1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan status gizi untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan. Oleh karena itu di usia remaja perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesehatan dan status gizi, mengingat remaja merupakan calon orang tua, generasi penerus dan sebagai sumber daya pembangunan yang potensial. Remaja merupakan periode kedua dari masa pertumbuhan fisik paling kritis dalam siklus kehidupan setelah setahun pertama kehidupan. Sebanyak 25% tinggi badan saat dewasa diperoleh pada masa itu. Kualitas dan kuantitas asupan makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja (Fatmah, 2010). Perilaku gizi yang salah banyak dijumpai pada remaja. Adanya kecenderungan untuk mengikuti pola dan gaya hidup modern membuat remaja lebih menyukai makan di luar rumah bersama kelompoknya. Remaja puteri sering mempraktekkan diet dengan cara yang kurang benar seperti membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk mencegah kegemukan. Akibat perilaku yang kurang tepat ini timbulah masalah gizi pada remaja seperti terlalu kurus, anemia gizi besi dan kekurangan kalsium (Anonim, 2010).
2 Anemia pada remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat. Beberapa penelitian menemukan prevalensi anemia yang tinggi pada remaja, antara lain hasil penelitian Saidin (2002), Permaesih (2002), dan Leginem (2002), yaitu masing masing 41%, 25% dan 88% (Permaesih dan Susilowati, 2005). Sedangkan WHO (2003), memprediksi sekitar 27% remaja puteri di negara berkembang menderita anemia (Fatmah, 2010). Menurut Depkes (2005), prevalensi anemia pada remaja puteri sebesar 26,5% dan pernyataan WHO (2005), Regional Office SEARO menyatakan bahwa 25-40% remaja puteri menderita anemia defisiensi besi tingkat ringan sampai berat di Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, prevalensi anemeia remaja puteri di Indonesia sebesar 57,1% (Anonim, 2006 ; Briawan D,dkk. 2009) dan tahun 2001 sebesar 26,5% (Tarwoto, dkk. 2010). Remaja puteri mudah menderita anemia, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti : pola konsumsi makanan remaja puteri yang lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, remaja puteri ingin tampil langsing sehingga membatasi asupan makanan, adanya kehilangan zat besi utamanya diekskresi melalui feses sebesar 0,6 mg/hari, remaja puteri mengalami haid setiap bulan, sehingga kehilangan zat besi + 1,3 mg/hari. Mencegah anemia pada remaja puteri menjadi sangat penting, karena nantinya wanita anemia dan hamil akan menghadapi risiko seperti : abortus, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, mengalami penyulit lahirnya bayi karena rahim tidak mampu berkontraksi dan perdarahan setelah melahirkan yang sering berakibat kematian (Tarwoto, dkk. 2010).
3 Defisiensi besi pada makanan merupakan penyebab yang paling sering terjadinya anemia gizi. Beberapa studi baik pada manusia maupun hewan menunjukkan bahwa abnormalitas metabolisme besi berhubungan dengan defisiensi vitamin dan asupan penghambat absorbsi besi pada makanan. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa adanya status besi yang lebih rendah pada vegetarian dan vegan (Ma A, dkk. 2002). Upaya yang dapat dilakukan manusia untuk bisa hidup sehat tanpa meninggalkan dunia modern yang dijalaninya adalah dengan berusaha menyelaraskan diri dengan alam. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan menerapkan pola makan vegetarian (Widjaja, dkk. 2007) Dipandang dari segi kesehatan, pola makan vegetarian dapat mencegah beberapa penyakit. Key T (1996), mempublikasikan hasil risetnya pada British Medical Journal, bahwa mengkonsumsi lebih banyak buah segar mempunyai risiko lebih rendah terserang penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskuler (stroke). Suatu penelitian dari The Oxford Vegetarian Study menyatakan bahwa angka kematian dan kesakitan pada vegetarian lebih rendah dari masyarakat umum yang makan daging, operasi usus buntu pada vegetarian risikonya 50% lebih rendah dibandingkan dengan non vegetarian. Vegetarian Society di Amerika Serikat menyatakan bahwa, dengan menu vegetarian mempunyai risiko lebih rendah menderita kanker usus daripada non vegetarian, hal ini ada hubungannya dengan kandungan serat pada diet vegetarian (Wardhana, 2010).
4 Disamping menguntungkan dari segi pencegahan penyakit, ada risiko potensial dari perubahan pola konsumsi vegetarian yang dapat menimbulkan defisiensi gizi terutama pengaruh protein dan mutu zat besinya, karena kelompok vegetarian tidak mengkonsumsi produk hewani yang menyediakan protein dengan mutu tinggi. Kelompok vegetarian mengkonsumsi jenis bahan makanan dari nabati, yang diketahui bahwa jenis zat besi yang terkandung di dalamnya adalah zat besi non heme yang absorpsinya sangat rendah yaitu 5-10% (Bakta, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap wanita vegetarian dan non vegetarian umur 18-45 tahun di Victoria Australia oleh Madelaine J Ball dan Melinda A Bartlett (1999), diperoleh hasil bahwa pada wanita vegetarian asupan protein, lemak jenuh dan kolesterol lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan wanita non vegetarian. Pada wanita vegetarian rata-rata kadar feritin serum lebih rendah secara signifikan (25,0 + 16,2µg/l) dibandingkan dengan wanita non vegetarian (45,5 + 42,5µg/l), dan kadar hemoglobin berbeda tetapi tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Yogianti (2003), disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata kadar feritin serum antara wanita vegetarian dan non vegetarian, dimana kadar feritin serum wanita non vegetarian lebih tinggi dibandingkan vegetarian. Rata-rata kadar hemoglobin wanita non vegetarian lebih tinggi dibandingkan vegetarian tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sutiari (2008), pada penelitiannya menyimpulkan bahwa rata-rata kadar hemoglobin darah (Hb) pada masyarakat laktovegetarian dan lakto-ovovegetarian lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat vegan dan non vegetarian.
5 Keterbatasan jenis makanan menyebabkan kelompok vegetarian khususnya vegan, rentan untuk mengalami defisiensi nutrisi. Vegan vegetarian dapat mengalami kekurangan protein, karena sumber bahan makanan mereka hanya berasal dari pangan nabati. Selain risiko kekurangan protein, kemungkinan penganut vegetarian mengalami kekurangan zat besi. Zat besi vegetarian sebagian besar berasal dari besi non heme yang terdapat dalam bahan makanan nabati yang kandungan zat besinya rendah dan tingkat penyerapannya lebih rendah dibandingkan dengan bahan pangan hewani. Disamping itu, penyerapan besi nonheme dipengaruhi oleh suatu pemicu (precursor) dan penghambat (inhibitor). Makanan vegetarian lebih banyak mengandung zat penghambat dibandingkan zat pemicu, hal tersebut berpengaruh terhadap terjadinya anemia pada vegetarian (Husaini dan Suharno, 1989). Berdasarkan permasalahan di atas, ada kemungkinan kelompok vegetarian ini mengalami masalah kekurangan gizi (anemia gizi besi) khususnya pada kelompok remaja. Oleh karena itu perlu diketahui apakah ada perbedaan asupan gizi (zat besi dan protein) dan kadar feritin serum serta hemoglobin antara remaja vegetarian dan non vegetarian di Kota Denpasar Provinsi Bali. Laporan penelitian ini membahas tentang asupan zat besi dan protein dan hubungannya dengan kadar feritin serum dan hemoglobin baik pada kelompok remaja vegetarian maupun non vegetarian di Kota Denpasar Provinsi Bali untuk dilihat perbedaannya, sehingga apabila ditemukan masalah dalam asupan zat gizi dapat lebih dini dilakukan langkah-langkah penanggulangannya.
6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.2.1 Apakah ada perbedaan rata-rata asupan zat besi antara kelompok remaja 1.2.2 Apakah ada perbedaan rata-rata asupan protein antara kelompok remaja 1.2.3 Apakah ada perbedaan rata-rata kadar feritin serum antara kelompok remaja 1.2.4 Apakah ada perbedaan rata-rata kadar hemoglobin (Hb) antara kelompok remaja 1.2.5 Seberapa besar proporsi anemia kelompok remaja vegetarian dan kelompok remaja non vegetarian di Kota Denpasar. 1.3 Tujuan 1.3.1 Umum : Mengetahui perbedaan asupan zat gizi dan status besi pada kelompok remaja vegetarian dan non vegetarian di Kota Denpasar. 1.3.2 Khusus : 1.3.2.1 Mengetahui perbedaan rata-rata asupan zat besi pada kelompok remaja 1.3.2.2 Mengetahui perbedaan rata-rata asupan protein pada kelompok remaja 1.3.2.3 Mengetahui perbedaan rata-rata kadar feritin serum pada kelompok remaja
7 1.3.2.4 Mengetahui perbedaan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok remaja 1.3.2.5 Mengetahui perbedaan proporsi kejadian anemia pada kelompok remaja 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Memberikan masukan kepada para pengelola ashram yang anggotanya melaksanakan pola konsumsi vegetarian, khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kekurangan asupan zat besi dan protein pada kelompok vegetarian. 1.4.2 Manfaat Teoritis Memberikan tambahan informasi ilmiah tentang asupan zat gizi dan hubungannya dengan kadar feritin serum dan hemoglobin pada kelompok remaja vegetarian khususnya di suatu ashram.