Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh BPR Madani Sejahtera Abadi

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidus

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN BIAYA PEMBUATAN AKTA JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan fidusia yang merupakan salah satu bentuk lembaga jaminan

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

Bab XXV : Perbuatan Curang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

PELAKSANAAN JAMINAN FIDUSIA PADA AKAD MURABAHAH DI BANK NAGARI SYARIAH PADANG. SKRIPSI No. Reg : 234/PKII/X/2011

ASPEK-ASPEK HUKUM PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBIAYAAN KONSUMEN. Iyah Faniyah Universitas Ekasakti, Padang

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

KONTRAK PEMBIAYAAN KONSUMEN DENGAN AKTA JAMINAN FIDUSIA. Mohammad Risqi / D

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB II ASPEK HUKUM PIDANA PADA PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB III PENUTUP. pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

Transkripsi:

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 1 Oleh : Lord M. M. Tawalujan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi objek jaminan fidusia dan bagaimana akibat hukum yang akan diterima oleh pihak penerima fidusia yang melakukan eksekusi objek jaminan fidusia tidak berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka disimpulkan: 1. Eksekusi objek jaminan fidusia adalah secara sifat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan, Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum atau melalui penjualan di bawah tangan dan dijual di bawah tangan oleh pihak kreditor sendiri. 2. Dampak hukum yang diterima oleh pihak kreditur yang melakukan eksekusi tidak berdasarkan ketentuan perundang-undangan, pertama dapat dikenakan sanksi administratif dari Peraturan Menteri Keuangan. Kedua, dalam rana hukum pidana, dapat dijerat dengan pasal 368 KUHPidana jika penerima fidusia dalam mengeksekusi melakukan pemerasan dan pengancaman. Ketiga, apabila pihak debitur telah membayar sebagian besar kewajibannya, pada saat itu di atas benda objek jaminan fidusia yang dijaminkan telah berdiri sebagian hak dari debitur sehingga ketika pihak kreditur melakukan eksekusi tidak sesuai dengan prosedur maka perbuatan ini dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum karena mengakibatkan kerugian terhadap pihak debitur yang dapat dikenakan sanksi dalam pasal 1365 KUHPerdata. Kata kunci: Eksekusi, objek jaminan, fidusia. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaminan sudah dikenal di Indonesia dari zaman pemerintahan Hindia Belanda, ketentuan hukum yang mengatur tentang 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Godlieb N. Mamahit, SH, MH; Engelien R. Palandeng, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101106 hukum jaminan dapat kita kaji dalam buku II KUH Perdata. 3 Buku II KUH Perdata mengatur tentang hak-hak kebendaan (zakelijkrecht), dimana suatu hak pada suatu benda tertentu yang memberikan kekuasaan kepada si pemegangnya untuk mempertahankan hak tersebut kepada siapapun dan ia dilindungi oleh undang-undang untuk dapat menikmati kemanfaatan dari kebendaan tersebut tanpa ada gangguan dari pihak manapun, inilah yang membedakan hak kebendaan dengan hak perseorangan dimana hak perseorangan timbul atas suatu perjanjian yang dibuat. Hak kebendaan bersifat absolut sedangkan hak perseorangan bersifat relatif. Jaminan itu sendiri masuk dalam ruang lingkup hukum perdata dikarenakan jaminan sangat berkaitan erat dengan perjanjian. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhi tagihannya, di samping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. 4 Pengaturan hukum mengenai jaminan yang diatur dalam KUH Perdata belum bisa memenuhi segala kebutuhan akan jaminan yang muncul dalam masyarakat, sehingga seiring berjalannya waktu, jaminan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat sudah bervariasi jenis dan bentuknya. Jaminan terbagi dalam 2 bagian yakni jaminan kebendaan (materil) dan jaminan perorangan (imateril). Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu. Jaminan ini selalu mengikuti bendanya, ke mana pun benda tersebut beralih atau dialihkan, serta dapat dialihkan dan dapat di pertahankan terhadap siapapun. 5 Yang termasuk dalam jaminan kebendaan yaitu gadai, hipotek, hak 6 tanggungan, fidusia, dan resi gudang. Sementara jaminan perorangan adalah jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan, bukan terhadap benda tertentu. Jaminan perorangan 3 Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2014. Hlm. 1 4 Ibid. Hlm. 21 5 Munir Fuady. Hukum Jaminan Utang. Erlangga. Jakarta. 2013. Hlm. 10 6 Djaja S. Meliala. Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Nuansa aulia. Bandung. 2014. Hlm. 128 14

ini hanya dapat dipertahankan terhadap orangorang tertentu. 7 Yang termasuk dalam jaminan perorangan yaitu perjanjian penanggungan, perjanjian tanggung-menanggung/tanggung renteng, dan perjajian garansi. 8 Fidusia sebagai lembaga jaminan sudah lama dikenal dalam masyarakat Romawi, yang pada mulanya tumbuh dan hidup dalam hukum kebiasaan. Berdasarkan pertautan sejarah, lembaga jaminan fidusia selanjutnya diatur dalam yurisprudensi dan kini telah mendapat pengakuan dalam undang-undang. 9 Pada era reformasi jaminan fidusia muncul dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Di dalam jaminan fidusia terdapat dua pihak yang terlibat yaitu pihak yang disebut sebagai pemberi fidusia (debitur) dan pihak yang disebut sebagai penerima fidusia (kreditur). Tingginya kebutuhan masyarakat yang tidak diimbangi oleh daya beli secara tunai, menjadi sinyal positif bagi para pelaku usaha untuk mengembangkan bisnis di bidang pembiayaan dan jasa keuangan. Pemberian fasilitas pembiayaan dengan jangka waktu angsuran yang bervariasi dan fleksibel telah menjadi pilihan yang cukup menarik bagi konsumen yang berasal dari golongan menengah kebawah. Model pembayaran secara angsuran (mencicil), dari segi financial mampu memberikan banyak keuntungan bagi konsumen. Masyarakat tidak perlu menyediakan dana tunai (cash flow) dalam jumlah yang besar untuk dapat memiliki barang yang diinginkannya, sedangkan jangka waktu yang di tawarkan pun dapat disesuaikan dengan penghasilan dan kemampuan para konsumennya. 10 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah prosedur eksekusi objek jaminan fidusia? 2. Bagaimana akibat hukum yang akan diterima oleh pihak penerima fidusia yang melakukan eksekusi objek jaminan fidusia tidak berdasarkan ketentuan perundang-undangan? 7 Munir Fuady. Op. Cit. Hlm. 11 8 Djaja S. Meliala. Lock. Cit 9 Tan Kamelo. Hukum Jaminan Fidusia. Alumni. Bandung. 2004. Hlm. 35 10 D.Y. Witanto. Op. cit. Hlm. 5 C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Pada penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis berdasarkan pada peraturan perundangundangan. PEMBAHASAN A. Prosedur Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Syarat-syarat eksekusi antara lain: (a) Objek jaminan fidusia harus sudah didaftarkan ke kantor pendaftaran jaminan fidusia. (b) Debitur telah melakukan wanprestasi sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur. Dari kedua syarat di atas perlu juga diperhatikan hal-hal yang harus dilakukan untuk mendaftarkan objek jaminan fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam pasal 11 sampai dengan pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Peraturan Pemerintah ini terdiri atas 8 bab dan 23 pasal. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi, tata cara pendftaran jaminan fidusia, perubahan sertifikat jaminan fidusia, penghapusan jaminan fidusia, biaya pembuatan akta jaminan fidusia. Dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa benda, baik yang berada di dalam wilayah negara Republik Indonesia yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Untuk pertama kalinya Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah RI. Tapi kini kantor pendaftaran fidusia telah dibentuk pada setiap provinsi di Indonesia. Kantor pendaftaran fidusia berada dalam lingkup tugas departemen kehakiman dan hak asasi manusia. 11 Tujuan pendaftaran jaminan fidusia adalah: 11 Salim HS. Op. Cit. Hlm.82 15

1. untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan; 2. memberikan hak yang didahulukan (freferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini disebabkan jaminan fidusia memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan. 12 Prosedur dalam pendaftaran jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur dalam pasal 11 sampai pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut: 13 1. Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Permohonan itu diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Permohonan pendaftaran itu dengan melampirkan pernyataan fidusia. Pernyataan itu memuat: a. identitas pihak pemberi dan penerima fidusia b. tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia; c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d. uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia; e. nilai penjaminan; dan f. nilai benda yang menjadi objek benda jaminan fidusia. 2. Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal penerimaan pendaftaran. 14 3. Membayar biaya pendaftaran fidusia Biaya pendaftaran fidusia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Biaya pembuatan pendaftaran fidusia dikenakan biaya yang besarnya ditentukan berdasarkan nilai 12 Ibid. 13 Ibid. Hlm. 83 14 Ibid. Hlm. 84 penjaminan, dengan ketentuan sebagai berikut: (a) nilai penjaminan sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), biaya pembuatan akta paling banyak 2,5% (dua koma lima perseratus) (b) nilai penjaminan di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), biaya pembuatan akta paling banyak 1,5% (satu koma lima perseratus) dan (c) nilai penjaminan di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), biaya pembuatan akta berdasarkan kesepakatan antara notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu perseratus) dari objek yang dibuatkan aktanya. 4. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar fidusia. Hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia adalah: 15 a. Dalam judul sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Sertifikat jaminan ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila debitur cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaanya sendiri; b. Di dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan hal-hal berikut ini: 1. identitas pihak pemberi dan penerima fidusia 2. tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia; 3. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 4. uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia; 5. nilai penjaminan; dan 15 Ibid. Hlm. 85 16

6. nilai benda yang menjadi objek benda jaminan fidusia. 5. Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia secara elektronik. Model-model eksekusi objek jaminan fidusia menurut pasal 29 undang undang Fidusia nomor 42 tahun 1999 adalah: 16 a) Secara sifat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan; b) Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum; c) Dijual di bawah tangan oleh pihak kreditor sendiri. B. Akibat Hukum Yang Diterima Oleh Pihak Penerima Fidusia Yang Melakukan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Tidak Berdasarkan Ketentuan Perundang-undangan Di dalam Undang-undang Nomor. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tidak menggunakan istilah wanprestasi melainkan cidera janji. Cidera janji seorang debitur pemberi fidusia memiliki akibat hukum yang penting. Oleh karena itu, harus terlebih dahulu diatur dalam perjanjian jaminan fidusia. Namun dalam praktek peradilan, kasus cedera janji yang dilakukan oleh debitur pemberi fidusia pada umumnya adalah debitur tidak memenuhi kewajiban membayar hutang/angsuran kredit kepada bank. Akibatnya, adalah kreditur penerima fidusia melakukan penyitaan terhadap benda jaminan fidusia dan debitur harus membayar bunga, ongkos dan biaya perkara. 17 Dalam pasal 3 Permenkeu RI No. 130/PMK.010/2012 dijelaskan bahwa perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kantor pendaftaran fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkan kepada perusahaan pembiayaan. akibat hukum yang akan diterima oleh pihak penerima fidusia (kreditur) yang melakukan eksekusi tidak sesuai dengan Permenkeu RI No. 130/PMK.010/2012 akan dikenakan sanksi administratif bertahap berupa: 18 a. peringatan; b. pembekuan kegiatan usaha; c. pencabutan izin usaha. Dalam peraturan Menteri Keuangan RI di atas pada poin pertama yang dimaksud dengan peringatan, berupa sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 (enam puluh) hari kalender. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perusahaan pembiayaan telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasalpasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri keuangan mencabut sanksi peringatan. Dalam hal masa berlaku peringatan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir dan perusahaan pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasalpasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri keuangan mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. Sanksi pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan secara tertulis kepada perusahaan pembiayaan, yang berlaku selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha diterbitkan. Dalam hal masa berlaku sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berakhir pada hari libur, sanksi peringatan dan/atau sanksi pembekuan kegiatan usaha berlaku hingga hari kerja pertama berikutnya. Dalam hal sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) perusahaan pembiayaan telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri keuangan mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha. Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimanan dimaksud pada ayat (5) perusahaan pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri 16 Munir Fuady. Op. Cit. Hlm. 142 17 Tan Kamelo. Op. Cit. Hlm. 238 18 Yurizal. Op. Cit. Hlm. 204 17

keuangan mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan yang bersangkutan. 19 Dalam rana hukum pidana, eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur masuk dalam tindak pidana pasal 368 KUHPidana jika penerima fidusia (kreditor) dalam mengeksekusi melakukan pemerasan dan pengancaman. Pasal ini menyebutkan: (1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. (2) Ketentuan pasal 365 ayat (2), (3) dan (4) berlaku bagi kejahatan ini. Ayat (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun: 1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. 4. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. Ayat (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Ayat (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua 19 Ibid. puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3. Selain dapat dikenakan dengan sanksi administratif dan dapat dijerat dengan sanksi pidana, eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur dalam hal ini pihak debitur (pemberi fidusia) telah membayar sebagian besar kewajibannya, pada saat itu di atas benda objek jaminan fidusia yang dijaminkan telah berdiri sebagian hak dari debitur (pemberi fidusia) dan sebagian hak dari kreditur (penerima fidusia). Pihak kreditur yang melakukan eksekusi objek jaminan fidusia dan mengakibatkan kerugian bagi debitur (pemberi fidusia) maka perbuatan tersebut dapat kita kenakan dengan pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang bunyinya sebagai berikut: Setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 20 Berdasarkan pada pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu perbuatan dinyatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut: 1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrecthmatig) Kata perbuatan meliputi perbuatan positif dan perbuatan negative. Perbuatan positif adalah perbuatan yang benar-benar dikerjakan diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata. Oleh karena itu, perbuatan positif dikerjakan oleh orang-orang yang benar-benar berbuat, sedangkan perbuatan negatif tidak dikerjakan sama sekali oleh orang yang bersangkutan. Pelanggaran perbuatan dalam dua pasal tersebut mempunyai akibat hukum sama, yaitu mengganti kerugian. 21 Rumusan perbuatan positif dalam pasal 1365 KUHPerdata dan perbuatan negatif dalam pasal 1366 KUHPerdata hanya digunakan sebelum ada Putusan Hoge Raad Nederlands 31 20 Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia. Citra aditya bakti. Bandung. 2014. Hlm. 260 21 Ibid. 18

januari 1919 karena pada waktu itu pengertian melawan hukum hanya bagi perbuatan positif, dalam arti sempit. Setelah keluar Putusan Hoge Raad 31 januari 1919, pengertian melawan hukum diperluas, mencakup juga perbuatan negatif, tidak berbuat. Dengan demikian, pengertian perbuatan melawan hukum pasal 1365 KUHPerdata diperluas mencakup juga perbuatan negatif pasal 1366 KUHPerdata, yaitu berbuat atau tidak berbuat. Jadi, perbuatan melawan hukum dalam pasal 1365 KUHPerdata adalah berbuat atau tidak berbuat yang merugikan orang lain. Berbuat, contohnya pihak kreditur telah melakukan eksekusi objek jaminan fidusia. Dengan ini telah memenuhi unsur berbuat. 22 Sejak tahun 1890 para penulis hukum telah menganut paham yang luas tentang pengertian melawan hukum, sedangkan dunia peradilan (Mahkamah Agung) masih menganut paham yang sempit. Hal itu dapat diketahui dari Putusan Hoge Raad Nederlands sebelum tahun 1919, yang merumuskan: Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri. Dalam rumusan ini, yang perlu dipertimbangkan hanya hak dan kewajiban hukum berdasar pada undang-undang (wet). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan undangundang (wet). Dengan demikian, melanggar hukum (onrechtmatig) sama dengan melanggar undang-undang (onwetmatig). Contohnya pihak kreditur telah melakukan eksekusi objek jaminan fidusia tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dengan ini telah memenuhi unsur melawan hukum. 23 2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian Kerugian yang dimaksud dalam pengertian ini dapat berupa kerugian materiel atau kerugian imateriel. Menurut yurisprudensi, pasal 1246-1248 KUHPerdata mengenal ganti kerugian dalam hal terjadi wanprestasi tidak dapat diterapkan secara langsung pada perbuatan melawan hukum, tetapi dibuka kemungkinan penerapan secara analogis. 22 Ibid. Hlm. 261 23 Ibid. Dalam pasal-pasal mengenai ganti kerugian akibat wanprestasi, kerugian itu meliputi tiga unsur, yaitu biaya (ongkos), kerugian sesungguhnya, dan keuntungan diharapkan (bunga). Ukuran penilaian yang dipakai adalah uang. Pada perbuatan melawan hukum, unsurunsur kerugian dan ukuran penilaian dengan uang dapat diterapkan secara analogis. 24 Dengan demikian, penghitungan ganti kerugian pada perbuatan melawan hukum didasarkan pada kemungkinan adanya tiga unsur tersebut dan kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang. 25 Misalnya pihak kreditur telah melakukan eksekusi objek jaminan fidusia tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sehingga benda yang di atasnya telah berdiri sebagian hak debitur, ketika di eksekusi menimbulkan kerugian. 3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan Pengertian kesalahan di sini adalah pengertian dalam hukum perdata, bukan dalam hukum pidana. Kesalahan dalam rumusan Pasal 1365 KUHPerdata melingkupi semua gradasi, dari kesalahan dalam arti kesengajaan sampai pada kesalahan dalam arti kelalaian. Menurut konsep hukum perdata, seseorang dikatakan bersalah jika kepadanya dapat disesalkan bahwa dia telah melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan itu tidak terlepas dari dapat tidaknya dikira-kirakan. Dapat dikirakirakan itu harus diukur secara objektif. Artinya, manusia normal dapat mengira-ngirakan dalam keadaaan tertentu itu perbuatan seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan. Dapat dikirakirakan itu harus juga dapat diukur secara subjektif. Artinya, apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat mengira-ngirakan bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan. 26 4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal Hubungan kausal itu ada, dapat disimpulkan dari kalimat pasal 1365 KUHPerdata perbuatan 24 Ibid. Hlm. 263 25 Ibid. 26 Ibid. Hlm. 264 19

yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian. Kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu. Jika tidak ada perbuatan, tidak pula ada akibat, dalam hal ini kerugian. Untuk mengetahui bahwa suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, perlu diikuti teori adequate veroorzaking yang dikemukakan oleh von kries. Menurut teori ini, yang di anggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini akibatnya adalah kerugian. Jadi, antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung (hubungan sebab akibat). 27 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Eksekusi objek jaminan fidusia adalah secara sifat eksekusi (dengan memakai titel eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan, Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum atau melalui penjualan di bawah tangan dan dijual di bawah tangan oleh pihak kreditor sendiri. 2. Dampak hukum yang diterima oleh pihak kreditur yang melakukan eksekusi tidak berdasarkan ketentuan perundangundangan, pertama dapat dikenakan sanksi administratif dari Peraturan Menteri Keuangan. Kedua, dalam rana hukum pidana, dapat dijerat dengan pasal 368 KUHPidana jika penerima fidusia dalam mengeksekusi melakukan pemerasan dan pengancaman. Ketiga, apabila pihak debitur telah membayar sebagian besar kewajibannya, pada saat itu di atas benda objek jaminan fidusia yang dijaminkan telah berdiri sebagian hak dari debitur sehingga ketika pihak kreditur melakukan eksekusi tidak sesuai dengan prosedur maka perbuatan ini dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum karena mengakibatkan kerugian terhadap pihak debitur yang dapat dikenakan sanksi dalam pasal 1365 KUHPerdata. B. Saran 1. Untuk pihak kreditor harus melaksanakan eksekusi objek jaminan fidusia sesuai dengan prosedur berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan sebaiknya jangan mencoba hal-hal lain di luar prosedur untuk mengambil keutungan lebih terhadap debitor agar supaya terhindar dari masalah-masalah yang dapat timbul dari proses eksekusi objek jaminan fidusia yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Untuk pihak debitur sebaiknya proaktif atau harus lebih teliti pada saat pihak kreditor melakukan eksekusi objek jaminan fidusia, ketika dilakukan eksekusi sebaiknya pihak debitur menanyakan sertifikat jaminan fidusia kepada pihak kreditor, agar supaya pihak kreditor tidak berbuat curang melainkan berbuat adil berdasarkan undang-undang terhadap pihak debitur. DAFTAR PUSTAKA Buku Brahn. O.K. Fidusia, Penggadaian Diam-Diam Dan Retensi Milik. Tatanusa. Jakarta. 2001. Fuady, Munir. Jaminan Fidusia. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2000.. Hukum Jaminan Utang. Erlangga. Jakarta. 2013.. Konsep Hukum Perdata. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2015. HS, Salim. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2014. Kamelo, H. Tan. Hukum Jaminan Fidusia. Alumni. Bandung. 2004. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Citra aditya bakti. Bandung. 2014. Meliala, Djaja S. Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Nuansa aulia. Bandung. 2014.. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan. Nuansa aulia. Bandung. 2015. Supramono, Gatot. Perbankan Dan Masalah Kredit. Rineka Cipta. Jakarta. 2009 27 Ibid. hlm 265 20

Tanuwidjaja Henny. Pranata Hukum Jaminan Utang Dan Sejarah Lembaga Hukum Notariat. Refika Aditama. Bandung. 2012. Witanto, D. Y. Hukum Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Mandar Maju. Bandung. 2015. Widjaja, Gunawan & Ahmad yani. Jaminan Fidusia. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2001. Yurizal. Aspek Pidana dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Media Nusa Creative. Malang. 2011. Tutik Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Kencana. Jakarta. 2008. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Peraturan Menteri Keuangan RI No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia 21