BAB 1 PENDAHULUAN. biasa akibat wabah penyakit menular (Depkes, 2007) alam di negara ini juga telah menyebabkan kerugian ekonomi paling sedikit US

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. epidemik campak di Nigeria, dan banjir di Pakistan (ISDR, 2009).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

Powered by TCPDF (

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian banjir dalam Buku Pegangan Guru Pendidikan Siaga

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam secara langsung memberikan dampak buruk pada kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007). penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I P E N D A H U L U A N

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan fenomena lingkungan yang sering dibicarakan. Hal ini

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. Bencana alam merupakan bencana yang disebabkan oleh perubahan kondisi

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

BAB 1 : PENDAHULUAN. alam seperti gempa bumi adalah bencana yang terjadi secara tiba-tiba, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mendefinisikan Bencana. kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB II KERANGKA TEORI. peneliti akan menjelaskan kerangka teori (landasan teori) yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam (natural disaster) maupun bencana karena ulah manusia (manmade disaster).

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. Letak tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara beriklim tropis yang kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BUPATI BANDUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2005 TENTANG BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah kesatuan republik Indonesia secara geografis terletak pada daerah yang rawan terhadap rencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung api, tsunami banjir, dan lain-lain. Disarmping bencana alam tersebut, akibat dari hasil pembangunan, dan adanya sosiokultural yang multidimensi, Indonesia juga rawan terhadap bencana non alam maupun social seperti kerusuhan politik, kecelakaan transportasi, industry dan kejadian luar biasa akibat wabah penyakit menular (Depkes, 2007) Indonesia menempati peringkat kedua dalam daftar jumlah kematian tertinggi akibat bencana alam di Asia-Pasik. Selama 20 tahun terakhir, berbagai bencana alam di negara ini juga telah menyebabkan kerugian ekonomi paling sedikit US $22,5 miliar. Data ini terdapat dalam The Asia Pacific Disaster Report 2010 yang disusun oleh The Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) dan The UN InternationalStrategy for Disaster Reduction (UNISDR). Ini merupakan pertama kalinya PBB menyiapkan laporan khusus tentang bencana alam di kawasan Asia-Pasifik yang dipublikasikan pada 26 Oktober 2010 (Chazainul M, 2013). Ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis, Indonesia adalah kawasan yang rawan bencana banjir. Sekitar 30% dari 5000 sungai besar yang berada di Indonesia melintasi kawasan padat penduduk. Adanya faktor perubahan iklim 1

2 tata guna lahan dan kenaikan permukaan air laut sering kali meningkaan kemungkinan terjadinya banjir pada saat musim penghujan. Banjir pada umumnya terjadi karena factor kondisi dan peristiwa alam maupun pengaruh kegiatan manusia (Depkes, 2009). Secara umum bencana banjir disebabkan oleh adanya curah hujan yang tinggi diatas normal, sehingga system pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta system aliran drainase dan kanal penampung banjir yang dibuat tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.umumnya datangnya banjir diawali dengan datangnya curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama dan tingginya pasang laut yang disertai badai (BAKORNAS PB, 2007). Definisi bencana menurut International Strategy for Disaster Reduction (UN- ISDR 2002) adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumbernya. Kerugian suatu bencana itu sendiri meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi, lingkungan, dan utilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penyebab bencana dapat dibagi menjadi dua, yaitu : alam dan manusia. Secara alami bencana akan terjadi di muka bumi, misal Tsunami, gempabumi, gunung meletus, kekeringan, banjir, longsor, dan sebagainya. Sedangkan bencana oleh aktifitas manusia adalah akibat eksploitasi alam yang berlebihan.eksploitasi disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.pertumbuhan ini menyebabkan kebutuhan pokok dan non pokok meningkat, kebutuhan infrastruktur, alih tata guna lahan meningkat.

3 Bencana banjir sudah menjadi isu nasional yang seakan tidak dapat diatasi lagi. Bencana banjir yang terjadi dibeberapa wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Upaya pengurangan dampak bencana yang dilakukan oleh pemerintah masih terfokus pada kebijakan struktural saja (Matsuda dan Okada, 2006). Kesiapsiagaan masyarakat cenderung diabaikan oleh pemerintah yang akan membuat keputusan. Selama ini masih banyak masyarakat yang mengantungkan kesiapsiagaan dan mitigasi kepada pemerintah dengan mengabaikan kesiapsiagaan pribadi masing-masing (Matsuda dan Okada, 2006). Djati Mardiatmo (2007) menegaskan bahwa jumlah dan tipe bencana alam terbanyak terdapat di Pulau Jawa (data dari Tahun 1907 hingga 2006). Sebagai pulau yang terpadat penduduknya di Indonesia, Jawa merupakan kawasan yang memiliki jumlah kejadian bencana alam tertinggi dengan 125 kasus dari 9 tipe, DKI Jakarta termasuk salah satu koata yang sering terjadi bencana banjir, Jakarta dilalui oleh 13 sungai dan 40% wilayah utara Jakarta berada di bawah muka laut pasang, sehingga sangat mudah tergenang. Pesatnya pembangunan menyebabkan semakin sedikitnya ruang terbuka hijau sehingga menambah kecepatan laju air ke dan di dalam Jakarta.Jakarta pun entan mengalami penurunan muka tanah. Penyempitan sungai-sungai tersebut akibat permukiman liar di bantaran sungai merupakan pemandangan yang biasa terjadi di ibu kota. Sementara itu setiap harinya Jakarta menghasilkan sampah kurang lebih 6000 ton per hari yang diangkut dan dibuang ke Bantar Gebang. Masyarakat pun tampaknya tidak terlalu mengkhawatirkan dampak ketika mereka membuang sampah di sungai, di selokan, atau di mana pun mereka menginginkan membuang sampah. Segala

4 latar belakang dan kondisi tersebut menyebabkan terjadinya banjir di Jakarta setiap tahunnya. Data dari Penanggulangan Krisis, departemen kesehatan mencatat bahwa pada tahun 2013 2015 menunjukan pada tahun tersebut telah terjadi bencana banjir yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan pengungsi. Selain jatuhnya korban jiwa dan pengungsi, banjir juga menyebabkan rusaknya fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta. Data dari Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes Tahun 2013 2015 menunjukan pada tahun tahun tersebut telah terjadi bencana banjir yang menyebabkan adanya korban dan pengungsi. Korban luka berat/rawat inap tercatat 200 orang pada tahun 2013, 27 orang pada tahun 2014 dan 7 orang pada tahun 2015. Korban luka ringan/rawat jalan tercatat 255.625 orang pada tahun 2013, 20.059 orang pada tahun 2014, dan 15.483 orang pada tahun 2015. Korban meninggal tercatat 228 orang pada tahun 2013, 21 orang pada tahun2014, dan 8 orang pada tahun 2015. Sedangkan jumlah penduduk yang harus mengungsi tercatat 376.879 orang pada tahun 2013, 57.030 orang pada tahun 2014, dan 49.286 orang pada tahun 2015 (Depkes, 2016). Kerugian yang diakibatkan dari bencana banjir membuat kapasitas pengendalian banjir Jakarta terus ditingkatkan menyangkut infrestruktur, sarana dan prasarana, sistem informasi dan sumber daya manusia. Untuk mengatasi dampak banjir di Jakarta, pemerintah Jakarta telah mempersiapkan cara untuk menanggulangi bahaya banjir seperti membangun waduk, sosialisasi, peatihan dan lain-lain, sedangkan pembuatan 2.000 sumur resapan oleh Pemda DKI maupun perbaikan pompa air diberbagai lokasi dilakukan untuk mengurangi dampak bencana banjir

5 (BPBD DKI Jakarta, 2013). Hanya saja, seiring dengan beralih fungsinya lahan menjadi pemukiman, beban kepadatan penduduk dan perilaku manusia dan berbagai kendala lain dalam penanganan banjir menyebabkan kapasitas tersebut menjadi tidak optimal. Bencana banjir dapat diantisipasi dan diminimalisir dengan kegiatan yang disebut mitigasi bencana,sesuai UU Nomor 24 Tahun 2007. Dalam menerapkan mitigasi banyak kendala yang ditemukan karena banyaknya tekhnik mitigasi yang bertentangan hingga penerapannya harus berdasarkan identifikasi secara benar (Paimin, 2009). Salah satu faktor, identifikas mitigasi adalah karakteristik daerah bencana yang merupakan factor timbulnya kerawanan. Kebijakan untuk mengatur masyarakat dalam menerapkan meningkatkan kesiapsiagaan. Kebijakan tersebut diantaranya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1361/Menkes/SK/XII/2001 tentang pedoman sistem peringatan dini di daerah potensi bencana. Sistem Peringatan Dini merupakan subsistem awal dalam kegiatan kesiapsiagaan, agar masyarakat dan jajaran kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota terutama pada daerah potensi bencana dapat lebih mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Kesiapsiagaan adalah suatu upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat di kemudian hari (Gregg et al., 2004; Perry dan Lindell, 2008; Sutton dan Tierney, 2006). Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi masyarakat yang baik

6 secara individu maupun kelompok yang memiliki kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana di kemudian hari(gregg et al., 2004; Perry dan Lindell, 2008; Sutton dan Tierney, 2006). Individu dan rumah tangga adalah stakeholders utama dalam kesiapsiagaan masyarakat, karena merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari kesiapsiagaan sebab berpengaruh langsung terhadap resiko bencana (LIPI- UNESCO/ISDR,2006). Kesiapsiagaan rumah tangga merupakan tindakantindakan yang dapat dilakukan di dalam rumah tangga untuk mempersiapkan diri dan keluarga dalam menghadapi bencana ketika sebelum terjadinya suatu bencana. Pentingnya suatu kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana mengingat ketika suatu bencana menyerang keluarga akan berhadapan dengan dampak yang besar dari suatu bencana tersebut (Febriana, 2009). Di tingkat Kabupaten/Kota penanggung jawab kesehatan dalam penanggulangan bencana adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bila diperlukan dapat meminta bantuan ke Provinsi dibawah koordinasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATLAK PB) yang diketuai Bupati/Walikota, dan pelaksanaannya di lingkungan Dinkes Kabupaten/Kota dikoordinir oleh unit yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan dengan Surat Keputusan. Sedangkan di lokasi kejadian bencana, penanggulangan bencana adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pelaksana tugas pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana di lokasi kejadian adalah Kepala Puskesmas. Selain organisasi pemerintahan terdapat organisasi non-pemerintah yang turut serta dalam penanggulangan bencana (KepMenKes RI, 2007).

7 Perawat sebagai lini depan pada suatu pelayanan kesehatan mempunyai tanggung jawab dan peran yang besar dalam penanganan pasien gawat darurat sehari-hari maupun saat terjadi bencana. Kompetensi perawat dalam fase kesiapsiagaan adalah pendidikan dalam keperawatan bencana, pelatihan untuk pencegahan bencana, mengamati pelayanan ditinjau dari peralatan dan sumber daya, serta melakukan konfirmasi dan membuat jejaring yang mendukung keperawatan (Ohara, 2007 cit, Hidayati, 2008). Peran perawat dalam manajemen bencana yaitu pada tahap sebelum bencana (Pra-Bencana) peran perawat adalah perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun lembagalembaga pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan, simulasi persiapan, promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Pada tahap saat bencana (Tanggap Darurat) peran perawat adalah bertindak cepat, kordinasi dan menciptakan kepemimpinan. Pada pasca bencana (Masa Pemulihan) peran perawat adalah tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman. Perawat memiliki peran kunci dalam kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Perawat sebagai profesi tunggal terbesar dalam layanan kesehatan harus memahami siklus bencana, tanpa integrasi keperawatan dalam setiap tahap bencana masyarakat akan kehilangan bagian penting dalam pencegahan bencana karena perawatan merupakan respon terdepan dalam penanganan bencana (Efendy dkk, 2009).

8 Berdasarkan wawancara dengan 10 warga kelurahan Duri Kepa bahwa daerah tersebut sangat rentan dengan bencana banjir terlebih jika hujan turun dalam kurun waktu beberapa hari, dan masyarakat juga panik jika air sudah mengenangi rumah mereka, dimana mereka tidak tahu harus berbuat apa karena menurut mereka membersihkan air dan mengamankan barang ke tempat yang lebih tinggi adalah hal utama yang dilakukan setelah dan ketika banjir, mereka juga mengatakan ketika banjir datang sebagian warga lebih memilih menetap/tinggal dirumah masing-masing dengan alasan ingin menjaga harta benda yang dimilikinya. Mengenai peralatan dan perlengkapan warga mengatakan kurang mengetahui dan anggota keluarga juga tidak pernah mempersiapkan peralatan dan perlengkapan darurat bencana. Kebanyakan warga tidak mengetahui kesiapsiagaan menghadapi banjir dan belum pernah mengikuti pelatihan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk bencana banjir di permukiman padat penduduk warga kelurahan kepa duri kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat. Maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang: Hubugan Peran Perawat Komunitas dalam Manajemen Bencana Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan peran perawat komunitas terhadap

9 kesiapsiagaan masyarakat menghadapi banjir di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan peran perawat komunitas bencana terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat. 1.3.2 Tujuan Khusus a) Teridentikasi data demografi, usia dan tingkat pendidikan masyarakat di wilayah bencana Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat b) Teridentifikasi peran perawat dalam manajemen bencana di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat. c) Teridentifikasi kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi banjir di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat d) Menganalisa hubungan peran perawat komunitas dalam manajemen bencana terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi banjir di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk, RW 02 RT 04, Jakarta Barat

10 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Pelayanan Keperawatan Sebagai bahan masukan bagi pengelola program terkait dan keperawatan khususnya keperawatan dalam manajemen bencana agar dapat meningkatkan penanggulangan masalah dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir. 1.4.2 Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang bermanfaat untuk perkembangan wawasan keperawatan khususnya pada kesiapsiagaan bencana dan keperawatan bencana 1.4.3 Penelitian Hasil penelitian ini dapat dijadikan refrensi untuk penelitian lanjutan atau riset-riset yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana banjir dan penanggulangan bencana banjir serta hubungan perawat dalam manajemen bencana terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir