BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB V PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Responden menurut Usia. sisanya merupakan kelompok remaja awal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD

BAB I PENDAHULUAN. penduduk adalah berusia tahun (BKKBN, 2003) Leutinizing Hormon (LH) yang signifikan (Aulia, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Periode pubertas akan terjadi perubahan dari masa anak-anak menjadi

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan Payudara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan. perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial. Buku-buku Pediatri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa, hasil

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSLUSIF DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEMANDING

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Anatomi/organ reproduksi wanita

BAB V PEMBAHASAN. apakah ada hubungan antara lama menstruasi dengan kejadian anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial, dan perilaku. Perubahan fisik yang dominan terjadi selama proses ini, diikuti

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Masa remaja adalah periode yang signifikan pada. pertumbuhan dan proses maturasi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses. kematangan manusia. Pada masa ini merupakan masa transisi antara masa

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya,

HUBUNGAN GANGGUAN HAID DENGAN INDEKS MASA TUBUH (IMT)

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menstruasi dan gangguan menstruasi sering terjadi (Lee dkk, 2006) dengan menstruasi yang abnormal, seperti sindrom premenstruasi dan

PENGERTIAN GIZI DAN FERTILITAS PENYEBAB FERTILITAS. Muslim, MPH 5/18/2010

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita di masa pubertas sekitar usia tahun. Menarche merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibanding anak laki-laki, dengan menstruasi awal (menarche) (Winkjosastro, 2007).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan Hormon Pada wanita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan, sosial. dan ekonomi pada berbagai kelompok usia di seluruh

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK N 4 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI MADRASAH ALIYAH AL-MUKMIN NGRUKI SURAKARTA TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Nutrisi 2.1.1. Definisi Status Nutrisi Menurut Supariasa dkk. (2002), status nutrisi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan nutrisi dalam bentuk variabel tertentu. Sedangkan menurut Dwyer (2002) status nutrisi (nutritional status) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. 2.1.2. Tingkatan Status Gizi Menurut Suyatno (2009), sekurang-kurangnya dikenal dua macam status nutrisi, yakni. 1. Status nutrisi normal, merupakan keadaan tubuh yang mencerminkan keseimbangan antara konsumsi dan penggunaan gizi oleh tubuh, keduanya berlangsung dengan adekuat. 2. Malnutrisi, merupakan keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan dari satu atau lebih zat gizi secara relatif maupun absolut. Ada empat bentuk malnutrisi, yaitu. a. undernutrion: kekurangan konsumsi pangan untuk periode tertentu b. spesific deficiency: kekurangan konsumsi pangan yang mengakibatkan defisiensi zat gizi tertentu c. overnutrition: kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu d. imbalance: keadaan disproporsi konsumsi pangan yang menyebabkan ketidakseimbangan zat gizi. Berdasarkan baku harvard, status gizi dapat dibagi menjadi empat (Supariasa dkk., 2000). 1. gizi lebih atau overweight, termasuk kegemukan dan obesitas 2. gizi baik atau well nourish

3. gizi kurang atau underweight yang mencakup mild dan moderate PCM (Protein Calorie Malnutrition) 4. gizi buruk atau severe Protein Calorie Malnutrition (PCM), termasuk marasmus, marasmik-kwasiokor dan kwasiokor. Untuk menentukan klasifikasi status gizi diperlukan batasan-batasan yang disebut ambang batas. Ambang batas ini berbeda-beda, tergantung kesepakatan ahli gizi. Oleh karena itulah, dikenal pula klasifikasi Gomez, Wellcome Trust, Waterlow, Jelliffe, Bengoa, dan lain sebagainya (Supariasa dkk., 2002). 2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Status Nutrisi Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi status nutrisi, di antaranya (Alimul dan Uliyah, 2008; Sediaoetama, 2006; Supariasa dkk., 2002). a. Pengetahuan Tingkat pengetahuan dari individu maupun orang yang mempersiapkan makanan untuk individu yang bersangkutan akan mempengaruhi status nutrisi. Pengetahuan dan informasi yang kurang berimbas pada pengertian yang salah mengenai kebutuhan nutrisi. Alhasil, status nutrisi optimal tidak tercapai atau justru terjadi kelebihan nutrisi. b. Prasangka Prasangka terhadap bahan-bahan makanan akan mempengaruhi status nutrisi. Hal ini mencakup prasangka buruk terhadap bahan makanan bergizi tinggi atau sebaliknya. Sebagai contoh, karena merupakan panganan yang murah, di beberapa daerah tempe dianggap sebagai makanan yang tidak layak. Padahal, tempe mengandung protein nabati yang cukup tinggi. c. Kebiasaan Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan terhadap makanan tertentu juga dapat mempengaruhi status nutrisi. Misalnya, larangan mengkonsumsi ikan karena dianggap dapat menyebabkan penyakit cacingan. Padahal, ikan merupakan sumber protein dan mineral.

d. Kesukaan Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan mengakibatkan kurangnya variasi makanan. Hal ini tentu saja bukan sesuatu yang baik mengingat tidak ada satu bahan makanan pun yang mengandung semua nutrien yang diperlukan tubuh. Saat ini, remaja lebih menyukai minuman bersoda dan makanan cepat saji, seperti pizza, hamburger, maupun fried chicken. Padahal, makanan sejenis ini mengandung banyak lemak, garam, dan gula yang tentu saja kurang bagus untuk kestabilan status nutrisi. e. Ekonomi Untuk menyediakan makanan dibutuhkan pendanaan. Oleh karena itu, umumnya masyarakat dengan kehidupan ekonomi menengah ke atas lebih mampu mencukupi kebutuhan nutrisinya. f. Status kesehatan Status kesehatan mempengaruhi pola makan. Nafsu makan akan menurun pada keadaan di mana terdapat kelainan organik maupun psikis. Di samping itu, adanya penyakit pola makan seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa juga turut mempengaruhi status nutrisi. g. Alkohol dan obat Penggunaan alkohol dan obat-obat tertentu menyebabkan defisiensi nutrisi. Mekanisme yang berlangsung bisa beragam, mulai dari hambatan absorbsi sampai hambatan sintesis nutrien. Obat seperti steroid dan preparat estrogen menimbulkan akumulasi lemak dalam tubuh. h. Faktor psikologis Faktor psikologis meliputi motivasi individu untuk makan makanan seimbang dan persepsi individu mengenai diet harian. Bagi sebagian orang, makanan memiliki nilai simbolik. Contohnya, minum susu dikaitkan dengan kelemahan. Menurut Dwyer (2005), beberapa faktor yang bisa mengubah status nutrisi seseorang yaitu. a. Faktor fisiologis

Masa pertumbuhan, aktivitas fisik yang berlebihan, kehamilan, dan laktasi meningkatkan kebutuhan terhadap energi dan nutrien esensial lain. Apabila tidak dilakukan penyesuaian asupan nutrisi pada masa-masa tersebut, maka akan terjadi penurunan status nutrisi. Berbeda dengan hal tersebut, kebutuhan nutrisi pada geriatri justru cenderung lebih kecil dibandingkan kelompok dewasa. b. Komposisi diet Komposisi diet mempengaruhi availabilitas dan penggunaan nutrien. Sebagai contoh, absorbsi besi mungkin akan terganggu oleh makanan kaya kalsium atau kadar asam askorbat yang rendah. Akibatnya, orang yang bersangkutan akan mengalami defisiensi besi meskipun asupan besi adekuat. 2.1.4. Menilai Status Nutrisi Beberapa fungsi penilaian status nutrisi menurut Dwyer (2005), yaitu. 1. skrining malnutrisi 2. menilai diet dan data-data lain untuk menentukan ada tidaknya malnutrisi serta mengidentifikasi penyebab malnutrisi 3. perencanaan terapi nutrisi Menurut WHO, beberapa metode yang bisa dipakai untuk mengetahui keadaan gizi suatu kelompok, yaitu (Bardosono, 2009). 1. Survei: digunakan untuk menentukan data dasar gizi dan/atau menentukan status gizi kelompok populasi tertentu atau menyeluruh, dengan metode cross sectional. 2. Surveilans: dengan pemantauan berkelanjutan dari status gizi populasi tertentu. Data dikumpulkan, dianalisis, digunakan untuk jangka waktu yang panjang sehingga dapat diketahui penyebab malnutrisi. 3. Penapisan: untuk mengidentifikasi individu malnutrisi yang memerlukan intervensi, dengan cara membandingkan hasil pengukuran individu berdasarkan baku rujuk.

Penilaian status gizi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Metode langsung lebih terfokus kepada individu dan kriteria objektif sedangkan metode tidak langsung cenderung dipakai di komunitas untuk merefleksikan keadaan nutrisi. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sementara itu, penilaian status gizi secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa dkk., 2002). Antropometri meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, lingkar kepala (pada bayi dan balita). Untuk mengukur status gizi secara adekuat, sejumlah penilaian spesifik juga diperlukan, misalnya Indeks Massa Tubuh (IMT), rasio Lingkar Pinggang Pinggul (LPP), Berat Badan Relatif (BBR). Pengukuran seperti lipatan triseps juga dapat dipakai guna mengkalkulasi lemak atau protein tubuh (Supariasa dkk., 2002). Metode biokimiawi atau biofisik digunakan untuk mengetahui terjadinya defisiensi berupa pengurangan derajat penyimpanan zat gizi dalam jaringan atau cairan tubuh atau pengukuran fungsi fisiologis yang berkaitan dengan zat gizi tertentu. Metode klinis digunakan untuk mendeteksi tanda klinis dan anatomis yang merupakan manifestasi dari malnutrisi. Metode ini bisa dilakukan dengan menilai riwayat medis atau pemeriksaan fisik (Supariasa dkk., 2002). Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data seperti ini berguna untuk memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan, survei konsumsi dibagi menjadi metode kuantitatif dan metode kualitatif. Proses penimbangan dan recall merupakan contoh dari metode kuantitatif sedangkan riwayat dan frekuensi makan merupakan contoh metode kualitatif (Supariasa dkk., 2002). Metode statistik vital mengidentifikasi hasil (morbiditas dan mortalitas) yang diakibatkan oleh defisiensi gizi berdasarkan statistik kesehatan. Sedangkan metode

faktor ekologi mengidentifikasi faktor nongizi yang dapat mempengaruhi status gizi masyarakat, meliputi kondisi fisik, biologis, dan lingkungan budaya (Supariasa dkk., 2002). 2.2. Menarche 2.2.1. Defenisi Menarche Menarche merupakan periode menstruasi yang terjadi untuk pertama kali. Menarche adalah kejadian akhir dari manifestasi fisik selama perkembangan gonad (Uche-Nwachi dkk., 2007). Sementara itu, menstruasi merupakan peristiwa keluarnya darah dari vagina seorang wanita akibat luruhnya lapisan endometrium. Menstruasi terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi, seperti Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH), Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH), estrogen, dan progesteron. Peranan menarche dalam sebuah siklus tidak menyatakan kemampuan reproduksi seseorang. Namun, secara umum menarche mendahului kesuburan dalam waktu yang relatif singkat (Silva, 2005). Kesimpulan tersebut dibuat berdasarkan fakta bahwa sampai beberapa saat setelah menarche, siklus yang terjadi adalah siklus anovulasi (MacKibben, 2003). 2.2.2. Perubahan Hormonal Pada kehamilan 10 minggu, GnRH sudah dihasilkan oleh hipotalamus. LH serta FSH juga telah dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Baik pada fetus pria maupun wanita, level GnRH sama-sama meningkat. Pada saat kelahiran, level GnRH dan hormon seks steroid tetap tinggi. Konsentrasi hormon tersebut menurun pada beberapa minggu pertama kelahiran dan tetap rendah selama masa prepubertas. Unit hipotalamus-hipofisis ditekan oleh level steroid gonadal yang sangat rendah (Rebar, 2002). Pada awal masa pubertas, terjadi peningkatan sensitivitas LH terhadap GnRH. Pada wanita, konsentrasi gonadotropin meningkat pada malam hari yang

disusul dengan kenaikan estradiol pada keesokan harinya. Penundaan sekresi estrogen dikarenakan adanya jalur sintesis tambahan untuk estrogen, yaitu aromatisasi dari androgen. Estron yang sebagian disekresikan oleh ovarium dan sebagian lainnya dihasilkan dari konversi estradiol serta androgen juga meningkat pada awal pubertas hingga pertengahan masa pubertas. Sejalan dengan tanjakan masa pubertas, estrogen yang dihasilkan oleh ovarium akan menjadi lebih dominan (lebih penting) daripada estrogen yang dihasilkan dari aromatisasi androgen (Rebar, 2002). 2.2.3. Fisiologi Menarche Terjadinya menarche didukung penuh oleh kematangan hormon reproduksi pada tubuh seorang wanita (Goldman, 2000). Menarche adalah hasil dari proliferasi endometrium sebagai respon terhadap sekresi hormon reproduksi di ovarium (Silva, 2005). Sekresi hormon di ovarium terjadi akibat hormon yang dilepas oleh hipofisis anterior, yaitu FSH dan LH. Sementara itu, sekresi hormon hipofisis anterior dikontrol oleh pelepasan GnRH dari hipotalamus. Menarche muncul pada masa pubertas, yakni peralihan dari anak-anak ke dewasa. Pubertas berarti dimulainya kehidupan seksual. Sementara menarche berarti dimulainya menstruasi. Periode pubertas terjadi karena kenaikan sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis yang terjadi secara perlahan dan telah dimulai pada tahun ke-8 kehidupan (Guyton dan Hall, 1997). Puncak pubertas yakni saat menarche, pada usia 11 sampai 16 tahun. Selama masa fetus, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium distimulasi dengan sangat minimal oleh hormon plasenta. Efek dari stimulasi ini bermanifestasi sangat minimal pula selama bayi (Uche-Nwachi dkk., 2007). Pada masa kanak-kanak, hipotalamus mensekresikan GnRH tetapi dalam jumlah yang tidak bermakna. Sejumlah eksperimen menunjukkan bahwa sesungguhnya hipotalamus mampu mensekresikan GnRH. Hanya saja, pada masa kanak-kanak tidak ada sinyal dari bagian tertentu di otak yang dikirim ke hipotalamus. Oleh karena itu, belakangan diyakini bahwa menarche dirangsang oleh beberapa proses pematangan yang

berlangsung di mana pun di daerah otak selain hipotalamus, bisa jadi di sistem limbik. (Guyton dan Hall, 1997). Hipotesis lain menyatakan bahwa rendahnya kadar GnRH merupakan akibat dari unsur intrinsik penghambat susunan saraf pusat yang memiliki kemampuan menekan pulsasi GnRH melalui neurotransmitter GABA (Uche-Nwachi, 2007). Pusat penghambat tersebut terletak di daerah otak yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi menarche, seperti gaya hidup dan status nutrisi bekerja untuk memodulasi pusat penghambat ini (Silva, 2005). Karakteristik seks sekunder muncul pada anak gadis mulai usia 8 tahun. Hal ini terealisasi pada pertumbuhan payudara, bulu pada aksila dan kemaluan, serta akumulasi lemak tubuh. Perubahan ini menandakan dimulainya sekresi GnRH. Parameter aktivasi GnRH yang bisa diperiksa yaitu hormon hipofisis LH yang disekresikan secara pulsatil dan mencapai puncak pada malam hari (MacKibben, 2003). Menurut Rebar (2002) menarche terjadi karena proses kompleks di susunan saraf pusat, khususnya otak yang menjelaskan perubahan pada aksis hipotalamushipofisis. Perubahan yang pertama adalah penurunan sensitivitas terhadap efek inhibisi oleh kadar steroid seks yang rendah. Kedua, pada akhir masa pubertas terjadi maturasi dari respon stimulasi positif hormon gonadotropin terhadap estrogen. 2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Menarche Menurut Adair (2001), ada tiga faktor yang mempengaruhi menarche yaitu: 1. Faktor keturunan Menarche juga ditentukan oleh pola genetik dalam keluarga, sebagaimana menurut Silva (2005) bahwa usia menarche dari ibu turut memberikan kontribusi terhadap usia menarche anak. Namun, hubungan antara usia menarche sesama saudara kandung cenderung lebih erat daripada antara ibu dan anak perempuannya.

2. Keadaan gizi Semakin baik keadaan nutrisi maka semakin cepat usia menarche. Beberapa ahli mengatakan anak perempuan dengan jaringan lemak yang lebih banyak, lebih cepat mengalami menarche dari pada anak yang kurus. 3. Kesehatan umum Badan yang lemah atau penyakit yang diderita seorang anak gadis seperti penyakit kronis, terutama yang mempengaruhi masukkan makanan dan oksigenasi jaringan dapat memperlambat menarche. Menurut Rebar (2002), menarche dipengaruhi oleh faktor genetik, status nutrisi, kesehatan secara umum, letak geografis, paparan terhadap cahaya, serta status psikologis. Remaja putri yang hidup di perkotaan atau tinggal dekat dengan khatulistiwa cenderung mengalami menarche pada usia yang lebih dini. Menurut MacKibben (2003), ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi menarche, yaitu. 1.Faktor ras atau suku bangsa Sebagai contoh, di Amerika Serikat usia menarche paling cepat pada ras Hispanics, lebih lambat pada kulit hitam dan paling lambat pada Caucasian. 2. Faktor iklim Menarche timbul lebih lambat di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan. Menarche lebih cepat di daerah dataran rendah. 3.Cara hidup Olahraga atau latihan fisik yang berat dapat memperlambat menarche dan mengganggu fungsi menstruasi. 4. Lingkungan Rangsangan-rangsangan yang kuat dari luar, misalnya film seks, buku dan majalah tentang seks, godaan serta rangsangan dari kaum pria atau pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual akan masuk ke pusat pancaindera. Kemudian diteruskan melalui striae terminalis menuju pusat yang disebut pubertas inhibitor. Rangsangan yang terus menerus ini dilanjutkan menuju hipotalamus lalu menuju

hipofisis pars anterior, melalui sistem portal. Hipofisis anterior mengeluarkan hormon yang merangsang ovarium untuk mensekresikan hormon spesifik berupa estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini akan memberikan umpan balik yang mengakibatkan pengeluaran hormon menjadi berfluktuasi. Pengeluaran hormon tersebut mempengaruhi kematangan organ-organ reproduksi. Menurut Silva (2005), gaya hidup juga memiliki pengaruh dalam induksi menarche. Remaja dengan gaya hidup modern, misalnya mereka yang sering menonton televisi dan jarang beraktivitas mengalami menarche yang lebih dini. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap gadis remaja di India, didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi usia menarche, antara lain (Bagga dan Kulkarni, 2000). 1. Sosioekonomi Remaja putri dari keluarga dengan tingkat ekonomi kurang akan mendapatkan menarche 12 bulan lebih lambat daripada mereka yang berasal dari keluarga berkehidupan menengah ke atas. Namun, hasil ini dinilai kurang signifikan karena dipengaruhi oleh konsumsi protein, yang mana semakin banyak mengkonsumsi protein maka semakin dini usia menarche (Lemeshow, 2008). 2. Pola makan Nutrisi merupakan faktor utama yang berperan. Penelitian menunjukkan bahwa gadis vegetarian mengalami menarche 6 bulan lebih lambat daripada nonvegetarian. 3. Aktivitas fisik Remaja putri dengan aktivitas fisik yang berlebihan, misalnya atlet cenderung mengalami menarche di atas usia 12-13 tahun. Hal ini disinyalir berhubungan dengan inhibisi hormon reproduksi yang menginduksi menstruasi. 4. Indeks Massa Tubuh (IMT) Sebagian besar remaja dengan usia menarche dini (9-11 tahun) memiliki kelebihan berat badan sebesar 5 kg dibanding dengan rata-rata berat badan remaja seusianya. Di sisi lain, gadis dengan menarche terlambat kekurangan berat badan

sebesar 4,5 kg. Penelitian menunjukkan pula bahwa tinggi badan memiliki asosiasi positif terhadap usia menarche dini. Sebuah penelitian analitik di Yogyakarta menunjukkan hasil bahwa status gizi serta tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan yang bermakna dengan usia menarche yang terjadi lebih dini. Dalam hal ini, tingkat pendidikan ibu memberikan pengaruh tidak langsung terhadap status nutrisi, yakni dihubungkan dengan ragam makanan harian yang disiapkan. Sementara itu, variabel independen lainnya seperti tingkat pendidikan ayah, usia menarche ibu, dan tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan yang bermakna (Widada, 2002). 2.3. Hubungan Status Nutrisi dengan Usia Menarche Nutrisi memiliki peran penting dalam proses menarche (Goldman, 2000). Menarche terjadi lebih dini pada remaja dengan status nutrisi yang baik (Acharya dkk., 2006). Menurut Buyken dkk. (2009), nutrisi yang baik tidak menginisiasi proses pubertas. Proses pubertas terjadi akibat rangsang hormonal dan dimulai tanpa pengaruh dari nutrisi. Nutrisi yang baik hanya akan mempercepat proses tersebut. Sebuah hipotesis mengungkapkan bahwa seorang remaja putri harus mencapai berat badan sekurang-kurangnya 47,8 kg untuk bisa mengalami menarche. Selain itu, lemak tubuh harus meningkat hingga 23,5% dari lemak saat prepubertas. Kedua hal ini dikaitkan dengan status nutrisi. Namun, pada wanita obesitas dengan penyakit seperti diabetes, menarche akan terjadi lebih lambat. Hal ini dikarenakan penggunaan nutrien yang tidak sempurna (Rebar, 2002). Pada remaja dengan kelebihan nutrisi (kelebihan berat badan), menarche juga terjadi lebih dini. Hal ini diasosiasikan dengan kadar leptin yang disekresikan oleh kelenjar adiposa. Peningkatan kronik dari konsentrasi leptin di perifer turut memacu peningkatan serum Luteinizing Hormone (LH), baik pada siang maupun malam hari. Menurut Wilson dkk. (2003) dalam Uche-Nwachi dkk. (2007), LH merupakan hormon yang dihasilkan di hipofisis anterior dan dapat dijadikan parameter menilai pubertas pada wanita. Serum LH yang meningkat lebih dini dari seharusnya

berimbas kepada peningkatan serum estradiol yang kemudian berakhir dengan menarche dini (Uche-Nwachi dkk., 2007). Menurut Matkovic dkk. (1997), leptin sebagai produk dari gen ob pada penderita obesitas mempengaruhi maturasi ovarium. Hasil tersebut didapatkan dari penelitian in vivo terhadap tikus, sementara penelitian pada manusia belum dilakukan.