BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

dokumen-dokumen yang mirip
LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi semua anak. Sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. didik, sehingga menghasilkan peserta didik yang pintar tetapi tidak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efesien

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Orang tua dapat menanamkan benih

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan, antara lain : disahkannya UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hak dasar warga negara. Pendidikan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan suatu tujuan pendidikan sebagaimana yang telah tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

I. PENDAHULUAN. perioritas bagi Negara Indonesia dalam pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas, karena

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. siswa tentang penyalahgunaan HP dan Motor. Pada sub bab selanjutnya pun akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

I. PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. potensi-potensi diri agar mampu bersaing dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Pendidikan Strata-1. Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab I ini, akan memaparkan beberapa sub judul yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, baik itu kualitas intelektual maupun kualitas mental. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah adalah lembaga formal tempat dimana seorang siswa menimba ilmu dalam

pengetahuan dan teknologi perlu adanya pembaharuan dalam sistem pendidikan secara terarah dan terencana maka Undang-Undang Republik Indonesia No 20

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya efisiensinya berarti rendah.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan Negara Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Untuk itu diperlukan adanya upaya yang dilakukan guna pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (Anonim, 2003: 4). Pelaksanaan pendidikan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian manusia Indonesia seutuhnya diperlukan melalui proses pendidikan yang merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat serta martabat manusia. Karena melalui usaha pendidikan ini diharapkan dapat mengarahkan 1

2 perkembangan anak di dalam pembentukan suatu pribadi yang mandiri serta susila. Pendidikan di Indonesia jelas tidak semata-mata hendak mencetak generasi yang memiliki rasa ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki watak serta rasa persatuan dan kesatuan terhadap bangsa. Ia memiliki kecerdasan dan ketrampilan pula serta rasa tanggungjawab yang tinggi. Kondisi tersebut disebabkan karena generasi muda atau remaja adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka mencapai pembangunan nasional, sebagai penerus generasi bangsa. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Anonim, 2003: 5). Salah satu jenjang pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 adalah pendidikan tingkat SMP. Pendidikan tingkat SMP tersebut termasuk ke dalam jenjang pendidikan dasar yang terdiri dari SD/MI dan SMP/MTs. Jenjang pendidikan ini merupakan jenjang pendidikan yang menjadi dasar bagi jenjang pendidikan di tingkat selanjutnya. Pada jenjang pendidikan SMP tersebut rentang usia siswa dikategorikan ke dalam fase remaja awal. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 2000: 45). Pada masa

3 transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab munculnya perilaku menyimpang tersebut menurut Hoge, Andrews, and Leschied sebagaimana dikutip oleh Mandel (2008: 1) adalah kurangnya perhatian orang tua. Menurut Hoge, dkk., dikatakan bahwa antisocial behavior would occur where poor attachment between parent and child was combined with poor controls. Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar tata tertib di sekolah ataupun aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja. Dengan demikian, bagi mereka yang memiliki gejala berperilaku sering melakukan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah perlu diberi bantuan berupa layanan bimbingan dan konseling. Salah satu upaya yang dilakukan oleh sekolah dalam mengelola kenakalan siswa diantaranya adalah melakukan bimbingan. Hal ini dikemukakan oleh Walgito (2004: 5) bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan pada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya agar individu atau kelompok individu dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang merupakan cita-cita dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Sisdiknas yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar

4 menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Upaya-upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan pembelajaran, dan kurikulun yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa kita sebenarnya sudah memiliki landasan hukum yang kuat. Namun, sinyal tersebut harus didasari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Krisis akhlak tersebut bukan hanya terjadi pada orang tua, orang dewasa, melainkan juga pada anak-anak usia sekolah. Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun dirinya sendiri dan masyarakat. Konsekuensinya adalah bahwa proses pendidikan harus mampu menyentuh dan mengendalikan berbagai aspek perkembangan manusia, terkandung makna melalui proses pendidikan diharapkan manusia berkembang ke arah bagaimana dia harus menjadi dan berada. Prayitno (2005: 67) menjelaskan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku. Dengan adanya bimbingan dan konseling tersebut diharapkan peserta didik (siswa) dapat mandiri dan mampu belajar secara optimal. Oleh karena itu,

5 fungsi bimbingan dan konseling secara tidak langsung mempengaruhi capaian hasil akhir dalam proses pembelajaran. Salah satu fenomena yang menarik yang berkaitan dengan penanganan Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah permasalahan penanganan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo. Bentuk kenakalan yang sering terjadi adalah banyaknya anak yang membolos sekolah dan bergerombol di daerah keramaian yang ada di sekitar sekolah. Anak-anak tersebut masih mengenakan atribut sekolah, tetapi mereka berada di luar sekolah saat masih jam pelajaran sekolah belum selesai. Hal yang lebih mengejutkan adalah bahwa dalam pergaulan mereka di luar sekolah tersebut ternyata banyak anak yang kedapatan merokok dan bahkan ikutikutan mengkonsumsi minuman keras. Kondisi ini sangat memperihatinlan dan perlu mendapat perhatian khusus dari pihak sekolah. Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan siswa adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak (Hoge,dkk., dalam Mandel 2008: 3). Selain itu suasana keluarga yang meninbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Menurut Hirschi (dalam Anonim, 2003: 6) orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa

6 aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya Di samping kedua faktor di atas, kondisi sosial ekonomi dan kebudayaan juga berpengaruh terhadap perkembangan perilaku peserta didik. Hal ini tertuang dalam Laporan Bank Dunia tahun 2003 yang mengatakan bahwa the intensity and severity of juvenile offences are generally determined by the social, economic and cultural conditions prevailling in a country (Anonim, 2003: 6). Apabila ditelaah lebih mendalam, peserta didik di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo memiliki latar belakang sosial, ekonomi yang beragam tetapi pada umumnya memiliki kelas sosial menengah ke bawah. Hal ini menurut Sudarsono dapat menjadi pemicu yang melatarbelakangi bentuk-bentuk kenakalan di sekolah (Sudarsono, 2005: 59). Kondisi tersebut menuntut optimalisasi peran konselor di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo dalam rangka memberikan bimbingan dan konseling terhadap siswa yang memiliki penyimpangan perilaku khususnya terhadap pelanggaran terhadap tata tertib sekolah. Guru sebagai pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tentunya, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab

7 terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat (Mulyasa, 2007: 174). Kewajiban guru, selain melakukan pembelajaran terhadap siswa, guru dituntut untuk membantu membimbing siswa yang sering melanggar tata tertib sekolah menjadi siswa yang mematuhi tata tertib sekolah. Pembimbingan terhadap siswa dibutuhkan pengelolaan yang baik, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari pelaksanaan bimbingan dan konseling yang baik dan matang. Mengingat sampai saat sekarang ini, di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo masih terjadi pelanggaran-pelanggaran tata tertib sekolah, maka peneliti tertarik untuk mengungkap lebih jauh tentang pengelolaan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo. B. Fokus Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian adalah bagaimana karakteristik pengelolaan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo. Fokus tersebut dijabarkan menjadi tiga sub fokus sebagai berikut. 1. Bagaimana karakteristik sumber-sumber kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo? 2. Bagaimanakah karakteristik jenis-jenis kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo? 3. Bagaimanakah karakteristik pengelolaan/penanganan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, selanjutnya dapat diketahui tujuan penelitian yang dilakukan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik pengelolaan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo. Tujuan khusus penelitian tersebut dirinci menjadi tiga, yaitu untuk mendeskripsikan. 1. Karakteristik sumber-sumber kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo. 2. Karakteristik jenis-jenis kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo. 3. Karakteristik pengelolaan/penanganan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi Dinas Pendidikan khususnya dalam memberikan arahan kepada sekolah tentang kenakalan siswa khususnya siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah. 2. Bagi Kepala Sekolah dan Warga Sekolah Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab sekolah dan warga sekolah lain untuk memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah termasuk strategi yang digunakan untuk mencegah dan mengurangi tingkat kenakalan siswa yang berawal dari pelanggaran terhadap tata tertib sekolah di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo.

9 3. Bagi Pengguna Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan rujukan terhadap beberapa permasalahan yang belum terselesaikan, terutama permasalahan yang berhubungan dengan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Baki Sukoharjo dan guna memberikan wawasan mengenai cara penanggulangan kenakalan siswa tersebut. E. Daftar Istilah 1. Kenakalan adalah sifat nakal, perbuatan nakal, tingkah laku yang agak menyimpang dari norma yang berlaku dalam suatu masyarakat, atau kecenderungan untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. 2. Pengelolaan kenakalan siswa merupakan sebuah rangkaian proses upaya yang dilakukan seseorang maupun sekolah secara kelembagaan untuk mengurangi dan mencegah kenakalan siswa, khususnya yang sering melakukan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah. 3. Kenakalan siswa adalah sebuah aktivitas tindakan siswa yang menyimpang dari tata aturan yang telah ditetapkan sekolah sebagai lembaga pendidikan dan cenderung menimbulkan akibat-akibat negatif baik pada diri siswa ataupun sekolah sebagai lembaga pendidikan yang menaunginya ataupun pada masyarakat.