BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN I.1

3.1. METODOLOGI PENDEKATAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan kota akan mendorong kebutuhan akan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dibanding daerah sekitarnya (Bintarto, 1977). perekonomian, atau sebagai pusat pemerintahan (Darmendra, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

BAB III METODOLOGI. moda, multi disiplin, multi sektoral,dan multi masalah, hal ini dikarenakan banyaknya

BAB 3 GAMBARAN UMUM KAWASAN JALAN CIHAMPELAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Alternatif Pendekatan Masalah. Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN I-1

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III.1 KONDISI EXISTING LOKASI PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah kepemilikan kendaraan dewasa ini sangat pesat.

KAJIAN KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL DI KAWASAN PASAR TANAH MERAH BANGKALAN UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN RENCANA SIMPANG TAK SEBIDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

1.1 Latar Belakang Masalah

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI III-1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Widya Anggraini Lestari Zuharnen INTISARI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB. I PENDAHULUAN. membuat kota ini terdiri dari lima wilayah kecamatan (Distric), yaitu

BAB. I. Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW PENDAHULUAN BAB 1 1 UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertemu dengan ruas jalan lain, yang disebut persimpangan. Jalan Letnan Jendral M. T. Haryono, Jalan Serangan Umum 1 Maret (Jalan

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG PERLINTASAN KERETA API KALIGAWE DENGAN U GIRDER

BAB I PENDAHULUAN. terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Usaha penataan ruang kota dan daerah ditujukan sebagai wadah dari fungsi

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

Martius Dwi Astuti Nur Muhammad Farda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tiap-tiap negara mempunyai pertimbangan berbeda mengenai penetapan suatu wilayah yang disebut kota. Pertimbangan itu dipengaruhi oleh beberapa variasi kewilayahan yang melatarbelakangi, seperti sosiokultural dan perekonomian (Yunus, 2005). Pendapat lain mengatakan bahwa perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, sosial dan kegiatan ekonomi (Bintarto 1983). Kawasan perkotaan memiliki beberapa fungsi kawasan yang akan membentuk jaringan kehidupan dengan strata ekonomi yang lebih heterogen dibandingkan dengan daerah penyangga. Kawasan ini juga akan membentuk jaringan kehidupan melalui kegiatan yang melibatkan fungsi kawasan satu dengan lainnya. Seperti di Indonesia yang umumnya saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan, ditunjukkan dengan adanya beberapa kawasan baru, seperti misalnya kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan barang dan jasa yang membentuk jaringan baru salah satunya transportasi darat yaitu jalan Keberadaan jalan sebagai bagian dari transportasi seiring dengan perkembangan perkotaan mempunyai dampak positif yakni sebagai pendukung perkembangan kawasan perkotaan tetapi juga mempunyai dampak negatif seperti kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas karena kepadatan lalu lintas. Kemacetan sering kali dijumpai pada ruas jalan di waktu tertentu Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan penduduk yang berpengaruh pada peningkatan demand terhadap sarana dan prasarana transportasi. Selain itu juga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara demand dan supply transportasi, penurunan tingkat pelayanan jalan, peningkatan intensitas pelaku perjalanan, peningkatan jumlah kepemilikan angkutan/kendaraan pribadi. 1

Perkembangan transportasi didukung oleh prasarana jalan, kebutuhan pergerakan (sarana) dan lalu lintas. Perkembangan dapat terjadi ketika adanya peningkatan permintaan sarana dan prasarana transportasi, kemudian terjadi interaksi antara ketersediaan prasarana dan kebutuhan pergerakan yang akan membentuk suatu lalu lintas. Ketika sarana melebihi prasarana yang ada, dapat berdampak negatif seperti kemacetan lalu linatas. Dampak negatif dikatakan sebagai permasalahan lalu lintas yang dapat diatasi melalui manajemen jalan dan lalu lintas. Manajemen lalu lintas mempertimbangkan hal-hal seperti marka jalan, peletakan lampu lalu lintas dan rambu-rambu lalu lintas, pengaturan jalan searah dan rute alternatif. Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Kota Semarang ibu kota propinsi Jawa Tengah, tidak lepas dari kondisi perkembangan transportasi. Keberlangsungan kehidupan penduduk kota Semarang tidak dapat dilepaskan dari sarana transportasi khususnya transportasi darat. Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki (BAPPEDA, 2005). Menurut UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Pertumbuhan penduduk di kota Semarang, secara tidak langsung juga memberi pengaruh pada pertambahan jumlah kendaraan tetapi tentu saja tidak sebanding dengan pertambahan panjang jalan ataupun pelayanan. Hal tersebut akan berdampak pada permasalahan lalu lintas, sehingga terjadi ketidakseimbangan volume lalu lintas dengan sarana dan prasarana transportasi atau dengan kata lain terjadi peningkatan kepadatan lalu lintas. 2

Ketidakseimbangan volume lalu lintas dapat dipengaruhi oleh peningkatan jumlah kepemilikan angkutan atau kendaraan pribadi, peningkatan jumlah pelaku jalan, tidak adanya peningkatan pelayanan jalan, dan sebagainya. Dampak selanjutnya adalah memicu terjadinya kemacetan lalu lintas. Tingkat pelayanan yang rendah dapat dipengaruhi oleh penggunaan lahan yang berada pada sisi setiap ruas jalan. Penggunaan lahan pada daerah komersil seperti perdagangan, jasa dan industri akan mempengaruhi minat masyarakat (bangkitan) bernilai tinggi sehingga kerap kali berdampak pada penggunaan bahu jalan untuk pemanfaatan sarana parkir. Perkembangan jumlah kendaraan di kota Semarang secara umum selama lima tahun selalu mengalami peningkatan, pada tabel 1.1. di bawah ini, dimana tertera bahwapeningkatan jumlah kendaraan terbanyak pada penggunaan sepeda motor meningkat sampai 151.286 unit pada tahun 2011, sedang penggunaan mobil dinas/pribadi mulai berkurang. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah untuk menekan penggunaan sarana transportasi berupa mobil dinas/pribadi dan mengarahkan pada penggunaan transportasi umum. Jenis - jenis transportasi umum yang meningkat seiring dengan kebijaksanaan pemerintah yaitu ketersediaan taksi meningkat sejumlah 2024 unit dan mikrolet/oplet meningkat sejumlah 1355 unit. Tabel 1.1. Jumlah Kendaraan Kota Semarang Tahun 2007 2011 Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan Kota Semarang Tahun 2007 2011 (unit) Kendaraan Bermotor 2007 2008 2009 2010 2011 Bus 445 467 443 443 445 Truk 988 1019 913 913 1474 Taksi 1065 1040 1265 1265 2024 Mikrolet/Oplet 739 813 859 859 1355 Mobil Dinas/Pribadi 34335 34625 44660 44660 33523 Sepeda Motor 115051 123527 119019 119019 151286 Kendaraan Tidak Bermotor 2007 2008 2009 2010 2011 Becak 8814 8875 8918 8918 10456 Sepeda 76451 76630 71440 71440 94693 Dokar 126 131 131 131 111 Gerobak 370 322 385 385 697 Roda 3 0 444 270 270 271 Sumber : Survei Monografi BPS Kota Semarang 2011 3

Kota Semarang telah mengalami penambahan panjang jalan dari tahun 2009 sampai tahun 2011 di seluruh wilayah Kota Semarang sepanjang 7,99 km (dari 2.778,29 km menjadi 2.786,28 km), bila dilihat dari kondisi jalan mengalami perbaikan. Perubahan pada status jalan Negara/ Nasional dan jalan Propinsi yang kondisinya mengalami perbaikan total pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 kondisinya masih tetap baik (lihat tabel 1.2.). Sedang status jalan Kabupaten/ Kota/ Lokal mengalami penurunan kondisi jalan pada tahun 2009 sampai tahun 2010 dan mengalami peningkatan atau perbaikan kondisi jalan pada tahun 2010 sampai tahun 2011 sepanjang 6 kmserta ada penambahan panjang jalan selama tahun 2009 sampai tahun 2011, pada status jalan kabupaten/ kota/ lokal. Panjang jalan pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 mengalami penambahan sepanjang 1,36 km (dari 2.689,64 km menjadi 2.691,00 km). Penambahan panjang jalan ini dapat dilihat dari adanya perubahan fungsi penggunaan lahan. Sebagai contoh, penggunaan lahan semak/ belukar berubah fungsi sebagai penggunaan lahan perdagangan barang atau jasa. Tabel 1.2.Panjang Jalan Pada Status Jalan Kota Semarang Tahun 2009-2011 Kondisi Jalan Negara / Nasional Status Jalan (km) Propinsi Kab / Kota / Lokal Jumlah Tahun 2009 A. Baik 41,83 23,11 1.157,65 1.222,59 44,01 B. Sedang 10,76 4,33 907,44 922,53 33,20 C. Rusak 7,17 1,45 624,55 633,17 22,79 D. Rusak Berat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah Panjang Jalan 59,76 28,89 2.689,64 2.778,29 100 Tahun 2010 A. Baik 68,12 27,16 1.154,88 1.250,16 44,87 B. Sedang 0,00 0,00 907,00 907,00 32,55 C. Rusak 0,00 0,00 629,12 629,12 22,58 D. Rusak Berat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah Panjang Jalan 68,12 27,16 2.691,00 2.786,28 100 Tahun 2011 A. Baik 68,12 27,12 1.160,88 1.255,16 45,05 B. Sedang 0,00 0,00 905,00 905,00 32,48 C. Rusak 0,00 0,00 626,00 626,00 22,47 D. Rusak Berat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah Panjang Jalan 68,12 27,12 2.691,00 2.786,28 100 Sumber : Bina Marga Kota Semarang (Kota Semarang Dalam Angka 2009, 2010, 2011) % 4

Pertumbuhan penduduk termasuk dalam faktor manusia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kota Semarang (lihat tabel 1.3.). Pertumbuhan di lihat dari jumlah penduduk WNI dan WNA yang terbagi dalam jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dalam waktu 5 tahun (2007-2011), kepadatan penduduk cenderung naik seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Tabel 1.3. Jumlah Penduduk Kota Semarang pada Tahun 2007 2011 Banyak Penduduk Menurut Warga Negara Kota Tahun Semarang (WNI dan WNA) (jiwa) Laki-Laki Perempuan Jumlah 2007 722.026 732.568 1.454.594 2008 735.457 746.183 1.481.640 2009 748.515 758.409 1.506.924 2010 758.267 769.166 1.527.433 2011 767.884 776.474 1.544.358 Sumber : BPS Kota Semarang (Kota Semarang Dalam Angka, 144) Pelaksanaan pelebaran jalan, pembuatan jalan baru maupun pengaturan arus lalu lintas, harus mengetahui kepadatan lalu lintas dan penggunaan lahan sebagai unsur karakteristik arus lalu lintas pada ruas jalan. Arus lalu lintas didefinisikan sebagai gerakan kendaraan (komponen lalu lintas) dari satu titik ke titik yang lain. Menurut Tamin (2000), pergerakan penduduk perkotaan lebih dari 90 % berbasis rumah tangga, artinya mereka memulai perjalanan dari tempat tinggal (rumah) dan mengakhiri perjalanan kembali ke rumah, ini menunjukkan suatu pola pergerakan. Pola pergerakan sepanjang hari kerja, dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : 1. working trip base, perjalanan yang terjadi cenderung lebih dominan untuk mendukung kegiatan bekerja 2. leisure trip base, perjalanan yang terjadi cenderung lebih dominan untuk mendukung kegiatan wisata Penggunaan lahan yang ada di kota Semarang dapat dimaksimalkan untuk pelaksanaan pelebaran jalan dan pembuatan jalan baru. Beberapa lahan kosong di Kota Semarang perlu adanya pengelolaan khusus sebab ketersediaannya mulai terbatas, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.4. 5

Pemanfaatan Ruang Kondisi Administratif Tabel 1.4. Perkembangan Pemanfaatan Ruang Kota Semarang 1987 2004 2006 Wilayah Kota Semarang pada saat itu masih terbagi dalam 9 wilayah Kecamatan Kota Semarang mengalami pengembangan, dan terbagi dalam 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelu-rahan, dengan total luas wilayah sebesar 37.370,390 hektar. Kota Semarang masih terbagi menjadi 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan, dengan luas total wilayah mencapai 37.370,390 hektar Hutan Negara 1.729,800 Ha 1.729,800 Ha 1.516 Ha Padang Gembala 116,839 Ha 651,620 Ha 36,87 Ha Pekarangan dan Bangunan 12.421,685 Ha (33,237%) 17.286,440 Ha (43,08%) 21.379,92 Ha Perkebunan 1.024,422 Ha 1.024,422 Ha 1.181 Ha Tambak / Kolam 2.281,972 Ha 1.853,900 Ha 1.625,8 Ha Tanah Kering 18.576,165 Ha 18.253,030 Ha (49,701%) (48,839%) 11.998,47 Ha Tanah Sawah 6.372,718 Ha 1.830,920 Ha (17,062%) (8,081%) 3.992 Ha Sawah Irigasi Teknis 325,353 Ha 226 Ha 198 Ha Sawah Irigasi Setengah Teknis 715,110 Ha 566,940 Ha 530 Ha Sawah Irigasi Sederhana 1.152,260 Ha 976,980 Ha 921 Ha Sawah Tadah Hujan 2.696,590 Ha 61 Ha 2031 Ha Lain-lain 1.483,405 Ha 312 Ha Tegalan 10.528,734 Ha 1.366 Ha 1.682 Ha Lain-lain 2.893,398 Ha 11.687,69 Ha 5.956,8 Ha Sumber : RTRW Kota Semarang tahun 2011-2031 Teknologi mengalami perkembangan, ditandai adanya studi mengenai kemacetan dan manajemen jalan dan lalu lintas yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemanfatan data penginderaan jauh dan teknologi sistem informasi geografis. Data penginderaan jauh berperan dalam pengumpulan data primer, seperti data penggunaan lahan dan data geometrik jalan (informasi nama jalan, panjang jalan, lebar jalan). Kelebihan penginderaan jauh dibandingkan pada survei lapangan (teresterial) yaitu mampu mencakup wilayah yang luas, hemat biaya, waktu dan tenaga. Survei lapangan dalam pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan, sebab diperlukan untuk menguji 6

ketelitian metode penginderaan jauh serta dapat menyadap informasi yang tidak diperoleh dari metode penginderaan jauh. Penginderaan jauh memiliki beberapa produk yaitu citra foto (foto udara) dan citra non foto (citra satelit). Citra foto diperoleh dengan cara memotret menggunakan bantuan wahana (pesawat udara, balon udara, gantole) dan kamera udara. Citra foto berupa foto udara dengan skala yang dipengaruhi oleh ketinggian terbang. Hasil foto udara dapat di lihat dimana semakin tinggi terbang wahana, cakupan wilayah luas dan skala yang dihasilkan akan semakin kecil. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah terbang suatu wahana maka semakin besar skala yang dihasilkan namun cakupan wilayah lebih kecil. Foto udara dapat digunakan dalam studi perkotaan, dengan alasan resolusi spasial yang dihasilkan cukup baik. Produk citra non foto yang dihasilkan seperti citra Ikonos dan citra Quickbird. Citra ini beresolusi spasial tinggi dan memiliki resolusi spasial 0.6m s/d 1m. Tingkat resolusi spasial dipengaruhi oleh kemampuan sensor dalam merekam objek yang terkecil (0,6m x 0,6m). Satelit Quickbird baik dalam pemanfaatan studi lingkungan dan analisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan kehutanan. Resolusi 60 cm bila dipadukan dengan saluran multispektral, akan menghasilkan pan-sharpened image yang mampu menonjolkan variasi obyek hingga marka jalan dan tembok penjara. Citra ini mudah diintrepretasi secara visual. Hal ini sangat membantu dalam kajiankajian dengan skala detil seperti kajian perkotaan, yang memerlukan skala detil, seperti kajian lalu lintas. Kekurangan Satelit Quickbird yaitu jangkauan liputan satelit resolusi tinggi, (< 20 km) karena beresolusi tinggi dan posisi orbitatnya rendah, 400-600 km di atas bumi Citra penginderaan jauh dapat di olah menggunakan suatu sistem yang dapat membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi secara spasial yaitu sistem informasi geografis (SIG). SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer, digunakan untuk memperoleh dan mempersiapkan, pengaturan, manipulasi dan analisis serta visualisasi data, baik itu data keruangan (data spasial) dan data tabular (data tekstual/ data nonspasial) yang 7

bergeoreferensi. SIG dapat membantu pembuatan pemodelan suatu jaringan jalan (network). Jaringan jalan (network) biasa dianggap sebagai suatu akses arus, dimana secara realitas di muka bumi ini banyak pergerakan atau arus secara logis hanya dapat melalui jaringan tersebut. Sebagai contoh perlalulintasan jalan, dimana kendaraan roda empat hanya dapat melalui akses jalan tersebut, karena pada banyak kenyataan walau secara fisik lokasi dengan jarak lurus lebih dekat (menggunakan model buffer/range) ternyata harus melalui suatu jalur tertentu yang mungkin membutuhkan waktu atau jarak yang lebih lama atau jauh. Jaringan jalan sebagai prasarana, memiliki kriteria tingkat pelayanan jalan terhadap aktivitas kendaraan bermotor. Aktivitas kendaraan bermotor pada suatu ruas jalan tidak dapat diprediksi jumlahnya. Pada waktu tertentu jumlah kendaraan dapat meningkat dengan kata lain mengalami kemacetan lalu lintas. Hal ini sering kali terjadi pada ruas jalan arteri/utama sehingga aktivitas kendaraan bermotor tertunda, untuk mengurangi penundaan aktivitas kendaraan pada suatu ruas jalan perlu adanya manajemen lalu lintas. Salah satu manajemen lalu lintas yang di nilai tepat untuk melancarkan aktivitas kendaraan bermotor adalah alternatif jalan dimana menghindari kemacetan disaat jam puncak arus kendaraan terjadi. 1.2. Rumusan Masalah Jalur bagian selatan sebagai jalur lalu lintas yang menghubungkan kota Semarang dengan daerah penyangga yang berada di bagian selatan Kota Semarang (Kec. Ungaran Timur, Bawen) dan penghubung kota/kabupaten di bagian selatan Kota Semarang seperti Semarang-Solo, Semarang-Magelang, Semarang-Yogyakarta. Jalur penghubung ini termasuk dalam arus pergerakan eksternal, dimana terjadi pergerakan regional terus menerus yang melewati kota Semarang sebagai perlintasan. Jalan kota Semarang bagian selatan memiliki kelas jalan nasional dengan fungsi arteri primer dan sekunder. Pertambahan jumlah kendaraan ruas jalan di waktu tertentu dapat berdampak pada penurunan tingkat pelayanan seperti rendahnya kecepatan 8

rerata ruas jalan, bertambahnya hambatan (delay) di persimpangan sehingga lokasi kemacetan bertambah. Jaringan jalan yang padat dengan kendaraan menandai adanya kemacetan lalu lintas (pertumbuhan lalu lintas mengalami peningkatan). Adanya kemacetan maka pengguna jalan harus mengurangi kecepatan kendaraannya/berhenti sesekali (tersendat-sendat) untuk menunggu tundaan kendaraan, waktu normal perjalanan bertambah lama. Ruas jalan memiliki beberapa kriteria untuk mengoptimalkan tingkat pelayanan sehingga para pengguna lebih nyaman dan tidak mengalami permasalahan berlalu lintas. Kriteria parameter yang sangat berpengaruh adalah lebar efektif ruas jalan dan hambatan samping. Hambatan samping dipengaruhi oleh penggunaan lahan, bahu jalan, kerb-penghalang pada sisi setiap ruas jalan. Data Penginderaan Jauh dan Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) mengalami perkembangan sehingga dapat membantu dalam menganalisis keruangan pada suatu fenomena maupun obyek. Analisis keruangan dalam Penginderaan Jauh seperti Citra Quickbird. Resolusi spasial Quickbird yaitu 0,61 meter saluran pan-sharpened, sehingga mampu merekam obyek permukaan bumi secara detail, serta cocok digunakan untuk studi kekotaan khususnya untuk lalu lintas. Hal itulah yang menjadi dasar mengapa citra Quickbird digunakan untuk mendapat informasi geometrik (panjang jalan, lebar jalan dan jaringan jalan). Data Penginderaan Jauh seperti panjang jalan, lebar jalan dan jaringan jalan yang digunakan pada penelitian kali ini didasarkan pada citra Quickbird yang telah terkoreksi. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dilakukan dengan melakukan manajemen lalu lintas untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dengan adanya alternatif jalan kemacetan. Sehingga berujung pada efektivitas penggunaan jalan yang merata serta kemacetan lalu lintas pun dapat teratasi. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat di tarik beberapa pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimana persebaran kemacetan jalan arteri Kota Semarang (bagian selatan)? 2. Bagaimana ruta jalan alternatif dalam bentuk media cetak untuk mengatasi kemacetan lalu lintas? 9

Menjawab permasalahan tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai alternatif jalan untuk kemacetan lalu lintas dengan judul : PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD UNTUK PEMETAAN JALAN ALTERNATIF KEMACETAN LALU LINTAS DI SEBAGIAN KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Jalan Arteri Kota Semarang Bagian Selatan) 1.3. Tujuan 1. Mengetahui persebaran kemacetan ruas jalan arteri Kota Semarang bagian selatan melalui kondisi arus. Persebaran kemacetan digunakan sebagai barrier dalam network analyst. 2. Memetakan jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas melalui network analyst. 1.4. Sasaran Penelitian 1. Peta kondisi kemacetan jalan arteri Kota Semarang bagian selatan. 2. Manajemen untuk kemacetan lalu lintas berupa jalan alternatif, menitik beratkan pada pemodelan network analyst melalui start, stop dan barrier. 3. Peta Manajemen Jalur Alternatif atasi Kemacetan. 1.5. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai suatu informasi untuk menghindari kemacetan lalu lintas kepada daerah lain khususnya daerah yang sampai saat ini masih bermasalah dengan kemacetan lalu lintas. 2. Media solusi jalan alternatif kemacetan lalu lintas. 10