1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang menonjol dikalangan remaja yaitu permasalahan seputar TRIAD KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS serta Napza). Pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja pun masih cukup rendah, menurut survei SDKI remaja yang mengetahui tentang pengetahuan seputar HIV/AIDS sebesar 13 % (SDKI 2012). Banyak studi mengaitkan tingginya kasus HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS) dan kehamilan pranikah tersebut berkolerasi dengan perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja. Menurut penelitian KPAN, di antara populasi yang paling berisiko tertular HIV, sekitar sepertiganya adalah kelompok umur 15 24 tahun (BKKBN 2014). Tingginya angka kasus tersebut pada remaja diduga terkait dengan banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko. Apa yang membentuk perilaku seksual remaja merupakan hal yang multifaktorial. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat risiko atau protektif. Pengaruh teman sebaya, jenis kelamin, agama, norma dan nilai, pendidikan dan 1
2 pengawasan orang tua, pendidikan tentang kesehatan reproduksi, media massa, akses situs porno di internet secara konsisten berpengaruh membentuk perilaku seksual remaja. Saat ini, teknologi informasi semakin maju sehingga internet mudah dijangkau oleh siapa pun, tak terkecuali remaja. Menurut survei APJII, pengguna internet di Indonesia mayoritas (49%) adalah remaja (18-25 tahun) dan media sosial menempati peringkat pertama yang paling sering diakses (APJII 2014). Industri pornografi merupakan industri jutaan dollar yang penggunanya terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini diprediksi akan terus mengalami peningkatan karena akses internet yang lebih luas dan terjangkau. Wolak et al (2007) dan Peter et al (2007) melaporkan prevalensi remaja yang terpapar pornografi di internet sekitar 38%-87%. Banyak penelitian yang menenemukan hubungan antara paparan pornografi pada remaja mempengaruhi perilaku seksual remaja, salah satunya hubungan seksual pranikah. Atas dasar tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan frekuensi paparan pornografi di internet terhadap onset hubungan seksual pranikah.
3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan frekuensi paparan pornografi terhadap onset hubungan seksual pranikah. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan frekuensi paparan pornografi di internet terhadap onset hubungan seksual pranikah. 2. Tujuan khusus a. Memberikan gambaran dan prevalensi paparan pornografi di internet dan onset hubungan seksual pranikah pada remaja b. Mengetahui hubungan paparan pornografi di internet terhadap onset hubungan seksual pranikah. D. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara frekuensi paparan pornografi di internet dan media social dengan onset hubungan seksual pranikah dan perilaku seksual berisiko di kalangan remaja. Penelitian lainnya juga menghubungkan perilaku seksual berisiko terhadap risiko terinfeksi HIV, Infeksi Menular Seksual (IMS), dan kehamilan pranikah.
4 Penelitian yang dilakukan Ybarra dan Mitchell (2014) menemukan bahwa 7 % remaja dilaporkan mengirim atau menunjukkan ke orang lain foto telanjang/ hampir telanjang dirinya (sexting) lewat media sosial selama satu tahun terakhir. Berbagi foto seksual menunjukkan terdapat kaitan dengan semua aspek perilaku seksual yang diteliti (misal seks oral, seks vaginal). Penelitian yang dilakukan Doornwaard, Moreno, Eijinden, dan Bogt (2013) menemukan bahwa profil akun Facebook yang menampilkan hal seksual dan romantis lebih banyak pernah melakukan hubungan seksual. Dari 104 profil, 25 (24%) memperlihatkan 67 hal terkait seksualitas dan 27 (26%) memperlihatkan 204 hal-hal romantis. Penelitian review sistematik yang dilakukan Guse, Levine,Martins, Lira, Gaarde, Westmorland dan Gilliam (2012) menganalisa 8 penelitian tentang peran intervensi media sosial dalam meningkatkan kesehatan seksual remaja. Dua penelitian menunjukkan penundaan hubungan seksual pertama secara signifikan, satu studi sukses mendorong pengguna media sosial untuk menghapus hal yang terkait seksualitas di profil mereka. Penelitian yang dilakukan Braun-Courville dan Rojas (2009) menemukan bahwa remaja yang mengakses situs pornografi cenderung mempunyai pasangan seks yang lebih dari satu, mempunyai pasangan seks lebih dari satu dalam tiga bulan terkahir, dan penggunaan alkohol/narkotika pada hubungan seksual terakhir.
5 Sudirman (2014) melakukan penelitian pada 117 siswa SMK Tunas Bangsa Kabupaten Subang menemukan bahwa kontrol diri yang buruk, pengaruh teman sebaya, paparan pornografi yang tinggi dan efek alkohol dan oba-obatan terlarang berhubungan dengan perilaku seksual remaja. Remaja dengan kontrol diri yang buruk mempunyai kecenderungan 4 kali lipat melakukan perilaku seksual. Belum ada penelitian dengan metode pengambilan data dengan kuesioner daring di Indonesia yang menunjukkan hubungan media sosial bermuatan pornografi dengan perilaku seksual remaja. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada remaja tentang pengaruh paparan pornografi di internet terhadap perilaku seksual remaja. Selain itu memberikan informasi bagi orangtua dan masyarakat agar dapat mengarahkan remaja dalam memanfaatkan internet yang sehat dan bertanggung jawab.
6 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembuat kebijakan, penyelenggara program intervensi kesehatan reproduksi remaja melalui internet dan media social mengingat penggunaan internet & media sosial pada remaja semakin tinggi, sehingga perlu adanya suatu usaha untuk mengantisipasi pengaruh negatif internet terhadap perilaku remaja khususnya perilaku seksual sehingga media internet dapat digunakan sebagai media infromasi terkini secara positif..