17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom 1). Bakteri transforman yang membawa plasmid pmsh1-lis diidentifikasi menggunakan PCR dengan pasangan primer Lis-F dan Lis-R; 35S-F dan Lis-R; serta Lis-F dan Nos-R. Hasil analisis PCR dengan pasangan primer tersebut menghasilkan amplikon masing-masing berukuran 460 pb, 670 pb dan 580 pb (Gambar 5B). Gambar 5. A. Pola pemotongan plasmid pmsh1-lis menggunakan enzim NotI dan SpeI. M = marka DNA 1 kb ladder (Fermentas), kolom 1 = pasmid pmsh1-lis, kolom 2 = plasmid pmsh1-lis yang sudah dipotong dengan NotI dan SpeI, dan kolom 3 = gen lisozim (Lis). B. Identifikasi Escherichia coli DH5α transforman pembawa gen lisozim menggunakan PCR dengan primer Lis-F dan Lis-R (kolom 1, 2 dan 3), 35S-F dan Lis-R (kolom 4 dan 5) dan Lis-F dan Nos-R (kolom 6 dan 7). M = marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), kolom 1, 4 dan 6 adalah DH5α hasil transformasi pmsh1-lis, kolom 2 = kontrol plasmid pjfker-lis, kolom 3, 5 dan 7 adalah kontrol negatif (DH5α non-transforman). Verifikasi terhadap E. coli yang mengandung plasmid biner (pmsh1 yang mengandung gen lisozim) juga dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi terhadap sampel DNA plasmid yang membawa gen lisozim. Berdasarkan hasil restriksi dengan NotI dan SpeI dihasilkan dua fragmen berukuran 12.986 pb dan 460 pb (Gambar 5A kolom 2). Fragmen 12.986 pb merupakan ukuran dari plasmid pmsh1, dan 460 pb merupakan fragmen gen lisozim. Hal tersebut membuktikan bahwa vektor biner pmsh1-lis berhasil dibuat. Transformasi gen lisozim yang terdapat pada plasmid pmsh1 ke dalam bakteri E.coli DH5α telah berhasil dilakukan. Keberhasilan transformasi ini dapat dilihat dari transforman E. coli DH5α yang tumbuh pada media seleksi kanamisin (50 mg/l) dan higromisin (50 mg/l). Kemampuan transforman ini tumbuh pada media seleksi tersebut dikarenakan adanya gen nptii (neomycin phosphotransferase) penyandi ketahanan terhadap antibiotik kanamisin dan hpt (hygromycin phosphotransferase) penyandi ketahanan terhadap antibiotik
18 higromisin pada plasmid pmsh1. Keberhasilan transformasi ini dilakukan dengan amplifikasi gen lisozim yang dikendalikan oleh promoter 35S CaMV dan terminator Nos menggunakan PCR, serta pengujian menggunakan enzim restriksi. Keberhasilan transformasi gen lisozim ke dalam E. coli DH5α, dapat digunakan untuk transformasi ke dalam A. tumefaciens. Transformasi pmsh1-lisozim ke Agrobacterium tumefaciens Plasmid pmsh1-lis ditransformasikan ke dalam A. tumefaciens dengan cara triparental mating (TPM). Proses TPM telah berhasil dilakukan untuk mengintroduksikan plasmid pmsh1-lis ke dalam A. tumefaciens (Gambar 6). Plasmid pmsh1-lis yang terdapat pada E. coli DH5α hasil transformasi (sebagai donor) dipindahkan ke dalam A. tumefaciens (sebagai resipien) melalui proses konjugasi dengan bantuan prk2013 dalam E. coli DH1. Donor E. coli DH5α resisten terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin, tetapi rentan terhadap antibiotik streptomisin dan resipien A. tumefaciens yang resisten terhadap antibiotik streptomisin, tetapi rentan terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin. Bakteri yang mampu tumbuh pada media seleksi ini hanya A. tumefaciens yang telah mengandung plasmid pmsh1-lis hasil TPM (Gambar 6B). Kemampuan A. tumefaciens untuk tumbuh di media seleksi ini disebabkan karena di dalam sel bakteri ini telah membawa gen resistensi terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin yang terdapat pada pmsh1-lis. Gambar 6. Triparental Mating (TPM). A. Hasil TPM yang tumbuh pada media LA tanpa antibiotik. B. Agrobacterium tumefaciens LBA 4404 transforman pada media seleksi higromisin 50 mg/l, kanamisin 50 mg/l dan streptomisin 50 mg/l. C. LBA 4404 non-transforman pada media seleksi higromisin 50 mg/l, kanamisin 50 mg/l dan streptomisin 50 mg/l. Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa koloni dari hasil TPM positif membawa gen lisozim. PCR dengan primer Lis-F dan Lis-R menghasilkan amplikon 460 pb, dengan primer 35S-F dan Lis-R menghasilkan amplikon sebesar 670 pb, sedangkan PCR dengan primer Lis-F dan Nos-R menghasilkan amplikon sebesar 580 pb (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa A. tumefaciens tersebut sudah mengandung gen lisozim dan dapat digunakan untuk percobaan transformasi gen lisozim ke dalam genom rumput laut K. alvarezii.
19 Gambar 7. Identifikasi transforman Agrobacterium tumefaciens hasil tri-parental mating (TPM) menggunakan tiga jenis primer untuk gen lisozim (kolom 1, 2 dan 3 dengan primer Lis-F dan Lis-R; 4, 5 dan 6 dengan primer 35S-F dan Lis-R; 7, 8 dan 9 dengan primer Lis-F dan Nos-R). M= marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), 1 = 4 = 7 adalah A. tumefaciens LBA4404 pembawa pmsh1-lis, 2 = 5= 8 adalah kontrol positif (DH5α hasil transformasi pmsh1-lis), 3 =6 =9 adalah kontrol negatif (LBA4404 non-transforman). Transformasi gen lisozim pada talus Kappaphycus alvarezii Transformasi gen lisozim pada talus K. alvarezii yang sebelumnya diadaptasikan pada media kultur PES cair dan padat. Sebanyak 225 talus digunakan dalam transformasi. Talus yang telah diinfeksi dengan A. tumefaciens diseleksi pada media PES yang mengandung higromisin 20 mg/l selama 2 bulan. Tahapan transformasi genetik K. alvarezii dapat dilihat pada Gambar 8. Talus rumput laut yang mampu bertahan di media seleksi higromisin sebanyak 53 talus, dengan persentase sebesar 23,56%. Talus yang berhasil bertunas putatif berjumlah 6, dengan efisiensi sebesar 11,32% (Tabel 1). Efisiensi talus bertunas putatif ditentukan berdasarkan rasio jumlah talus bertunas putatif terhadap jumlah talus yang mampu bertahan di media seleksi higromisin. Efisiensi tunas putatif talus yang ditransformasi lebih rendah daripada efisiensi tunas pada talus kontrol positif yang tidak ditransformasi (22%). Rendahnya efisiensi tunas putatif diduga disebabkan oleh perlakuan infeksi Agrobacterium dan seleksi antibiotik yang mengakibatkan penurunan daya regenerasi talus untuk bertunas putatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Suma et al. (2008) penambahan antibiotik dalam media seleksi dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan kalus. Pembentukan tunas dari talus yang tahan higromisin mulai teramati pada minggu keempat setelah infeksi. Pembentukan tunas diawali dengan munculnya titik-titik coklat pada talus. Setelah 2 minggu, titik coklat membesar dan membentuk tunas (Gambar 8C). Tunas yang terbentuk, secara umum muncul dari bagian talus yang dipotong. Talus yang mampu bertahan dimedia seleksi higromisin, selanjutnya diaklimatisasi skala kecil di media PES cair (Gambar 8D). Analisis molekuler terhadap talus yang tahan higromisin dengan PCR menggunakan kombinasi primer spesifik gen lisozim, promoter 35S CaMV dan terminator Nos menunjukkan bahwa tiga tunas yang terbentuk dari tiga talus mengandung gen lisozim. Tidak semua tunas yang terbentuk mengandung gen lisozim (Tabel 1), hal ini diduga disebabkan oleh tidak semua sel pada satu talus berhasil ditransformasi dengan gen lisozim. Analisis molekuler terhadap tunas
20 yang berasal dari sel-sel yang mengandung gen lisozim akan mengandung gen lisozim juga. Sedangkan tunas yang secara molekuler tidak mengandung gen lisozim, kemungkinan berasal dari sel-sel yang tidak mengandung gen lisozim. Persentase transformasi yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 23,56% (Tabel 1). Persentase transformasi ini lebih rendah dibandingkan dengan persentase transformasi gen LacZ pada Gracilaria changii menggunakan metode tembakan partikel (particle bombardment) yaitu sebesar 80-94%. Rendahnya persentase transformasi yang diperoleh pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan metode yang digunakan dalam proses transformasi. Selain itu, kemungkinan juga disebabkan karena masih kurang optimalnya tahapan dalam proses transformasi menggunakan A. tumefaciens, terutama pada tahap infeksi dan ko-kutivasi. Tabel 1. Persentase transformasi dan tunas putatif rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan gen Lisozim. Perlakuan Jumlah Talus Persentase Transformasi a) Jumlah Talus Tahan Higromisin Jumlah Tunas Putatif Jumlah Positif PCR Efisiensi Tunas Putatif Transformasi 225 53 23,56% 6 3 11,32% b) Kontrol - 1) 50 0 0 0 0 0 Kontrol + 2) 50-0 11 0 22% a) Jumlah talus tahan higromisin/jumlah kalus awal x 100% b) Jumlah talus yang bertunas putatif / jumlah kalus tahan higromisin x 100% 1) Talus non-transgenik yang ditumbuhkan pada media seleksi higromisin 2) Talus non-transgenik yang ditumbuhkan pada media PES tanpa higromisin Hasil transformasi menunjukkan bahwa penambahan 100 µm asetosiringon dengan OD 0,5-0,8 selama masa infeksi 30 menit di media PES yang mengandung A. tumefaciens menunjukkan pertumbuhan eksplan pada media seleksi (Gambar 8). Menurut James et al. (1993), penambahan asetosiringon ke dalam media kokultivasi efektif meningkatkan efisiensi transformasi. Penambahan asetosiringon mampu menginduksi gen vir yang berfungsi mentransfer T-DNA ke dalam sel tanaman dan mempertinggi efektivitas infeksi A. tumefaciens sehingga meningkatkan jumlah sel transforman (Rashid et al. 2010). Selain itu, perlakuan lama ko-kultivasi (inkubasi) antara bakteri dan eksplan sangat mempengaruhi efektivitas infeksi bakteri. Inkubasi yang terlalu cepat dapat mempengaruhi keberhasilan transformasi, karena bakteri belum sempat menginfeksi sel-sel eksplan secara sempurna. Menurut Alimohammadi & Bagherieh-Najjar (2009) keberhasilan transfer gen oleh A. tumefaciens sangat ditentukan oleh ada tidaknya luka/perlukaan, kerapatan bakteri (optical density), lama inokulasi dan lama kokultivasi. Talus transforman dapat tumbuh di media seleksi higromisin 20 mg/l, sedangkan talus non-transforman tidak mampu tumbuh pada media seleksi higromisin (Gambar 9). Kemampuan talus transforman tumbuh di media seleksi higromisin disebabkan adanya gen ketahanan terhadap higromisin yaitu hpt (hygromycin phosphotransferase) pada T-DNA yang ditransformasikan ke talus transforman. Sedangkan pada talus non-transforman tidak memiliki gen ketahanan tersebut sehingga talus tidak resisten terhadap higromisin dan mengalami
21 kematian. Talus non-transforman mengalami kematian secara bertahap pada media seleksi higromisin. Kematian talus non-transforman mulai teramati pada minggu ketiga di media seleksi higromisin 20 mg/l. Kematian talus diawali dengan memutihnya warna talus dan tekstur talus lebih rapuh. Setelah 12 minggu di media seleksi higromisin, seluruh talus non-transforman mengalami kematian (Gambar 9). Warna talus hijau menunjukkan talus masih hidup, sedangkan warna talus putih menunjukkan talus mengalami kematian (Gambar 9B, 9E dan 9H). Gambar 8. Tahapan transformasi genetik rumput laut Kappaphycus alvarezii. A. Talus rumput laut pada media ko-kultivasi; B. Talus rumput laut pada media recovery; C. Talus rumput laut pada media seleksi higromisin 20 mg/l; D. Talus positif PCR yang mengandung gen lisozim yang telah diaklimatisasi skala kecil. Konfirmasi rumput laut transgenik melalui keberadaan gen lisozim pada talus rumput laut hasil transformasi dilakukan dengan PCR. Pasangan primer yang digunakan adalah Lis-F dan Lis-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 460 pb, 35S CaMV-F dan Lis-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 680 pb serta Lis-F dan Nos-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 570 pb. Plasmid pmsh1-lis digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan rumput laut tipe liar digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil PCR menunjukkan bahwa rumput laut hasil transformasi terbukti positif sebagai rumput laut transgenik (Gambar 10), sedangkan rumput laut non transgenik tidak menunjukkan amplifikasi fragmen tersebut.
22 Gambar 9. Tahapan perkembangan talus Kappaphycus alvarezii. Talus transforman pada media seleksi higromisin 20 mg/l, masingmasing umur empat (A), delapan (D) dan 12 minggu (G). Talus non-transforman pada media seleksi higromisin 20 mg/l, masingmasing umur empat minggu (B), delapan minggu (E) dan 12 minggu (H). Talus non-transforman pada media tanpa higromisin, masing-masing umur empat minggu (C), delapan minggu (F) dan 12 minggu (I). Pada B, E, dan H, warna talus hijau menunjukkan talus hidup, sedangkan warna talus putih menunjukkan talus mati. Keberhasilan transformasi genetik pada rumput laut ditandai dengan terintegrasinya gen yang diintroduksikan ke dalam genom rumput laut dan terekspresi serta tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel sampai regenerasi rumput laut. Untuk mengetahui integrasi gen lisozim ke dalam rumput laut K. alvarezii dapat dilakukan dengan menggunakan marka seleksi terhadap antibiotik higromisin dan dapat dianalisis secara molekuler menggunakan teknik PCR. Berdasarkan kemampuan talus K. alvarezii tumbuh di dalam media seleksi (media PES dengan penambahan higromisin) (Tabel 1) dan konfirmasi rumput laut transgenik melalui keberadaan gen lisozim pada talus rumput laut hasil transformasi dengan PCR (Gambar 10), menunjukkan bahwa gen lisozim telah terintegrasi ke dalam genom rumput laut.
23 Gambar 10. Hasil analisis PCR DNA rumput laut hasil transformasi dengan gen Lisozim menggunakan tiga jenis primer (kolom 1, 2 dan 3 dengan primer Lis-F dan Lis-R; 4, 5 dan 6 dengan primer 35S-F dan Lis-R; 7, 8 dan 9 dengan primer Lis-F dan Nos-R). M = marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), 1 = 4 = 7 adalah rumput laut transgenik, 2 = 5= 8 adalah kontrol positif (plasmid pmsh1-lis), 3 = 6 = 9 adalah kontrol negatif (rumput laut non-transforman). Kappaphycus alvarezii transgenik ini dapat dimanfaatkan untuk mempelajari mekanisme pertahanan rumput laut terhadap infeksi bakteri penyebab penyakit ice-ice. Uji tantang K. alvarezii terhadap bakteri penyebab iceice dapat dilakukan setelah diperoleh talus yang berasal dari subkultur tunas yang mengandung gen lisozim. Selain itu, ketika K. alvarezii transgenik ini telah tahan terhadap penyakit ice-ice, dapat berguna untuk meningkatkan produksi rumput laut di musim pada saat penyakit ice-ice sering menginfeksi. Metode transformasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menghasilkan rumput laut transgenik lainnya yang mengekspresikan protein yang mengatur sifat penting dalam akuakultur.