BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

lib.archiplan.ugm.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia, oleh sebab itu industri dan

PEREMAJAAN PEMUKIMAN KAMPUNG PULO DENGAN PENDEKATAN PERILAKU URBAN KAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Pemerataan pembangunan yang belum terlaksana di Indonesia menyebabkan

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN

ANALISA PILIHAN INVESTASI ANTARA APARTEMEN DAN LANDED HOUSE UNTUK KAWASAN MILIK PT. X DI SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat

BAB II: STUDI PUSTAKA DAN STUDI BANDING

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta yang mempunyai wilayah seluas 740 km 2. menjadikan Jakarta sebagai kota yang sangat padat penduduknya.

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN CENGKARENG OFFICE PARK LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

Tabel 1.1. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

LP3A Tugas Akhir 135: Apartemen Tanjung Barat BAB 1 PENDAHULUAN

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN STUDENT APARTMENT DI KABUPATEN SLEMAN, DIY

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat urbanisasi. Tingkat urbanisasi yang tinggi berakibat pada ruang fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB I PENDAHULUAN. Diagram 1.1. Data Statistik Kenaikan Angka Lansia Sumber: Badan Pusat Statistik,2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Lokasi Kampung Pulo Sumber: hasil olahan pribadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta, seperti yang telah kita ketahui, merupakan kota dengan populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. sebanyak 8,2 juta hektar untuk mengatasi kekurangan pangan dan luas lahan

Rumah Susun Sederhana Sewa di Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Latar Belakang Proyek. Dewasa ini tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia terutamanya

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) F-48

TOWNHOUSE DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

TUGAS AKHIR RUMAH SUSUN SEWA DI KAWASAN INDUSTRI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Persoalan Perancangan

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Persentase penduduk lansia di dunia, Asia dan Indonesia tahun

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

APARTEMEN DAN PERKANTORAN DENGAN PENDEKATAN TERHADAP EKONOMI BERKELANJUTAN DI JAKARTA BARAT

Penduduk. Baciro ,62. Demangan ,16. Klitren ,75. Kota Baru ,74. Terban 80 9.

DAFTAR PUSTAKA. BPS Monografi Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Semarang : Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang proyek

RUMAH SUSUN LINGGAWASTU DI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I SHARPEN YOUR POINT OF VIEW. Pelaksanaan PA6 ini dimulai dari tema besar arsitektur muka air, Riverfront

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di D.I. Yogyakarta. Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk DIY menurut Kabupaten/Kota Tahun (000 jiwa)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN HIJAU DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

Sustainable Waterfront Develepmont sebagai Strategi Penataan Kembali Kawasan Bantaran Sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan Sektor Properti

Solusi Hunian Bagi Pekerja dan Pelajar di Kawasan Surabaya Barat Berupa Rancangan Desain Rusunawa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan diri.

DAFTAR ISI. Multi Layer Kampung Page 77

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jakarta merupakan kota yang paling padat penduduknya jika dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia. Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2013 mencapai 10.090.301 jiwa dan masih akan terus bertambah, baik dari banyaknya kelahiran baru maupun dari banyaknya warga daerah yang ber-urbanisasi. Sedangkan luas lahan di Jakarta tetap, yakni 662,33 km² sehingga kepadatan penduduk Jakarta menjadi 15.234 jiwa/km². Tabel 1 Kepadatan Penduduk DKI JakartaTahun 2013 Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk Jakarta Pusat 910.897 jiwa 48,13 km² 18.924 jiwa/ km² Jakarta Barat 2.427.414 jiwa 129,54 km² 18.738 jiwa/km² Jakarta Selatan 2.169.332 jiwa 141,27 km² 15.356 jiwa/ km² Jakarta Timur 2.827.114 jiwa 188,03 km² 15.035 jiwa/ km² Jakarta Utara 1.732.979 jiwa 146,66 km² 11.816 jiwa/ km² Kepulauan Seribu 22.565 jiwa 8,7 km² 2.594 jiwa/ km² Sumber: Badan Pusat Statistik Banyaknya penduduk yang menetap di Jakarta membuat semakin banyaknya permintaan rumah atau hunian untuk tempat tinggal, namun kapasitas lahan yang ada semakin terbatas sehingga kurang mencukupi kebutuhan hunian. Jawaban atas polemik permasalahan tersebut adalah perumahan vertikal. "Karena lahan di DKI terbatas, maka tidak ada pilihan selain vertical housing atau membangun ke atas", kata Jokowi. Ia mengatakan lahan yang ditinggalkan nantinya akan menjadi ruangan publik yang dilengkapi dengan taman kota maupun fasilitas lainnya. "Sehingga menambah persentase ruang terbuka hijau di Jakarta", tambahnya. Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso mengatakan, pembangunan perumahan yang memakan banyak lahan sudah tidak cocok untuk kawasan padat seperti di Jakarta. Menurutnya, pembangunan rumah susun (rusun) di perkotaan sudah mendesak dilakukan, demi menata kembali kawasan kumuh di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Konsep rusun juga dianggap lebih tepat dalam menambah ruang terbuka hijau (RTH) dan area publik. Setyo mengatakan, pemerintah harus serius menata kembali pola pembangunan di Jakarta dan sekitarnya melalui land consolidation (konsolidasi tanah). 1

2 Menurut UN Documents dalam pembahasannya tentang Sustainable Human Settlements Development, dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan semua orang terutama orang-orang yang hidup dalam kemiskinan ialah dengan memperbaiki kondisi tempat tinggal sehingga dapat mengurangi risiko kesehatan dan keselamatan, serta dengan perencanaan desain yang baik pada permukiman manusia, baik dalam pengembangan baru, upgrading, maupun rehabilitasi dengan menekankan kualitas estetika sebaik dengan kualitas teknis dan fungsional yang berkelanjutan. Dan dalam rangka meningkatkan liveability permukiman manusia, pemerintah harus menyediakan pasokan yang cukup untuk perumahan yang terjangkau untuk semua. Pengadaan rumah susun di Jakarta sangat dibutuhkan segera, terutama bagi penduduk kelas menengah ke bawah yang selama ini tinggal di permukiman yang tidak layak huni. Namun sebagian besar dari mereka tidak mau dipindahkan ke rusun dengan berbagai macam alasan. Pada umumnya alasan mereka karena suasana lingkungan yang jauh berbeda antara vertical house (rusun) dengan permukiman tapak yang selama ini mereka huni (landed house). Rusun yang selama ini ada memiliki kesan bagaikan kurungan dengan unit berkotak-kotak dan ini tidak sesuai dengan kebiasaan sehari-hari penduduk kelas menengah ke bawah. Berkaca dari polemik tersebut, perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu terhadap perilaku penduduk calon penghuni rusun. Perilaku yang diteliti tidak hanya aktivitas keseharian penduduk, namun juga kegiatan global yang berkaitan dengan pergerakan ekonomi pada masyarakat itu. Seperti: perniagaan, home industry, dll. Berlandaskan latar belakang tersebut, terpilihlah Tanah Abang sebagai lokasi dari proyek peremajaan permukiman menjadi rumah susun. Seperti yang diketahui, Jakarta Pusat adalah kota terpadat dari kota Jakarta lainnya (lihat tabel 1). Diantara semua daerah di Jakarta Pusat, Tanah Abang merupakan kawasan pusat perniagaan (grosir) yang berdampak pada daerah sekitarnya menjadi area perniagaan juga, termasuk permukiman padat penduduk di sekitarnya.

3 Gambar 1 Lokasi Site Dekat Pasar Tanah Abang Sumber: pasarjaya.co.id Diakses Pada 16 November 2015 Lokasi proyek rumah susun ini terletak di Jl. Jati Bunder, Kebon Kacang, Tanah Abang (tepi kali Krukut), dimana menurut peraturan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) provinsi DKI Jakarta, peruntukan lahan tersebut memang untuk perumahan vertikal (rumah susun) 5 lantai bukannya permukiman padat penduduk seperti kondisi eksisting saat ini. Berikut peruntukan lahan berdasarkan RDTR dan kondisi site berupa permukiman padat. Gambar 2 Peruntukan Lahan R7 dan Kondisi Site Sumber: RDTR Provinsi DKI Jakarta Selain karena peruntukan lahan sesuai dengan peraturan RDTR dan latar belakang yang telah disebutkan, pemilihan lokasi proyek pada tapak tersebut dikarenakan penduduk pada tapak itu ialah warga asli Jakarta atau suku Betawi yang masih belum tersentuh oleh pemerintah untuk peremajaan permukimannya. Kehidupan keseharian mereka yang serba kekurangan membuat mereka membuka usaha sendiri di rumah mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ada yang berjualan dan ada pula yang menyewakan rumah mereka sebagai kost ataupun kontrakan. Padahal tanpa penambahan fungsi sebagai tempat usaha pun, rumah mereka terbilang tidak layak untuk dihuni. Namun karena tuntutan kebutuhan hidup dan lingkungan daerah tersebut yang dekat dengan kawasan

4 perniagaan pasar Tanah Abang yang mempengaruhi kegiatan pergerakan ekonomi penduduk pada tapak tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan penjelasan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian antara lain: 1. Apa saja perilaku penghuni yang dapat mempengaruhi desain rusunawa? 2. Bagaimana konsep desain rusunawa yang sesuai dengan perilaku penghuni? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah yang sudah disebutkan. Adapun tujuan penelitian antara lain: 1. Menentukan program ruang apa saja yang dibutuhkan berdasarkan perilaku penghuni. 2. Mendapatkan konsep desain yang sesuai dengan perilaku penghuni. 1.4 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini dibagi menjadi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. Ruang Lingkup Wilayah Wilayah studi berada di Jl. Jati Bunder, Kebon Kacang, Tanah Abang. Tapak yang akan diolah terletak pada RW 09 Kebon Kacang tepi kali Krukut dan merupakan pemukiman padat penduduk yang akan diremajakan menjadi rusun yang besih, rapi, sehat, dan jauh dari kesan kumuh. Batas-batas wilayah tapak dari lingkungan sekitar, yakni: berbatasan dengan area perdagangan dan jasa pada bagian Utara dan Barat, berbatasan dengan kali Krukut pada bagian Timur, dan rumah susun pada bagian Selatan. Ruang Lingkup Materi Karakteristik Penduduk Pada Tapak Mengidentifikasi penduduk pada tapak, berdasarkan suku/ras, jenis kelamin, usia, pekerjaan dan penghasilan. Karena setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda dilakukan pembagian berdasarkan kategori yang telah disebutkan untuk memudahkan penelitian. Garis besar dari hasil penelitian tersebut yang mempengaruhi desain rumah susun.

5 Perilaku Kehidupan Landed House dan Vertical House Mengkaji perilaku penduduk yang tinggal di rumah tapak atau landed house dan memilah kebiasaan apa saja yang dapat diterapkan kembali pada vertical house (rusun), sekalipun ada beberapa hal yang berbeda diantara keduanya, dikaji lebih lanjut hal-hal yang menyerupai agar dapat mempermudah penduduk yang dipindahkan untuk beradaptasi. Standarisasi Rumah Susun Standarisasi perancangan rumah susun ini akan mengacu pada UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun untuk menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat kalangan bawah. Contoh Rusun dengan Pendekatan Perilaku Contoh-contoh vertical house atau rusun yang sudah ada, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang menerapkan pendekatan perilaku dalam desainnya. 1.5 State of The Art Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendapatkan contoh penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Metodologi yang digunakan pada penelitian sebelumnya dapat diterapkan pada penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini valid bukan hanya asumsi peneliti semata. Berikut ini merupakan hasil tinjauan pustaka yang telah didapat. Berdasarkan jurnal Rumah Susun Kali Jagir di Surabaya karya Agung Suryajaya Putra (2013), rumah susun ini didesain dengan menggunakan pendekatan perilaku dan membaginya kedalam dua kategori, yaitu: perilaku keluarga untuk menentukan desain unit hunian dan perilaku komunitas untuk menentukan ruang bersama dalam rusun. Kesimpulan dari jurnal di atas adalah desain rumah susun ini merupakan jawaban dari permasalahan pemukiman yang ada di kota-kota besar di Indonesia tanpa mengurangi perilaku dan kebiasaan asli dari warga kampung. Berdasarkan jurnal Komparasi Perilaku Penghuni Rumah Susun dengan Penghuni Permukiman Kumuh (Studi Kasus: Rusunawa Mariso Kota Makassar) karya Abdul Fattaah Mustafa, Slamet Trisutomo, Baharuddin Hamzah (2012), penelitian didasarkan pada 3 karakteristik perilaku, yaitu perilaku domestik, perilaku ekonomi, dan perilaku sosial.

6 Kesimpulan dari jurnal di atas adalah terdapat perubahan perilaku domestik pada penghuni rumah susun. Hal ini disebabkan karena hadirnya ruang-ruang untuk mengakomodasi perilaku domestik di hunian rumah susun. Untuk perilaku ekonomi terjadi peningkatan pemanfaatan ruang untuk aktivitas ekonomi di rumah susun. Perubahan juga terjadi pada lokus perilaku ekonomi di rumah susun yang memanfaatkan fasilitas bersama. Sementara itu untuk perilaku sosial perubahan terjadi dalam bentuk semakin kecilnya intensitas penggunaan unit hunian sebagai sarana interaksi sosial warga. Berdasarkan jurnal Cultural Consideration in Vertical Living in Brunei Darussalam karya Noor Hasharina Haji Hassan, Izni Azrein Noor Azalie, Khairunnisa Haji Ibrahim, Gabriel Yong, dan Hairuni Ali Maricar (2011), penelitian ini ditujukan untuk memahami faktor-faktor penentu budaya dan sosial yang mempengaruhi pilihan responden berkaitan dengan jenis dan preferensi ruang yang berhubungan dengan perumahan vertikal dengan mengambil pendekatan insideroutsider yang lebih menekankan pentingnya pengetahuan lokal dan pemahaman budaya lokal dan praktek dalam penelitian. Survei dilakukan pada 4 kelompok utama, yaitu: profesional muda dan lebih dewasa, kelompok berpenghasilan rendahmenengah, kelompok berpenghasilan rendah, dan kelompok kota-desa-pinggiran. Kesimpulan dari jurnal di atas adalah tipologi budaya didasarkan pada konsep proxemics dan metodologi penelitian insider-outsider. Secara umum, survei menemukan bahwa ada preferensi rendah untuk jenis flat biasanya ditemukan di Brunei. Sebaliknya, jenis bangunan yang paling populer adalah eco-building, diikuti oleh low-cost, konsep terbuka, bangunan cerdas, dan kondominium modern. Data menunjukkan bahwa desain vertikal saat ini tidak memenuhi tuntutan proxemic dari populasi sampel. Perumahan vertikal harus menyediakan konektivitas yang lebih besar dengan alam dan orang-orang, yang mencerminkan pengaruh budaya baik tradisional Brunei serta globalisasi. Menurut Robert Gifford dalam jurnal The Consequences of Living in High- Rise Buildings yang dikutip dari jurnal Liveability of High-rise Housing Estates: A Resident-centered High-rise Residential Environment Evaluation in Tianjin, China (2012), penelitian ini menggabungkan metode penelitian kualitatif dengan kuantitatif melalui meta-analisis, liveability dari bangunan high-rise dapat dirasakan oleh penghuninya dengan memenuhi kebutuhan mendesak dan pengalaman praktis dalam

7 lingkungan perumahan sebelumnya dan menekankan pentingnya konteks lokal secara spesifik. Kesimpulan dari jurnal di atas adalah orang lebih puas tinggal di bangunan low-rise dibandingkan tinggal di bangunan high-rise karena tinggal di bangunan high-rise dapat membatasi kegiatan outdoor dan memiliki persahabatan yang lebih sedikit, tingkat kejahatan dan bunuh diri lebih besar dibandingkan tinggal di bangunan low-rise. Berdasarkan jurnal Social Capital in Ardabil Urban Apartment Complexes karya David Abdollahi, Rasool Rabbani, dan Hamidreza Varesi (2012), artikel ini adalah tipe sebab-akibat meninjau hubungan antara gaya arsitektur kompleks apartemen dan capital social. Kesimpulan dari jurnal di atas adalah kualitas desain lingkungan dan lantai, tingkat lantai, kompleks arsitektur dan desain, ruang publik desain, dan rasa keamanan di kompleks apartemen berdampak pada capital social; tapi, lokasi pembangunan capital social tidak berpengaruh. Berdasarkan jurnal-jurnal yang telah disebutkan, dapat ditarik kesimpulan secara keseluruhannya sebagai bahan panduan dalam perancangan dan variabel penelitian dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan di lapangan. Adapun kesimpulan keseluruhannya ialah penelitian yang dilakukan mencakup perilaku keluarga, komunitas, domestik, ekonomi, dan sosial. Penelitian menggunakan pendekatan insider-outsider yang menekankan pengetahuan budaya lokal, orang lebih puas tinggal di bangunan low-rise dibandingkan high-rise karena dapat membatasi kegiatan outdoor, rasa kebersamaan yang lebih rendah, serta tingkat kejahatan dan bunuh diri lebih besar. Desain bangunan eco-building dengan konsep terbuka dan kualitas modern yang banyak terdapat ruang bersama.

8