II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008).

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA MENGURANGI PERILAKU BULLYING DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

BULLYING. I. Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

III. METODE PENELITIAN. penelitian adalah pada Tahun Ajaran 2013/2014. yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

PERAN GURU BK/KONSELOR DALAM MENGENTASKAN PERILAKU BULLYING PARTICIPANT OF THE TEACHERS BK / COUNSELORS TO ALLEVIATE BULLYING BEHAVIOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini berjudul Peningkatan Konsep Diri Positif dengan Layanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain. Untuk mewujudkannya digunakanlah media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial

Perilaku Bullying dan Peranan Guru BK/Konselor dalam Pengentasannya (Studi Deskriptif terhadap Siswa SMP Negeri 3 Lubuk Basung)

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka berisi komponen self esteem (harga diri) dan konseling kelompok, yaitu sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. bullying selalu terjadi bahkan sudah menjadi sebuah tradisi. Bullying

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

STUDI FENOMENOLOGI : DINAMIKA PSIKOLOGIS KORBAN BULLYING PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kenakalan remaja atau juvenile delinquency menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

BAB II KEKERASAN YANG DI LAKUKAN OLEH GURU TERHADAP ANAK DI LINGKUNGAN SEKOLAH. A. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Kekerasan di lingkungan Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. Bullying adalah ketika siswa secara berulang-ulang dan berperilaku

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja,

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. kejiwaan. Istilah komunikasi (bahasa Inggris : Communication) berasal dari communis

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak-anak. Kata remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB II LANDASAN TEORI. dengan orang-orang di sekeliling atau sekitarnya. bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. remaja dihadapkan pada konflik dan tuntutan social yang baru, termasuk. dirinya sesuai dengan perkembangannya masing-masing.

BAB II LANDASAN TEORI. beberapa tokoh. Olweus (2003) mendefinisikan bullying sebagai tindakan negatif dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA. akan diteliti. Uraian teori dalam bab II ini mengenai teori tentang Motivasi

BAB II LANDASAN TEORI

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

Transkripsi:

12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying Dalam Bimbingan dan Konseling Secara umum tujuan penyelenggaraan bimbingan dan konseling adalah membantu siswanya menemukan pribadinya dalam hal mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya serta menerima dirinya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut (Sukardi. 2008). Dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa bidang salah satunya bidang sosial, dimana guru bimbingan dan konseling membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan (Sukardi, 2008). Menurut Sukardi (2008) bidang sosial ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok sebagai berikut: 1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif. 2. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif. 3. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku. 4. Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah, maupun di masyarakat pada umumnya.

13 5. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggung jawab. 6. Orientasi tentang hidup berkeluarga. Dengan demikian, bullying merupakan salah satu masalah yang dapat ditangani oleh guru bimbingan dan konseling karena bullying merupakan permasalahan siswa yang berhubungan dengan hubungan sosial di lingkungannya, terutama di lingkungan sekolah. Dalam bimbingan dan konseling sendiri, bullying termasuk dalam bidang sosial karena bullying merupakan masalah yang menyangkut hubungan dengan orang lain. B. Bullying 1. Pengertian Bullying Bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, atau orang yang mengganggu orang yang lemah. Istilah bullying diilhami dari kata bull (bahasa Inggris) yang berarti banteng yang suka menanduk. Pihak pelaku bullying biasa disebut bully. Sedangkan pengertian bullying itu sendiri adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seorang/kelompok. (Sejiwa, 2008) Menurut Rigby (Astuti, 2008) bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggungjawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang. Secara psikologis, bullying adalah

14 ekspresi muka merendahkan, kasar atau tidak sopan, mempermalukan didepan umum dan mengucilkan. Bullying adalah bagian dari perilaku agresif anak secara berulang terhadap temannya atau sesama siswa lainnya yang menyebabkan adanya korban (Astuti,2008). Kecenderungan bullying terjadi pada saat anak sedang berada dilingkup pergaulannya dengan anak lain, seperti di sekolah, disekitar rumah dan tempat umum lainnya. Menurut Widayanti (2009) menyatakan bahwa : Bullying merupakan perilaku agresif yang di lakukan kepada siswa/siswi yang lebih lemah, secara berulang-ulang dengan tujuan untuk menyakiti orang tersebut.pelaku bullying tidak memiliki empati terhadap korbannya,sebaliknya pelaku bullying merasakan kesenangan pada saat melakukan bullying, sehingga tindakan bullying dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Menurut Olweus (Wiyani, 2012) mengatakan bahwa bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka dan biasanya terjadi berulang-ulang repeated during successiveencounters. Jadi bullying merupakan sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seorang/kelompok yang melakukan tindakan negatif karena merasa memiliki kekuasaan dan kekuatan dengan menyakiti orang lain secara mental atau fisik yang dilakukan tidak hanya sekali bahkan dapat berkelanjutan sehingga dapat

15 merugikan orang lain dan mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman atau terluka. 2. Faktor Penyebab Bullying Banyak faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying. Quiroz dkk (Astuti, 2008) mengemukakan sedikitnya terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan perilaku bullying, sebagai berikut. a. Hubungan keluarga Anak akan meniru berbagai nilai dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga menjadi nilai dan perilaku yang ia anut (hasil dari imitasi). Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan dalam keluarga yang menoleransi kekerasan atau bullying, maka ia mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image), sehingga kemudian ia meniru (imitasi) perilaku bullying tersebut. Menurut Utaminingsih (harian pagi Tribun Lampung, Selasa, 19/11/13) perilaku bully dapat menjadi suatu hal yang biasa jika anak sering melihat di lingkungan keluarga. Hal ini diperkuat oleh Yusmansyah (harian pagi Tribun Lampung, Selasa, 19/11/13) yang mengatakan bahwa anak cenderung meniru apa pun yang ia lihat. jika keluarga sering melakukan kekerasan ataupun ejekan, maka sikap ini akan terus meningkat.

16 b. Tradisi Adanya tradisi siswa secara turun menurun. Tradisi ini termasuk senioritas. Bullying yang terjadi di lingkungan sekolah kecendrungan di sebabkan oleh senioritas, di lingkungan sekolah kakak kelas merasa memiliki hak dan kedudukan yang tinggi sehingga kecendrungan memiliki ego yang tinggi dan memiliki kekuatan yang kuat untuk melakukan tindakan bullying. c. Pengaruh media Yusmansyah (harian pagi Tribun Lampung, Selasa, 19/11/13) mengatakan bahwa tayangan televisi seperti komedi yang banyak menayangkan kekerasan dapat ditiru oleh anak. Meskipun terdapat tanda peringatan, orangtua cenderung membiarkan sehingga anak menganggap kekerasan yang dilakukan adalah hal yang wajar. Dari penjelasan tersebut, dapat di simpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bullying antara lain: pengaruh keluarga, tradisi seperti senioritas yang diwariskan dari kakak tingkat sebelumnya, serta pengaruh dari media massa. Jika anak dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan yang menoleransi kekerasan atau bullying, maka ia mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa yang diinginkannya (image).

17 3. Bentuk-Bentuk Perilaku Bullying Menurut Yayasan Semai Jiwa Insani (Nirwana dkk, 2013) secara umum, bullying dapat dikelompokkan pada tiga kategori yaitu, a. Bullying fisik Bullying fisik merupakan jenis bullying yang bisa dilihat secara kasat mata karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dengan korbannya. b. Bullying verbal Bullying verbal merupakan bentuk bullying yang paling umum digunakan, baik oleh anak laki-laki maupun oleh anak perempuan. Bullying verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan di hadapan orang dewasa atau teman sebaya tanpa terdeteksi. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan, kerap menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih jauh. c. Bullying mental/psikologis. Bullying mental/psikologis yang paling berbahaya karena sulit dideteksi dari luar. Seperti: memandang dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi wajah yang merendahkan, mengejek, memandang dengan penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mengucilkan, memandang dengan hina, mengisolir, menjauhkan, dan lain-lain. Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (Argiati, 2010) mengelompokkan perilaku bullying dalam lima bentuk, yaitu : a. Bentuk bullying yang berupa kontak fisik langsung antara lain : memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalm ruangan, mencubit, mencakar juga termasuk memeras dan merusak barangbarang yang di milki orang lain. b. Bentuk kontak verbal langsung antara lain : mengancam, mempermalukan, merendahkan, menganggu, memberi panggilan nama,memaki, menyebar gosip.

18 c. Bentuk Perilaku non verbal langsung antara lain : melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, biasanya disertai bullying fisik atau verbal. d. Perilaku non verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng. e. Pelecehan seksual, kadang di kategorikan perilaku agresif atau verbal. Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa bentuk-bentuk bullying antara lain : a. Perilaku bullying fisik yaitu perilaku yang dilakukan secara langsung ke korban bullying dengan bentuk tindakan langsung ke orang lain seperti memukul, menendang, mendorong, menampar, mengigit, menendang, melempar barang, dan merusak barang b. Perilaku bullying verbal yaitu tindakan yang dilakukan dalam bentuk lisan atau perkataan-perkataan yang di tujukan kepada korban. Bentuk bullying ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, menghina, mengancam, menuduh, menyoraki, memaki, menebar gosip, dan mengolok-olok. c. Perilaku Bullying mental/psikologis ini sulit dideteksi dari luar. tindakan yang di lakukan oleh pelaku dengan bahasa-bahasa tubuh yang di tunjukan langsung di hadapan korban bullying. Contohnya melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, serta sengaja mengucilkan atau mengabaikan.

19 4. Karakteristik Pelaku Bullying Rigby (Astuti, 2008) mengidentifikasi karakteristik fisik dan karakteristik mental dari pelaku bullying. Pelaku bullying merupakan agresor, provokator dan inisiator situasi bullying. Si pelaku umumnya siswa yang memiliki fisik besar dan kuat, namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-temannya dikarenakan faktor status sosial atau kedudukan. Pelaku bullying biasanya mengincar anak yang secara penampilan fisik terlihat berbeda dari dirinya atau orang kebanyakan Misalnya yang memiliki warna rambut alami yang mencolok, berkacamata, terlalu kurus, terlalu gemuk atau bahkan yang memiliki cacat fisik. Karakteristik mental pelaku bullying dipengaruhi oleh aspek kognitif, afektif dan behavioral dalam diri si pelaku itu sendiri. Rigby (Astuti, 2008) menguraikan beberapa karakteristik pelaku bullying, diantaranya: 1. Tidak matang secara emosional 2. Tidak mampu menjalin hubungan akrab 3. Kurang kepedulian terhadap orang lain 4. Moody dan tidak konsisten 5. Mudah marah dan impulsive 6. Tidak memiliki rasa bersalah atau menyesal 5. Dampak Bullying Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying. Dampak yang dialami korban bullying tersebut bukan hanya dampak fisik tapi juga dampak psikis. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim dampak fisik bisa mengakibatkan kematian.

20 a. Dampak bagi korban Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (Astuti, 2008) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem korban, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan korban rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide). Terkait dengan konsekuensi bullying, penelitian Banks (Northwest Regional Educational Laboratory, 2001; dan dalam Astuti, 2008) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. b. Dampak bagi pelaku Sanders (Astuti, 2008) National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah

21 terhadap frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya. C. Konseling Kelompok 1. Pengertian Konseling Kelompok Konseling merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan interaksinya dengan orang lain. Blocher (Wibowo, 2005) mendefinisikan konseling adalah intervensi yang direncanakan sistematis yang ditunjukkan untuk membantu menjadi lebih sadar atas dirinya sendiri, memaksimalkan kebebasan dan efektivitas manusia. Natawidjaja (Wibowo, 2005) mengartikan konseling sebagai usaha bantuan untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini dan saat yang akan datang. Menurut, Warner & Smith (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa: konseling kelompok merupakan cara yang baik untuk menangani konflik-konflik

22 antar pribadi dan membantu individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka. Pandangan tersebut dipertegas oleh Natawidjaja (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa: Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya. Menurut Corey (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa: masalah-masalah yang dibahas dalam konseling kelompok lebih berpusat pada pendidikan, pekerjaan, sosial dan pribadi. Dalam konseling kelompok perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini. Jadi anggota akan belajar tentang dirinya dalam interaksinya dengan anggota yang lain ataupun dengan orang lain. Selain itu, di dalam kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain. Dalam konseling kelompok juga terdapat dinamika kelompok, yang merupakan suatu wadah yang membuat individu selalu aktif dalam membantu individu-individu lain untuk dapat secara mandiri maupun bersama-sama dalam memecahkan masalahnya. Dengan terlibatnya individu secara aktif terhadap individu lain, maka mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya.

23 Kegiatan konseling kelompok mendorong terjadinya komunikasi yang dinamis. Suasana dalam konseling kelompok dapat menimbulkan komunikasi yang akrab, terbuka dan bergairah sehingga memungkinkan terjadinya saling memberi dan menerima, memperluas wawasan dan pengalaman, harga menghargai dan berbagai rasa antara anggota kelompok. Suasana dalam konseling kelompok mampu memenuhi kebutuhan psikologis individu dalam kelompok, yaitu kebutuhan untuk dimiliki dan diterima orang lain, serta kebutuhan untuk melepaskan atau menyalurkan emosi-emosi negatif dan menjelajahi diri sendiri secara psikologis. Menurut Mahler, Dinkmeyer & Munro (Wibowo, 2005) menyatakan bahwa: Kemampuan yang dikembangkan melalui konseling kelompok yaitu: a. pemahaman tentang diri sendiri yang mendorong penerimaan diri dan perasaan diri berharga, b. interaksi sosial, khususnya interaksi antarpribadi serta menjadi efektif untuk situasi-situasi sosial, c. pengambilan keputusan dan pengarahan diri, d. sensitivitas terhadap kebutuhan orang lain dan empati, e. perumusan komitmen dan upaya mewujudkannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok adalah upaya pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna agar mampu menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif.

24 2. Tujuan Layanan Konseling Kelompok Prayitno (1995) menjelaskan tujuan layanan konseling kelompok, adalah sebagai berikut: a. Tujuan Umum Tujuan umum kegiatan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi/ berkomunikasi seseorang sering terganggu perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang tidak objekstif, sempit dan terkungkung serta tidak efektif. b. Tujuan Khusus Secara khusus, konseling kelompok bertujuan untuk membahas topiktopik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkanya tingkah laku yang lebih efektif. Sedangkan menurut Bennett (Romlah, 2006) tujuan konseling kelompok yaitu: 1) memberikan kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial. 2) memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok dengan: a) mempelajari masalah-masalah manusia pada umumnya. b) menghilangkan ketegangan emosi, menambah pengertian mengenai dinamika kepribadian, dan mengarahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan masalah tersebut dalam suasana yang permisif. c) untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual. d) untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.

25 Secara singkat dapat dikatakan bahwa konseling kelompok bertujuan untuk membantu individu menemukan dirinya sendiri, mengarahkan diri, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 3. Komponen Layanan Konseling Kelompok Prayitno (1995) menjelaskan bahwa dalam layanan konseling kelompok terdapat tiga komponen yang berperan, yaitu pemimpin kelompok, peserta atau anggota kelompok dan dinamika kelompok. a. Pemimpin kelompok Pemimpin kelompok adalah komponen yang penting dalam konseling kelompok Dalam hal ini pemimpin bukan saja mengarahkan prilaku anggota sesuai dengan kebutuhan melainkan juga harus tanggap terhadap segala perubahan yang berkembang dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini menyangkut adanya peranan pemimpin konseling kelompok, serta fungsi pemimpin kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (1995), menjelaskan pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga anggota kelompok dapat belajar bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri. Dalam kegiatan konseling kelompok, pemimpin kelompok memiliki peranan. Prayitno (1995), menjelaskan peranan pemimpin kelompok adalah memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan konseling kelompok, memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok, memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam

26 kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kempok, dan sifat kerahasian dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok. b. Anggota kelompok Keanggotaan merupakan salah satu unsure pokok dalam kehidupan kelompok. Tanpa anggota tidaklah mungkin ada kelompok. Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota konseling kelompok. Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan sebagaimana seharusnya. Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok), dan homogenitas atau heterogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok. Sebaiknya jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar (lebih dari 10) dan juga tidak terlalu kecil (2 atau 3). c. Dinamika kelompok Dinamika Kelompok dalam arti teoritis yaitu mencari dasar yang menguasai orang dalam kelompok. Dalam arti praktis merupakan pengembangan usaha dan alat untuk meningkatkan efektivitas dalam mencapai tujuan kelompok. Berkaitan dengan konseling kelompok maka dinamika kelompok adalah merupakan suatu wadah. Wadah yang dimaksud disini adalah wadah yang hidup, bergerak, selalu berdenyut, selalu aktif dalam rangka

27 membantu individu-individu untuk dapat secara mandiri maupun secara bersama-sama dalam memecahkan masalahnya. Maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan konseling kelompok dalam usaha membantu individu-individu dalam memecahkan masalahnya dengan memanfaatkan dinamika kelompok sebagai medianya. Dengan demikian peranan dinamika kelompok dalam upaya membantu para siswa untuk untuk memecahkan masalahnya memegang peranan penting sebagai wadah kehidupan atau jiwa dan gerak kelompok. Maka apabila klien yang dibantu sangat memerlukan bantuan yang berkaitan dengan dinamika kelompok, maka dia harus dilibatkan ke dalam dinamika kelompok. Dengan terlibatnya klien secara aktif mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang ada hubungannya dengan masalah yang dihadapi, dan mereka akan dapat mengembangkan dirinya ke arah pemecahan masalah yang sedang dihadapinya. 4. Kegiatan Layanan Konseling Kelompok Prayitno (1999), mengungkapkan bahwa : Kegiatan konseling kelompok ialah pemberian informasi serta penyelesaian masalah yang dihadapi para anggota kelompok. Kegiatan konseling kelompok berupaya menyampaikan informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman diri, penyesuaian diri, serta masalah antar pribadi. Informasi yang diperoleh bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman individu dan pemahaman terhadap orang lain. Selain itu, informasi bertujuan agar individu mampu meningkatkan

28 potensi pada dirinya serta mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai dengan informasi yang diperolehnya. Dalam kegiatan konseling kelompok, dapat dipimpin oleh seorang guru atau pembimbing (konselor). 5. Tahapan dalam Layanan Konseling Kelompok Sebelum diselenggarakan konseling kelompok, ada beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan terlebih dahulu. Menurut Prayitno (1995) membagi tahapan penyelenggaraan konseling kelompok menjadi 4 tahap, yaitu: a. Tahap pembentukan. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah seperti pengenalan dan pengungkapan tujuan, terbangunnya kebersamaan, keaktifan pemimpin kelompok, pelibatan diri dan pemasukan diri. b. Tahap peralihan. Tahap ini merupakan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga. c. Tahap kegiatan Tahap ini merupakan pencapaian tujuan atau penyelesaian tugas. Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan seperti pengemukaan masalah, pemilihan masalah atau topik, serta pembahasan masalah atau topik. d. Tahap penutup Tahap ini merupakan tahap penilaian atau tindak lanjut. Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan seperti frekuensi pertemuan, pembahasan keberhasilan kelompok, dan pola keseluruhan.

29 Tahap-tahap ini merupakan suatu kesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok. Dengan mengetahui dan mengguasai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang hendaknya terjadi dalam kelompok itu, pemimpin kelompok akan mampu menyelenggarakan kegiatan kelompok itu dengan baik.

30 Berikut ini adalah bagan yang mengemukakan secara ringkas empat (4) tahap perkembangan kegiatan kelompok dalam konseling kelompok. TAHAP-TAHAP KEGIATAN KELOMPOK DALAM KONSELING KELOMPOK BAGAN I: TAHAP I: PEMBENTUKAN Tahap I Pembentukan Tema: a. Pengenalan b. Pelibatan diri c. Pemasukan diri Tujuan: a. Anggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka bimbingan dan konseling. b. Tumbuhnya suasana kelompok. c. Tumbuhnya minat anggota mengikuti kegiatan kelompok. d. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima, dan membantu diantara para anggota. e. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka. f. Dimulai pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok. Kegiatan: a. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling. b. Menjelaskan (1) cara-cara, dan (2) asas-asas kegiatan kelompok. c. Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri. d. Tehnik khusus. e. Permainan penghangatan atau pengakrabkan. Peranan Pemimpin Kelompok a. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka b. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, dan bersedia membantu dan poenuh empati. c. Sebagai contoh. Gambar 2.1. Tahap Pembentukan dalam Konseling Kelompok

31 BAGAN II: TAHAP II: PERALIHAN Tahap II Peralihan Tema: Pembangunan jembatan antara tahap I dan tahap III Tujuan: a. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya b. Makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan. c. Makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok. Kegiatan: a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. b. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap berikutnya (tahap III). c. Membahas suasana yang terjadi. d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota. e. Kalau per lu kembali kebeberapa aspek tahap I (tahap pembentukan) Peranan Pemimpin Kelompok a. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka. b. Tidak menggunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya. c. Mendorong dibahasnya suasana perasaan. d. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Gambar 2.2. Tahap Peralihan dalam Konseling Kelompok

32 BAGAN III: TAHAP III: KEGIATAN Tahap III Kegiatan Tema: Kegiatan pencapaian tujuan (penyelesaian tugas) Tujuan: a. Terbahasnya suatu masalah atau topik yang relevan dengan kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas. b. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan, baik yang menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran, atau perasaan. Kegiatan: a. Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik. b. Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin kelompok. c. Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas. d. Kegiatan selingan. Peranan Pemimpin Kelompok a. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka. b. Aktif tetapi tidak banyak bicara. c. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Gambar 2.3. Tahap Kegiatan dalam Konseling Kelompok

33 BAGAN IV: TAHAP IV: PENGAKHIRAN Tahap IV Pengakhiran Tema: penilaian dan tindak lanjut Tujuan: a. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan. b. Terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas. c. Terumusnya rencanan kegiatan lebih lanjut. d. Tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri. Kegiatan: a. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri. b. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan. c. Membahas kegiatan lanjutan. d. Mengemukakan pesan dan harapan. Peranan Pemimpin Kelompok a. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas, dan terbuka. b. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota. c. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut. d. Penuh rasa persahabatan dan empati. Gambar 2.4. Tahap Pengakhiran dalam Konseling Kelompok

34 6. Teknik dalam Kegiatan Layanan Konseling Kelompok a. Teknik umum pengembangan dinamika kelompok Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan konsling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan. Teknik-teknik ini secara garis besar meliputi: 1. Komunikasi multiarah secara efektif dinamis dan terbuka. 2. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan, diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi. 3. Dorongan minimal untuk memantapkan respons aktivitas anngota kelompok 4. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh (uswatun hasanah) untuk lebih memantapkan analisis, argumentasi dan pembahasan. 5. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki. Teknik-teknik tersebut diawali dengan penstrukturan untuk memberikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan konseling kelompok. Selain itu, berbagai kegiatan selingan ataupun permainan dapat diselenggarakan untuk memperkuat jiwa kelompok memantapkan pembahasan, atau relaksasi. Sebagai penutup, kegiatan pengakhiran (teknik mengakhiri) dapat dilaksanakan.

35 b. Permainan Kelompok Dalam layanan konseling kelompok dapat diterapkan teknik permainan baik sebagai selingan maupun sebagai wahana (media) yang memuat materi pembinaan tertentu. Permainan kelompok yang efektif harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: (a)sederhana, (b)menggembirakan, (c)menimbulkan suasana rileks dan tidak melelahkan, (d)meningkatkan keakraban, dan (e)diikuti oleh semua anggota kelompok. Contoh permainannya antara lain: 1. Rangkaian Nama 2. Kata Kalimat atau Kalimat Bengkak 3. Tiga Dot 4. The Longest Tie 5. Kebun Binatang 6. Bisik Berantai 7. Mengapa-Karena Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan menggunakan kedua teknik tersebut. Hal ini dikarenakan kedua teknik tersebut saling berkaitan. Teknik umum dilaksanakan untuk mengembangkan dinamika kelompok sedangkan teknik permainan kelompok digunakan sebagai kegiatan selingan untuk meningkatkan keakraban dan juga sebagai relaksasi. Kedua teknik ini akan digunakan secara tepat waktu, tepat isi, tepat sasaran, dan tepat cara sehingga layanan konseling kelompok ini dapat berjalan dengan efektif.

36 D. Penggunaan Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengurangi Perilaku Bullying Di Sekolah Bullying dikenal sebagai masalah sosial yang terutama ditemukan di kalangan anak-anak sekolah. Meskipun tidak mewakili suatu tindakan kriminal, bullying dapat menimbulkan efek negatif yang dengan jelas membuatnya menjadi salah satu bentuk perilaku agresif (Duncan, 1999). Seseorang yang melakukan bully merupakan agresor, provokator dan inisiator situasi bullying. Si pelaku umumnya siswa yang memiliki fisik besar dan kuat, namun tidak jarang juga ia bertubuh kecil atau sedang namun memiliki dominasi psikologis yang besar di kalangan teman-temannya dikarenakan faktor status sosial atau kedudukan. Pelaku bullying biasanya mengincar anak yang secara penampilan fisik terlihat berbeda dari dirinya atau orang kebanyakan misalnya yang memiliki warna rambut alami yang mencolok, berkacamata, terlalu kurus, terlalu gemuk atau bahkan yang memiliki cacat fisik. Karakteristik mental pelaku bullying dipengaruhi oleh aspek kognitif, afektif dan behavioral dalam diri si pelaku itu sendiri. Perilaku bully yang sering terjadi di sekolah ini dikarenakan rasa senioritas yang tinggi, kurang nya pemahaman diri, dan kurang nya kepedulian terhadap orang lain. Oleh sebab itulah, perilaku bullying harus segera diatasi untuk membantu siswa memahami dirinya, peduli dengan lingkungan sekitar, dan tidak memanfaatkan kedudukan atau kekuatan dalam berperilaku.

37 Tentunya diperlukan suatu cara untuk mengatasi perilaku bullying di sekolah. Karena siswa pada usia remaja terutama pada siswa SMP cenderung terbuka dengan peer group nya, maka dibutuhkan suatu layanan yang dilakukan dengan cara berkelompok dalam mengatasi perilaku bullying, dalam hal ini, layanan yang dapat digunakan adlaah konseling kelompok karena dalam konseling kelompok terdapat dinamika kelompok yang merupakan suatu wadah yang membuat individu selalu aktif dalam membantu individuindividu lain untuk dapat secara mandiri maupun bersama-sama dalam memecahkan masalahnya. Dengan terlibatnya individu secara aktif terhadap individu lain, maka mereka akan memperoleh berbagai bentuk pengalaman yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fauziah (2013) dengan judul Penerapan Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Modeling Guna Mengurangi Perilaku Bullying Siswa Kelas XI SMA N 1 Comal Tahun Ajaran 2013/2014 menyatakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi perilaku bullying siswa melalui pemberian layanan konseling kelompok dengan teknik modeling. Dengan demikian, kegiatan yang diharapkan dapat mengatasi perilaku bullying di sekolah adalah layanan konseling kelompok.