BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Andropause merupakan sindrom pada pria separuh baya atau lansia dimana

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diketahui dan kesimpulan yang ditarik dari hal yang dikenali manusia. tentang pengetahuan tersebut dalam situasi tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. wanita mengalami menopause. Namun tidak seperti menopause pada

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata andropause diambil dari bahasa Yunani, yaitu andro yang berarti

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

HUBUNGAN ANDROPAUSE DENGAN DEPRESI PADA GURU DAN KARYAWAN SMA NEGERI 1 SUKOHARJO SKRIPSI

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

Ditandai dg penurunan kekuatan fisik & daya ingat Dibagi dlm 2 bagian :

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Faktor umur harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini memerlukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007).

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

HORMON REPRODUKSI JANTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia di perkirakan lebih dari 629 juta jiwa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

Perkembangan Sepanjang Hayat

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. adalah menstruasi, kehamilan, dan seksualitas (Gibs, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

Definisi: keadaan yang terjadi apabila perbandingan kuantitas jaringan lemak

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya penggunaan timah hitam, timbal atau plumbum (Pb) mengakibatkan 350 kasus penyakit jantung koroner, 62.

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN USIA AWAL ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anatomi/organ reproduksi wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DAN SEKSUALITAS PADA LANSIA

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

I. PENDAHULUAN. Senam Aerobik merupakan aktifitas fisik yang mudah dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN ANDROPAUSE PADA PRIA LANJUT USIA DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANDROPAUSE. YOSEPH INDRAYANTO BAGIAN BIOLOGI FK. UNS

BAB I PENDAHULUAN. senam aerobik yang sangat diminati ibu-ibu dan remaja putri baik di kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja

Transkripsi:

5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Andropause a. Definisi Andropause Secara khusus Andropause merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang memengaruhi berbagai organ tubuh berupa penurunan kemampuan seksual, fisik, dan psikis, yang secara keseluruhan menurunkan kualitas hidup (Bansal, 2013). Istilah andropause berasal dari bahasa Yunani, andro yang berarti laki-laki dan pausis yang berarti berhenti, jadi secara harfiah andropause adalah berhentinya fungsi fisiologis pada laki-laki. Andropause adalah kondisi yang dialami oleh laki-laki berusia pertengahan atau tengah baya yang mempunyai gejala, tanda dan keluhan mirip dengan menopause pada wanita. Meskipun keluhan pada andropause mirip dengan keluhan pada menopause, tetapi hal tersebut tidak menjadikan keluhan dan gejalanya sama dengan pada wanita (Setiawati dan Juwono, 2006). Menurut Nieschlag pada wanita menopause ditandai dengan berhentinya produksi sel telur dengan gejala yang khas yaitu berhentinya siklus menstruasi. Pada pria di atas umur tengah baya penurunan produksi sel sperma, hormon

6 testosteron, dan hormon lainnya turun secara lambat (Soewondo, 2007). Penurunan hormon pada andropause tidak hanya testosteron saja, akan tetapi yang terjadi adalah penurunan multihormonal seperti penurunan hormon Dehydroepiandrosteron (DHEA), Dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS), melatonin, Insulin like growth factors (IGFs), dan growth hormone (Setiawan, 2007). Penurunan hormon testosteron adalah sekitar 1% per tahun, sedangkan pada hormon Dehydroepiandrosteron (DHEA) menurun sekitar 2.5% per tahun yang di alami pada usia 30 tahun (Bexton, 2001). Oleh karena proses penuaan normal pada laki-laki terjadi penurunan sistem multihormonal tersebut, maka ada beberapa sinonim dari andropause menurut beberapa literatur yang ada sebagai berikut (Tsjimura, 2013; Sherwood, 2011; Soewondo, 2007) : 1) Klimakterium pada laki-laki, 2) Low Testosterone Syndrome, 3) Viropause, 4) Adrenopause (defisiensi DHEA dan DHEAS), 5) Somatopause (defisiensi GH/IGF), 6) Late Onset Hypogonadism (LOH), 7) Androgen Deficiency in Aging Male (ADAM),

7 8) Partial Androgen Deficiency in Aging Male (PADAM), 9) Partial Testosterone Deficiency in Aging Male (PTDAM). Dari beberapa sinonim menurut literatur yang ada, istilah yang tepat untuk menggambarkan penurunan androgen pada laki-laki adalah ADAM (Sherwood, 2011). Menurut Soewondo (2007) dengan alasan kesetaraan dengan menopause istilah andropause lebih sering digunakan. b. Proses Fisiologi Andropause Sekresi testosteron oleh sel-sel Leydig didalam testis. Testosteron sendiri berperan dalam seksualitas, pembentukan fisik, mental dan penampilan laki-laki. Testosteron merupakan hormon seks pria yang jumlahnya lebih banyak dari yang lainnya dan dianggap sebagai hormon testikular terpenting, walaupun sebagian besar testosteron diubah menjadi hormon dihidrotestosteron yang aktif pada jaringan target yang akan dijelaskan pada Gambar.1 (Guyton dan Hall, 2008). Testosteron diproduksi melalui aksis hipothalamushipofisis testis dan dibentuk oleh sel-sel Leydig, yang terletak di antara interstitial tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig hampir tidak pernah ditemukan didalam testis pada saat anak-anak, tetapi hormon testosteron terdapat dalam jumlah yang banyak pada bayi laki-laki

8 yang baru lahir dan pada laki-laki dewasa setelah pubertas (Guyton dan Hall, 2008). Gambar 2.1.Jaringan Target Hormon Testosteron (Handelsman, 2006). Faktor psikologis, sosial, dan biologis memengaruhi sekresi dari testosteron. Kadarnya akan meningkat pada waktu senang, ketika status sosial meningkat, setelah aktifitas seksual, dan sesudah berolahraga. Kadar testosteron menurun pada saat sedih, pecandu alkohol, stres fisik dan emosi (Bexton, 2001). Dalam tubuh testosteron didistribusikan terutama yang terikat dengan protein transpor. Pada laki-laki, hormon testosteron terdiri dari 44% testosteron terikat pada Sex Hormone Binding Globulin

9 (SHBG), 50% terikat albumin, dan sisanya dalam bentuk testosteron bebas, sedangkan yang menunjukkan bioavailabilitas testosteron ialah yang memiliki bentuk bebas dan terikat pada albumin, bukan yang terikat pada SHBG (Allan et al., 2006; Apter, 2008). Free Androgen Index (FAI) menunjukkan hubungan antara konsentrasi testosteron dengan protein pengikat androgen. Free Androgen Index (FAI) berkisar antara 70-100%. Gejala-gejala andropause akan muncul bila FAI < 50% (Anita dan Moeloek, 2002). Berdasarkan penelitian, laki-laki memiliki konsentrasi total testosteron di bawah nilai normal 350 mg/dl sebesar 7% pada laki-laki berusia 40-60 tahun, 20% pada laki-laki yang berusia 60-80 tahun, dan 35% pada laki-laki di atas usia 80 tahun (Bexton, 2001). Laki-laki pada usia 20 tahun mempunyai kadar testosteron tertinggi dalam darah yang akan dipertahankan sekitar 10-20 tahun, selanjutnya ketika laki-laki memasuki usia sekitar 40 tahun akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 0,8-1,6% per tahun. Laki-laki saat mencapai usia 70 tahun, akan mengalami penurunan kadar testosteron darah sebanyak 35% dari kadar semula. Pada usia lanjut, terjadi penurunan fungsi sistem reproduksi laki-laki yang mengakibatkan penurunan jumlah testosteron dan bioavailibilitasnya, seiring dengan meningkatnya SHBG (Anita dan Moeloek, 2002; Muller et al., 2003; Allan et al., 2006).

10 Penurunan testosteron bebas sekitar 1,2% per tahun, sementara bioavailabilitasnya turun hingga 50% pada usia 25-75 tahun (Gould dan Rechar, 2000; Anita dan Moeloek, 2002). Perubahan kadar hormon testosteron ini sangat bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya dan biasanya tidak sampai menimbulkan hipogonadisme berat (Soewondo, 2006). c. Gejala dan Tanda Andropause Menurut Pangkahila (2007), pada laki-laki berusia 45-59 tahun tanda dan gejela andropause sudah mulai muncul. Gejala andropause bukan hanya terjadi pada laki-laki usia lanjut, melainkan juga terjadi pada laki-laki berusia lebih muda yang mengalami kekurangan hormon androgen. Jadi permasalahan tidak terletak pada usia, melainkan menurunnya kadar hormon androgen. Berbeda dengan menopause, andropause memiliki onset yang tersembunyi, progresinya lambat, dan juga gambaran klinisnya tidak sejelas menopause (Verma et al., 2006). Gejala dan tanda yang timbul pada laki-laki andropause bersifat kompleks seiring dengan proses penuaan dan hilangnya irama sirkardian testosteron, sehingga terjadinya penurunan kadar serum testosteron yang mengakibatkan gejala dan tanda, meliputi (Lejeune et al, 2013; Sugerman, 2013; Tsujimura, 2013; Soewondo; Pangkahila, 2007):

11 1). Aspek vasomotor Tubuh terasa panas, berkeringat lebih, susah tidur (insomnia), rasa gelisah, dan takut terhadap perubahan yang terjadi. 2). Aspek fungsi kognitif dan suasana hati Menurunnya daya ingat, menurunnya konsentrasi, menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental (intuisi), keluhan anxietas dan depresi, hilangnya rasa percaya diri, dan terjadi penurunan motivasi dalam berbagai hal. 3). Aspek virilitas Menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan massa otot, kehilangan bulu-bulu seksual tubuh, penumpukan lemak pada daerah abdominal, serta penurunan densitas dan massa tulang (osteoporosis). 4). Gangguan seksual Menurunnya minat terhadap seksual (libido), perubahan tingkah laku dan aktivitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi (disfungsi ereksi/impoten), berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan menurunya volume ejakulasi.

12 d. Faktor-faktor yang memengaruhi andropause Adapun faktor-faktor yang memengaruhi munculnya tanda dan gejala andropause adalah sebagai berikut (Sheilla, 2007 ; Isnawati, 2008): 1) Faktor Internal Pengaruh internal berkaitan erat dengan faktor genetik yang berpengaruh terhadap adanya perubahan hormonal/organik. Perubahan hormonal yang terjadi antara lain hormon testosteron, hormon Dehydroepiandrosteron (DHEA) dan Dehydroepiandrosteron sulphate (DHEAS), selain itu penyakit sindroma metabolik seperti hipertensi, kolesterol tinggi, obesitas dan Diabetes Milletus juga dapat berpengaruh terhadap munculnya gejala dan tanda andropause. 2) Faktor Eksternal Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi kondusif. Faktor lingkungan yang berperan dalam terjadinya andropause ialah adanya pencemaran lingkungan yang bersifat kimia, psikis, dan faktor diet atau makanan. Pada pencemaran kimia misalnya seperti kandungan bahan kimia yang bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Pada pencemaran psikis yang berperan misalnya seperti kebisingan dan perasaan tidak nyaman, sering

13 terpapar sinar matahari dan polusi yang bisa menyebabkan stres. Gaya hidup tak sehat juga ditengarai dapat memengaruhi gejala andropause, misalnya merokok, suka begadang, dan pola makan yang tak seimbang. e. Diagnosis Andropause Penegakan diagnosis pada andropause dapat menggunakan pengukuran kadar serum testosteron, testosteron total, testosteron bebas, SHBG, DHEA, dan DHEAS (Sheila, 2007). Pengukuran akurat akan didapatkan dengan mengukur bioavailibilitas dari testosteron atau testosteron bebas, akan tetapi pengukuran tersebut membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal (Tenover, 2013). Penegakan diagnosis andropause selain dengan penukuran kadar serum testosteron juga bisa dengan gejala klinis, perubahan mental dan fisik melalui pemeriksaan fisik fungsi tubuh dan pemeriksaan psikologi. Dalam berbagai studi sederhana penegakan diagnosis andropause menggunakan Androgen Defisiency in Aging Men (ADAM test) yang mempunyai 10 pertanyaan tentang gejala hipoandrogen dan mempunyai sensitivitas 88% dan spesifitas 60%. Dapat juga digunakan Aging Male s Symptomps (AMS test) yang mencakup pertanyaan tentang gangguan psikologis, somatis dan seksualitas yang

14 mencakup 17 pertanyaan dan memiliki sensitivitas dan spesifitas 70 % (Soewondo, 2006). 2. Testosteron a. Definisi Testosteron Testosteron merupakan hormon steroid dari kelompok androgen yang dihasilkan oleh sel interstisial (sel Leydig) testis sebagai respon terhadap rangsangan Luteinizing Hormon (LH) kelenjar hipofisis anterior (Dorlan, 2010). b. Fisiologi Testosteron Testosteron disekresikan oleh Sel-Sel Interstisial Leydig di dalam testis. Testis menyekresi beberapa hormon seks laki-laki yang secara keseluruhan disebut sebagai androgen, yang meliputi testosteron, Dihidrotestosteron (DHT), dan androstenedion. Testoteron memiliki jumlah paling banyak di antara ketiga hormon lainnya, sehingga dapat dianggap sebagai hormon testis yang paling penting (Guyton dan Hall, 2008). Testosteron dibentuk oleh sel-sel interstisial Leydig, yang terletak di antara jaringan ikat (jaringan interstisial) antartubulus seminiferus dalam testis yang merupakan penyusun masa testis sebanyak 20% (Guyton dan Hall, 2008).

15 Pada masa anak-anak sel Leydig hampir tidak ditemukan di testis, ketika testis hampir tidak menyekresi testosteron, tetapi hormon ini terdapat dalam jumlah yang banyak pada bayi laki-laki yang baru lahir dan juga pada laki-laki dewasa setelah pubertas (Guyton dan Hall, 2008). Isilah androgen berarti hormon steroid apapun yang memiliki efek maskulinisasi, termasuk testosteron. Androgen juga mencakup hormon seks laki-laki yang dibentuk di tempat lain selain testis, seperti kelenjar adrenal yang menyekresi paling tidak lima hormon androgen yang berbeda, meskipun aktivitas maskulinisasi total dari semua hormon ini normalnya sangat kecil (kurang dari 5% dari seluruh aktivitas pada laki-laki dewasa) (Guyton dan Hall, 2008). Semua androgen adalah senyawa steroid, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1 untuk testosteron dan dihidrotestosteron. Baik dalam testis maupun dalam adrenal, dapat dibentuk baik dari kolesterol atau langsung dari asetil koenzim A. Gambar 2.2 Struktur Kimiawi Testosteron dan Dihidrotestosteron

16 Komponen aktif dari testosteron yang akan berikatan dengan protein reseptor sitoplasma adalah Dihidrotestosteron (DHT). Dihidrotestosteron (DHT) terbentuk dari testosteron terikat albumin dan testosteron bebas oleh enzim intrasel 5-a-reduktase. Selain Dihidrotestosteron (DHT), testosteron terikat albumin dan testosteron bebas juga akan diubah menjadi estradiol oleh enzim 5- areduktase (Guyton dan Hall, 2008). Setelah disekresi oleh testis, sebanyak 97% testosteron akan terikat dengan albumin plasma secara longgar atau terikat lebih kuat dengan suatu beta globulin yang disebut Sex Testosteron Dihidrotestosteron Hormone-Binding Globulin (SHBG) dan bersirkulasi di darah dalam bentuk ini selama 30 menit sampai beberapa jam, selanjutnya testosteron tersebut dapat didistribusikan ke jaringan atau dipecah menjadi produk inaktif yang selanjutnya akan diseksresikan (Guyton dan Hall, 2008). Pemecahan dan Ekskresi testosteron yang tidak terikat di jaringan dengan cepat diubah, terutama oleh hati menjadi androsteron dan Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan secara serentak dikonjugasikan sebagai glukuronida dan sulfat (terutama glukuronida). Semuanya disekresikan baik ke usus melalui kanalis biliaris hati atau ke dalam urin melalui ginjal (Guyton dan Hall, 2008).

17 Fungsi testosteron dapat dikelompokan ke dalam beberapa fungsi, yang pertama adalah fungsi sebelum lahir yaitu memaskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna dan mendorong turunnya testis ke dalam skrotum; yang kedua adalah fungsi pada jaringan spesifik seks setelah lahir, yaitu mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi, saat pubertas penting bagi spermatogenesis dan memelihara saluran reproduksi sepanjang masa dewasa; yang ketiga adalah fungsi terkait reproduksi lainnya, yaitu memunculkan dorongan seks saat pubertas dan mengontrol sekresi hormon gonadotropin; yang keempat adalah fungsi pada karakteristik seks sekunder, yaitu memicu pertumbuhan rambut laki-laki, menyebabkan suara lebih berat karena menebalnya lipatan pita suara dan mendorong pertumbuhan otot yang membentuk pola tubuh laki-laki; yang kelima adalah fungsi nonreproduktif memiliki efek anabolik protein, mendorong pertumbuhan tulang saat pubertas, menutup lempeng epifisis setelah diubah menjadi estrogen oleh aromatase dan mungkin memicu perilaku agresif (Sherwood, 2011).

18 3. Aktivitas Fisik Olahraga a. Definisi Menurut beberapa ahli terdapat beberapa pengertian mengenai aktivitas fisik di antaranya menurut Carl J Casperen et al.(1985) ahli epidemiologi mendefinisikan aktivitas fisik sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang mengakibatkan pengeluaran energi. Definisi ini merupakan definisi yang luas, karena secara teoritis mencakup mulai dari setiap gerakan kecil jarijari kaki sampai kegiatan berat seperti lari marathon. Menurut Almatsier (2003), aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan energi serta kegiatan yang dilakukan paling sedikit 10 menit tanpa berhenti. Aktivitas fisik dapat digolongkan ke dalam 3 tingkatan yaitu aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang, dan aktivitas fisik berat. Aktivitas fisik ringan adalah sesuatu yang dihubungkan dengan menggerakkan anggota tubuh. Aktivitas fisik sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran energi yang cukup besar dengan kata lain bergerak yang menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari biasanya. Aktivitas fisik berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran energi yang lebih besar (pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya.

19 Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko mandiri untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). b. Faktor yang memengaruhi aktivitas fisik Faktor-faktor yang memengaruhi aktifitas fisik (WHO, 2010) : 1. Gaya Hidup Gaya hidup dipengaruhi oleh status ekonomi, kultural, alasan keluarga atau emosi keluarga, pengaruh teman sebaya, masyarakat yang memberikan contoh, memberi nilai dan mengerahkan / memberi tekanan dalam gaya hidup seseorang. Perubahan pada kebiasaan kesehatan individu adalah cara terbaik untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). 2. Pendidikan Pendidikan merupakan faktor kunci dalam memilih gaya hidup sehat. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu tersebut semakin ingin memperoleh hidup sehat. Sosio-ekonomi berhubungan erat dengan status pendidikan dan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan, maka semakin tinggi tingkat kesehatannya. Individu juga akan lebih melibatkan diri dalam memperbaiki kesehatan seperti aktifitas fisiknya.

20 3. Lingkungan Lingkungan fisik perlu dipelihara untuk mempertahankan kesehatan karena kerusakan lingkungan seperti udara dan air akan membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Pertumbuhan populasi, eksploitasi sumber daya alam, lubang pada lapisan ozon, produksi barang yang berlebihan dan pembuangan sampah tanpa ijin merupakan masalah lingkungan. 4. Herditer Faktor determinan yang paling berperan adalah herediter, dimana orangtua menurunkan kode genetik dalam tubuh anaknya. Beberapa penyakit keturunan menyebabkan perlunya pembatasan aktifitas fisik. c. Manfaat Aktivitas fisik Dengan melakukan aktivitas fisik sesuai dengan rekomendasi WHO (2010) terkait dengan kesehatan diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1) Kesehatan muskuloskeletal, 2) Kesehatan metabolisme (mencegah diabetes dan obesitas), 3) Kesehatan kardiorespirasi (mencegah penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi dan lain-lain), 4) Kesehatan fungsional tubuh dan mencegah jatuh pada lansia, 5) Mencegah depresi.

21 Selain manfaat tersebut aktivitas fisik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pelepasan sel-sel testosteron dari sel-sel Leydig yang berada di testis menuju ke sirkulasi. Intensitas, durasi dan jenis aktivitas fisik yang dilakukan akan memengaruhi besarnya peningkatan jumlah testosteron. Akan tetapi, apabila aktivitas fisik yang dilakukan berlebihan dapat mengakibatkan efek berlawanan pada pelepasan testosteron. Berkurangnya produksi testoteron ini berhubungan dengan perkembangan resistensi insulin (Lieu et al., 2009). d. Cara mengukur aktivitas fisik Expenditure merupakan hasil dari aktivitas fisik yang dapat diukur dengan alat dan nilai yang berbeda-beda, seperti perkiraan hubungan antara energi expenditure total dan metabolisme basal (penghitungan berdasarkan double-labeled water dan oxygen compsumtion); kuesioner perbedaan aktivitas fisik dan periode inaktif (menggunakan waktu menoton televisi, atau permainan video, menggunakan kendaraan bermotor sebagai transportasi dan lainlain). Semua metode berguna untuk memperkirakan tingkat aktivitas fisik. Aktivitas fisik dapat pula diukur dengan menggunakan kuesioner. Data aktivitas fisik diolah sesuai dengan skala aktivitas fisik kuesioner Baecke et al.(1982). Baecke et al.(1982) membagi

22 aktivitas fisik menjadi 3 dengan skala dan tingkat yang berbeda yang dijelaskan pada tabel 2.1 (kategori aktivitas fisik). Aktivitas fisik yang dinilai dengan indeks kerja memiliki 5 skala mulai dari tidak pernah melakukan aktivitas fisik pada saat bekerja hingga sangat sering melakukan aktivitas fisik saat bekerja. Data aktivitas fisik saat bekerja ditanyakan tentang intensitas duduk, berdiri, berjalan, serta berkeringat saat sedang melakukan pekerjaannya, sedangkan menurut tingkatannya aktivitas fisik dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik yang di nilai dengan indeks olahraga adalah tentang kegiatan olahraga yang dilakukan termasuk aktivitas yang membuat keluar keringat juga dibagi menjadi 5 berdasarkan skala olahraga yang dilakukan. Menurut tingkatannya, olahraga ringan adalah memancing, olahraga sedang contohnya adalah bulu tangkis, bersepeda, senam, lari-lari kecil dan berenang, sedangkan olahraga berat contohnya adalah bersepak bola. Aktivitas fisik diukur berdasarkan aktivitas fisik yang dilakukan saat waktu luang. Berdasarkan skalanya dibagi menjadi 5 mulai dari tidak pernah melakukan aktivitas fisik saat waktu luang hingga sangat sering melakukan aktivitas fisik saat waktu luang, sedangkan menurut tingkatannya, dibagi menjadi 5 menurut banyaknya waktu yang digunakan untuk kegiatan selain olahraga dan intensitas kerja yang rendah.

23 Skor yang digunakan dalam penilaian aktivitas fisik saat bekerja maupun di waktu luang berkisar antara 1-5, dimana 1 adalah sangat tidak aktif dan 5 adalah sangat aktif. Nilai aktivitas fisik berolahraga berkisar antara 0,5-4,5 dimana 0,5 adalah sangat tidak aktif dan 4,5 sangat aktif (sesuai dengan skala Linkert dan dinilai sama dengan aktivitas fisik saat bekerja) (Baecke et al., 1982). Tabel 2.1 Kategori Aktivitas Fisik No. Klasifikasi Skala Tingkat 1. Indeks Kerja (IK) Tidak Pernah 1.Ringan: Supir, Guru, Jarang Pensiunan, Pedagang, Kadang Ibu rumah tangga, dan Sering sejenisnya. Sangat sering 2.Sedang: Buruh pabrik, dan sejenisnya. 3.Berat: Buruh bangunan, Pedagang keliling, dan Sejenisnya. 2. Indeks Sport (IS) Tidak Pernah 1.Ringan: Memancing Jarang 2.Sedang: Bulu tangkis, sepeda, senam, Lari- Kadang lari kecil. Sering 3.Berat: Sepak bola. Sangat sering 3. Indeks Waktu Tidak Pernah 1. < 5 menit = 1 Luang Jarang 2. 5-15menit = 2 Kadang 3. 16-30 menit = 3 Sering 4. 31-45 menit = 4 Sangat sering 5. > 45 menit = 5 Sumber: dari Baecke et al,.(1982)

24 4. Hubungan Andropause dengan Aktivitas Fisik Olahraga Andropause merupakan suatu kondisi menurunnya kemampuan fisik, seksual, dan psikologi yang dihubungkan dengan berkurangnya hormon testosteron dalam plasma darah. Kadar Testosteron dalam sirkulasi menurun pada laki-laki usia lanjut. Penurunan kadar ini berdasarkan mekanisme neuroendokrin. Produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig diatur oleh axis hipotalamus-hipofisi-testis. Penurunan kadar testosteron pada laki-laki usia lanjut disebabkan oleh berbagai faktor. Akan tetapi, pada dasarnya menurunnya kadar hormon testosteron tersebut disebabkan oleh penurunan produksi hormon hipotalamus yaitu GnRH (Soedjono, 2009). Sel-sel Leydig akan mengalami penurunan plus amplitude yang mengakibatkan penurunan sekresi hormon testosteron walaupun frekeuensi skresinya tetap, selain itu mekanisme feedback negative oleh hormon testosteron pada kelenjar hipotalamus mengalami penurunan sensitivitas sehingga terjadi pengurangan sekresi LH di kelenjar hipofisis. Faktor penyebab penurunan sekresi hormon testosteron pada testis adalah penurunan respon sel-sel Leydig terhadap stimulasi LH (Soedjono, 2009).

25 Gambar 2.3 Aksis Hipothalamus-Hipofisis-Testis (Dean, 2009). Aktivitas fisik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pelepasan sel-sel testosteron dari sel-sel Leydig yang berada di testis menuju ke sirkulasi. Intensitas, durasi dan jenis aktivitas fisik yang dilakukan akan memengaruhi besarnya peningkatan jumlah testosteron (Lieu et al., 2009).

26 B. Kerangka Pemikiran Laki-Laki usia 40-60 tahun Aktivitas fisik Aksis hipotalamus- Testis Durasi, Intensitas, jenis aktivitas fisik Penuaan, kelainan testis, diabetes, kardiovaskuler, diet, stress Sel Leydig: Kadar testosteron rendah Sekresi testosteron Andropause memengaruhi dan diteliti memengaruhi tapi tidak diteliti Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran Hubungan antara Aktivitas Fisik Olahraga dengan Andropause.

27 C. HIPOTESIS Terdapat hubungan antara aktivitas fisik olahraga dengan andropause, dimana aktivitas fisik olahraga dapat memperlambat terjadinya andropause.