BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

( untuk struktur yang lain)

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

BAB III LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH 4 LANTAI ( 1 BASEMENT ) DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SUKOHARJO

PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

3. BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

ANALISIS DINAMIK STRUKTUR GEDUNG DUA TOWER YANG TERHUBUNG OLEH BALOK SKYBRIDGE

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gempa merupakan fenomena alam yang harus diterima sebagai fact of life.

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

PERENCANAAN GEDUNG PERHOTELAN EMPAT LANTAI DAN SATU BASEMENT DI PACITAN DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERKULIAHAN 4 LANTAI DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN BIASA (SRPMB) DI WILAYAH SUKOHARJO

8/22/2016. : S-2 : Earthquake Engineering, GRIPS-Tokyo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Tahan Gempa

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Termasuk di dalamnya berat sendiri struktur dan beban mati. jenis material yang digunakan adalah sebagai berikut:

ANALISIS DINAMIK BEBAN GEMPA RIWAYAT WAKTU PADA GEDUNG BETON BERTULANG TIDAK BERATURAN

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

ANALISA STRUKTUR DAN KONTROL KEKUATAN BALOK DAN KOLOM PORTAL AS L1-L4 PADA GEDUNG S POLITEKNIK NEGERI MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Analisis Perencanaan Terhadap Gempa (SNI ) Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

Perbandingan perencanaan struktur berdasarkan SNI dan SNI 1726:2012 (Studi Kasus : Apartemen Malioboro City Yogyakarta) 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN MATERIAL PADA PERENCANAAN PORTAL GEDUNG BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA 1 DENGAN SISTEM ELASTIK DAN DAKTAIL PENUH

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERANCANGAN STRUKTUR HOTEL DI JALAN LINGKAR UTARA YOGYAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

Peraturan Gempa Indonesia SNI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERBANDINGAN ANALISIS STATIK DAN ANALISIS DINAMIK PADA PORTAL BERTINGKAT BANYAK SESUAI SNI

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG HOTEL DAN MALL DI WILAYAH GEMPA 3

BAB II STUDI PUSTAKA. Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan

PERENCANAAN GEDUNG PERKANTORAN 4 LANTAI (+ BASEMENT) DI WILAYAH SURAKARTA DENGAN DAKTAIL PARSIAL (R=6,4) (dengan mutu f c=25 MPa;f y=350 MPa)

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Naskah Publikasi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh: AGUNG PRABOWO NIM : D

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

ANALISIS DINAMIK RAGAM SPEKTRUM RESPONS GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN MENGGUNAKAN SNI DAN ASCE 7-05

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman terhadap dari segala kemungkinan yang menjadikan gagalnya suatu sistem struktur itu sendiri. Struktur bangunan dapat dirancang dengan mudah apabila beban-beban yang bekerja pada bangunan bisa ditentukan dengan pasti. Kapasitas bangunan dapat ditentukan sesuai dengan penggunan bangunan yang bersangkutan, sehingga beban hidup dan beban mati dapat dihitung sesuai dengan kapasitas rencana. Tetapi beban akibat bencana alam yang mempengaruhi bangunan seperti angin dan gempa yang tidak dapat dengan pasti diidentifikasi sehingga dalam perancangan bangunan harus diperhatikan agar struktur tidak runtuh pada saat kondisi beban maksimal. Kerusakan yang timbul akibat terjadinya gempa pada bangunan gedung, terutama pada bangunan bertingkat banyak, pada hakekatnya dapat disebabkan karena tidak memenuhinya persyaratan bangunan tersebut terhadap prinsip desain bangunan tahan gempa, atau dapat juga karena kekuatan gempanya yang cukup besar. Pada bangunan bertingkat perlu dilakukan analisis pembebanan dan mekanika gaya sebagai upaya untuk mendapatkan kondisi struktur yang kokoh dan proporsional. Karena, pada bangunan bertingkat akan bekerja berbagai macam gaya. Gaya yang ditimbulkan oleh beban bangunan itu sendiri dan beban luar meliputi perlengkapan bangunan menyebabkan adanya gaya vertikal, gaya ini diperlukan untuk mendimensi elemen struktur. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia Departemen Pekerjaan Umum, 2002 Pasal 1.2 SNI 03-1726-2002, Syarat-syarat perencanaan struktur gedung tahan gempa yang ditetapkan tidak berlaku untuk bangunan sebagai berikut : 5

6 1). Gedung dengan sistem struktur yang tidak umum atau masih memerlukan pembuktian tentang kelayakannya. 2). Gedung dengan sistem isolasi landasan (base isolation) untuk menahan pengaruh gempa terhadap struktur atas. 3). Bangunan Teknik Sipil seperti jembatan, bangunan air, dinding dan dermaga pelabuhan, anjungan lepas pantai dan bangunan non gedung lainnya. 4). Rumah tinggal satu tingkat dan bangunan gedung-gedung non teknis lainnya. B. Konsep Perencanaan Struktur Gedung Tahan Gempa 1. Pengertian daktilitas Daktilitas ( ductility ) adalah perbandingan antara simpangan maksimum sebelum bahan runtuh dengan simpangan pada saat leleh awal. Bahan atau struktur yang bersifat elastis murni, biasanya dikatakan bahan getas, artinya jika terjadi leleh bahan langsung patah, sedangkan untuk bahan yang bersifat elasto-plastis, berarti bahan tersebut adalah liat atau disebut daktail. (Asroni, 2003). Menurut Standar Nasional Indonesia Departemen Pekerjaan Umum, 2002 SNI-1726-2002, Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. 2. Perencanaan Sendi Plastis Pada perencanaan gedung dengan sistem daktail, diupayakan agar kolom lebih kuat dari pada baloknya. Dengan demikian jika, terjadi gempa yang lebih besar dari pada gempa rencana, maka balok akan patah lebih dulu (sehingga terjadi sendi plastis), tetapi gedung yang bersangkutan masih berdiri (tidak runtuh). Selanjutnya setelah semua ujung-ujung balok terjadi sendi plastis, barulah gedung tersebut runtuh. (Asroni, 2003).

7 Menurut SNI-2847-2013, daerah sendi plastis adalah panjang elemen rangka dimana pelelehan lentur diharapkan terjadi akibat perpindahan desain gempa. Ketika terjadi gempa, struktur akan menerima beban siklik dan pada daerah-daerah yang mempunyai momen terbesar (umumnya diujung balok) regangan tarik baja tulangan akan berganti-ganti untuk momen negatif pada tepi atas dan positif pada tepi bawah. Apabila regangan tarik baja sudah leleh, maka beton akan mulai rusak retak. Kerusakan tersebut didesain terjadi pada sendi plastis. Pada daerah sendi plastis, tulangan harus di ditail sedemikian sehingga perilakunya benar-benar daktail atau liat. Sendi Plastis Gambar II.1.Sendi Plastis pada Struktur Gedung Pada Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) dengan daktalitas tertentu, sendi plastis dipasang pada balok dan kolom. Mekanisme pembentukan sendi plastis juga harus diperhatikan agar struktur mampu berperilaku daktail seperti yang direncanakan. Berikut ini adalah ketentuan untuk pemasangan sendi plastis pada balok dan kolom. Sendi plastis balok. Untuk balok, sendi plastis dipasang pada ujung kanan dan ujung kiri dengan jarak 2h dari kolom, dimana h adalah tinggi penampang balok. Sendi plasstis kolom. Untuk kolom, sendi plastis hanya boleh dipasang pada ujung bawah kolom lantai paling bawah. Lokasi sendi plastis kolom dipasang pada jarak I o dari ujung bawah kaki kolom.

8 Pemasangan sendi plastis dapat dilihat pada Gambar II.2. 2h 2h l 0 Gambar II.2. Sendi plastis pada balok (a) dan kolom (b) C. Sistem Rangka Pemikul Momen Menurut SNI 1726:2012, SRPM adalah sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, dan beban lateralnya dipikul oleh rangka tersebut melalui mekanisme lentur. SRPM dibagi menjadi 3 macam,diantaranya adalah : 1). Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB). 2). Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). 3). Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). D. Pembebanan Struktur 1. Kekuatan komponen struktur Struktur dan komponen struktur harus didesain agar mempunyai kekuatan desain di semua penampang paling sedikit sama dengan kekuatan perlu yang dihitung untuk beban dan gaya terfaktor dalam kombinasi sedemikian rupa seperti ditetapkan dalam SNI 2847-2013.

9 2. Kekuatan Perlu Kekuatan perlu U harus paling tidak sama dengan pengaruh beban terfaktor dalam kombinasi pembebanan berikut: 1). U = 1,4.D (II.1a) 2). U = 1,2.D + 1,6.L + 0,5.(Lr atau R) (II.1b) 3). U = 1,2.D + 1,6.(Lr atau R) + (1,0.L atau 0,5.W) (II.1c) 4). U = 1,2.D + 1,0.W + 1,0.L + 0,5.(L r atau R) (II.1d) 5). U = 1,2.D + 1,0.E + 1,0.L (II.1e) 6). U = 0,9.D + 1,0.W (II.1f) 7). U = 0,9.D + 1,0.E (II.1g) 3. Faktor Reduksi Kekuatan (ϕ) Kekuatan desain yang disediakan oleh suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan lentur, beban normal, geser, dan torsi, harus diambil sebesar kekuatan nominal dihitung sesuai dengan persyaratan dan asumsi dari SNI 2847-2013, yang dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ϕ dalam Pasal 9.3.2.1, Pasal 9.3.2.2, dan Pasal 9.3.2.3, 9.3.2.4, sebagai berikut: 1). ϕ = 0,90 untuk beban lentur tanpa gaya aksial (II.2a) 2). ϕ = 0,75 untuk struktur dengan tulangan spiral (II.2b) 3). ϕ = 0,65 untuk struktur dengan komponen lainnya (II.2c) 4). ϕ = 0,75 untuk gaya geser dan torsi (II.2d) 5). ϕ = 0,65 untuk tumpuan pada beton (II.2e) E. Beban Gempa 1. Umum Beban gempa adalah beban yang berasal dari pergerakan tanah sebagai pijakan gedung. Beban gempa harus diperhitungkan di dalam perencanaan gedung terutama di Negara Indonesia yang mana merupakan wilayah yang sering terjadi gempa.

10 Perhitungan beban gempa bisa dilakukan dengan metode statik ekivalen atau analisis dinamis. Perhitungan beban gempa menggunakan analisis dinamis cenderung lebih rumit dibandingkan menggunakan metode statik ekivalen. Pada perhitungan dengan analisis dinamis, metode yang dipakai adalah respon spektrum dan analisis riwayat waktu (Time History Analysis). 2. Faktor penentu beban gempa 2a). Koefisien beban gempa (C) Respons spektrum gempa adalah sebuah diagram representasi yang menggambarkan respons-respons maksimum (simpangan, kecepatan, percepatan maupun besaran lainnya) dengan periode getar struktur (T) tertentu berdasarkan kondisi tanah di wilayah tersebut. Respons spektrum setiap wilayah berbeda-beda tergantung dari kondisi tanahnya. 2b). Faktor keutamaan (I e ) dan kategori risiko struktur bangunan Di dalam SNI-1726-2012, kategori risiko struktur bangunan dikelompokkan menjadi 4 kategori. Kategori I merupakan kategori bangunan gedung dan non-gedung yang mempunyai tingkat keutamaan paling rendah, sedangkan kategori IV adalah kategori dengan keutamaan bangunan paling tinggi.adapun faktor keutamaan gedung disesuaikan menurut kategori risiko struktur bangunan tersebut. Semakin tinggi kategori struktur bangunan, maka nilai faktor keutamaan juga semakin tinggi. Kategori risiko bangunan dan Faktor keutamaan gedung (I e ) dapat dilihat pada Tabel II.1 dan Tabel II.2 dibawah ini.

11 Tabel II.1. Kategori resiko bangunan (SNI-1726-2012). Jenis pemanfaatan Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk dan tidak dibatasi untuk, antara lain : Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan Fasilitas sementara Gudang penyimpanan Rumah jaga dan struktur kecil Kategori resiko I Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam katagori risiko I, III, IV, termasuk dan tidak dbatasi untuk : Perumahan Rumah toko dan rumah kantor Pasar Gedung perkantoran Gedung apartemen/ rumah susun Pusat perbelanjaan/ mall Bangunan industri Fasilitas manufaktur Pabrik II Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, ter masuk dan tidak dibatasi untuk : Bioskop Gedung pertemuan Stadion Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat Fasilitas penitipan anak Penjara Bangunan untuk rang jompo III Gedung dan non gedung, tidak ternmasuk kedalam katagori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi

12 Lanjutan Tabel II.1. Kategori resiko bangunan (SNI-1726-2012). Jenis pemanfaatan Kategori resiko kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk : Pusat pembangkit listrik biasa Fasilitas penanganan air Fasilitas penanganan limbah Pusat telekomunikasi Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam katagori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansiyang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran. III Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk : Bangunan- bangunan monumental Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada keadaan darurat Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, strutur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat IV Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam katagori risiko IV.

13 Tabel II.2. Faktor keutamaan gempa (I e )(SNI-1726-2012). Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, I e I atau II 1,00 III 1,25 IV 1,50 2c). Faktor modifikasi respons (R). Faktor modifikasi respons (R) atau faktor reduksi beban gempa adalah suatu nilai yang mereduksi jumlah beban gempa berdasarkan tipe struktur yang direncanakan serta komponen struktur pendukung lainnya. Nilai R diatur di dalam SNI-1726-2012 Pasal 7.2.1 seperti pada Tabel II.3 di bawah ini. Tabel II.3. Nilai Faktor modifikasi respons (R) (SNI-1726-2012). Sistem Struktur Faktor Modifikasi Respons (R) SRPM-K (Baja) 8 SRPM-M (Baja) 4,5 SRPM-B (Baja) 3,5 SRPM-K (Beton Bertulang) 8 SRPM-M (Beton Bertulang) 5 SRPM-B (Beton Bertulang) 3 2d). Berat total seismik efektif (W t ) Pasal 7.7.2 SNI 1726-2012 memberikan batasan bahwa berat total seismik efektif struktur (W t ) dapat dirumuskan sebagai berikut: W t = W D +W Lain dengan W Lain = f r.w L (II.3a) Menurut Pasal 2.1.4 Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung, SNI 1727-1989, beban hidup pada penentuan W t tersebut boleh dikalikan dengan suatu faktor reduksi (f r ) yang nilainya tercantum pada Tabel II.3 (Aroni. A, 2014b: 193).

14 1727-1989) Tabel II.4. Faktor reduksi beban hidup untuk beban gempa (SNI Faktor reduksi Penggunaan gedung beban hidup (f r ) PERUMAHAAN / PENGHUNIAN: rumah tinggal, 0,30 asrama, hotel, rumah sakit PENDIDIKAN: sekolah, ruang kuliah 0,50 PERTEMUAN UMUM: masjid, gereja, bioskop, 0,50 restoran, ruang dansa, ruang pagelaran KANTOR: kantor, bank 0,30 PERDAGANGAN: toko, toserba, pasar 0,80 PENYIMPANAN: gudang, perpustakaan, ruang 0,80 arsip INDUSTRI: pabrik, bengkel 0,90 TEMPAT KENDARAAN: garasi, gedung parker 0,50 GANG DAN TANGGA: a. Perumahan/penghunian 0,30 b. Pendidikan, kantor 0,50 c. Pertemuan umum, 0,50 perdagangan, penyimpanan, industri, tempat kendaraan Berat seismik efektif pada suatu portal Lantai-i (W i ) dihitung berdasarkan batas setengah jarak antara portal tersebut dengan portal di sebelahnya, dan setengah ketinggian lantai tingkat di atas serta di bawahnya, seperti pada Gambar II.1 (Asroni. A, 2014b: 194). 1 2 3 A B C a/2 b/2 a b h 3 /2 h 3 h 2 /2 h 2 c h 1 (b) Portal B 1 2 3 c (a) Denah gedung Gambar II.3. Denah dan portal gedung

15 3. Analisis Beban Gempa Statis Ekuivalen Untuk struktur gedung yang memenuhi ketentuan Pasal 12.4.1 SNI 1726-2012, beban gempa nominal yang bekerja pada struktur gedung boleh dihitung berdasarkan analisis beban gempa statis ekuivalen. Berikut ini dijelaskan beberapa rumus untuk analisis beban gempa stati ekuivalen. 3a). Beban geser dasar statis ekuivalen akibat gempa (V) Beban geser dasar akibat gempa dengan analisis statis ekuivalen (V) ditentukan berdasarkan ketentuan Pasal 7.8.1 SNI 1726-2012, yaitu: V = C s.w t dan C s = dengan: C.I e R V = beban (gaya) geser dasar statis ekuivalen akibat gempa, kn. C s = koefisien respons seismik. C = koefisien beban gempa. I e = faktor keutamaan bangunan gedung dan non gedung. R = koefisien modifikasi respons. W t = berat total seismik efektif struktur, kn. 3b). Beban gempa pada lantai (F i ) (II.4a) Distribusi beban gempa nominal statik ekuivalen pada lantai-i (Fi) ditentukan berdasarkan ketentuan Pasal 7.8.3 SNI 1726-2012, yaitu: F i n i 1 W.h i (W.h i k i k i.v ) (II.4b) dengan: F i = beban gempa yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat ke-i, kn. W i = berat seismic efektif struktur pada lantai tingkat ke-i, kn.

16 h i = ketinggian lantai tingkat ke-i dari dasar (penjepit lateral), m. n = nomor lantai tingkat paling atas. k = eksponen yang terkait dengan periode struktur T. = 1 (untuk T kurang atau sama dengan 0,5 detik). = 2 (untuk T lebih besar atau sama dengan 2,5 detik). = 1+ (T 0,5)/2 (untuk T antara 0,5 detik sampai 2,5 detik) 3c). Periode fundamental gedung (T c ) Menurut Pasal 7.8.2.1 SNI 1726-2012, periode alami fundamental gedung pendekatan (T a ) dihitung dengan rumus: T a = 0,0724.H 0,8 (untuk portal baja), dengan H = tinggi gedung, m. (II.4a) T a = 0,0466.H 0,9 (untuk portal beton) (II.4b) Jika dimensi portal telah ditentukan dengan pasti (misalnya : dimensi balok dan kolom telah dihitung mencukupi), maka beban gempa dihitung berdasarkan periode fundamental struktur gedung (T c ) dengan syarat : T a T c C u.t a (II.4c) Pasal 7.8.2 SNI Gempa-2012, C u adalah koefisien batas atas untuk periode yang dihitung yang besarnya bergantung pada S D1, dan S D1 adalah parameter desain perceoatan respons spektral pada periode panjang (1,0detik) Tabel II.5. Koefisien batas atas untuk periode yang dihitung C u Parameter S D1 0,1 0,15 0,2 0,3 0,4 Koefisien C u 1,7 1,6 1,5 1,4 1,4 Nilai T c diperoleh dari program SAP 2000 atau dari T R. T R = n 2 W i.di 6,3. i 1 n dengan g = 9810 mm/dt 2. (II.4d) g. F i.di i 1

17 dengan: T R = periode fundamental gedung beraturan menurut rumus Reyleigh, dt. F i = beban gempa yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat ke-i, kn. W i = berat seismik efektif struktur pada lantai tingkat ke-i, kn. g = percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/dt 2.