terendah untuk aspek tata kota adalah Kota Bandung hanya 3 %. Keempat, minimnya ketersediaan fasilitas untuk penyandang cacat. Dalam hal ini semua kota belum memberikan fasilitas yang memadai bagi penyandang cacat. Buruknya fasilitasi bagi penyandang cacat ini dapat diartikan pula bahwa semua kota belum memiliki fasilitasi yang baik bagi kaum manula dan ibu hamil, padahal mereka semua juga merupakan warga kota yang harus diperhatikan. Kelima, semua kota dirasakan tidak nyaman pada aspek fisik, yaitu penataan kota yang buruk, kurangnya RTH, tingginya tingkat pencemaran lingkungan serta rendahnya kualitas kebersihan kota. Misalnya saja, untuk kriteria penataan ruang, Bandung dinilai oleh warganya sebagai yang paling buruk, yaitu 97 % warga Bandung menilai kualitas tata kota Bandung buruk. Dalam hal ketersediaan RTH, Kota Jakarta dinilai oleh warganya sebagai yang paling minim RTH yaitu 90 % warga kota berpendapat bahwa jumlah RTH di Jakarta kurang. Kemudian untuk kualitas kebersihan kota, 90 % warga Bandung menilai bahwa kualitas

kebersihan Kota Bandung sangat buruk. Sedangkan untuk kriteria pencemaran lingkungan, 87 % warga Surabaya menilai bahwa tingkat pencemaran di Surabaya tinggi. Keenam, hampir semua kota dipersepsikan oleh warganya memiliki fasilitas pendidikan dan kesehatan yang baik. Hal ini bisa bisa dimengerti karena 12 kota yang diteliti merupakan kota besar yang merupakan ibukota provinsi dengan kelengkapan fasilitas yang baik. Ketujuh, hampir semua kota dianggap memiliki masalah dalam ketersediaan lapangan kerja. Ini merupakan salah satu dari dampak urbanisasi yang terjadi di setiap kota besar yang menyebabkan tingkat persaingan dalam mendapatkan pekerjaan semakin tinggi. Pada akhirnya hal ini akan berdampak pada semakin meningkatnya tingkat kemiskinan di kota besar. Kota yang dipersepsikan warganya memiliki ketersediaan paling rendah adalah Jakarta. Sebesar 90% warga Jakarta berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja di Jakarta buruk. Kedelapan, hampir semua kota dianggap oleh warganya memiliki kualitas angkutan umum yang buruk, meskipun dari sisi ketersediaan beberapa kota dinilai memadai. Salah satu contohnya adalah Kota Bandung. Kota Bandung dipersepsikan warganya memiliki ketersediaan angkutan umum yang baik (89%) tetapi hanya 23 % warga yang berpendapat bahwa kualitas angkutan umum Kota Bandung baik. Terakhir, mayoritas warga kota berpendapat bahwa tingkat kriminalitas merupakan permasalahan di kawasan perkotaan. Kota kota yang dipersepsikan memiliki tingkat kriminalitas tinggi oleh warganya adalah Kota Makassar, Jayapura, Surabaya dan Jakarta, sedangkan kota yang dipersepsikan memiliki tingkat kriminalitas rendah oleh warganya adalah Menado, Bandung dan Palangkaraya. Livable Sebagai Identitas Kota Masa Depan Indonesia Persepsi warga kota yang digambarkan dalam Indonesia Most Liveable City Index 2009 menunjukan bahwa kota-kota besar Indonesia saat ini dirasakan warganya masih berada dalam tahap yang tidak nyaman. Kondisi di masa depan akan semakin tidak nyaman apabila tidak ada tindakan berani, kreatif dan progresif dari para pemimpin kota untuk mengambil dan menerapkan kebijakan pembangunan kota yang berani. Begitupun dengan pihak warga. Masyarakat harus paham, mengerti dan menjalankan kewajiban sebagai warga kota yang baik, tidak sekedar menjadi masyarakat kota saja tetapi benar-benar menjadi warga kota (citizen) yang turut mewujudkan kenyamanan kota. Warga kota juga harus memainkan peranan sebagai perencana, pelaku dan pengawas pembangunan kota. Dalam dekade ini partisipasi warga dalam proses perencanaan pembangunan kota menjadi suatu hal yang strategis dalam mengubah dan merumuskan kebijakan publik pengembangan perkotaan. Pemerintah kota dan masyarakat harus bersatu bekerjasama mewujudkan Kota Masa Depan Indonesia yang Livable.