III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tingkat kabupaten/kota tahun 2010, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Secara umum data dasar dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dirangkum pada Tabel 1. Tabel 1 Data dasar dan sumber data yang digunakan No. Data Keterangan Sumber 1 Infrastruktur a. Panjang jalan b. Air bersih c. Listrik BPS BPS BPS 2 Tata kelola Tata kelola pemerintahan daerah KPPOD 3 APBD Realisasi pendapatan dan belanja daerah Kemenkeu menurut penerimaan dan pengeluaran 4 Penduduk Jumlah penduduk BPS 5 Luas Luas wilayah Kemendagri 6 PDRB Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku 8 Peta digital Peta digital Indonesia menurut kabupaten/kota Data infrastruktur yang digunakan merupakan data infrastruktur fisik berbentuk relatif sehingga dapat dibandingkan. Data infrastruktur merupakan ukuran akses dari masing-masing infrastruktur. BPS BPS Variabel tata kelola pemerintahan daerah diolah dari hasil studi TKED 2010 yang dilaksanakan oleh KPPOD. Studi TKED 2010 dilaksanakan di 260 kabupaten/kota di 19 provinsi, namun karena masalah response rate, 15 kabupaten/kota dikeluarkan dari analisis. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung terhadap pelaku usaha, dengan jumlah responden sebanyak 12.391 perusahaan. Khusus untuk aspek kualitas peraturan daerah, data didapatkan melalui kajian tim terhadap 1.480 peraturan daerah. Terdapat sembilan aspek tata kelola pemerintahan daerah yang dikaji dengan 61 variabel. Untuk
26 masing-masing variabel, pengolahan data menyesuaikan dengan jenis data yang dikumpulkan. Kesembilan aspek tata kelola pemerintahan daerah tersebut, yaitu: (1) akses lahan usaha dan kepastian berusaha, (2) perizinan usaha, (3) interaksi Pemda dan pelaku usaha, (4) program pengembangan usaha swasta, (5) kapasitas dan integritas kepala daerah, (6) biaya transaksi, (7) kebijakan infrastruktur daerah, (8) keamanan dan penyelesaian sengketa, dan (9) kualitas peraturan daerah. 3.2 Metode Analisis 3.3.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan bentuk analisis sederhana yang bertujuan mendeskripsikan dan mempermudah penafsiran yang dilakukan dengan bantuan tabel dan grafik. Analisis deskriptif eksploratif pada penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran tentang tata kelola pemerintahan daerah dan penyediaan infrastruktur selama periode penelitian dengan bantuan tabel, grafik, uji beda rata-rata dan spasial untuk melihat sebaran dan pengelompokan data. Adapun pola hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah, penyediaan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi dieksplorasi dengan korelasi pearson. Melalui gambaran umum ini, diharapkan dapat menguatkan analisis ekonometrika yang dibahas selanjutnya, terkait dengan hipotesis yang telah disusun untuk menjawab tujuan penelitian ini. Uji Beda Rata-Rata Untuk mengetahui apakah ada perbedaan tata kelola dan infrastruktur antar wilayah administrasi (kabupaten-kota) dan geografis (Jawa-luar Jawa) digunakan uji beda rata-rata dua sampel independen. Independen maksudnya adalah bahwa populasi yang satu tidak dipengaruhi atau tidak berhubungan dengan populasi yang lain. Ada dua tahap pengujian yang dilakukan. Pertama adalah menguji apakah kedua populasi mempunyai varian yang sama atau tidak. Uji ini dilakukan karena peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam (varian) populasi. Tahap kedua adalah menguji apakah kedua populasi mempunyai nilai rata-rata yang sama atau tidak.
27 Analisis Spasial Tujuan analisis spasial pada penelitian ini adalah membuat peta tematik, yaitu peta yang memberikan gambaran mengenai sebaran penyediaan infrastruktur menurut kabupaten/kota. Jumlah kabupaten/kota yang banyak akan dapat digambarkan secara visual dan menyeluruh dengan peta tematik. Analisis spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai analisis yang menggunakan referensi keruangan (geografi). Setiap bagian dari analisis tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah). Dalam penyajian data spasial diperlukan dukungan suatu Sistem Informasi Geografi (SIG). Menurut As-syukur (2006) SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Analisis Korelasi Uji korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional (berhubungan bukan berarti disebabkan). Uji korelasi tidak membedakan jenis variabel apakah variabel dependen maupun independen. Korelasi dinyatakan dalam persentase keeratan hubungan antar variabel yang dinamakan dengan koefisien korelasi. Koefisien korelasi ini yang menunjukkan derajat keeratan hubungan antara dua variabel dan arah hubungannya, positif atau negatif. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut: Jika, nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linear positif, yaitu makin besar nilai variabel X makin besar pula nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X maka makin kecil nilai variabel Y.
28 Jika, nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linear negatif, yaitu makin besar nilai variabel X makin kecil nilai variabel Y atau makin kecil nilai variabel X maka makin besar nilai variabel Y. Jika, nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan antara variabel X dan variabel Y. Jika, nilai r =1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi hubungan linear sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk r yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Pearson. Korelasi Pearson digunakan untuk data dalam jumlah besar dan sebaran normal. Uji korelasi ini dilakukan untuk mengetahui korelasi data kuantitatif (interval atau rasio). Hipotesis korelasi Pearson adalah sebagai berikut: H0 : ρ1 = 0 H1 : ρ1 0 Koefisien korelasi diformulasikan sebagai berikut: rxy = (3.1) dengan: r = Koefisien korelasi yang dicari xy = Jumlah perkalian variabel x dan y x = Jumlah nilai variabel x y = Jumlah nilai variabel y x 2 = Jumlah pangkat dua nilai variabel x y 2 = Jumlah pangkat dua nilai variabel y N = Banyaknya sampel Jika rhitung rtabel, maka tolak H0, artinya terdapat korelasi antara variabel x dan variabel y. 3.3.2 Analisis Regresi Berganda Pada penelitian ini analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh tata kelola pemerintahan dan variabel eksogen lain terhadap penyediaan infrastruktur serta pengaruh tata kelola pemerintahan daerah, infrastruktur dan variabel eksogen lain terhadap pertumbuhan ekonomi. Analisis regresi berganda dapat digunakan untuk menangkap pengaruh beberapa variabel bebas terhadap
29 variabel terikat. Secara matematis hubungan variabel bebas k-1 dengan Y variabel terikat dapat dituliskan sebagai berikut: i = 1, 2, 3,..., N. (3.2) dengan = intersep, sampai = koefisien kemiringan parsial, u = unsur gangguan stokastik (disturbance), dan i = observasi ke-i, N merupakan banyaknya populasi. Untuk variabel bebas kategorik yang berskala nominal atau ordinal maka variabel bebas tersebut berbentuk variabel dummy yang bernilai 1 dan 0. Variabel dummy akan bernilai 1 jika sesuai kategori referensi dan 0 untuk kategori lainnya. Jumlah variabel dummy yang dibentuk dari variabel bebas dengan n kategori adalah sebanyak sebanyak n-1. Secara ringkas persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut: (3.3) dengan: = vektor kolom N x 1 dari variabel terikat Y X = matriks N x k untuk k-1 variabel terikat = vektor kolom k x 1 dari parameter koefisien regresi u = vektor kolom N x 1 dari N gangguan. Nilai intersep dan koefisien regresi ( ) biasanya dicari dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS). Metode OLS biasa dipergunakan sebab nilai kesalahan ( ) yang dihasilkan metode ini adalah yang terkecil dibandingkan metode lain. Jika terpenuhi asumsi regresi liner klasik atau Gauss-Markov, metode OLS akan menghasilkan estimasi yang bersifat BLUE (best linear unbiased estimator). Beberapa asumsi Gauss-Markov pada metode OLS menurut Juanda (2009) antara lain: i. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan (3.2)
30 ii. Peubah Xk merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas Xk. iii. a) Komponen sisaan ui mempunyai nilai harapan sama dengan nol dan ragam konstan untuk semua pengamatan i. E(ui)=0 dan Var(ui)=σ² b) Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan ui sehingga Cov(ui, uj)=0, untuk i j. c) Komponen sisaan menyebar normal. Dalam terminologi statistika, asumsi (iii) ini biasa diringkas dengan simbol ui ~ N(0,σ²) yang artinya komponen ui menyebar normal, bebas stokastik, dan identik, dengan nilai tengah sama dengan nol dan ragam konstan untuk i = 1, 2,..., n. Selanjutnya dengan data sampel nilai koefisien regresi dapat diduga dengan rumus berikut: (3.4) dengan matriks varian-covarian diperoleh dari. (3.5) Untuk melihat apakah model yang digunakan cukup baik atau tidak dapat dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R 2 ), yang didefinisikan sebagai (3.6) dengan ESS = explained sum of squares, TSS = total sum of squares. Karena variabel dalam penelitian ini cukup banyak maka nilai koefisien determinasi perlu disesuaikan (adjusted R 2 atau ) dengan rumus: (3.7) Untuk menilai ketepatan model atau pengujian koefisien regresi secara bersamasama dilakukan dengan uji F, dengan hipotesis nol, dapat dituliskan (3.8) akan mengikuti distribusi F dengan derajat bebas k 1 dan N k.
31 Sedangkan untuk pengujian koefisien regresi secara parsial dengan hipotesis nol, digunakan uji t, yaitu: (3.9) dengan derajat bebas N k, dan adalah elemen mana pun dari. Uji Ekonometrika Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh estimasi OLS tidak konstan nilainya. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varian minimum (efisien). Menurut Gujarati (2004), jika terjadi heteroskedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut: 1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien. 2. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi menjadi tidak efisien. 3. Tidak dapat diterapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Pagan. Mengacu pada Juanda (2009), tahapan uji Breusch-Pagan untuk heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: 1. Menduga model regresi dengan metode OLS dan menghitung sisaan. 2. Menduga ragam sisaan dengan rumus: (3.10) 3. Menduga model regresi sisaan yang dinormalkan dan menghitung Jumlah Kuadra Regresi (JKR): (3.11) Peubah dapat berupa peubah X atau sekumpulan peubah selain X. 4. Jika komponen sisaan menyebar normal dan tidak ada heteroskedastisitas, maka setengah Jumlah Kuadrat Regresi, JKR/2, pada langkah (3) akan mendekati Khi-Kuadrat dengan derajat bebas 1.
32 Multikolinearitas Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear yang sempurna antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Tanda-tanda adanya multikolinearitas adalah sebagai berikut: 1. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan. 2. R-squared-nya tinggi tetapi uji individu (uji t) tidak banyak bahkan tidak ada yang nyata. 3. Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (rij tinggi). 4. R 2 lebih kecil dari rij 2 menunjukkan adanya masalah multikolinearitas. Ada beberapa cara untuk mengetahui multikolinearitas dalam model, salah satunya adalah uji Manquardt, yaitu dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh, maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tidak terdapat multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh maka terdapat multikolinearitas dalam persamaan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah dengan regresi analisis komponen utama (principal componet analysis). Pendugaan dengan regresi komponen utama akan menghasilkan nilai dugaan yang memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dengan jumlah kuadrat sisaan yang lebih kecil dibandingkan dengan pendugaan metode kuadrat terkecil. Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi diantara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi. 3.3 Spesifikasi Model Penelitian Untuk melihat pengaruh tata kelola pemerintahan terhadap penyediaan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi, dalam penelitian ini digunakan dua spesifikasi model utama. Untuk melihat perbedaan pengaruh letak geografis (Jawa
33 dan luar Jawa) serta administrasi (kota dan kabupaten) pada penyediaan infrastruktur, dimasukkan sebagai variabel dummy. Model pertama adalah model infrastruktur, yang merupakan modifikasi dari model yang digunakan oleh De (2010). Model ini untuk melihat keterkaitan tata kelola pemerintah daerah terhadap penyediaan infrastruktur. Model umum persamaan infrastruktur (jalan, air bersih, dan listrik) tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: (3.12) dengan: = Infrastruktur ke-i kabupaten/kota ke-j = Variabel tata kelola pemerintahan ke-k di kabupaten/kota ke-j untuk infrastruktur ke-i = PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 periode tahun 2009 kabupaten/kota ke-j (Juta rupiah) = Belanja infrastruktur kabupaten/kota ke-j (Juta rupiah) = Dummy kota, bernilai 1 untuk kota dan 0 untuk kabupaten = Dummy Jawa, bernilai 1 untuk kabupaten/kota di Jawa dan 0 untuk kabupaten/kota diluar Jawa = 1: Jalan, 2: Air bersih, dan 3: Listrik = Kabupaten/Kota = Variabel tata kelola pemerintahan daerah = Intersep = Parameter yang diestimasi Model kedua adalah model pertumbuhan, mengacu pada model pertumbuhan endogen Barro (1997) yang digunakan oleh McCulloch dan Malesky (2011). Model pertumbuhan digunakan untuk melihat pengaruh langsung tata kelola pemerintahan daerah dan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan dapat dituliskan sebagai berikut:
34 dengan: (3.13) = Pertumbuhan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 kabupaten/kota ke-j = PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 tahun 2009 kabupaten/kota ke-j (Juta rupiah) = Variabel tata kelola pemerintahan ke-k di kabupaten/kota ke-j untuk infrastruktur ke-i = Rasio jalan kabupaten/kota kualitas mantap terhadap luas wilayah administrasi (m/km 2 ) = Rasio volume air bersih PDAM terjual penduduk per tahun (liter) = Rasio kwh listrik terjual per penduduk per tahun (kwh) = Rata-rata lama sekolah penduduk kabupaten/kota ke-j (tahun) = Belanja modal kabupaten/kota ke-j (Juta rupiah) = Kabupaten/Kota = Variabel tata kelola pemerintahan daerah, = Intersep = Parameter yang diestimasi 3.4 Definisi Variabel Operasional Definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Jalan (JLN) adalah rasio panjang jalan kabupaten/kota kualitas mantap, yaitu kondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah (satuan m/km 2 ). Luas wilayah adalah luas wilayah daratan (km 2 ). 2 Air bersih (AIR) adalah rasio air bersih yang disalurkan oleh PDAM terhadap jumlah penduduk (satuan liter per penduduk per tahun).
35 3 Listrik (LIS) adalah adalah konsumsi listrik per kapita, yaitu rasio listrik yang terjual terhadap jumlah penduduk (satuan kwh per penduduk per tahun). 4 Rata-rata lama sekolah (MYS) rata-rata lama sekolah (tahun). 5 Belanja infrastruktur (BIN) adalah alokasi pengeluaran pemerintah untuk belanja perumahan dan prasarana umum (satuan juta rupiah). 6 Belanja modal (BM) adalah alokasi pengeluaran pemerintah untuk belanja modal atau pembangunan (satuan juta rupiah). 7 Tata kelola pemerintahan daerah (GOV) adalah variabel tata kelola pemerintahan daerah yang merupakan persepsi pelaku usaha terhadap tata kelola pemerintahan di daerah. 3.5 Prosedur Analisis Analisis mengenai tata kelola pemerintahan dan infrastruktur digambarkan secara deskriptif baik dengan tabel, grafik, uji beda rata-rata maupun spasial. Adapun pola hubungan antara tata kelola pemerintahan daerah, penyediaan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi dieksplorasi dengan korelasi pearson. Selanjutnya dari variabel tata kelola pemerintahan bersama-sama dengan variabel eksogen lain dianalisis menggunakan regresi berganda dengan metode ordinery least square (OLS) untuk mengetahui berapa pengaruh masing-masing variabel tata kelola pemerintahan terpilih tersebut terhadap penyediaan infrastruktur. Selanjunya untuk mengetahui pengaruh tidak langsung tata kelola pemerintahan terhadap pertumbuhan ekonomi digunakan metode two stages least square (2SLS), yaitu dengan memasukkan hasil estimasi model infrastruktur sebagai peubah eksogen pada model pertumbuhan ekonomi. Untuk pemilihan model dilakukan uji asumsi Gauss-Markov untuk memastikan bahwa model yang diperoleh sudah merupakan model terbaik. Adapun pengolahan data dilakukan dengan bantuan program komputer STATA versi 10.0 dan SPSS 16. Untuk analisis spasial digunakan software ArcView 3.3.