BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dengan remaja,

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyebaran arus informasi yang tidak terbatas dan dibatasi menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah penduduk yang berusia tahun yang mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia merupakan remaja berumur tahun dan sekitar 900

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Usia mahasiswa berkisar antara tahun. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pornografi, didefinisikan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi,

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

EFEKTIFITAS PROGRAM PIK-KRR TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMU AL-WASLIYAH MEDAN TAHUN 2010

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang penularannya terutama

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. populasi yang terbesar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. baik fisik, psikologis, intelektual maupun sosial. Baik buruknya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

1

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol dikalangan remaja yaitu permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS serta Napza). Pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja pun masih cukup rendah, menurut survei SDKI remaja yang mengetahui tentang pengetahuan seputar HIV/AIDS sebesar 13 % (SDKI 2012). Banyak studi mengaitkan tingginya kasus HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS) dan kehamilan pranikah tersebut berkolerasi dengan perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja. Menurut penelitian KPAN, di antara populasi yang paling berisiko tertular HIV, sekitar sepertiganya adalah kelompok umur 15 24 tahun (BKKBN 2014). Tingginya angka kasus tersebut pada remaja diduga terkait dengan banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko. Apa yang membentuk perilaku seksual remaja merupakan hal yang multifaktorial. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat risiko atau protektif. Pengaruh teman sebaya, jenis kelamin, agama, norma dan nilai, pendidikan dan 1

2 pengawasan orang tua, pendidikan tentang kesehatan reproduksi, media massa, akses situs porno di internet secara konsisten berpengaruh membentuk perilaku seksual remaja. Saat ini, teknologi informasi semakin maju sehingga internet mudah dijangkau oleh siapa pun, tak terkecuali remaja. Menurut survei APJII, pengguna internet di Indonesia mayoritas (49%) adalah remaja (18-25 tahun) dan media sosial menempati peringkat pertama yang paling sering diakses (APJII 2014). Industri pornografi merupakan industri jutaan dollar yang penggunanya terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini diprediksi akan terus mengalami peningkatan karena akses internet yang lebih luas dan terjangkau. Wolak et al (2007) dan Peter et al (2007) melaporkan prevalensi remaja yang terpapar pornografi di internet sekitar 38%-87%. Banyak penelitian yang menenemukan hubungan antara paparan pornografi pada remaja mempengaruhi perilaku seksual remaja, salah satunya hubungan seksual pranikah. Atas dasar tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan frekuensi paparan pornografi di internet terhadap onset hubungan seksual pranikah.

3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan frekuensi paparan pornografi terhadap onset hubungan seksual pranikah. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan frekuensi paparan pornografi di internet terhadap onset hubungan seksual pranikah. 2. Tujuan khusus a. Memberikan gambaran dan prevalensi paparan pornografi di internet dan onset hubungan seksual pranikah pada remaja b. Mengetahui hubungan paparan pornografi di internet terhadap onset hubungan seksual pranikah. D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara frekuensi paparan pornografi di internet dan media social dengan onset hubungan seksual pranikah dan perilaku seksual berisiko di kalangan remaja. Penelitian lainnya juga menghubungkan perilaku seksual berisiko terhadap risiko terinfeksi HIV, Infeksi Menular Seksual (IMS), dan kehamilan pranikah.

4 Penelitian yang dilakukan Ybarra dan Mitchell (2014) menemukan bahwa 7 % remaja dilaporkan mengirim atau menunjukkan ke orang lain foto telanjang/ hampir telanjang dirinya (sexting) lewat media sosial selama satu tahun terakhir. Berbagi foto seksual menunjukkan terdapat kaitan dengan semua aspek perilaku seksual yang diteliti (misal seks oral, seks vaginal). Penelitian yang dilakukan Doornwaard, Moreno, Eijinden, dan Bogt (2013) menemukan bahwa profil akun Facebook yang menampilkan hal seksual dan romantis lebih banyak pernah melakukan hubungan seksual. Dari 104 profil, 25 (24%) memperlihatkan 67 hal terkait seksualitas dan 27 (26%) memperlihatkan 204 hal-hal romantis. Penelitian review sistematik yang dilakukan Guse, Levine,Martins, Lira, Gaarde, Westmorland dan Gilliam (2012) menganalisa 8 penelitian tentang peran intervensi media sosial dalam meningkatkan kesehatan seksual remaja. Dua penelitian menunjukkan penundaan hubungan seksual pertama secara signifikan, satu studi sukses mendorong pengguna media sosial untuk menghapus hal yang terkait seksualitas di profil mereka. Penelitian yang dilakukan Braun-Courville dan Rojas (2009) menemukan bahwa remaja yang mengakses situs pornografi cenderung mempunyai pasangan seks yang lebih dari satu, mempunyai pasangan seks lebih dari satu dalam tiga bulan terkahir, dan penggunaan alkohol/narkotika pada hubungan seksual terakhir.

5 Sudirman (2014) melakukan penelitian pada 117 siswa SMK Tunas Bangsa Kabupaten Subang menemukan bahwa kontrol diri yang buruk, pengaruh teman sebaya, paparan pornografi yang tinggi dan efek alkohol dan oba-obatan terlarang berhubungan dengan perilaku seksual remaja. Remaja dengan kontrol diri yang buruk mempunyai kecenderungan 4 kali lipat melakukan perilaku seksual. Belum ada penelitian dengan metode pengambilan data dengan kuesioner daring di Indonesia yang menunjukkan hubungan media sosial bermuatan pornografi dengan perilaku seksual remaja. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja tentang pengaruh paparan pornografi di internet terhadap perilaku seksual remaja. Selain itu memberikan informasi bagi orangtua dan masyarakat agar dapat mengarahkan remaja dalam memanfaatkan internet yang sehat dan bertanggung jawab.

6 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembuat kebijakan, penyelenggara program intervensi kesehatan reproduksi remaja melalui internet dan media social mengingat penggunaan internet & media sosial pada remaja semakin tinggi, sehingga perlu adanya suatu usaha untuk mengantisipasi pengaruh negatif internet terhadap perilaku remaja khususnya perilaku seksual sehingga media internet dapat digunakan sebagai media infromasi terkini secara positif..