BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

PENGARUH KARAKTERISTIK TUJUAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARAT PEMERINTAH DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena kinerja pemerintah telah mengarah ke good governance.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Reformasi di Indonesia dari Zaman orde baru telah mendorong terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang berlangsung di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

PENDAHULUAN. lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan paradigma anggaran daerah dilakukan untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada. ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap

strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagai salah satu organisasi sektor publik setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN. publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya, dengan berupaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang. perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, membawa perubahan

BAB V PENUTUP. yang dimoderasi komitmen organisasi, budaya organisasi, dan locus of control.

FARIDA NUR HIDAYATI B

BAB I PENDAHULUAN. Peran penting anggaran dalam organisasi sektor publik berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan publik akan pemerintahan yang baik (Good Governance) memerlukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut efektif. Sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan teknis keuangan daerah mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja organisasi yang optimal tergantung dari bagaimana perusahaaan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kontrak atau dokumen untuk komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang. fundamental dalam hubungan Tata Pemerintah dan Hubungan Keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang. Anggaran menjadi alat manajerial yang umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dalam bentuk( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan. dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan publik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anggaran sektor publik merupakan suatu instrumen perencanaan,

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membuka jalan bagi munculnya reformasi total di seluruh aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Daerah (APBD). Wujud dari akuntabilitas, transparansi dan

BAB1 PENDAHULUAN. Akuntabilitas merupakan prinsip pertanggungjawaban yang berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Kajian teoritis yang digunakan di dalam penelitian ini sebagai dasar asumsi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. digerakkan oleh sektor bisnis (Privat) dan sektor publik (entitas publik).

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntabilitas merupakan salah satu unsur pokok perwujudan good governance yang

BAB I PENDAHULUAN. organisasi sektor publik tidak dapat diukur semata-mata hanya dari perspektif

BAB I PENDAHULUAN. partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban. Setiap satuan kerja baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

PENGARUH UMPAN BALIK ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

PENGARUH PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KINERJA MANAJER DAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik, termasuk diantaranya Pemerintah Kota. Anggaran tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas, mengakibatkan semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. gencarnya tuntutan publik akan pelaksanaan pemerintah yang baik good. gevernance dan membawa implikasi pada reorientasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan pemerintahan Daerah dan sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintah harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan dapat ditingkatkan secara efektif dan menyentuh pada masyarakat (Ramandei, 2009). Hal ini sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004. Kedua Undang-Undang tersebut telah merubah akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dari pertanggungjawaban vertikal (kepada pemerintah pusat) ke pertanggungjawaban horisontal (kepada masyarakat melalui DPRD). Pengelolaan pemerintah daerah yang berakuntabilitas, tidak bisa lepas dari anggaran pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2009) yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif, adil dan merata untuk mencapai akuntabilitas publik. Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat dan untuk menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat. Lingkup 1

2 anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan pemerintah daerah. Hal ini terkait dengan dampak anggaran terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Mardiasmo (2002), anggaran mempunyai beberapa fungsi utama, diantaranya adalah anggaran sebagai alat pengendalian dan anggaran sebagai alat penilaian kinerja. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja dimana anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Sedangkan anggaran sebagai alat pengendalian dapat dilakukan melalui empat cara, diantaranya yaitu membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan dan menghitung selisih antara rencana anggaran dengan realisasinya. Ketika realisasinya berbeda secara signifikan dari rencana maka terjadi selisih sehingga tindakan tertentu harus diambil untuk melakukan revisi yang perlu terhadap rencana. Selisih besaran antara realisasi dengan anggaran yang ditetapkan ini menjadi perhatian utama karena besaran angka tersebut secara tidak langsung mengungkapkan kapasitas pegawai dalam penyusunan anggaran. Hal ini dikarenakan adanya beberapa permasalahan yang sebagian besar permasalahan-

3 permasalahan tersebut disebabkan keadaan intern pemerintah daerah. Indikator input berupa penerimaan sumber pemasukan daerah seperti pemasukan pajak daerah, retribusi daerah serta pendapatan asli daerah yang sah lainnya belum dikelola secara optimal. Selain itu, rendahnya tingkat penyerapan anggaran belanja juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya selisih antara rencana anggaran dengan realisasinya. Pengamat ekonomi Daniey Adi Purwanto (2010) (http://www.okezone.com/) mengungkapkan bahwa ada empat faktor krusial yang membuat penyerapan anggaran dinilai rendah, salah satunya adalah lemahnya perencanaan anggaran. Rendahnya daya serap mencerminkan perencanaan program dan proyek pemerintah yang lemah dan tidak matang. Lemahnya perencanaan anggaran dapat mengakibatkan ketidaktepatan anggaran. Ketidaktepatan anggaran adalah keadaan dimana realisasi anggaran tidak sesuai dengan rencana anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga ketika hal itu terjadi maka kinerja keuangan sektor publik dinilai belum efektif karena kinerja pemerintah daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran tersebut (Kepmendagri No 29 Tahun 2002). Menurut Kenis (1979), ada beberapa karakteristik sistem penganggaran dalam perencanaan anggaran, diantaranya adalah partisipasi anggaran (budgetary participation) dan kejelasan sasaran

4 anggaran (budget goal clarity). Keterlibatan (partisipasi) berbagai pihak dalam membuat keputusan dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Dengan menyusun anggaran secara partisipatif diharapkan kinerja para manajer di bawahnya yang dinilai melalui ketepatan anggaran akan meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka bawahan akan bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan dan bawahan juga memiliki rasa tanggungjawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975). Kesungguhan dalam mencapai tujuan organisasi oleh para bawahan akan meningkatkan efektivitas organisasi dan berdampak pada ketepatan anggaran, karena memiliki konflik potensial antara tujuan individu dengan tujuan organisasi dapat dikurangi bahkan dihilangkan (Piola, 2014). Semakin tinggi tingkat keterlibatan manajer dalam proses penyusunan anggaran akan semakin meningkatkan kinerja. Penyusunan anggaran secara partisipasi akan mengarah pada komunikasi yang positif, karena dengan partisipasi akan terjadi mekanisme pertukaran informasi selain dari masing-masing informasi tentang rencana kerja mereka (Hopwood, 1976 dalam Piola, 2014). Selain partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran juga merupakan salah satu karakteristik tujuan anggaran yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan yang dinilai melalui ketepatan anggaran. Menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh

5 mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggungjawab atas pencapaian anggaran tersebut. Kejelasan sasaran anggaran berimplikasi pada aparat untuk menyusun anggaran sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh instansi pemerintah. Kejelasan sasaran anggaran akan membantu pegawai untuk mencapai kinerja yang diharapkan, dimana dengan mengetahui sasaran anggaran maka tingkat kinerja yang dinilai melalui ketepatan anggaran dapat tercapai. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini akan menyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan (Kenis, 1979). Adapun fenomena yang terjadi saat ini yaitu berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah SKPD Kota Gorontalo tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 menunjukkan bahwa kinerja keuangan SKPD Kota Gorontalo belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ketidaktepatan anggaran sehingga keadaan ini juga membuktikan bahwa kinerja manajerial di SKPD Kota Gorontalo belum bisa bekerja sesuai dengan harapan.

6 Hal ini disebabkan karena adanya selisih antara rencana anggaran yang telah ditetapkan dengan realisasinya. Selisih anggaran pendapatan dan belanja yang terjadi selama lima tahun di SKPD Kota Gorontalo tersebut dapat di lihat pada tabel berikut ini. Tahun Uraian Anggaran (Rp) Tabel 1.1 : Laporan Realisasi APBD Kota Gorontalo Realisasi (Rp) Selisih % 2009 Pendapatan 418.417.000.000 417.715.697.693 701.302.307 99,83 Belanja 430.421.000.000 440.009.556.617 (9.588.556.617) 102,22 2010 Pendapatan 556.389.430.216 503.562.284.429 52.827.145.787 90,51 Belanja 548.241.074.274 475.470.285.241 72.770.789.033 86,73 2011 Pendapatan 634.852.421.085 573.569.646.515 61.282.774.569 90,35 Belanja 634.931.105.169 569.023.534.016 65.907.571.152 89,62 2012 Pendapatan 633.711.171.576 588.400.495.656 45.310.675.919 92,85 Belanja 636.345.991.878 584.847.246.801 51.498.745.076 91,90 2013 Pendapatan 742.942.448.874 675.337.872.413 67.604.576.066 90,90 Belanja 774.048.256.125 655.064.494.838 118.983.761.286 84,63 Sumber : DPPKAD Kota Gorontalo Persentase realisasi anggaran pendapatan dan belanja ini dinilai belum efektif karena belum mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Gorontalo, dimana menurut Kasubag Akuntansi DPPKAD Kota Gorontalo bahwa target pencapaian realisasi adalah 100%. Hal ini disebabkan oleh rendahnya penyerapan anggaran belanja yang dilakukan oleh pemerintah karena lemahnya perencanaan anggaran dan kurangnya pengelolaan pendapatan daerah oleh pemerintah. Menurut kepala bagian akuntansi DPPKAD Kota Gorontalo, bahwa selisih dari anggaran ini adalah material namun selisih ini telah menjadi SiLPA (Sisa Lebih Pembayaran Anggaran) yang kemudian akan disetorkan kembali ke kas daerah.

7 Adapun penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyowati dan Purwantoro (2013) mengenai pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dan kepuasan kerja pada pemerintah Kota Semarang, menyatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial dan kepuasan kerja. Sedangkan menurut Sardjito dan Muthaher (2007) terdapat pengaruh yang signifikan antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Noho (2014) yaitu tentang pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap ketepatan anggaran menunjukkan hasil dimana variabel independennya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya. Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Noho (2014) dengan menambahkan satu variabel independen yaitu partisipasi anggaran sehingga tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh partisipasi anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap ketepatan anggaran di SKPD Kota Gorontalo. 1.2 Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini yaitu adanya ketidaktepatan anggaran antara anggaran yang telah ditetapkan

8 sebelumnya dengan realisasi anggaran tersebut dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 pada Pemerintah Kota Gorontalo. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah yaitu : 1. Apakah partisipasi anggaran secara parsial berpengaruh terhadap ketepatan anggaran di SKPD Kota Gorontalo? 2. Apakah kejelasan sasaran anggaran secara parsial berpengaruh terhadap ketepatan anggaran di SKPD Kota Gorontalo? 3. Apakah partisipasi dan kejelasan sasaran anggaran secara simultan berpengaruh terhadap ketepatan anggaran di SKPD Kota Gorontalo? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi anggaran secara parsial terhadap ketepatan anggaran di SKPD Kota Gorontalo, 2. Untuk mengetahui pengaruh kejelasan sasaran anggaran secara parsial terhadap ketepatan anggaran di SKPD Kota Gorontalo, 3. Untuk mengetahui pengaruh partisipasi dan kejelasan sasaran anggaran secara simultan terhadap ketepatan anggaran di SKPD Kota Gorontalo.

9 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Manfaat Teoritis Untuk menerapkan ilmu di bidang akuntansi khususnya bidang akuntansi sektor publik serta dapat membandingkan antara teori dengan kenyataan yang ada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Gorontalo. 2. Manfaat Praktis Dapat memberikan masukan dan informasi yang berharga bagi pengambil kebijakan agar memanfaatkan partisipasi para bawahan dan menetapkan sasaran anggaran yang jelas dalam penyusunan anggaran sehingga ketepatan anggaran dapat tercapai yang merupakan cerminan kinerja suatu pemerintahan.