BAB IV KETENTUAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

2 Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati sat

Panduan diskusi kelompok

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

1.1 Latar Belakang Masalah

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

APA ITU DAERAH OTONOM?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2000 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH

I. PENJELASAN UMUM. 1. Dasar Pemikiran. a. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun PENJELASAN ATAS

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IV/MPR/2000 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

Pandangan Umum Terhadap Konsep Otonomi Daerah Dalam Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Pasal 18 UUD 49 dan Pasal 18, 18A dan B (Amandemen) Harsanto Nursadi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GaneÇ Swara Vol. 6 No.2 September 2012 I KOMANG RUPADHA ABSTRAKSI PENDAHULUAN. Kajian Historis Undang-undang Pemerintahan...I Komang Rupadha 114

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sumarma, SH R

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

-1- QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH ACEH TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

BAB II PENGATURAN TENTANG HIBAH DAERAH DI INDONESIA. A. Pengaturan Tentang Hibah Daerah di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB IV KETENTUAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA A. Kebijakan Otonomi Daerah Menurut UU No 32/2004 Landasan Yuridis otonomi daerah menurut konstitusi sebelum reformasi adalah berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 dan penjelasannya. Ketentuan Bab VI Pemerintahan Daerah, Pasal 18 UUD 1945 Menyebutkan: Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa Penjelasan resmi Pasal 18 UUD 1945 pada intinya menyebutkan bahwa Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Dalam daerahdaerah yang bersifat autonom atau bersifat daerah administrasi belaka, menurut aturan yang ditetapkan oleh Undang-undang. Di daerah yang bersifat autonom akan diadakan badan perwakilan daerah, dan di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Dalam territoir negara Indonesia terdapat desa di Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu 111

digilib.uns.ac.id 112 mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Indonesia menghormati kedudukan daerahdaerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara mengenai daerah-daerah itu mengingat hak asal usul daerah tersebut. Pasal 18 tersebut menunjukkan secara tersirat Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas desentralisasi yang ditunjukkan dengan adanya daerah -daerah yang bersifat otonom, menganut asas dekonsentrasi yang ditunjukkan dengan adanya wilayah yang bersifat administrative, dan secara tersirat menganut asas tugas pembantuan dengan otonomi seluasluasnya yang juga menghormati dan mengakui adanya daerah yang bersifat istimewa yang terdapat pada desa dan swapraja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pasal 18 asli tersebut menganut otonomi luas dan otonomi khusus. Pasca reformasi Pasal 18 yang terdiri dari 1 ayat diamandemen menjadi Pasal 18 yang terdiri dari 7 ayat, Pasal 18A yang terdiri dari 2 ayat dan Pasal 18B yang terdiri dari 2 ayat. Pasal 18 amandemen tersebut menjadi acuan dibentuknya UU No 32/2004 Secara lengkap Pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen dirumuskan sebagai berikut: Pasal 18 Ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

digilib.uns.ac.id 113 Ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tuga pembantuan. Ayat (3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Ayat (4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis. Ayat (5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Ayat (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Ayat (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang. Pasal 18A Ayat (1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

digilib.uns.ac.id 114 Ayat (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Pasal 18B Ayat (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. Ayat (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal 18 amandemen UUDNRI 1945 diatas pada intinya mengandung prinsip-prinsip dan ketentuan sebagai berikut: 1. Prinsip daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (Pasal 18). Prinsip ini menegaskan bahwa pemerintahan daerah adalah suatu pemerintahan otonom dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum amandemen, pasal ini tidak menegaskan pemerintahan daerah sebagai satuan pemerintahan yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan tertentu sebagai urusan rumah tangganya. Hanya, dalam penjelasan disebutkan bahwa Daerah-daerah itu bersifat

digilib.uns.ac.id 115 otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka. Yang diimplementasikan dengan adanya daerah-daerah otonom, wilayah yang bersifat administrative serta secara tersirat menganut asas tugas pembantuan. Pasal 18 (1) juga menyatakan bahwa pemerintahan daerah sebagai satuan pemerintahan yang mandiri dalam menyelenggaraan rumah tangga daerah termasuk dalam membuat produk legislasi daerah dan rekruitmen pejabat politik di daerah. 2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18(5)). Keinginan untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya telah muncul pada saat Negara Kesatuan RI baru saja terbentuk di tahun 1950, yaitu Soepomo mengatakan bahwa kepada daerah akan diberi kesempatan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, sedang otonomi daerah itu akan diberikan seluas-luasnya. Kemudian penggunaan otonomi seluas-luasnya juga telah ditetapakan dalam TAP MPRS No XX1/MPRS/1966 Tentang Pemberian otonomi seluas-lusnya kepada daerah. 3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18 A (1)). Prinsip ini mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kewenangan, memperhatikan kekhususan dan pluralitas masing-masing daerah, sehingga jenis otonomi daerah dapat berbeda dengan daerah lainnya.

digilib.uns.ac.id 116 4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya (Pasal 18 B (2)). Masyarakat hukum adat adalah masyarakat hukum (rechtsgemeenschap) yang berdasarkan hukum adat atau adat-istiadat, seperti desa, marga, nagari, gampong dan lain-lain. Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 18 B amandemen mengandung pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagai sub sistem NegaraKesatuan Republik Indonesia. Selain itu hak-hak tradisional yang meliputi hak ulayat, hak-hak memperoleh manfaat atau kenikmatan atas tanah, diakui dan dijunjung tinggi. 5. Prinsip mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18 B(1)). Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan daerah terdapat daerah istimewa, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Daerah Istimewa Aceh, sedangkan daerah yang bersifat khusus seperti Daerah khusus Ibukota (DKI) Jakarta, kemudian kekhususan tersebut juga diartikan adanya otonomi khusus bagi Aceh dan Papua.

digilib.uns.ac.id 117 Pasal 18 amandemen tersebut pada prinsipnya mengandung sistem otonomi seluas-luasnya dan otonomi khusus yang diatur lebih lanjut dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. 1. Pengaturan otonomi Seluas-luasnya Pengaturan otonomi seluas-lusnya pasca reformasi diatur dalam UU No 22/1999. Otonomi seluas-luasnya yang dikehendaki oleh UU No 22/1999 dipengaruhi dari kebijakan politik hukum waktu itu yang dirumuskan dalam Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya manusia yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada enam poin penting yang ditekankan dalam substansi Tap MPR tersebut antara lain 342 : a. Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. b. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokratis dan memperhatikan keanekaragaman daerah. c. Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional antara pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan. d. Perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. e. Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan. f. Penyelenggaran otonomi daerah; pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan; serta 342 Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya commit manusia to yang user berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

digilib.uns.ac.id 118 perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam rangka mempertahankan dan mempertahankan dan memperkokoh Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas kerakyatan dan berkesinambungan yang diperkuat dengan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Masyarakat. Berdasarkan ketentuan di atas maka dapat diketahui bahwa desain penyelenggaraan otonomi daerah meliputi: Pertama, penyelenggaraan otonomi daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan. Kedua, adanya perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Ketiga, penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi.. Keempat, penyelenggaraan otonomi daerah diselenggarakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan. Kelima, memberikan kewenangan bagi daerah mengelola sumber daya nasional dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan. Keenam, penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan dalam rangka mempertahankan dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas kerakyatan dan berkesinambungan yang diperkuat dengan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan masyarakat. Dari ketentuan Tap MPR No. XV tahun 1998 tersebut di atas, kemudian ditindaklanjuti dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

digilib.uns.ac.id 119 Lahirnya UU No. 22/1999 didasarkan pada pertimbangan - pertimbangan sebagai berikut: 343 a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah; b. bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peranserta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah; c. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik. d. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti; e. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti; f. bahwa berhubung dengan itu, perlu ditetapkan Undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah untuk mengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; Materi muatan yang terkandung dalam UU No 22/ 999 secara garis besar memiliki jiwa, semangat dan substansi yang sangat berbeda dengan 343 UU No 22/1999 Tentang Pemerintahan Daerah, bagian menimbang.

digilib.uns.ac.id 120 UU Nomor 5/1974 tentang Pokok-pokok pemerintahan di daerah. dalam UU ini didasarkan pada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang : 344 a. Luas dan utuh/bulat. Ini berarti bahwa kewenangan daerah dalam menyelenggarakan kewenangan-kewenangan tertentu tidak dibatasi pada materi atau substansi tertentu (luas) sepanjang mampu dilaksanakan serta tidak melewati batas-batas kompetensi pemerintah pusat maupun propinsi. Disamping itu, dimungkinkan pula bahwa penyelenggaraan suatu kewenangan pemerintahan meliputi seluruh dimensi manajemennya (utuh/bulat), baik sejak tahap perumusan kebijaksanaan, perencanaan dan alokasi, sampai dengan tahap evaluasinya. b. Nyata, yang menyiratkan adanya keleluasan daerah untuk menyelenggarakan kewenangannya dalam bidang pemerintahan harus didasarkan pada kenyataan yang diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah tersebut. Artinya sebuah kewenangan harus datang dari aspirasi yang berkembang di masyarakat, sehingga dimungkinkan dengan otonomi yang luas dan nyata ini bentuk kewenangan yang ada setiap daerah akan sangat bervariatif, tergantung dari kebutuhan dan kondisi obyektif masyarakat yang bersangkutan. c. Bertanggungjawab. Ini mengandung pengertian adanya perwujudan tanggung jawab sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan RI. Pada intinya UU No 22/1999 menetapkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten dan daerah kota, yang didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan otonomi daerah pada masa lampau yaitu pada masa UU No 5/1974 yang menganut 344 Lihat dalam Penjelasan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintan Daerah

digilib.uns.ac.id 121 prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi uang lebih merupakan kewajiban daripada hak. 345 Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut: 346 a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas; d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasankawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah otonom. 345 Lihat dalam Penjelasan UU No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. 346 Ibid

digilib.uns.ac.id 122 f. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyeleng-gaaraan pemerintahan daerah. g. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. h. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Melalui UU ini beberapa pengaturan-pengaturan baru dimunculkan. Pertama, tidak lagi menyebut DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah, tetapi menempatkan DPRD sebagai badan legisltif daerah. Kedua, pemilihan kepala daerah tidak lagi menjadi kewenangan pusat, tetapi DPRD diberi kewenangan memilih kepala daerah yang sesuai dengan aspirasi masyarakat di daerah, pemerintah pusat tinggal mengesahkannya. Ketiga, DPRD berwenang untuk meminta pertanggungjawaban kepada daerah. Keempat, DPRD dapat mengusulkan pemecatan kepala daerah kepada presiden apabila terbukti telah melakukan penyimpangan commit dalam tugas to user dan kewenangannya sebagai kepala

digilib.uns.ac.id 123 daerah. Kelima, dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan masingmasing daerah tersebut berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki satu sama lain. 347 Dengan diamandemennya UUD 1945 maka UU No 22/1999 menjadi tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan Pasal 18 UUD 1945 amandemen, sehingga dilakukan perubahan dari UU No 22/1999 menjadi UU No 32/2004, perubahan tersebut juga memperhatikan ketetapan MPR No IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Permasalahan-permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah antara lain adalah sebagai berikut: a. Penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah pusat selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat. b. Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreativitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di daerah. 347 Ni matul Huda. Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Loc Cit, hlm. commit 137-139. to user

digilib.uns.ac.id 124 c. Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat dan antar daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi, dan tingkat kualitas sumber daya manusia. Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang menghambat penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu sebagai komitmen wakil rakyat yang duduk di MPR dalam mewujudkan otonomi seluas-luasnya, otonomi daerah istimewa dan otonomi khusus, MPR melalui Tap MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, mengeluarkan rekomendasi yang ditunjukkan kepada pemerintah dan Dewan Perakilan Rakyat antara lain yang paling substansial adalah 348 : a. Undang-undang tentang otonomi khusus bagi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya, sesuai amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004, agar dikeluarkan selambat-lambatnya 1 Mei 2001 dengan memperhatikan aspirasi masyarakat daerah yang bersangkutan. b. Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap UU No 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25/1999 tentang Perimbangan 348 Tap MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

digilib.uns.ac.id 125 keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18 UUD 1945,termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap provinsi, kabupaten/kota, desa/negara/marga dan sebagainya. Lahirnya UU No 32/2004 adalah berdasarkan pertimbanganpertimbangan sebagai berikut 349 : a. Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan 349 UU No 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah bagian menimbang.

digilib.uns.ac.id 126 otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara; c. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti; Materi Muatan menurut UU No. 32/2004 adalah Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. 350 Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk 350 Lihat dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

digilib.uns.ac.id 127 memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. 351 Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara. 352 Hubungan antara daerah dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya diatur dalam Pasal 18A (1) UUD 1945 (2000) jo Pasal 2 (4), (5), (6), dan (7). Pasal 18A (1) menyebutkan: Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Menurut Pasal 2 (4) UU No.32/3004, menyebutkan: Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan 351 Ibid. 352 Ibid

digilib.uns.ac.id 128 dengan Pemerintah dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Pasal 2 (5) : Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dan Pasal 2 (6) menyebutkan: Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Pasal 2 (7): Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan pemerintahan. 1 Hubungan wewenang antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah dan Antar pemerintahan Daerah Pasal 2 (7) UU No. 32/2004 Menyebutkan: Hubungan wewenang. menimbulkan hubungan administrasi dan hubungan kewilayahan antarsusunan pemerintahan. Yang dimaksud dengan hubungan administrasi dalam ketentuan ini adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dareah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan sistem administrasi negara (Penjelasan Pasal 2 (7)). Yang dimaksud dengan hubungan kewilayahan adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah NKRI. Wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat (Penjelasan Pasal 2 (7)).

digilib.uns.ac.id 129 Pasal 11 (2) UU No. 32/2004, menyebutkan: penyelenggaraan urusan pemerintahan..merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antarpemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. 2 Hubungan Keuangan Pasal 15 (1) UU No. 32/2004 menyebutkan: Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: (a) Pemberian sumber-sumber keuangan untuk penyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; (b) Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan (c) Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. Pasal 15 (2) UU No. 32/2004 menyebutkan: Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi : (a) Bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota; (b) Pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama; (c) Pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; dan (d) Pinjaman dan/atau hibah antarpemerintahan daerah.

digilib.uns.ac.id 130 Pasal 15 (3) UU No. 32/2004 Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan 3 Hubungan pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya Pasal 16 (1) UU No. 32/2004 menyebutkan: Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: (a) kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal; (b) pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan (c )fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum Pasal 16 (2), UU No. 32/2004 menyebutkan hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan darah, meliputi : (a) pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah, (b) kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum, dan (c) pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum. Pasal 17 (1) UU No. 32/2004, menyebutkan hubungan dalam bidang pemanfaatan SDA dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan dareah, meliputi : (a) kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian

digilib.uns.ac.id 131 dampak, budidaya dan pelestarian, (b) bagi hasil atas pemanfaatan SDA dan sumber daya lainnya; serta (c) penyerasian lingkungan, tata ruang, dan rehabilitasi lahan. Pasal 17 (2) UU No. 32/2004, menyebutkan hubungan dalam bidang pemanfaatan SDA dan sumber lainnya antarpemerintahan daerah meliputi: (a) pelaksanaan pemanfaatan SDA dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah, (b) kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan SDA dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah, serta (c) pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan SDA dan sumber lainnya. Pasal 18 (1) UU No. 32/2004, menyebutkan: Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Pasal 18 (2): Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pasal 18 (4) UU ini, menyebutkan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Dimaksud dengan garis pantai dalam ketentuan ini adalah perpotongan garis air rendah dengan daratan (Penjelasan Pasal 18 (4)). Pasal 18 (5) UU ini, juga

digilib.uns.ac.id 132 menyebutkan apabila wilayah laut antara 2 provinsi kurang dari 24 mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari wilayah antara 2 provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/ kota memperoleh 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. Pasal 18 (6) UU ini, menyatakan ketentuan pada ayat (4) dan (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. Dimaksud dengan nelayan kecil dalam ketentuan ini adalah nelayan masyarakat tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dan alat penangkapan ikan secara tradisional, dan terhadapnya tidak dikenakan surat izin usaha dan bebas dari pajak, serta bebas menangkap ikan di seluruh pengelolaan perikanan dalam wilayah RI (Penjelasan Pasal 18 (6)). 4 Hubungan Pengawasan Dalam bingkai Negara kesatuan pemerintah pusat memiliki hubungan pengawasan dengan pemerintah daerah. Hubungan pengawasan terdapat dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 217 dan Pasal 218. Pasal 37 (1) menyebutkan: Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan. Pasal 37 (2) : Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 38 (1) menyebutkan:

digilib.uns.ac.id 133 Gubernur dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang: (a) pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; (b) koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; (c) koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Pasal 217 (1) menyebutkan: Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi : (a) koordinasi pemerintahan antarsusunan pemerintahan; (b) pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan; (c) pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan; (d) pendidikan dan pelatihan; dan (e) perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Pasal 218 (1): Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: (a) Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; (b) Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan,

digilib.uns.ac.id 134 perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundangundangan. 353 Dasar pemikiran terbentuknya UU No 32/2004 adalah pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan Undang-Undang No. 22/1999 disamping karena adanya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti: Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam 353 Ibid

digilib.uns.ac.id 135 Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BKP dan MA pada sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002 dan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK dan MA pada sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003. Dalam penjelasan UU No 32/2004 disebutkan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang

digilib.uns.ac.id 136 sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu, diberikan pula standar, arahan bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian,

digilib.uns.ac.id 137 koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya diatur dalam Pasal 10(2) UU No 32/2004 yang menyebutkan: Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi luas berawal dari prinsip semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 10(3) UU No 32/2004. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah pusat meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. Dalam penjelasan umum disebutkan bahwa yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah: 1. urusan politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga

digilib.uns.ac.id 138 internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya. 2. urusan pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga Negara dan sebagainya. 3. urusan keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya. 4. urusan yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti undangundang,peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional. 5. urusan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.

digilib.uns.ac.id 139 6. urusan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah. Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan kehidupan beragama. 2. Pengaturan otonomi khusus Pasal 18B (1)(2) UUD 1945 amandemen mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. Sampai sekarang terdapat dua daerah yang memiliki status otonomi khusus yaitu Aceh dan, Papua yang diatur berdasarkan undang-undang tersendiri. Otonomi Khusus Aceh diatur berdasarkan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Darussalam juncto UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Otonomi khusus papua diatur dalam UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang

digilib.uns.ac.id 140 memiliki ketahanan dan daya juang tinggi. Kehidupan masyarakat Aceh yang demikian terartikulasi dalam perspektif modern dalam bernegara dan berpemerintahan yang demokratis serta bertanggung jawab. Tatanan kehidupan yang demikian merupakan perwujudan di dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syari at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi salah satu daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kehidupan demikian, menghendaki adanya implementasi formal penegakan syari at Islam. Itulah yang menjadi bagian dari latar belakang terbentuknya Mahkamah Syar iyah yang menjadi salah satu bagian dari anatomi keistimewaan Aceh. Penegakan syari at Islam dilakukan dengan asas personalitas ke-islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh. Aspirasi yang dinamis masyarakat Aceh bukan saja dalam kehidupan adat, budaya, sosial, dan politik mengadopsi keistimewaan Aceh, melainkan juga memberikan jaminan kepastian hukum dalam segala urusan karena dasar kehidupan masyarakat Aceh yang religius telah membentuk sikap, daya juang yang tinggi, dan budaya Islam yang kuat.

digilib.uns.ac.id 141 Hal demikian menjadi pertimbangan utama penyelenggaraan keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan UU No 44/1999. Perjalanan penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dipandang kurang memberikan kehidupan di dalam keadilan atau keadilan di dalam kehidupan. Kondisi demikian belum dapat mengakhiri pergolakan masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk reaksi. Respon Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melahirkan salah satu solusi politik bagi penyelesaian persoalan Aceh berupa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam pelaksanaannya undang-undang tersebut juga belum cukup memadai dalam menampung aspirasi dan kepentingan pembangunan ekonomi dan keadilan politik. Hal demikian mendorong lahirnya Undang- Undang tentang Pemerintahan Aceh dengan prinsip otonomi seluasluasnya. Pemberian otonomi seluas-luasnya di bidang politik kepada masyarakat Aceh dan mengelola pemerintahan daerah sesuai dengan prinsip good governance yaitu transparan, akuntabel, profesional, efisien, dan efektif dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat di Aceh. Dalam menyelenggarakan otonomi yang seluasluasnya itu, masyarakat Aceh memiliki peran serta, baik dalam merumuskan, menetapkan, melaksanakan maupun dalam mengevaluasi kebijakan

digilib.uns.ac.id 142 pemerintahan daerah. Bencana alam, gempa bumi, dan tsunami yang terjadi di Aceh telah menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh. Begitu pula telah tumbuh kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka untuk menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, serta bermartabat yang permanen dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 melahirkan UU No 11/ 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dengan adanya undang-undang ini menandakan kilas baru sejarah perjalanan Provinsi Aceh dan kehidupan masyarakatnya menuju keadaan yang damai, adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat. Nota Kesepahaman adalah suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh secara berkelanjutan. Anatomi ideal dalam kerangka di atas memberikan konsiderasi filosofis, yuridis, dan sosiologis dibentuknya Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh. Undang-Undang ini mengatur dengan tegas bahwa Pemerintahan Aceh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan Undang-Undang ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional. Dengan demikian, otonomi seluas-luasnya pada dasarnya bukanlah sekadar hak, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan

digilib.uns.ac.id 143 kewajiban konstitusional untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh. Oleh karena itu, pengaturan dalam qanun yang banyak diamanatkan dalam Undang-Undang ini merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional tersebut dalam pelaksanaan pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota, dan merupakan acuan yang bermartabat untuk mengelola urusan pemerintahan secara mandiri sebagai bagian dari wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengaturan kewenangan luas yang diberikan kepada Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota yang tertuang dalam Undang-Undang ini merupakan wujud kepercayaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh. Adanya ketentuan di dalam Undang-Undang ini mengenai perlunya norma, standar, prosedur, dan urusan yang bersifat strategis nasional yang menjadi kewenangan Pemerintah, bukan dimaksudkan untuk mengurangi kewenangan yang dimiliki Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota, melainkan merupakan bentuk pembinaan, fasilitasi, penetapan dan pelaksanaan urusan pemerintahan yang bersifat nasional.pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada. Kerja sama pengelolaan sumber daya alam di wilayah Aceh diikuti dengan pengelolaan sumber keuangan secara transparan dan Akuntabel dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan.

digilib.uns.ac.id 144 Selanjutnya, dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh dilakukan pembangunan infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan, dan kemajuan kualitas pendidikan, pemanfaatan dana otonomi khusus yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi nasional. Hal mendasar dari Undang-undang ini adalah pemerintah Aceh mendapatkan kewenangan yang seluas-luasnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 7 (1) UU No 11/2006 yang berbunyi: Pemerintahan Aceh dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah. Meskipun demikian urusan yang menjadi urusan pemerintah pusat sama dengan yang tercantum dalam Pasal 10(3) UU No 32/2004 yaitu meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama. Menurut Pasal 7 (3) UU No 11/2006 menyebutkan: dalam menyelenggarakan kewenangan pemerintahan yang menjadi kewenangannya Pemerintah dapat: a. melaksanakan sendiri; b. menyerahkan sebagian kewenangan Pemerintah kepada Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota; c. melimpahkan sebagian kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah dan/atau instansi Pemerintah; dan d. menugaskan sebagian urusan kepada Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dan gampong berdasarkan asas tugas pembantuan.

digilib.uns.ac.id 145 Kemudian dalam Pasal 11 (1) UU No 11/2006 juga menyebutkan: Pemerintah menetapkan norma, standar, dan prosedur serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota.. Pasal 11 (3): Dalam menyelenggarakan pengawasan, Pemerintah dapat: a. melaksanakan sendiri; dan/atau b. melimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah untuk melaksanakan pengawasan terhadap kabupaten/kota. Dari beberapa pasal diatas menandakan bahwa pemerintah Aceh meskipun diberi kewenangan yang luas di semua sector public namun pemerintah pusat tetap melakukan pengawasan melalui penerapan Norma, standard dan prosedur bagi pemerintah aceh dan kabupaten/kota dalam menyelenggarakan urusan. UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua. Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan