BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan dan pembangunan di Indonesia setelah masa kejayaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka merespon tuntutan masyarakat menuju good governance,

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan dalam sebuah laporan penelitian menyajikan latar

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan akuntabilitas pada instansi pemerintah semakin meningkat. Selain itu tuntutan yang

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai pengukuran kinerja dewasa ini menjadi perhatian di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kinerja pemerintah dalam mengelola sumber daya publik. Perubahan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Informasi yang didistribusikan kepada masyarakat harus bersifat tulus,

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. hasil pengujian penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

B A B 1 P E N D A H U L U A N

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pemikiran yang mendasari teori institusional (Institutional Theory) adalah

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN. dari simpulan hasil penelitian, implikasi hasil penelitian, keterbatasan penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

Bab I PENDAHULUAN. berkeadilan sosial dalam menjalankan aspek-aspek fungsional dari

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan politik di Indonesia saat ini mewujudkan administrasi negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara telah mendorong pemerintah. baik pusat maupun daerah untuk lebih bersungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi rumusan masalah penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah menjadi sangat penting. Masyarakat berharap bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini semakin meningkat tuntutan masyarakat kepada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. harus bisa menyediakan public goods and services dalam memenuhi hak setiap

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 LATARBELAKANG. adanya era reformasi dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kegiatan operasional yang lebih efisien dan efektif ( Ali dan Green,

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik (good government governance)

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berfokus pada penggunaan sistem pengukuran kinerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metoda campuran ( mixed method), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem pemerintahan dan pembangunan di Indonesia setelah masa kejayaan orde baru telah mengalami banyak perubahan. Dalam pelaksanaannya, Indonesia yang menggunakan sistem sentralistik (Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18), sekarang lebih mengacu pada pelaksanaan otonomi daerah, sistem desentralisasi fiskal, dekonsentrasi, dan tugas pembangunan. Perubahan ini tertuang dalam Tap MPR Nomor: XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Kekuasaan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR tersebut menjadi landasan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang sudah direvisi menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang- Undang No. 25 tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Mardiasmo, 2002). Penerapan kedua undang-undang ini akan memberikan kewenangan atau otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab terhadap pemerintah. Kewenangan yang luas yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (pemda) untuk membangun daerah yang mandiri bertujuan agar suatu daerah mampu menghasilkan kualitas kinerja dalam pengelolaan sumber daya daerah yang efisien dan efektif dalam menciptakan pemerintahan yang baik (good 1

governance). Hasil dari pengelolaan sumber daya daerah oleh masing-masing pemerintah daerah akan dilaporkan dalam bentuk laporan akuntabilitas atau laporan pertanggungjawaban yang dilakukan secara periodik (Effendi, 2006). Laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah yang efisien, efektif, dan ekonomis (value for money) merupakan bentuk dari akuntabilitas suatu daerah. Laporan pertanggungjawaban pemda sebagai wujud akuntabilitas daerah adalah bentuk dari semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Pemerintah menganggap bahwa dengan adanya akuntabilitas maka mampu memberikan perubahan kinerja di instansi pemerintahan yang lebih baik, atau sering dikenal dengan istilah Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). AKIP merupakan wujud dari pertanggungjawaban instansi pemerintah atas pelaksanaan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang dilakukan secara periodik. Kondisi ini melahirkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 239/IX/6/8/2003 mengenai Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pemerintah dapat memberikan pertanggungjawaban atas kinerja yang dilakukan kepada masyarakat berupa informasi dalam bentuk LAKIP. LAKIP melatarbelakangi lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel dapat menciptakan good governance. Permendagri diatas menunjukkan bahwa akuntabilitas kinerja suatu daerah didukung oleh 2

pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel (akuntabilitas keuangan). Namun, dalam beberapa penelitian sebelumnya terdapat perbedaan pandangan mengenai hubungan antara akuntabilitas kinerja dan akuntabilitas keuangan. Penelitian Soleman (2007) menyatakan bahwa akuntabilitas keuangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap akuntabilitas kinerja. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Riantiarno dan Azlina (2011) yang menguji pengaruh penerapan akuntabilitas keuangan dan ketaatan pada peraturan perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, menunjukkan bahwa akuntabilitas keuangan tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Akuntabilitas publik dapat tercermin dari anggaran berbasis kinerja. Parhusip (2007) menyatakan bahwa akuntabilitas publik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja diatur dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2003 mengenai keuangan negara atau daerah, bahwa rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai berlandaskan asas kinerja. Anggaran berbasis kinerja bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik terhadap pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah. Anggaran daerah yang baik digunakan sebagai dasar dalam pengukuran kinerja serta untuk memperoleh informasi kinerja yang valid dan akurat dalam penyusunan laporan kinerja. Dalam pengukuran kinerja, anggaran yang berorientasi pada hasil menekankan pada pemikiran logis dan rasional dalam menghadapi perubahan organisasi. Organisasi dapat menggunakan perencanaan rasional dalam mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas dalam keseluruhan organisasi (Julnez dan Holzer, 2001). 3

Beberapa penelitian sektor publik di Indonesia mulai menguji pada ukuran indikator dalam pengimplementasian anggaran berbasis kinerja. Izzaty (2011) menjelaskan implementasi anggaran berbasis kinerja dipengaruhi oleh faktor gaya kepemimpinan dan kualitas sumber daya manusia di Badan Layanan Umum. Menggunakan faktor rasional dari Julnez dan Holzer (2001), Asmadewa (2007) melakukan penelitian dengan menguji aspek rasional terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja di pemerintah pusat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek rasional sumber daya dan informasi berpengaruh terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja, sedangkan faktor rasional orientasi tujuan menunjukkan tidak adanya pengaruh. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Achyani dan Cahya (2011), yang masih menggunakan aspek rasional dari Julnez dan Holzer (2001) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa implementasi anggaran berbasis kinerja hanya dipengaruhi oleh aspek rasional sumber daya dan informasi. Shick, 1971 dalam Willoughby dan Melkers, 2001 menjelaskan bahwa anggaran berbasis kinerja mempunyai hubungan dengan masalah-masalah institutional dari reformasi anggaran. Pengaruh institutional juga dijelaskan Frumkin dan Galaskiewicz (2004) yang berpandangan bahwa ukuran indikator yang kurang tepat dan tetap digunakan oleh pemda dalam menyusun indikator kinerja disebabkan karena adanya pengaruh tekanan institutional. Tekanan institutional pemerintah daerah dipengaruhi oleh adanya isu institutional isomorfisme (DiMaggio dan Powell, 1983), seperti halnya pemerintah daerah tetap menjalankan peraturan karena adanya pengaruh politik dan masalah legitimasi (isomorfisme koersif), adanya ketidakpastian standar sehingga cenderung untuk 4

meniru-niru (isomorfisme mimetic), dan rasa profesionalisme (isomorfisme normatif). Tekanan institutional isomorfisme yang tinggi dapat menyebabkan implementasi anggaran berbasis kinerja di instansi pemerintah daerah menjadi kurang berjalan secara efektif sehingga dapat berdampak pada akuntabilitas suatu daerah. Anggaran sangat berkaitan erat dengan keuangan. Implementasi anggaran berbasis kinerja yang kurang berjalan dengan efektif maka dapat mempengaruhi kualitas akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja daerah. Berdasarkan penjelasan serta pertimbangan atas perkembangan penelitian sebelumnya yang masih beragam dan terbatas, maka untuk mengevaluasi implementasi anggaran berbasis kinerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut. Hal ini untuk mengetahui apakah pendekatan anggaran berbasis kinerja sudah berjalan secara efektif sehingga mampu meningkatkan akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja suatu daerah. Penelitian ini dilakukan dengan menguji pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas sektor publik (keuangan dan kinerja) suatu daerah, dengan menggunakan aspek rasional ( faktor sumber daya, faktor informasi, faktor orientasi tujuan) dan faktor gaya kepemimpinan. Ukuran indikator ini dipilih karena faktor kepemimpinan, sumber daya, orientasi tujuan merupakan bagian dari masalah institusional yang berhubungan dengan anggaran berbasis kinerja (Shick, 1971 dalam Willoughby dan Melkers, 2001). Selain itu, faktor sumber daya, faktor informasi dan faktor orientasi tujuan merupakan bagian dari aspek rasional yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi (Julnez dan Holzer, 2001). Penelitian terdahulu juga masih terbatas menguji pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas 5

publik dan belum menguji hubungan implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja. Adanya mixs dari hasil penelitian sebelumnya yang menguji akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja yang menjadi salah satu dasar penelitian ini dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori institutional (Scott, 2008) isomorfisme koersif, isomorfisme mimetik dan isomorfisme normatif (DiMaggio dan Powell, 1983). Adanya tekanan institusional dalam pemerintahan merupakan fenomena baru dan teori institutional isomorfisme juga masih jarang digunakan dalam penelitian sektor publik di Indonesia. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda campuran (mix method). Metoda campuran adalah metoda yang dianggap mampu dalam menjelaskan fenomena institutional isomorfisme di pemerintahan (Creswell, 2012) dan metoda ini juga belum banyak digunakan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian dilakukan di badan, kantor dan dinas di Satuan Kerja Perangkat Desa (SKPD) Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diantaranya Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Peneliti memilih melakukan penelitian di DIY karena secara peraturan daerah, wilayah-wilayah tersebut sudah menerapkan implementasi anggaran berbasis kinerja. Sampel dalam penelitian adalah para pejabat pengguna anggaran atau pejabat yang diberi kewenangan atas penggunaan anggaran (Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 10). Pengujian dilakukan menggunakan alat analisis Partial Least Square (PLS). 6

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka judul penelitian ini adalah IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA DAN AKUNTABILITAS SEKTOR PUBLIK, Studi pada Pemerintah DIY. 1.2. Rumusan Masalah Indonesia mulai menggunakan pendekatan anggaran berbasis kinerja sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang keuangan negara atau daerah yang menyatakan bahwa rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai berlandaskan asas kinerja. Anggaran berbasis kinerja bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik terhadap pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah. Lahirnya Undang-Undang tersebut diikuti dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan menjelaskan bahwa anggaran daerah yang baik digunakan sebagai dasar dalam pengukuran kinerja serta untuk memperoleh informasi kinerja yang valid dan akurat dalam penyusunan laporan kinerja. Konsep value for money melandasi sistem pengukuran kinerja dan anggaran yang berorientasi pada hasil yang menekankan pada pemikiran logis dan rasional dalam mengelola perubahan organisasi. Implementasi anggaran berbasis kinerja juga merupakan isu teknis yang dilihat dari sudut pandang rasional. Julnez dan Holzer (2001) kemudian mulai memulai memodifikasi organisasi dengan mengaplikasikan perencanaan rasional secara ilmiah dalam rangka mencapai efektivitas dan efisiensi keseluruhan organisasi. 7

Shick, 1971 dalam Willoughby dan Melkers, 2001 menjelaskan anggaran berbasis kinerja berhubungan dengan masalah-masalah institutional dari reformasi anggaran, misalnya kepemimpinan terhadap organisasi, sumber daya, kontinuitas dalam fokus/ orientasi tujuan. Tekanan institutional dipengaruhi oleh adanya ukuran indikator yang kurang tepat, yang tetap digunakan oleh pemerintah daerah dalam menyusun indikator kinerja (Frumkin dan Galaskiewicz, 2004). Beberapa penelitian terdahulu (Asmadewa, 2007; Achyani dan Cahya, 2011; Soleman, 2011; Parhusip, 2007; Riantiarno dan Azlina, 2011) kemudian mulai melakukan penelitian mengenai implementasi anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas di Indonesia. Menggunakan model Willoughby dan Melkers (2001), Julnes & Holzer (2001), serta beberapa penelitian terdahulu di Indonesia maka penelitian ini tertarik untuk menguji pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas (keuangan dan kinerja) dengan menggunakan aspek rasional (sumber daya, informasi dan orientasi tujuan) dan gaya kepemimpinan, dengan teori institutional isomorfisme. Berikut pertanyaan penelitian yang terbangun, yaitu 1. Apakah gaya kepemimpinan, sumber daya, informasi dan orientasi tujuan mempengaruhi implementasi anggaran berbasis kinerja? 2. Apakah implementasi anggaran berbasis kinerja mempengaruhi akuntabilitas (keuangan dan kinerja)? 3. Apakah akuntabilitas keuangan mempengaruhi akuntabilitas kinerja? 4. Apakah terdapat institutional isomorfisme dalam implementasi anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas? 8

1.3. Tujuan Penelitian 1. Menguji secara empiris mengenai pengaruh gaya kepemimpinan, sumber daya, informasi dan orientasi tujuan terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja. 2. Menguji secara empiris mengenai pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas (keuangan dan kinerja). 3. Menguji secara empiris mengenai pengaruh akuntabilitas keuangan terhadap akuntabilitas kinerja. 4. Untuk menginterpretasikan dan menjelaskan hasil empiris dari penggunaan teori institutional isomorfisme (mimetik, koersif dan normatif). 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan bukti empiris pengaruh gaya kepemimpinan, sumber daya, informasi dan orientasi tujuan terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja; pengaruh implementasi anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas (keuangan dan kinerja), dan pengaruh akuntabilitas keuangan terhadap akuntabilitas kinerja menggunakan teori institutional isomorfisme yang ada di instansi pemerintah. 2. Penelitian ini dapat memberikan masukan pada pemerintah daerah di wilayah DIY mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi anggaran berbasis kinerja serta keterkaitannya dengan akuntabilitas sektor publik, sehingga dapat digunakan pemerintah untuk mengevaluasi pengimplementasian anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas sektor publik yang efektif, yang berguna untuk meningkatkan kualitas kinerja pemerintah. 9

1.5. Sistematika Penelitian Bab I: Pendahuluan Bab satu berisi mengenai alasan penelitian ini dilakukan yang dijelaskan dalam latar belakang penelitian dan dilanjutkan dengan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta proses penelitian dilakukan atau sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan Teori dan Pengembangan Hipotesis Bab dua menjelaskan mengenai landasan teori yaitu teori institutional isomorfisme (koersif, mimetik dan normatif), implementasi anggaran berbasis kinerja, akuntabilitas, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas kinerja, penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis, dan model penelitian yang dibangun. Bab III: Metoda Penelitian Bab tiga menjelaskan mengenai desain penelitian, sampel dan populasi, teknik pengolahan data (pendekatan kuantitatif, kualitatif), alat analisis, teknik analisis data (pendekatan kuantitatif dan kualitatif), definisi operasional, pengukuran variabel. Bab IV: Analisis Data Bab empat membahas gambaran umum responden, uji pilot test, analisis data kuantitatif (response rate dan usable response rate; karakteristik sampel; non response bias; analisis data), pengujian hipotesis, pembahasan hasil hipotesis, analisis data kualitatif (prosedur pemilihan responden, analisis data). Bab V: Penutup Bab lima menjelaskan mengenai kesimpulan, keterbatasan penelitian, implikasi penelitian, dan saran bagi penelitian selanjutnya. 10