I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rongga mulut. Hampir semua negara memiliki permasalahan tentang

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke-6 yang dikeluhkan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa jenis antara lain; tunanetra, tunarungu/tunawicara, tunagrahita,

Maria Victa Agusta R.*, Ade Ismail AK**, Muhammad Dian Firdausy*** ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Penelitian untuk mengetahui perbedaan status kebersihan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. program Oral Health 2010 yang telah disepakati oleh WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga kesehatan gigi mempunyai manfaat yang besar dalam menunjang. kesehatan dan penampilan, namun masih banyak orang yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mufidah (2012) umumnya permasalahan keseh atan pada

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. American Public Health Association mendefinisikan anak cacat sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB I PENDAHULUAN. nyaman, bersih, lembab sehingga terhindar dari infeksi (Eastham et al. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. oleh Pemerintah (UU RI No. 36 Tahun 2009 Pasal 93). (Rahmawati dkk., 2011). Anak-anak yang berusia 6-12 tahun diseluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi dan mulut yang paling umum diderita, dan menggambarkan masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Oleh karena itu pembangunan kesehatan

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta perkembangan. Jika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian penting dari kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kerusakan bahan organik yang dapat menyebabkan rasa ngilu sampai

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya untuk memenuhi keinginan dalam konteks sosial dan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan gigi (Depkes RI, 2000). integral dari kesehatan secara keseluruhan yang memerlukan penanganan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2012). Status kesehatan gigi dan mulut umumnya dinyatakan dalam prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari

BAB I. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya adalah sebuah proses pembentukan individu

BAB I PENDAHULUAN. penyakit terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014). Penduduk yang. Daerah (Riskesdas) oleh Departemen Kesehatan RI meningkat dari 23,2%

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyangga gigi dan karies gigi (Anonim, 2004). Salah satu penyebab terjadinya penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak ahli mengatakan bahwa kesehatan rongga mulut merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penerus bangsa sehingga mereka harus dipersiapkan dan. yang sehat jasmani dan rohani, maju, mandiri dan sejahtera menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan dan penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat awam pada umumnya cenderung memberi kesan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mulut akan mempengaruhi kinerja seseorang (Putri dkk., 2010). Penyakit gigi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan banyak kesulitan dalam kehidupan sehari-hari bagi orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (World Health Organization) (2013), terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan upaya kesehatan gigi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

BAB I PENDAHULUAN. terarah dan mencapai tujuannya. Seperti, pada fase kanak-kanak orang harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Situasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan gigi dan mulut mereka. Anak-anak beresiko mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dikeluhkan oleh masyarakat (Pontonuwu dkk., 2013). Penyakit gigi dan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENCEGAHAN KARIES GIGI PADA MURID KELAS SATU SDN 74/IV DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEBUN HANDIL KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karbohidrat pada plak yang menempel di permukaan gigi. Plak merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013

ل ق د خ ل ق ن ا ال إ ن س ان ف ي أ ح س ن ت ق و يم

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti berbicara, makan, dan bersosialisasi tidak akan terganggu karena terhindar dari rasa sakit,

BAB I PENDAHULUAN. secara jasmani dan rohani. Tidak terkecuali anak-anak, setiap orang tua

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan. Mulut bukan sekedar untuk pintu masuknya. menunjang kesehatan seseorang (Riyanti, 2005).

PERBANDINGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUTPADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS SLB-B DAN SLB-C KOTA TOMOHON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya

PENELITIAN MEDIA KOMUNIKASI DALAM KEBERHASILAN PROMOSI KESEHATAN GIGI DAN MULUT. Desi Andriyani *

BAB I PENDAHULUAN. American Health Association mendefinisikan bahwa anak-anak. kerja, atau melakukan hal-hal yang anak-anak lain diusia yang sama bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga orang yang mengusahakan kesehatan atau membersihkan diri akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat,

BAB I PENDAHULUAN. sisi lain. Orang mempunyai kecacatan fisik belum tentu lemah dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karbohidrat oleh bakteri, gigi, dan saliva.karies yang terjadi pada gigi desidui

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kondisi ini dapat tercapai dengan melakukan perawatan gigi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering dari semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pencegahan dan manajemen yang efektif untuk penyakit sistemik. Pembangunan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization tahun 2007 memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sebesar 24, 45% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun. Gambaran hasil survei cepat di beberapa SLB dari Kementerian Kesehatan 2010 bahwa karakteristik jenis kecacatan sebagian besar adalah tunanetra, tunarungu/ tunawicara dan sebagian kecil gangguan belajar. Perilaku anak berkebutuhan khusus seperti kebiasaan gosok gigi 2 kali sehari kurang lebih 70% dan 50-75% melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain (Kemenkes RI, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Jain dkk (2008) di India bahwa prevalensi karies gigi sangat tinggi pada remaja dengan gangguan pendengaran. Roe dkk (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa aktivitas karies yang tinggi pada anak berkebutuhan khusus terjadi karena mereka mengalami kesulitan dalam menjaga oral hygiene, rendahnya kemampuan untuk menggerakkan otot, lemahnya otot, serta minimnya mereka menggerakan otot mulut yang berpengaruh terhadap prosedur rutin dalam membersihkan gigi. Penyebab utama terjadi karies gigi pada orang berkebutuhan khusus adalah karena mereka kurang dapat menghilangkan plak secara optimal (Ahmad dkk, 2009). 1

2 Anak tunarungu mempunyai gigi dan gingiva layaknya anak normal, namun pola makan, keterbatasan fisik, kurangnya kebiasaan membersihkan gigi, sikap orang tua, pengobatan serta penyedia layanan kesehatan berkontribusi terhadap buruknya kesehatan gigi dan mulut anak tunarungu (Kote,2005). Anak tunarungu memiliki keterbatasan perbendaharaan kata yang dikuasainya serta keterbatasan dalam menangkap suara, sehingga mengalami hambatan dalam komunikasi dengan lingkungan di masyarakat (Wicaksaningsih,2008). Pendengaran anak tunarungu kurang berfungsi sehingga ia mengalihkan pengamatannya melalui mata, maka anak tunarungu disebut dengan insan pemata. Dengan mata anak tunarungu dapat melihat bahasa lisan dan oral sehingga dapat melihat ekspresi wajah dari lawan bicara, untuk menangkap makna yang disampaikan oleh lawan bicaranya melalui gerak bibir (Permanarian, 1996). Menurut (Piaget, 1970, cit Nurhayati dkk,2011) perkembangan anak usia Sekolah Dasar terbagi menjadi 2 bagian yaitu kelas rendah dan kelas tinggi, kelas rendah anak usia SD dari kelas I- III dan kelas tinggi anak usia SD kelas IV V. Usia SD kelas rendah sudah dapat mengklasifikasikan pengamatan namun masih harus lebih banyak menggunakan objek yang konkret (alat peraga) berbeda dengan kelas tinggi siswa sudah mampu menggeneralisasikan dari berbagai kategori. Penyuluhan atau Pendidikan kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu proses yang timbul atas dasar kebutuhan kesehatan yang bertujuan untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik dan meningkatkan taraf hidup. Salah satu contoh pendidikan kesehatan yang sering dilakukan dimasyarakat adalah

3 penyuluhan (Notoatmodjo, 2007). Penyuluhan kesehatan gigi bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan perorangan dan masyarakat guna tercapainya tingkat kesehatan gigi yang lebih baik di masa mendatang (Hariyani dkk, 2008). penyuluhan harus dibuat semenarik mungkin, atraktif, tanpa mengurangi isinya (Notoatmodjo, 2007). Film animasi mampu memperkaya pengalaman dan kompetensi siswa pada beragam materi ajar (Harrison dan Hummell, 2010). Menurut Hegarty (2004) film animasi mampu menyediakan tampilan-tampilan visual yang lebih kuat dari berbagai fenomena dan informasi-informasi abstrak yang sangat berperan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Pemanfaatan film animasi dalam pembelajaran adalah untuk meningkatan minat, pemahaman, dam keterampilan bekerja dalam kelompok (Bogiages dan Hitt, 2008). Menurut Ali (2011) film animasi sangat penting untuk mempelajari keterampilan motorik karena memberikan kesempatan bagi pelajar untuk melihat kinerja keterampilan yang menyebabkan kecepatan berpikir. Menurut Barak (2010) film animasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berpengaruh positif pada motivasi belajar siswa. Menurut Lowe (2004) film animasi memiliki keterbatasan yaitu memunculkan inefisiensi ketika tidak dirancang dengan benar serta tidak diaplikasikan dengan metode yang tepat dalam kegiatan belajar. Film animasi memakan waktu dan biaya produksinya yang relatif mahal.

4 Guna memaksimalkan pemanfaatan indera dan meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada siswa, diperlukan penyuluhan kesehatan gigi dengan metode yang dapat menarik minat serta memaksimalkan penggunaan indera siswa (Herijulianti,dkk, 2002). Mata adalah indera yang paling dominan bagi anak tunarungu (Suparno, 2007). Maka sangat penting sekali menentukan metode penyuluhan kesehatan gigi yang sifatnya visual diperuntukan bagi anak tunarungu yang cenderung menggunakan indera penglihatnnya untuk menerima suatu informasi dan mempelajari suatu hal baru. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah : Bagaimanakah pengaruh penyuluhan kesehatan gigi metode film animasi pada anak tunarungu terhadap peningkatan pengetahuan karies gigi? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh penyuluhan kesehatan gigi metode film animasi pada anak tunarungu terhadap peningkatan pengetahuan tentang karies gigi belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu pernah dilakukan adalah Comperation Between Conventional Health Promotion and Use Of Cartoon Animation In Delivering Oral Health Education oleh Sinor (2011). Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek yang diteliti adalah anak tunarungu dan hanya menggunakan metode film animasi saja.

5 D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan gigi metode film animasi pada anak tunarungu terhadap peningkatan pengetahuan karies gigi. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Kedokteran Gigi Anak Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dibidang kedokteran gigi anak mengenai penyuluhan melalui metode film animasi terhadap anak tunarungu. 2. Bagi Keperawatan Gigi Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah untuk keperawatan gigi mengenai alternatif metode penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk anak tunarungu. 3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan sumber informasi tentang metode penyuluhan kesehatan gigi melalui film animasi untuk anak tunarungu