BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah menunjukkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. Saat ini diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Pertambahan orang usia lanjut di negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan 1000 orang perhari, pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi lansia (Nugroho, 2008). Secara demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah penduduk 147,3 juta. Angka tersebut terdapat perkiraan 16,3 juta orang (11%) yang berusia 50 tahun ke atas, dan perkiraan 6,3% juta orang (4,3%) berusia 60 tahun ke atas. Perkiraan dari 6,3 juta orang terdapat 822.831 orang (13,06%) tergolong jompo. Tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,9% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70
tahun dan pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan diprediksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat keempat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke-103 dunia. Data statistik tersebut mengisyaratkan pentingnya pengembangan keperawatan gerontik di. indonesia (Palestin, 2008). Survey awal yang dilakukan terdapat data di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan adalah jumlah seluruh lansia saat ini sebanyak 157 orang, yang terdiri dari 77 orang pria dan 80 orang wanita. Seluruh lansia yang diketahui penderita reumatik sebanyak 40 orang, penderita diabetes militus sebanyak 86 orang, penderita hipertensi sebanyak 82 orang, penderita asma sebanyak 75 orang, dan penyakit lainnya. Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan pada organisme yang menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan, merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang sudah mencapai usia lanjut (Stanlay, 2006). Proses menua bukanlah suatu penyakit tetapi suatu proses alamiah. Proses menua sulit dihindari dengan upaya apapun, namun manusia dapat berusaha memperlambat proses alami ini dan menjaga supaya sampai usia lanjut masih bisa hidup dalam keadaan sehat dan
menikmati kehidupan yang bahagia dan berkualitas. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomi (Hardywinoto, 2004). Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Palestin, 2008). Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilitas maupun perawatan diri. Kemunduran fungsi mobilitas meliputi penurunan kemampuan mobilitas ditempat tidur, berpindah, jalan/ ambulasi, dan mobilitas dangan alat adaptasi. Kemunduran kemampuan perawatan diri meliputi penurunan kemampuan aktivitas makan, mandi, berpakaian, defekasi dan berkemih, merawat rambut, gigi, serta kumis dan kuku (Pudjiastuti, 2003). Kemampuan pada lansia harus diidentifikasi, dengan kata lain apakah lansia masih dapat beraktivitas dengan mandiri dan seberapa besar kemampuan yang masih dimiliki. Kemampuan fungsional ini harus dipertahankan semandiri mungkin. Sisa kemampuan harus diperhatikan pada aspek fisik dalam melakukan kegiatan seharihari, sehingga perlu dilakukan pengkajian kemampuan fungsional untuk melihat kemampuan lansia dalam melakukan perawatan diri mereka sendiri yang dimulai dari aktivitas kehidupan harian. (Watson,2001).
Pengkajian kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari harinya. Pengkajian kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, serta menciptakan pemilihan intervensi yang tepat. (Kushariadi, 2009). Pengkajian kemampuan fungsional merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri antara lain : Mengontrol BAB dan BAK, pergi ke toilet, makan, berpakaian, mandi dan berpindah tempat. Pengkajian kemampuan fungsional penting untuk mengetahui gambaran kemandirian, dan besarnya bantuan yang diperlukan dalam aktivitas kehidupan sehari hari (James, 2003). Pengkajian kemampuan fungsional umumnya mengikuti indeks pengukuran yang dikembangkan oleh Barthel dan Kats. Indeks Katz dalam aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan alat yang digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks ini didasarkan pada hasil evaluasi terhadap kemandirian atau keadaan sebaliknya, yaitu ketergantungan secara fungsional. Indeks Kart meliputi keadekuatan pelaksanaan dalam enam fungsi seperti : mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah tempat, mengontrol BAB dan BAK, dan makan. Kemandirian di sini dihubungkan dengan kemampuan klien dalam melakukan fungsi tanpa memerlukan supervisi, petunjuk, maupun bantuan aktif dengan pengecualian yang didasarkan pada Katz indeks. Bagi klien yang menolak untuk
melakukan sendiri suatu fungsi tertentu tetapi sebenarnya dia mampu, maka dianggap tidak bisa melakukannya (Tamher, 2008). Permasalahan kemampuan fungsional di dalam kehidupan sehari-hari pada lansia yang berada di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, akan menimbulkan dampak yang buruk dalam menjalani hari tua. Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh lanjut usia, tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan Fungsional Lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. 3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi pertanyaan peneliti adalah bagaimana gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.
4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. 5. Manfaat Penelitian 5.1 Bagi pendidikan kesehatan Sebagai informasi dan menambah pengetahuan bagi pendidikan kesehatan dalam melakukan pelayanan gerontik, dengan permasalahan terhadap kemampuan fungsional lansia. 5.2 Bagi Panti Werdha Sebagai masukan bagi panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dalam perawatan lansia tentang kemampuan fungsional, agar dapat semakin memandirikan lansia dalam aktivitas kehidupan sehari hari. 5.3 Bagi penelitian selanjutnya Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya agar penelitian tentang kemampuan fungsional lanjut usia dapat lebih sempurna.