PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI

dokumen-dokumen yang mirip
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA

ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL KONGRES XIX IKATAN NOTARIS INDONESIA JAKARTA, 28 JANUARI 2006

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA

AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA KOALISI INDONESIA UNTUK KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN BAB I UMUM. Pasal 1 Nama dan Sifat Organisasi

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI

RANCANGAN TATA TERTIB MUSYAWARAH LOKAL XII ORARI LOKAL GARUT

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA.

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15

KEPUTUSAN KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA NOMOR: 214 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PENYELENGGARAAN DEWAN KERJA PRAMUKA PENEGAK DAN PRAMUKA PANDEGA

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA GERINDRA

KWARTIR NASIONAL GERAKAN PRAMUKA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN SURVEYOR INDONESIA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1. Pasal 2. Pasal 3

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 84 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOERATNO GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN

MUKADIMAH PERHIMPUNAN AHLI BEDAH ONKOLOGI INDONESIA ( PERABOI ) Bahwa sesungguhnya penyakit tumor/kanker adalah suatu penyakit yang dapat disembuhkan.

DEWAN KEHORMATAN DAN PROSEDUR OPERASIONAL KODE ETIK GURU INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM

DAFTAR ISI ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM BELA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IKATAN AHLI PENGADAAN INDONESIA (IAPI)

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

SURAT KEPUTUSAN Nomor : KEP.20/PP.PPI/I/2017

ANGGARAN RUMAH TANGGA JARINGAN MAHASISWA KESEHATAN INDONESIA (JMKI)

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA AD & ART LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT NUSANTARA CORRUPTION WATCH LSM NCW

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

PENGURUS BESAR IGPKhI SELAKU PIMPINAN MUNAS I IGPKhI Sekretaris Jenderal,

Oktober Tata Kerja. Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi. S u r a b a y a, O k t o b e r

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

Anggaran Rumah Tangga Daihatsu Zebra Club (ZEC)

ANGGARAN DASAR IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERMAHI (PERHIMPUNAN MAHASISWA HUKUM INDONESIA)

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

ANGGARAN DASAR & ATURAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI UNPAR (IKA UNPAR)

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR,

ANGGARAN DASAR PERSATUAN SARJANA KEHUTANAN INDONESIA

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

ANGGARAN DASAR IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA PERIODE

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENDIDIK DAN PENELITI BAHASA DAN SASTRA (APPI-BASTRA) BAB I PENGERTIAN UMUM

PANDUAN SUB KOMITE MUTU PROFESI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CISALAK

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

RANCANGAN ANGGARAN DASAR ORGANISASI PEMERINTAHAN MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA PEMBUKAAN

PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ADJIDARMO

ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA (Indonesian Agricultural Extensionist Association) PERHIPTANI IAEA

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA. PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA (Indonesian Agricultural Extensionist Association) PERHIPTANI IAEA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

ANGGARAN DASAR PERSATUAN PERUSAHAAN GRAFIKA INDONESIA (INDONESIA PRINT MEDIA ASSOCIATION) MUKADIMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IAP KETETAPAN KONGRES ISTIMEWA IKATAN AHLI PERENCANAAN INDONESIA (IAP) NO. 3 TAHUN 2009 TENTANG

ANGGARAN DASAR INDONESIAN ASSOCIATION FOR PUBLIC ADMINISTRATION (IAPA) BAB I NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN WAKTU

PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS DI BALIKPAPAN, 12 JANUARI 2017

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

:: LDII Sebagai Ormas/Anggaran Rumah Tangga:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

ANGGARAN DASAR ASOSIASI KONTRAKTOR KONSTRUKSI INDONESIA BAB I NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN, DAERAH KERJA, DAN WAKTU. Pasal 1 NAMA

ANGGARAN RUMAH TANGGA

TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pasal 3 HMPF-ITB berkedudukan di Class Room 1.2 LABTEK VIII Institut Teknologi Bandung Kampus Ganesha.

ANGGARAN DASAR IKATAN ORTODONTIS INDONESIA (IKORTI) ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ORTODONTIS INDONESIA (IKORTI)

ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA

PERATURAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN NOMOR 001 TAHUN 2015

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM

ANGGARAN DASAR PDSKJI M U K A D I M A H

DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kampus IPB Darmaga, Wing barat rektorat lt. 1

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2016

ANGGARAN DASAR ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA MUKADIMAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR PT.THURSINA NOMOR : /SK/THURSINA/XII/2014 TENTANG KEBIJAKAN PENDELEGASIAN WEWENANG DI RS. THURSINA DIREKTUR RUMAH SAKIT THURSINA

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 9 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG

BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN : 1999 SERI : D.4.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

ANGGARAN DASAR IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

A N G G A R A N D A S A R KEKERABATAN ALUMNI ANTROPOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA (KELUARGA) MUKADIMAH

KEBIJAKAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit. Namun hal ini tidak mudah dilakukan dewasa ini. Meskipun rumah sakit telah dilengkapi dengan tenaga medis, perawat, dan sarana penunjang lengkap, masih sering terdengar ketidak puasan pasien akan pelayanan kesehatan yang mereka terima. Pelayanan kesehatan dewasa ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan beberapa dasawarsa sebelumnya. Beberapa faktor yang mendorong kompleksitas pelayanan kesehatan pada masa kini antara lain: 1.Semakin kuat tuntutan pasien/masyarakat akan pelayanan kesehatan bermutu, efektif, dan efisien, 2. Standar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, 3. Latar belakang pasien amat beragam (tingkat pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya), dan 4. Pelayanan kesehatan melibatkan berbagai disiplin dan institusi. Situasi pelayanan kesehatan yang kompleks ini seringkali menyulitkan komunikasi antara pasien dan pihak penyedia layanan kesehatan. Komunikasi yang baik amat membantu menyelesaikan berbagai masalah sedangkan komunikasi yang buruk akan menambah masalah dalam pelayanan kesehatan. Di samping komunikasi yang baik, pelayanan kesehatan harus memenuhi kaidah-kaidah profesionalisme dan etis. Untuk menangkal hal-hal yang berpotensi merugikan berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit dan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka perlu ditingkatkan kemampuan tenaga kesehatan menyelesaikan masalah-masalah medis dan non-medis di rumah sakit dan tercipta struktur yang mendukung pelayanan kesehatan secara profesional dan berkualitas. Salah satu upaya mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu dan profesional di rumah sakit 1

adalah dengan memenuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam Kode Etik Rumah Sakit di Indonesia (KODERSI). Kode Etik Rumah Sakit Indonesia memuat rangkaian nilai-nilai dan normanorma moral perumahsakitan Indonesia untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi setiap insan perumahsakitan yang terlibat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan rumah sakit di Indonesia. KODERSI merupakan kewajiban moral yang harus ditaati oleh setiap rumah sakit di Indonesia agar tercapai pelayanan rumah sakit yang baik, bermutu, profesional dan sesuai dengan norma dan nilainilai luhur profesi kedokteran. KODERSI pertama kali disahkan dalam Kongres VI PERSI pada tahun 1993 di Jakarta. Dalam perjalannya telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Pada umumnya pedoman yang termuat dalam KODERSI berupa garis besar atau nilai-nilai pokok yang masih memerlukan penjabaran yang lebih rinci dan teknis. Untuk menjabarkan KODERSI dan menerapkannya dalam kebijakan rumah sakit maka setiap rumah sakit dianjurkan membentuk Komite Etik Rumah Sakit (KERS). Sedangkan di tingkat pengurus cabang pusat, badan etik rumah sakit Indonesia dinamakan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI). Dalam rangka melengkapi KODERSI maka perlu buat acuan dasar prosedural dalam bentuk Pedoman Pengorganisasian Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (selanjutnya disingkat Pedoman). Dengan adanya pedoman ini diharapkan penerapan KODERSI dalam pelayanan perumahsakitan menjadi kenyataan sehingga rumah sakit di Indonesia mampu mengemban misi luhur dalam meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Landasan Hukum Landasan Hukum penyusunan Pedoman ini ialah Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga PERSI dan pelbagai peraturan perundang-undangan yang relevan bagi tugas dan fungsi KERS dan MAKERSI. Landasan peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah: 1. UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 2. UU RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. 3. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. 2

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1045/MenKes/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan Sedangkan landasan ketentuan dan keputusan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia yang dimaksud ialah : 1. Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia 2. Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia 3. Surat Keputusan Kongres PERSI VI, tentang pengesahan berlakunya Kode Etik Rumah Sakit Indonesia, 1993. 4. Surat Keputusan Kongres PERSI VIII, tentang perbaikan dan penyempurnaan KODERSI, 2000 5. Surat Keputusan Kongres IX, tentang Tata Tertib Organisasi, 2003 6. Surat Keputusan Kongres PERSI X, tentang perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PERSI, 2006 7. Hasil Rapat Kerja PERSI di Balikpapan, 2008 8. Surat Keputusan Kongres PERSI XI 2009 Pasal 1 Pengertian Untuk memudahkan penerapan pedoman, perlu dirumuskan ketentuan umum dan pengertian pokok sebagai berikut : 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang telah ditentukan dan diatur oleh peraturan perundang undangan Negara Republik Indonesia. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan merupakan unit sosial ekonomi, harus mengutamakan tugas kemanusiaan dan mendahulukan fungsi sosialnya. 2. Insan perumahsakitan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan dan pengelolaan rumah sakit. 3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia adalah rangkuman norma-norma moral yang telah dikodifikasi oleh PERSI sebagai organisasi profesi bidang perumahsakitan di Indonesia. 3

4. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) adalah suatu perangkat organisasi non struktural yang dibentuk dalam rumah sakit untuk membantu pimpinan rumah sakit dalam melaksanakan KODERSI 5. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) adalah organisasi yang menghimpun dan mewakili rumah-rumah sakit di Indonesia 6. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) adalah badan otonom PERSI yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat dan Daerah untuk menjalankan KODERSI Pasal 2 Tujuan Pedoman ini menjadi acuan tatalaksana pembentukan dan tatakerja Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit di Indonesia. BAB II TATALAKSANA ORGANISASI KOMITE ETIK RUMAH SAKIT Pasal 3 Pembentukan KERS 1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan perangkat organisasi rumah sakit di bentuk di Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan rumah sakit menerapkan Kode Etik Rumah Sakit di rumah sakit. 2. Pembentukan KERS adalah wajib 3. Ketua dan Anggota KERS dipilih dan diangkat oleh Direktur/Pimpinan Rumah Sakit, untuk selama masa bakti tertentu. KERS sekurang-kurangnya harus terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan 2 (dua) orang Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 7 (tujuh) orang. 4. Keanggotaan KERS harus mewakili berbagai profesi di dalam rumah sakit. 5. Dalam struktur organisasi rumah sakit, posisi KERS setingkat direktur rumah sakit dan komite medik rumah sakit. Selain itu KERS juga bisa berada di bawah direktur rumah sakit dan setingkat komite medik rumah sakit. 4

6. Komite etik rumah sakit bertanggung jawab langsung kepada pimpinan rumah sakit atau yang mengangkatnya. 7. Bila dipandang perlu anggota KERS dapat berasal dari individu di luar rumah sakit 8. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota KERS: berjiwa Pancasila, memiliki integritas, kredibilitas sosial, dan profesional. Ia juga memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan kemanusiaan. 9. Keanggotaan KERS diupayakan tidak dirangkap dengan jabatan-jabatan struktural di rumah sakit. Pasal 4 Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab KERS 1. Secara umum KERS bertugas membantu pimpinan rumah sakit menerapkan Kode Etik Rumah Sakit di rumah sakit, baik diminta maupun tidak diminta. 2. Secara khusus KERS memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab: a. Melakukan pembinaan insan perumahsakitan secara komprehensif dan berkesinambungan, agar setiap orang menghayati dan mengamalkan KODERSI sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing di rumah sakit. Pembinaan ini merupakan upaya preventif, persuasif, edukatif, dan korektif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan atau pelanggaran KODERSI. Pembinaan dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, diskusi kasus, dan seminar. b. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan terhadap setiap kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pimpinan atau pemilik rumah sakit c. Membuat pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang terkait dengan etika rumah sakit. d. Menangani masalah-masalah etik yang muncul di dalam rumah sakit 5

e. Memberi nasehat, saran, dan pertimbangan etik kepada pihak-pihak yang membutuhkan f. Membantu menyelesaikan perselisihan/sengketa medik yang terjadi di lingkungan rumah sakit g. Menyelenggarakan pelbagai kegiatan lain yang dipandang dapat membantu terwujudnya kode etik rumah sakit. 3. Dalam melaksanakan tugasnya KERS wajib menerapkan prinsip kerjasama, koordinasi, dan sinkronisasi dengan Komite Medik serta struktur lain di rumah sakit sesuai dengan tugas masing-masing. 4. Pimpinan dan anggota KERS wajib mematuhi peraturan rumah sakit dan bertanggung jawab kepada pimpinan rumah sakit serta menyampaikan laporan berkala pada waktunya. 5. KERS dapat meminta saran, pendapat atau nasehat dari MAKERSI Daerah bila menghadapi kesulitan. 6. KERS wajib memberikan laporan kepada MAKERSI Daerah mengenai pelaksanaan KODERSI di rumah sakit, minimal sekali setahun. 7. KERS wajib melaporkan masalah etik yang serius atau tidak mampu ditangani sendiri ke MAKERSI Daerah. BAB III TATA LAKSANA ORGANISASI MAKERSI Pasal 5 Pembentukan MAKERSI 1. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI) adalah badan otonom, perangkat organisasi PERSI. 2. MAKERSI dibentuk di tingkat pusat disebut MAKERSI Pusat dan di tingkat propinsi/kotamadya disebut sebagai MAKERSI Daerah. 3. Pembentukan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah adalah wajib. 4. Pembentukan MAKERSI Daerah hanya dibenarkan jika di propinsi tersebut telah ada pengurus PERSI Daerah 5. Apabila di suatu daerah belum terbentuk MAKERSI Daerah maka MAKERSI Pusat berwenang menunjuk MAKERSI Daerah terdekat untuk menjalankan tugas dan fungsi MAKERSI di daerah tersebut. 6

Pasal 6 Pemilihan Pengurus MAKERSI 1. Pemilihan Ketua MAKERSI Pusat dilakukan melalui formatur 2. Jumlah formatur maksimum 3 orang 3. Calon formatur diusulkan oleh utusan Daerah 4. Kriteria calon Ketua MAKERSI Pusat: a. Mempunyai kemampuan visioner dalam organisasi b. Mempunyai pengalaman dalam memimpin rumah sakit c. Pernah menjadi pengurus PERSI atau MAKERSI 5. Ketua MAKERSI Pusat dipilih dalam Kongres PERSI, untuk masa jabatan selama Kepengurusan Persi Pusat, dan bertanggung jawab kepada Kongres PERSI. 6. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurangkurangnya harus terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 9 (sembilan) orang. 7. Pemilihan Ketua MAKERSI Daerah dapat melalui aklamasi atau formatur dalam Rapat Pleno anggota PERSI Daerah. 8. Ketua MAKERSI Daerah dipilih dalam Rapat Pleno untuk masa jabatan selama Kepengurusan Persi Daerah, dan bertanggung jawab kepada Rapat Pleno PERSI Daerah. 9. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurangkurangnya harus terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 5 (lima) orang. 10.Anggota MAKERSI harus mewakili berbagai profesi yang ada di dalam rumah sakit 11.Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota MAKERSI: a. Berjiwa Pancasila, memiliki integritas, kredibilitas sosial, dan profesional. b. Memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan, dan kemanusiaan. c. Memiliki pengalaman sebagai pimpinan atau jabatan lain yang berkaitan dengan manajemen rumah sakit. 7

12.Keanggotaan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah, tidak dibenarkan merangkap jabatan dalam dalam kepengurusan PERSI yang setingkat; ialah jabatan Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan jabatan struktural lainnya dalam kepengurusan PERSI yang setingkat. Tidak termasuk jabatan sebagai penasehat atau kelompok kerja. 13.Apabila salah seorang pengurus MAKERSI berhalangan tetap, mengundurkan diri, atau karena sesuatu hal diberhentikan sebagai pengurus, maka penggantiannya dilakukan oleh Ketua MAKERSI. 14.Batasan masa jabatan Ketua MAKERSI dalam tingkatan manapun maksimal dua kali berturut-turut dan setelah satu periode masa jabatan tidak menduduki jabatan Ketua MAKERSI dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya. Pasal 7 Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab MAKERSI MAKERSI Pusat mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Menyusun dan menetapkan kebijakan dan garis-garis besar program pembinaan KODERSI secara nasional. 2. Membuat pedoman pelaksanaan KODERSI. 3. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan secara lisan dan atau tertulis, diminta atau tidak diminta mengenai segala sesuatu yang menyangkut KODERSI kepada Pengurus PERSI Pusat. 4. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesi kesehatan lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi di tingkat nasional. 5. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan oleh MAKERSI Daerah yang tidak bisa diselesaikan di tingkat daerah. MAKERSI Daerah mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Melakukan pembinaan dan mengkoordinasikan KERS di rumah-rumah sakit yang berada di wilayah dari Cabang PERSI yang bersangkutan sesuai dengan program dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh MAKERSI Pusat 8

2. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan secara lisan dan atau tertulis, diminta atau tidak diminta mengenai segala sesuatu yang menyangkut KODERSI kepada Pengurus PERSI Daerah. 3. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi profesi kesehatan lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi di tingkat cabang 4. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan oleh KERS setempat. 5. Jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan di tingkat daerah maka dapat meminta saran, pendapat, atau nasehat dari MAKERSI Pusat. Pasal 8 Rapat-rapat Rapat MAKERSI terdiri dari: 1. Kongres, dilaksanakan sekali dalam tiga tahun 2. Rapat Kerja Tahunan, merupakan rapat antara Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah, membicarakan pelaksanaan program kerja dan masalah-masalah yang baru timbul 3. Rapat Pengurus MAKERSI Pusat diadakan sekurang-kurangnya dua kali setahun 4. Rapat Pengurus MAKERSI Daerah diadakan menurut kebutuhan Pasal 9 Sumber Keuangan 1. Sumber keuangan KERS berasal dari anggaran Rumah Sakit yang bersangkutan. 2. Sumber keuangan Makersi Pusat berasal dari PERSI Pusat 3. Sumber Keuangan Makersi Daerah berasal dari PERSI Daerah BAB IV Pasal 10 Penutup 9

1. Hal-hal yang belum tercantum dalam tatalaksana ini dapat diputuskan sendiri oleh MAKERSI Pusat atau MAKERSI Cabang 2. Keputusan yang dimaksud harus tidak bertentangan dengan tatalaksana ini dan atau pelbagai ketentuan organisasi lainnya dari PERSI serta harus dikomunikasikan kepada MAKERSI pusat. 3. Dengan demikian diharapkan KODERSI dapat dilaksanakan dengan baik di rumah sakit Indonesia. ==/\== 10