BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengelolaan kepercayaan dilakukan dengan cara mengelola sumber daya

dokumen-dokumen yang mirip
Tingkat kelengkapan obat di apotik rumah sakit seperti Gambar 4.11 berikut

Tingkat kemudahan prosedur pelayanan rumah sakit seperti Gambar 4.25

4.3. Sistem Penyampaian Jasa, Citra Rumah Sakit dan Kepercayaan Pelanggan. Sistem penyampaian jasa terdiri dari physical support dan contact personnel

Tabel 2.3. PERBANDINGAN PENELITIAN-PENELITIAN TERDAHULU DENGAN PENELITIAN YANG DILAKUKAN

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: Definisi lain tentang rumah sakit, seperti dalam Undang-Undang Nomor

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan untuk usaha pencegahan dan meningkatkan kesehatan. Hal

BAB II URAIAN TEORITIS. Sistem Penyampaian Jasa Terhadap Citra Rumah Sakit dan Dampaknya Terhadap

Perbedaan jenis pelayanan pada:

EVALUASI KINERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PATUT PATUH PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa pemberi pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. jasa pelayanan kesehatan seperti rumah sakit untuk memberikan informasi, fasilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam lingkungan yang semakin kompetitif, suatu industri jasa khususnya di

Laporan Perancangan Arsitektur Akhir Rumah Sakit Umum Daerah Jakarta Selatan BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 61 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009). memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan karena kesehatan dinilai sangat berharga dan mahal. Dalam rangka

-1- BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG

PREMIS. berhadapan langsung dengan konsumen (front office), maka persepsi yang

MISI MENJADI RUMAH SAKIT BERSTANDAR KELAS DUNIA PILIHAN MASYARAKAT KEPUASAN DAN KESELAMATAN PASIEN ADALAH TUJUAN KAMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. investor berniat berbisnis dan berinvestasi di Indonesia. Jumlah penduduk

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RAWAT JALAN EKSEKUTIF DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Semakin terbukanya akses informasi termasuk di bidang kesehatan dan kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

keramahan dan perhatian khusus mereka kepada pasien. Shamdasani dan Balakrishnan (2000:405) juga menyatakan keramahan karyawan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat mencapai

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. dan Undang-undang No. 36 tahun 2010 tentang kesehatan, membawa

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

BAB 1 : PENDAHULUAN. juga untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. (1) Era globalisasi yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif ditunjukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, telah terjadi pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor industri,

PENINGKATAN CITRA DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT PADA RUMAH SAKIT MILIK PEMERINTAH MELALUI PERBAIKAN SISTEM PENYAMPAIAN JASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih jasa pelayanan dari suatu rumah

SISTEM PENYAMPAIAN JASA (SERVICE DELIVERY) SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PEMBENTUK CITRA PERUSAHAAN ATAU ORGANISASI. Tatang Kusmayadi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang sering terlupakan namun sebenarnya sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Otonomi Daerah dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia

BAB 2 LANDASAN TEORI

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pelayanan pasien rawat inap, dimana fungsi utamanya memberikan pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, menyebabkan terjadinya peningkatan

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

BAB I PENDAHULUAN. serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 3 Tahun 2006 Seri D Nomor 13 Tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat keberadaan perusahaan tersebut di tengah-tengah masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan baru sebagai kebutuhan dasar mutu layanan. Salah satu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 3 Tahun 2006 Seri D Nomor 13 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat dari industri Rumah Sakit dapat dilihat dari tingginya tingkat investasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

1V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bisma, Vol 1, No. 6, Oktober 2016 SERVICE PERFORMANCE PADA HOTEL GRAND MAHKOTA PONTIANAK

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP PESERTA JAMKESMAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang adil dan merata. Salah satu pelayanan kesehatan adalah

MAKALAH MANAJEMEN REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia. Doktrin New Public Management (NPM) atau Reinveting

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PENGARUH PHYSICAL SUPPORT DAN CONTACT PERSONEL TERHADAP CITRA (IMAGE) PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ANDI JEMMA MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi perusahaan-perusahaan untuk memasarkan produk-produknya.

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

- 1 - BUPATI ACEH TAMIANG PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TAMIANG NOMOR 77 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, perubahan dalam pelayanan kesehatan terjadi sangat cepat, tumbuhnya beberapa rumah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era persaingan global yang berkembang saat ini, muncul berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Rumah sakit sebagai institusi jasa mempunyai ciri-ciri yaitu, tidak

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

I. PENDAHULUAN. Sejak pertama kali berdirinya suatu negara, pemerintah dan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Mulut yang merupakan pusat rujukan, pendidikan dan penelitian (Peraturan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 31 SERI D

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepercayaan Konsumen Pengelolaan kepercayaan dilakukan dengan cara mengelola sumber daya pemberi jasa, teknologi dan sistem yang digunakan supaya kepercayaan konsumen pada sumber daya yang terlibat dan perusahaan, dipertahankan dan diperkuat (Shamdasani dan Balakrishnan, 2000). Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan keyakinan suatu pihak mengenai maksud dan perilaku pihak lainnya. Kepercayaan konsumen juga didefinisikan bahwa penyedia jasa dapat dipercaya atau diandalkan dalam memenuhi janjinya (Sideshmuhk et al., 2002). Secara konsepsual, kepercayaan (trust) ada jika suatu pihak punya keyakinan (confidence) terhadap integritas dan reliabilitas pihak lain (Morgan dan Hunt, 1994), sedangkan Morgan dan Hunt (1994) menyatakan kepercayaan sebagai kemauan untuk mempercayai pihak lain yang telah diyakini. Kedua definisi menggambarkan bahwa kepercayaan adalah harapan secara umum seseorang atau dengan kata lain dapat dipercaya. Kedua definisi juga menekankan pentingnya kepercayaan. Rousseau (1998) menyatakan kepercayaan (trust) adalah keadaan psikologis berisi keinginan untuk menerima kekurangan/kelemahan, berdasarkan perilaku yang positif terhadap intensi atau perilaku atau lainnya dalam keadaan berisiko dan saling tergantung, sedangkan Robbin (2003) menyatakan kepercayaan (trust) merupakan harapan yang positif bahwa yang lain tidak akan bertindak secara oportunistic. Menurut Bologlu

(2002) dimensi kepercayaan didefinisikan sebagai dimensi hubungan bisnis yang menentukan tingkat dimana orang merasa dapat bergantung pada integritas janji yang ditawarkan oleh orang lain. Mengacu pada ketentuan di bidang psikologi sosial dan pemasaran, Donney and Cannon (1997) mendefinisikan Trust as perceived credibility and benevolence of a target of trust. Dari definisi ini trust dapat dilihat dari dua dimensi. Dimensi pertama adalah credibility of an exchange partner, and ecpectancy that the partner word or written statement can be relied on. Dimensi kedua benevolence is the extent to wish one partner is genuinely interested in the other partner s welfare and motivated to seek joint again. Literatur tentang kepercayaan (trust) menyarankan, bahwa keyakinan pada pihak yang mendapat kepercayaan (trust) adalah reliable dan mempunyai integritas tinggi, yang disertai dengan kualitas tertentu yang konsisten, kompeten, jujur, adil, bertanggung jawab, membantu dan baik (Morgan dan Hunt, 1994). Trust timbul dari suatu proses yang lama sampai kedua belah pihak saling mempercayai. Apabila trust sudah terjalin di antara konsumen dan perusahaan, maka usaha untuk membinanya tidaklah terlalu sulit. Dalam proses terbentuknya kepercayaan (trust), Donney and Connon (1997) menjelaskan secara rinci faktor-faktor yang memengaruhinya seperti, reputasi perusahaan, besar/kecilnya perusahaan, saling menyenangi, baik antara konsumen dengan perusahaan maupun antara konsumen dengan pegawai perusahaan. Kepercayaan konsumen diyakini berperan dalam pembentukan persepsi konsumen dalam hubungan mereka dengan perusahaan jasa (Taylor, 2001).

Kepercayaan (trust) adalah dasar dari stategic partnership, karena hubungan yang dilandasi kepercayaan (trust) sangat dihargai, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan akan sangat ingin berkomitmen ke dalam hubungan seperti itu. Kepercayaan (trust) adalah satu penentu utama dalam relationship commitment (Morgan dan Hunt, 1994), sedangkan Bloemer et.al (2002) menyatakan kepercayaan (trust) dan komitmen (commitment) merupakan mediator antara kepuasan dan loyalitas. Garbarino dan Johnson (1999) juga lebih menekankan pada individual trust dengan mengacu kepada keyakinan konsumen atas kualitas dan keterandalan jasa yang diberikan. Menurut Barnes (2003), beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah: (1) Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan masa lalu. (2) Watak yang diharapkan dari partner, seperti dapat dipercaya dan dapat diandalkan. (3) Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko. (4) Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri partner. Dari sudut pandang pelayanan, hal ini menyatakan bahwa perkembangan kepercayaan khususnya keyakinan, seharusnya menjadi komponen fundamental dari strategi pelayanan yang ditujukan untuk mengarah pada penciptaan hubungan konsumen sejati. Konsumen harus bisa merasakan bahwa dia dapat merasakan bahwa dia dapat mengandalkan perusahaan. Akan tetapi membangun kepercayaan membutuhkan waktu yang lama dan hanya berkembang setelah pertemuan yang berulang kali dengan konsumen. Yang lebih penting, kepercayaan berkembang setelah seorang individu mengambil risiko dalam berhubungan dengan partnernya.

Hal ini menunjukkan bahwa membangun hubungan yang dapat dipercaya akan lebih mungkin terjadi dalam sektor industri tertentu, terutama yang melibatkan pengambilan risiko oleh konsumen dalam jangka pendek atau jangka panjang (Barnes, 2003). Shamdasani dan Balakrishnan (2000) menggunakan integritas dan reliabilitas sebagai indikator untuk mengukur kepercayaan konsumen dan ia menemukan bahwa contact personnel dan physical environment memengaruhi kepercayaan konsumen (Shamdasani dan Balakrishnan, 2000), sedangkan Bloemer et al. (2002) menyatakan citra perusahaan memengaruhi kepuasan konsumen, kepuasan konsumen memengaruhi kepercayaan dan kepercayaan memengaruhi komitmen konsumen. Komitmen konsumen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap intensi pembelian, intensitas harga dan word of mouth (WOM). 2.2 Sistem Penyampaian Jasa Menurut Lovelock dan Wright (2002), bisnis jasa dipandang sebagai suatu sistem terdiri dari sistem operasi jasa (service operation system) dan sistem penyampaian jasa (service delivery system). Pada sistem operasi jasa (service operation system), merupakan komponen yang terdapat dalam sistem bisnis jasa keseluruhan, dimana input diproses dan elemen-elemen produk jasa diciptakan melalui komponen sumber daya manusia dan komponen fisik. Pada sistem penyampaian jasa (service delivery system), berhubungan dengan bilamana, dimana,

dan bagaimana jasa disampaikan kepada konsumen, meliputi unsur-unsur sistem dalam operasi jasa dan hal-hal lain yang disajikan kepada konsumen lain. Heskett et al. (1997) menyatakan bahwa sistem penyampaian jasa dibentuk oleh, (1) dukungan sistem informasi, (2) lokasi perusahaan, (3) suasana tempat pelayanan/dekorasi, (4) tata ruang, (5) manajemen penanganan konsumen, (6) kesopanan konsumen, (7) peralatan dan kebijakan perusahaan. Best (2000) juga memaparkan bahwa sistem operasi dan penyampaian jasa sangat berkaitan erat dengan tiga hal yaitu, (1) pelayanan purna jual, (2) ketersediaan, khususnya dihubungkan dengan kecepatan akses untuk memperoleh pelayanan tersebut, dan (3) pelayanan saat transaksi dilakukan, seperti sistem pembayaran secara kredit, jaminan uang kembali, dan lain sebagainya. Goncalves (1998) mengatakan bahwa ada 3 komponen utama dari service delivery system yaitu: (1) Participant (People) Orang dan cara mereka menggunakan pengetahuannya merupakan jasa itu sendiri, hal ini berlaku pada seluruh sektor jasa. Oleh karena itu kualitas dari jasa sangat tergantung pada kualitas dari orang yang memberikan jasa tersebut. Kualitas dari orang dapat diperoleh sejak awal saringan penerimaan pegawai, program training untuk karyawan baru, program pengembangan dan training lanjutan bagi pegawai lama, program evaluasi karyawan dan terakhir partisipasi manajemen dalam training dan development program. Semua program itu hendaknya berorientasi pada kebutuhan konsumen. Tujuan utamanya adalah karyawan terlatih akan

mempunyai performance yang tinggi, tingkat kesalahan yang rendah, percaya diri yang kuat serta tidak mudah panik dalam bekerja. Semua ini akan memberikan jaminan kepada konsumen bahwa mereka akan mendapatkan pelayanan dengan kualitas yang tinggi. (2) Physical evidence Meskipun jasa tidak terlihat tapi memerlukan bukti fisik yang dapat membantu memproduksi jasa ataupun mengingatkan konsumen akan keberadannya. Bukti fisik itu mungkin berupa image yang terbentuk melalui warna, desain, logo, barang cetakan, dekorasi, seragam pegawai atau bahkan standarisasi pelayanan yang dapat menyediakan suatu image yang konkrit. Dalam distribusi jasa (place), baik tangible element maupun intangible element perlu diperlihatkan dengan baik. (3) Process Suatu upaya perusahaan dalam menjalankan aktifitas perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, merupakan elemen proses. Konsumen sering merasakan proses distribusi jasa merupakan bagian dari jasa itu sendiri, untuk itu diperlukan kerja sama yang erat dari bagian pemasaran dengan operasional, untuk menjamin bahwa proses yang benar telah dilakukan dan service delivery dijalankan secara konsisten dan dengan kualitas yang tinggi. 2.2.1 Sarana dan Prasarana (Physical Support) Pengertian sarana dan prasarana dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 adalah segala sesuatu yang digunakan dalam proses

pelayanan kesehatan di rumah sakit, seperti : pelayanan medik, ICU & UGD, rawat inap, rawat jalan, laboratorium dan administrasi. Fasilitas yang dilihat konsumen merupakan bagian dari wujud nyata yang penting atas keseluruhan jasa yang ditawarkan (Lamb et al., 2002). Tingkat kenyamanan dalam rumah sakit juga perlu diperhatikan disamping fasilitas dan peralatan. Menurut Sabarguna. (2004) juga menyatakan rumah sakit perlu menjaga kenyamanan disamping peralatan yang memadai, sedangkan hasil penelitian Joseph and Cindy (1999) dalam industri jasa bahwa tingkat kenyamanan berpengaruh terhadap kualitas sistem penyampaian jasa. Selain itu tata letak ruangan dan prosedur pelayanan yang diberikan petugas merupakan unsur yang penting dalam penyampaian jasa. Menurut Heskett (1996) bahwa sistem penyampaian jasa sebagai hal yang penting dan berhubungan tata ruang, tata letak dan prosedur kerja. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 pada Pasal 14 disebutkan bahwa Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.

1. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana. 2. Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 jam dan 7 hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar. 3. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 pelayanan. 4. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik. 5. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. 6. Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik. 7. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih. 2.2.2 Kontak Personal (Contact Personnel) Contact personnel merupakan semua unsur manusia yang ikut terlibat dalam penyampaian jasa dan mempunyai kontak langsung dengan pembeli. Menurut

Nguyen dan Leblanc (2002) contact personnel tersusun dari seluruh karyawan yang berada pada lini depan organisasi dan mempunyai kontak langsung dengan konsumen. Menurut Snook (1992) staff medis rumah sakit adalah dokter, dokter gigi, dan staf profesional kesehatan yang merawat pasien. Lim et al. (2000) menemukan unsur yang terpenting dalam pelayanan pada rumah sakit adalah dokter dan perawat. dokter dan perawat berperanan penting dalam menciptakan kualitas pelayanan pada suatu rumah sakit, sedangkan Fox et al. (2003) yang menemukan bahwa dokter dan perawat berperanan mendorong kesembuhan pasien, terutama keramahan dan perhatian khusus mereka kepada pasien. Sebagai high contact service, personnel pada rumah sakit merupakan sentral dari penyampaian jasa. Sesuai dengan pendapat Lovelock dan Wright (2002) bahwa, in hight-contact services, service personnel are central to service delivery. Lebih lanjut Lovelock dan Wright (2002) menyatakan bahwa, in the eyes of their customers, service personnel may also be seen as an integral part of the service experience. Menurut Nguyen dan Leblanc (2002) contact personnel diukur dengan 3 item yaitu, penampilan (appearance), kompetensi (competence) dan profesionalisme (professionalism). Menurut Nguyen dan Leblanc (2002) penampilan dari personnel merupakan kombinasi dari pakaian, gaya rambut, make up, dan kebersihan. Kompetensi karyawan didorong dari keahlian dan pengalaman. Zeithaml dan Bitner (2000) juga menjelaskan bahwa semua sikap dan tindakan karyawan, bahkan cara berpakaian karyawan dan penampilan karyawan mempunyai pengaruh terhadap persepsi konsumen atau keberhasilan waktu riil pelayanan. Shamdasani dan

Balakrishnan (2000) menggunakan indikator contact personnel yaitu, keahlian, similarity, pengetahuan, keramahtamahan dan mutual disclosure. Kecepatan personnel dalam menyelesaikan pekerjaannya akan membuat mereka senang. Menurut Best, dari sisi konsumen, kecepatan akses untuk memperoleh pelayanan merupakan suatu yang penting pada sistem penyampaian jasa (Best, 2000). Hal ini didukung oleh Aschner (1999) menyatakan dalam bidang pelayanan jasa, hampir semua atribut pelayanan ditentukan oleh penilaian konsumen terhadap kecepatan dan ketepatan petugas dalam menanggapi keluhan mereka. Lebih lanjut Kouzes (1993) menyatakan bahwa komitmen sumber daya manusia yang tinggi mampu menghasilkan bisnis yang baik. Pendapat ini juga didukung oleh Gudmundson dan Cristine (2002), yang mana mereka menyatakan bahwa personnel berfungsi sebagai service provider dalam organisasi jasa selayaknya menyadari bahwa mereka sesungguhnya merupakan pemasar dan perilakunya akan berpengaruh pada kesuksesan suatu organisasi dalam jangka panjang. Dalam intensitas interaksi dalam penyampaian jasa dapat berlangsung dalam 3 tingkatan yaitu, (1) High-contact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang signifikan antara konsumen, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa, (2) Medium-contact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang terbatas antara konsumen, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa, dan (3) Lowcontact services, suatu jasa yang membutuhkan interaksi yang minimal antara konsumen, petugas serta peralatan dan fasilitas jasa (Lovelock dan Wright, 2002). Rumah sakit

sebagai jasa kesehatan merupakan sistem pemasaran jasa dengan kontak yang tinggi (High-Contact Service) 2.3 Penyampaian Jasa di Rumah Sakit Menurut Sabarguna (2004), di Indonesia, tersedia peraturan yang dikeluarkan pemerintah yang dijadikan pedoman oleh pihak rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat seperti: (1) Pihak rumah sakit harus juga memperhatikan tata ruang berdasarkan peraturan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pelayan Medik Nomor: 098/Yanmed/RSKS/SK/87, dinyatakan bahwa rumah sakit harus mempunyai tata ruang, minimal mempunyai dua ruang periksa, satu ruang administrasi, satu ruang tunggu, satu ruang penunjang sesuai dengan kebutuhan, dan satu kamar mandi/wc dan setiap ruang periksa mempunyai luas minimal 2 3 m. (2) Pihak rumah sakit harus memperhatikan kelengkapan obat-obatan terutama untuk kebutuhan darurat. Hal ini sesuai dengan peraturan dari Depkes dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pelayan Medik Nomor: 098/Yanmed/RSKS/SK/87 menyatakan bahwa rumah sakit harus menyediakan obat-obatan gawat darurat dan obat suntik yang diperlukan sesuai dengan spesialisasi yang diberikan. (3) Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pelayan Medik Nomor:098/Yanmed/ RSKS/SK/87, menyatakan bahwa lokasi rumah sakit tidak dibenarkan berada di dalam tempat pelayanan umum, seperti: pusat perbelanjaan, tempat hiburan, restauran dan hotel.

(4) Keputusan Direktur Jenderal Pelayan Medik Nomor: 098/Yanmed/RSKS/SK/87 dinyatakan bahwa rumah sakit harus mempunyai ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup. (5) Pihak rumah sakit harus juga memperhatikan tata ruang berdasarkan peraturan Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pelayan Medik Nomor: 098/Yanmed/RSKS/SK/87 dinyatakan bahwa rumah sakit harus mempunyai tata ruang: - Minimal mempunyai dua ruang periksa, satu ruang administrasi, satu ruang tunggu, satu ruang penunjang sesuai dengan kebutuhan, dan satu kamar mandi/wc. - Setiap ruang periksa mempunyai luas minimal 2 3 m. (3) Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup. (4) Mempunyai tempat parkir. Menurut Soedarmono dkk (2000) bahwa saat ini pola manajemen rumah sakit sebagai berikut: (1) Manajemen rumah sakit masih berorientasi kepada intern organisasi saja, belum berorientasi kepada pihak berkepentingan. (2) Manajemen rumah sakit masih berorientasi pada aspek masukan (input) saja, belum berorientasi pada luaran (output) dan hasil akhir (outcome). (3) Pola perencanaan masih berorientasi kepada penganggaran, belum berorientasi kepada perencanaan strategis. Akibatnya manajemen terpaku pada perencanaan pengadaan, bukan perencanaan pelayanan.

(4) Pelayanan rumah sakit masih lebih berorientasi kepada tenaga kesehatan (provider oriented), belum beralih kepada pelayanan yang berorientasi kepada pasien (patient oriented). (5) Pelayanan kedokteran masih semata-mata berupaya untuk memperpanjang usia harapan hidup (extending life), belum memperhatikan aspek kualitas hidup (quality of life). Rumah sakit merupakan suatu sistem yang saling berkaitan. Pihak rumah sakit diharapkan secara terus menerus melakukan perubahan dan memperbaiki pelayanannya, sehingga tidak ditinggalkan oleh konsumennya. Pelayanan yang diberikan rumah sakit adalah: (1) Pelayanan medis, merupakan bidang jasa pokok rumah sakit, pelayanan ini diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum, maupun spesialis. (2) Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan. (3) Pelayanan penunjang medis, ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti: pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, fisioterapi, dan lainnya. (4) Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi yang dilakukan berupa bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan meliputi proses pembayaran biaya rawat inap pasien selama dirawat di rumah sakit tersebut.

Bisnis jasa rumah sakit yang menyangkut usaha pelayanan kesehatan, terdiri dari rawat inap dan rawat jalan. Bidang jasa ini pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi people based service dan equipment based service. Selain itu pemakai jasa rumah sakit sudah sangat kritis, mereka tidak mau menerima begitu saja pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan the National Research Corporation (NRC) pada rumah sakit, terdapat 14 faktor yang diperhatikan konsumen rumah sakit yaitu (Cooper, 1994) : (1) Kualitas staf medis (2) Kualitas pelayanan gawat darurat (3) Kualitas perawatan perawat (4) Tersedianya pelayanan yang lengkap (5) Rekomendasi dokter (6) Peralatan yang moderen (7) Karyawan yang sopan santun (8) Lingkungan yang baik (9) Penggunaan rumah sakit sebelumnya (10) Ongkos perawatan (11) Rekomendasi keluarga (12) Dekat dari rumah (13) Ruangan pribadi (14) Rekomendasi teman.

Adikoesoemo (1997) mengadaptasi konsep Porter untuk membedakan tipe rumah sakit dipandang dari segi : (1) Volume/Mass product Rumah sakit yang mengutamakan pelayanan (jumlah pasien) sebanyakbanyaknya. Rumah sakit ini tidak mengutamakan spesialisasi, makin banyak pasien makin baik. Untuk menjaga persaingan rumah sakit harus menjaga cost effectiveness, menekan biaya serendah-rendahnya untuk menjaga supaya tarif tetap bersaing. Kalau mungkin tarif serendah-rendahnya. Pada rumah sakit tipe ini karena yang dipentingkan adalah biaya yang serendah-rendahnya, maka training/pendidikan untuk karyawan dilaksanakan sesedikit mungkin. (2) Diferensiasi Mengutamakan spesialisasi bila perlu sub spesialisasi, di sini rumah sakit dituntut untuk menyediakan spesialis yang cukup banyak dengan sarana yang cukup untuk menunjang masing-masing spesialisasi tersebut. Di sini dituntut persaingan mutu dari masing-masing spesialisasi. Tentu saja rumah sakit tipe ini tidak bersaing dengan rumah sakit tipe 1, dimana pada rumah sakit tipe itu dituntut tarif serendah-rendahnya, sedangkan pada rumah sakit tipe 2 ini tarif tentu lebih tinggi. Persaingan biasanya dengan rumah sakit sejenis dan persaingan ini mengenai mutu di samping tarif yang sesuai. (3) Fokus Di sini rumah sakit berkonsentrasi pada spesialisasi tertentu, misalnya rumah sakit khusus jantung, rumah sakit khusus mata, rumah sakit khusus kanker

sehingga di sini mutu dituntut lebih tinggi lagi kalau ingin survive. Kalau memang mutunya bagus, baik dokternya dengan spesialisasi/subspesialisasi yang bermutu tinggi dan para-medisnya yang mempunyai keterampilan yang baik dan disertai dengan sarana/fasilitas yang menunjang. Tentu saja tarif menjadi lebih tinggi dari rumah sakit tipe lainnya, kecuali rumah sakit untuk usaha sosial atau rumah sakit milik pemerintah yang masih disubsidi. 2.4 Sistem Penyampaian Jasa dan Kepercayaan Konsumen Pada sistem penyampaian jasa (service delivery system), berhubungan dengan bilamana, dimana, dan bagaimana jasa disampaikan kepada konsumen, meliputi unsur-unsur dalam sistem operasi jasa dan hal-hal lain yang disajikan kepada konsumen lain. Rumah sakit dalam kegiatan operasi dan penyampaian jasa didukung oleh berbagai pendukung fisik (physical support) dan hubungan tenaga medis dan non medis dengan pasien ataupun keluarganya (contact personnel). Kotler (2003) mengistilahkan dengan inanimate environment dan contact personnel atau service provider. Dalam proses pelayanan rumah sakit diharapkan memberikan kenyamanan kepada pemakai jasa rumah sakit, sehingga kesan rumah sakit tempat orang sakit menjadi berkurang. Jasa rumah sakit yang bersifat intangible dapat diperkuat dengan memberikan bukti fisik. Dalam hal ini, bukti fisik mengirimkan pesan-pesan secara implisit dan konsisten berkenaan dengan apa yang ditawarkan perusahaan kepada konsumennya. Penataan dekorasi, arsitektur bangunan, rancangan mode dan warna seragam, logo, dan pemilihan warna korporat

mengandung pesan-pesan secara implisit bagi konsumen atau meaggambarkan positioning dan penguatan citra perusahaan. Shamdasani dan Balakrishnan (2000) melakukan penelitian pada konsumen salon tentang Determinants of Relationship Quality and Loyalty in Personalized Services. Pada penelitian ini ditemukan bahwa contact personnel, physical environment, customer environment berpengaruh terhadap kepuasan, trust (kepercayaan), dan loyalitas. Taylor dan Baker (1997) melakukan penelitian terhadap pasien pada pelayanan kesehatan yang berorientasi profit dan non-profit juga menemukan kepuasan pasien memengaruhi intensi pembelian pada masa yang akan datang pada pelayanan kesehatan. Bloemer et al. (2002) menyatakan kepuasan konsumen memengaruhi kepercayaan dan kepercayaan memengaruhi komitmen konsumen. Komitmen konsumen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap intensi pembelian, intensitas harga dan word of mouth (WOM). Menurut hasil penelitian Gaunaris dan Venetis (2002) bahwa pengembangan kepercayaan pada diri konsumen berpengaruh langsung terhadap kinerja pelayanan dan keberhasilan untuk menggaet konsumen. Menurut Ravald dan Gronroos (1996) bahwa nilai yang dirasakan konsumen dapat membangun hubungan dengan konsumen, kredibilitas perusahaan, kepercayaan dan loyalitas konsumen. Dari penjelasan dan beberapa hasil penelitian terdahulu di atas dapat disimpulkan bahwa physical support dan contact personnel berpengaruh terhadap kepercayaan konsumen.

2.5 Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Depkes RI, 2009). Untuk dapat menyelenggarakan upaya upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari : (Depkes RI, 2009) 1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis. 2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan. 3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain. 4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya.

Depkes RI (2009), berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan, diklasifikasikan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas. 2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas. 3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. 4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar. 2.6 Landasan Teori Sistem operasi jasa (service operation system) dan sistem penyampaian jasa (service delivery system) yang terdiri dari bagian yang tidak terlihat oleh konsumen (technical core) dan bagian yang terlihat oleh konsumen (physical support dan contact personnel). Pada saat penyampaian jasa, pemberi jasa berhadapan langsung dengan konsumen (front office), maka persepsi yang diberikan konsumen sangat berbeda-beda, karena persepsi bersifat subjektif dan sangat tergantung dari kondisi keadaan yang dirasakannya pada saat melakukan kontak layanan (Lovelock, 2002). Rumah sakit umum daerah diharapkan menciptakan stimulus yang baik, dimana stimulus ini berkaitan erat dengan upaya proses mendesain suatu jasa yang

dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Hal yang dapat dilakukan dengan: 1) physical support seperti berbagai fasilitas fisik yang dimiliki oleh rumah sakit, 2) contact personnel, tersedianya tenaga medis dan non medis yang mempunyai kemampuan memberikan pelayanan, prosedur administratif dan informasi yang dibutuhkan pasien dan keluarganya. Menurut Nguyen dan Leblanc (2002) lingkungan fisik diukur dengan ambient conditions, atmosfir, rancangan eksterior, rancangan interior, dekorasi, fasilitas parkir, penampilan gedung dan taman serta lokasi. Indikator yang digunakan untuk mengukur physical support pada rumah sakit mengacu kepada pendapat Nguyen dan Leblanc (2002) yaitu, kelayakan fasilitas gedung, ketersediaan peralatan, fasilitas pendukung dan sarana parkir, kenyamanan, keamanan, kondisi ruangan, kebersihan, eksterior, interior, kelengkapan obat di apotik, kestrategisan lokasi, sirkulasi udara, makanan yang disediakan dan tata letak ruangan rumah sakit. Lokasi merupakan kestrategisan letak rumah sakit baik dihubungkan dengan fasilitas umum maupun kemudahan untuk mencapainya. Fasilitas fisik merupakan benda-benda tidak bergerak, nyata dan dapat dirasakan oleh pasien. Peralatan rumah sakit merupakan peralatan yang dimiliki rumah sakit yang berkaitan langsung dengan pasien. Contact personnel merupakan semua unsur manusia yang ikut terlibat dalam penyampaian jasa dan selanjutnya memengaruhi persepsi pembeli. Menurut Nguyen dan Leblanc (2002) contact personnel tersusun dari seluruh karyawan yang berada pada lini depan organisasi dan mempunyai kontak langsung dengan konsumen dan

diukur dengan 3 item yaitu, penampilan (appearance), kompetensi (competence) dan profesionalisme (professionalism). Secara skematis dapat digambarkan : Sumber: Lovelock dan Wright (2002) Gambar 2.1 Landasan Teori (The Service Business System) Mengacu kepada Nguyen dan Leblanc (2002) contact personnel diukur dengan menggunakan indikator yaitu, penampilan, kemampuan, keramahan, daya tanggap, kecepatan, ketepatan petugas dalam memberikan pelayanan, kemudahan menemui petugas, kejelasan informasi dan prosedur pelayanan yang diberikan petugas pada rumah sakit. Kepercayaan (trust) ada jika suatu pihak punya keyakinan (confidence) terhadap integritas dan reliabilitas pihak lain atau menyatakan kepercayaan sebagai kemauan untuk mempercayai pihak lain yang telah diyakini (Morgan dan Hunt, 1994). Shamdasani dan Balakrishnan (2000) menggunakan integritas dan reliabilitas sebagai indikator untuk mengukur kepercayaan konsumen. Indikator yang digunakan dalam mengukur kepercayaan konsumen terhadap rumah sakit mengacu kepada

Shamdasani dan Balakrishnan (2000) yaitu : (1) rumah sakit dapat dipercaya/ diandalkan, (2) kepercayaan akan sembuh, (3) kepercayaan terhadap kualitas peralatan yang dimiliki rumah sakit, dan (4) kepercayaan terhadap pelayanan. 2.7 Kerangka Konsep Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Sarana dan Prasarana (X 1 ) Kontak Personal (X 2 ) Kepercayaan Pasien terhadap RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan (Y) Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian