BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1977; Nori, 1996) dalam (Putu Novia, dkk: 2015). Mardiasmo (2002) dalam (Putu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2011 BUPATI SEMARANG,

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik karena merupakan proses penentuan kebijakan dalam rangka

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 77 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS STANDAR BELANJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BUPATI BARRU PERATURAN BUPATI BARRU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BARRU TAHUN 2014 BUPATI BARRU,

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA SURABAYA TAHUN 2010

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

20 Pertanyaan dan Jawaban mengenai Pengelolaan keuangan daerah:

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

PROSEDUR EBUDGETING. Prosedur ebudgeting

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

WALIKOTA BANJARMASIN

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA SEKRETARIAT DEWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Utara Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi merupakan kondisi dimana prinsipal (pemilik atau manajemen

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

PEMBERIAN SUBSIDI DARI PEMERINTAH DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH PENYELENGGARA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR 14 TAHUN 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA MATARAM TAHUN 2015

WALIKOTA SURABAYA SALINAN

TENTANG. berdasarkan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara, tidak terkecuali di Indonesia. Baik pada sektor publik maupun pada sektor

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 26 TAHUN 2016

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2014

ANALISIS PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR

JADWAL ANGGARAN BERDASARKAN KESEPAKATAN BERSAMA WALIKOTA DAN PIMPINAN DPRD APBD 2017

BUPATI MALUKU TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, kontribusi penelitian, dan jadwal penelitian. pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan atau kegagalan program

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2016

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

AKSI DAERAH PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI KOTA BANDUNG TAHUN 2014 TRIWULAN II (B.06)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2015

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

ISKANDAR MIRSAD BERITA DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2017 NOMOR 30

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. buku-buku ilmiah, publikasi umum, dan artikel jurnal. Adapun kajian pustaka

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah membawa perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974 yang telah mengalami perubahan menjadi UU No 32 tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Salah satu dampak dari otonomi daerah dan desentralisasi adalah perlunya perubahan pendekatan pada manajemen keuangan daerah (Yani, 2002:29). Dalam pelaksanaan manajemen keuangan daerah pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman pengelolaan Keuangan Daerah. Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan 1

2 ditetapkan dengan peraturan daerah. SKPD selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga dengan anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Sistem anggaran berbasis kinerja merupakan proses pembangunan yang efisien dan partisipatif dengan harapan dapat meningkatkan kinerja agen. Anggaran daerah disusun eksekutif sebagai agen dan disahkan oleh legislative sebagai prinsipal. Namun, penilaian kinerja berdasarkan target anggaran akan mendorong agen untuk melakukan budgetary slack demi jenjang karir yang lebih baik di masa mendatang (Suartana, 2010). Selain itu, budgetary slack juga sering terjadi pada tahap perencanaan dan persiapan anggaran daerah, karena penyusunan anggaran seringkali didominasi oleh kepentingan eksekutif dan legislatif, serta kurang mencerminkan kebutuhan masyarakat (Kartiwa, 2004). Untuk penyusunan rancangan APBD, diperlukan adanya urutan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). PPAS merupakan program prioritas dan

3 patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD. Menurut Afriyanto (2015) RKA yang telah disusun kemudian diverifikasi dan diteliti oleh tim pengelola dan penyusunan anggaran di tingkat Kabupaten/Kota yang anggotanya antara lain terdiri dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Pengelolaan dan Kekayaan Aset Daerah (DPKAD) Setelah selesai kemudian RKA ditetapkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). DPA ini kemudian menjadi pedoman anggaran suatu instansi. Ada tradisi bahwa RKA akan mengalami pemangkasan anggaran karena disesuaikan dengan pagu anggaran. Karena ada pemangkasan tersebut seringkali pimpinan instansi melalui bagian perencanaan dan evaluasi di suatu instansi mengusulkan anggaran yang besar bahkan melakukan penggelembungan anggaran. Anggaran merupakan perkiraan kinerja yang ingin dicapai dalan kurun waktu tertentu menggunakan ukuran keuangan. Fungsi anggaran adalah sebagai cara untuk mengukur seberapa besar biaya yang diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Arthaswadaya (2015) salah satu kendala dalam proses penyusunan anggaran adalah terjadinya budgetary slack (senjangan anggaran). Banyak pembuat anggaran cenderung untuk menganggarkan pendapatan yang lebih rendah dan pengeluaran yang lebih tinggi dari estimasi terbaik yang diajukan. Oleh karena itu, anggaran yang dihasilkan adalah target yang lebih mudah bagi mereka untuk dicapai. Perbedaan

4 antara jumlah anggaran dan estimasi terbaik ini dikenal dengan istilah senjangan anggaran (budgetary slack) (Bastian, 2006:42). Senjangan anggaran pendapatan terjadi ketika target pendapatan ditentukan lebih rendah dari potensi yang sebenarnya. Menurut Dian, (2014) untuk mengetahui berapa besaran senjangan anggaran pendapatan ini, maka terlebih dahulu harus diketahui berapa potensi pendapatan, yang bisa saja bersifat laten (tersembunyi) karena tidak dinyatakan secara eksplisit (tertulis). Oleh karena itu, asas dalam penganggaran pendapatan disebut asas minimal. Selisih antara anggaran pendapatan dan realisasi pendapatan ini menunjukkan ketidak-akuratan dalam penetapan target anggaran pada proses penyusunan anggaran, sedangkan target belanja menggunakan basis maksimal. Maksimal bermakna bahwa jumlah anggaran belanja merupakan patokan jumlah pembayaran maksimal yang bisa dilaksanakan sebagai bentuk realisasi anggaran belanja. Dengan demikian, slack anggaran belanja menunjukkan selisih antara jumlah kebutuhan dengan yang dianggarkan. Mengemukanya kabar pengadaan senjata api di Dinas Perhubungan Kota Bandung, menimbulkan keheranan di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung. Riantono (2015) mengatakan, pembahasan anggaran murni tahun 2015 tidak secara eksplisit mencantumkan bahkan membahas kebutuhan senjata api tersebut. Dari mulai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Anggaran (RKA) hingga ke Raperda APBD serta setelah di bahas Pansus APBD DPRD Kota Bandung, lalu dituangan ke dalan Perda APBD yang di tindak lanjuti dengan Perwal DPA, tidak pernah sekalipun ada komunikasi tentang anggaran

5 pengadaan senjata api. Riantono juga mengatakan beberapa hari lalu Mou KUPA ditandatangani Wali Kota dan pimpinan dewan, tidak ada mata anggaran pengadaan senjata api, keberanian Unit Layanan Pengadaan Kota Bandung mengumumkan lelang pengadaan senjata di Dishub Kota Bandung, pasti memiliki dasar. Tetapi menjadi pertanyaan besar bagi legislator mengenai kode rekening yang digunakan. Untuk menjawab itu, dewan akan langsung bertanya ke LPSE. Kalau waktunya memungkinkan akan mengundang untuk menjelaskan di hadapan seluruh anggota Badan Anggaran. Menurut Riantono Dewan memang tidak pernah diberitahu rincian dafatar penggunaan anggaran (DPA), namun jangan memasukan anggaran siluman yang mengundang kontroversial. Bercermin dari pengalaman tersebut, sudah selayaknya ada transparansi SKPD dengan mitra kerjanya yang notabene komisi terkait. Koordinasi dan pelaporan setiap triwulan yang disepakati, semestinya dilaksanakan tanpa ada keraguan. Hal ini Demi kebaikan Dewan dan Dinas terkait. Kasus kedua, Pemberian bantuan wali kota khusus (Bawaku) pendidikan, ternyata menimbulkan perbedaan pendapat antara DPRD dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung. Awalnya, Disdik Kota Bandung tetap menginginkan bahwa Bawaku Mahasiswa dan siswa tidak mampu tidak diberikan anggaran Rp 4 miliar. Namun, persetujuan DPRD Kota Bandung, dalam Perda APBD 2015 bersifat global. Setelah dikoordinasikan ternyata tidak semuanya kegiatan disdik ada kaitan dengan dua Bawaku itu. Fauzi (2015) mengatakan Disdik Kota Bandung dan DPRD kota Bandung sepakat mengembalikan anggaran sesuai dengan rencana kerja anggaran

6 (RKA) yang sudah disetujui dan disahkan dalam rapat paripurna dewan. Sehingga program tetap harus mengacu pada usulan awal. Berdasarkan kasus diatas terdapat senjangan anggaran (budgetary slack) dari anggaran yang diajukan dan realisasi pengesahan yang diterima, hal ini disebabkan perbedaan pendapat antara pihak eksekutif dan legislatif dilihat dari sisi penguasaan informasi. Menurut Halim dan Abdullah (2006) perbedaan Keunggulan informasi ini bersumber dari kondisi faktual bahwa eksekutif adalah pelaksana semua fungsi pemerintah daerah dan berhubungan langsung dengan masyarakat dalam waktu sangat lama. Eksekutif memiliki pemahaman yang baik tentang birokrasi dan administrasi serta peraturan perundang-undangan yang mendasari seluruh aspek pemerintahan. Oleh karena itu, anggaran untuk pelaksanaan pelayanan publik diusulkan untuk dialokasikan dengan didasarkan pada asumsi-asumsi sehingga memudahkan eksekutif memberikan pelayanan dengan baik. Dalam hal ini eksekutif memiliki keunggulan dalam hal penguasaan informasi dibanding legislatif (asimetri informasi). Asimetri Informasi merupakan keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan dan informasi lebih dari pada pihak lain. Informasi asimetri merupakan kondisi yang dapat menyebabkan budgetary slack. Pengaruh informasi asimetris terhadap timbulnya budgetary slack juga dijelaskan oleh Suartana (2010: 143), bahwa: Senjangan anggaran akan menjadi lebih besar dalam kondisi informasi asimetris karena informasi asimetris mendorong bawahan/ pelaksana anggaran

7 membuat senjangan anggaran. Selain asimetri informasi terdapat faktor lain yang mempengaruhu budgetary slack yang tidak diteliti oleh penulis diantaranya partisipasi anggaran dan penekanan anggaran. Dalam konsep informasi asimetris atasan mungkin mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih daripada bawahan, ataupun bawahan yang biasanya lebih mengetahui kondisi di lapangan sehingga memiliki pengetahuan yang lebih daripada atasan.. Bila kemungkinan yang pertama terjadi, akan muncul tuntutan atau motivasi yang lebih besar dari atasan kepada bawahan mengenai pencapaian target anggaran yang menurut bawahan terlalu tinggi. Namun bila kemungkinan yang kedua terjadi, bawahan akan menyatakan target lebih rendah daripada yang dimungkinkan untuk dicapai. Atasan mengharapkan ketersediaan informasi yang kompleks untuk estimasi terbaik pada anggaran yang akan disusun. Karena keterbatasan informasi yang dimiliki, maka atasan memberikan kesempatan pada bawahan untuk menunjukkan kinerjanya dengan memberikan informasi terkait keadaan kebutuhan dari pusat tanggung jawab masing-masing. Hal itu dilakukan karena penyusunan anggaran tidak mungkin menjadi optimal ketika masih terdapat kesenjangan informasi yang dimiliki antara atasan dengan bawahan. Bagi tujuan perencanaan, anggaran yang dilaporkan seharusnya sama dengan kinerja yang diharapkan. Namun karena informasi bawahan lebih baik dari pada atasan, maka bawahan mengambil kesempatan dari partisipasi penganggaran dengan memberikan informasi yang bias dari informasi pribadi mereka, serta membuat budget yang mudah dicapai, sehingga

8 terjadilah budgetary slack (yaitu dengan melaporkan anggaran dibawah kinerja yang diharapkan). Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai PENGARUH INFORMASI ASIMETRI TERHADAP BUDGETARY SLACK PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA BANDUNG 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka penulis dapat mengidentifikasi pokok permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana terjadinya asimetri informasi pada Pemerintah Kota Bandung 2. Bagaimana terjadinya budgetary slack pada Pemerintah Kota Bandung 3. Seberapa besar pengaruh asimetri informasi terhadap Budgetary Slack pada Pemerintah Kota Bandung 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, mengola data dan menganalisa kemudian ditarik kesimpulan, guna memberikan gambaran tentang Pengaruh simetri informasi terhadap Budgetary Slack.

9 1.3.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui terjadinya asimetri informasi pada Pemerintah Kota Bandung 2. Untuk mengetahui terjadinya budgetary slack pada Pemerintah Kota Bandung 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh asimetri informasi terhadap Budgetary Slack pada Pemerintah Kota Bandung 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Praktis Penelitian ini merupakan suatu hal yang dapat menimbulkan manfaat baik bagi penulis, instansi, maupun bagi pembaca pada umumnya. Adapun manfaat-manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Bagi Penulis a. Sebagai suatu pengalaman yang berharga karena penulis dapat memperoleh gambaran secara langsungmengenai teori-teori tentang asimetri informasi, dan senjangan anggaran (budgetary slack) b. Sebagai suatu sarana untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya dalam menambah wawasan untuk menyikasi isu-isu terbaru dalam perkembangan akuntansi sector public itu sendiri.

10 c. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian siding untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi Program Studi akuntansi di Fakultas Ekonomi Universita pasundan. 1.4.2. Kegunaan Teoritis Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang pengaruh asimetri informasi terhadap budgetary slack, serta sebagai bahan pembanding antara teori dan praktek nyata di pemerintah daerah yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut. Selain itu penulis mengharapkan kiranya penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa, khususnya mahasiwa jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung. 1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk tujuan penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di kota Bandung. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan objek yang akan diteliti, maka penulis melaksanakan penelitian pada waktu yang telah ditentukan oleh instansi...