BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emergency atau gawat darurat merupakan suatu kondisi yang bersifat mengancam jiwa dan membutuhkan pertolongan dengan segera, serta dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja (Susilowati, 2015) (Meriam-Webster, 2016). Fraktur merupakan salah satu kondisi darurat yang membutuhkan pertolongan dengan segera guna menghilangkan ancaman nyawa korban (Furwanti, 2014). Fraktur termasuk dalam cedera muskuloskeletal (Smith dan Stahel, 2014). Fraktur memerlukan perlakuan dengan segera dan tepat, karena penanganan yang kurang tepat atau salah akan mengakibatkan komplikasi lebih lanjut, seperti infeksi, kerusakan saraf dan pembuluh darah, hingga kerusakan jaringan lunak yang lebih lanjut (Lukman dan Ningsih, 2013). Adapun komplikasi terparah yang dapat terjadi pada fraktur adalah kematian (World Health Organization (WHO) dalam Widyastuti, 2015). Kejadian fraktur dapat terjadi karena beberapa penyebab, namun menurut Igho, Isaac, & Eronimeh (2015), penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas yakni sebanyak 125 (57,87%). Berdasarkan hasil studi retrospektif di Bangsal Ortopedi Rumah Sakit Geral Roberto Santos (HGRS), Salvador, Bahia, Brazil terdapat sebanyak 81 pasien dengan fraktur terbuka yang mereka alami, terjadi akibat kecelakaan lalu lintas 1
2 dan sebagian besar pasien pada usia dewasa muda. (Matos Nascimento, & Silva, 2014). Prevalensi fraktur di Ughelli, Nigeria menurut Igho, Isaac, & Eronimeh (2015) banyak terjadi pada bagian ekstremitas atas yakni humerus sebesar 28 (12,96%) dan ekstremitas bawah yakni femur sebesar 49 (22,69%). Persebaran usia korban yang mengalami fraktur banyak terjadi pada usia 21-40 tahun sebanyak 94 (43,52%), sedangkan jenis kelamin pada korban fraktur memiliki frekuensi laki-laki sebanyak 124 (57,41%) dan perempuan sebanyak 92 (42,59%). Adapun prevalensi fraktur berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2013) pada jenis cedera patah tulang di Indonesia tercatat sebesar 5,8 %. Susetya (2016) mengatakan bahwasannya kejadian fraktur di PKU Muhammadiyah 2 Yogyakarta tercatat dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Januari 2016 sebanyak 126 pasien. Kejadian fraktur banyak terjadi pada usia 18-40 tahun yakni dengan frekuensi sebanyak 35 orang (63,6%), jenis kelamin laki-laki 29 (52,7%), jenis kelamin perempuan 26 (47,3%), lama dirawat selama 2 hari sebanyak 35 (63,6%), lama dirawat 3 hari 20 (36,4%), fraktur pada bagian ekstremitas atas sebanyak 27 (49,1%), dan fraktur ekstremitas bawah 28 (50,9%), tingkat pendidikan tinggi 12 (21,8%), tingkat pendidikan rendah 43 (78,2%). Menurut Wong dkk (2015) kejadian cedera fraktur yang tidak segera dicegah akan menimbulkan beban yang cukup dan kecacatan di seluruh dunia. Kejadian tersebut berhubungan dengan penurunan angka kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Masalah cedera tersebut ternyata memberikan
3 kontribusi pada kematian yang dapat diproyeksikan meningkat dari 5,1 juta menjadi 8,4 juta atau setara dengan 9,2% dari kematian secara keseluruhan dan diestimasikan menduduki peringkat ketiga disability adjusted life years (DALYs) pada tahun 2020 (WHO, 2016). Menurut Kemenkes RI (2014) penyebab disabilitas di dunia mencapai 45 per 6.437 populasi ini dialami oleh semua usia. Menurut Budiman dan Riyanto (2014), tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan, dimana tingkat pendidikan mampu mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Hubungan ini diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 BAB VI tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait Jalur, Jenjang, dan Jenis Pendidikan pasal 14 mengatakan bahwasannya jenjang pendidikan di Indonesia terdiri dari jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang berada setelah pendidikan menengah, yakni meliputi program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berada di jenjang pendidikan tinggi yang termasuk kedalam program pendidikan sarjana. Jurusan keperawatan mempelajari banyak ilmu kesehatan, salah satunya tentang muskuloskeletal. Sebanyak 425 mahasiswa keperawatan UMY saat ini sudah terpapar informasi tentang
4 fraktur dan pertolongan pertama namun masih banyak yang memiliki sikap yang terbilang belum berani dalam melakukan pertolongan pertama fraktur. Menurut Azwar 2016 suatu sikap akan terbentuk dari adanya paparan berbagai faktor seperti institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, faktor emosi dalam diri individu dan media masa. Media masa memiliki peran yang tidak kecil, dimana informasi-informasi baru didalamnya akan memberikan landasan kognitif baru dalam pembentukan sikap. Informasi yang berifat sugestif dan positif tentunya akan mempengaruhi komponen sikap afektif yang positif. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, sebanyak lima orang mahasiswa keperawatan UMY, semua mahasiswa sudah pernah mengikuti seminar terkait pertolongan pertama yang didalamnya terdapat materi fraktur dan cara penanganannya. Sebanyak lima mahasiswa keperawatan UMY, dua diantaranya sudah pernah melihat kejadian fraktur dan tiga lainnya belum pernah melihat secara langsung kejadian fraktur. Empat dari lima mahasiswa keperawatan UMY yang sudah pernah melihat kecelakaan lalu lintas, sikap yang dilakukan keempat mahasiswa tersebut adalah takut untuk menolong, hanya melihat sekilas kemudian pergi, dan tidak melakukan apapun. Disamping itu dari lima mahasiswa keperawatan, dua diantaranya masih ragu untuk menolong, satu diantaranya tidak siap, dan dua lainnya siap untuk menolong, pada saat ini semua mahasiswa sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan fraktur namun hanya secara umum.
5 Studi pendahuluan diatas menunjukkan bahwasannya mahasiswa keperawatan masih belum berani menangani permasalahan patah tulang bahkan sebelum mereka mengetahuinya. Sebagai calon perawat harus memiliki karakteristik didalam dirinya agar dapat menjadi perawat professional, karakteristik tersebut yakni pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) yang tinggi, dan sikap (attitude) profesional sebagai perawat tentunya (Cahyono, 2015). Perawat selain dituntut untuk memiliki karakteristik diatas juga harus bisa sebagai care giver terutama dalam melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (Mawu dkk, 2016). Sebagai seorang muslim juga diperintahkan untuk saling tolong menolong antarsesama manusia dalam hal kebajikan, seperti yang telah dijelaskan dalam Al Quran yakni (QS Al Maidah 5:2) : قعا ببو ر ب ع با تا ع با ع ع و قت و ع و با ع و ر ت را و ر ب رث بإ عىلعع ع ع ا ع ت و ع عل ع و و رق ع ا و ر ب ل عىلعع ع ع ع ا ع ت و Yang artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-nya. B. Rumusan Masalah Fraktur atau patah tulang merupakan kasus cedera muskuloskeletal yang membutuhkan penanganan dengan baik. Pada kasus tersebut bisa terjadi dimana dan kapan saja tanpa mengenal waktu sehingga membutuhkan penanganan dengan segera dan tepat supaya tingkat keparahan cedera dapat di kurangi. Balut bidai merupakan hal yang bisa dilakukan pada cedera fraktur. Balut bidai mampu dilakukan oleh siapa saja
6 dan terlebih bagi calon perawat pun harus mampu memahaminya karena penyebab cedera ini dapat terjadi begitu saja, sedangkan mahasiswa keperawaan baru mendapatkan mata kuliah tentang balut bidai pada semester akhir. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah hubungan tingkat pengetahuan Balut Bidai dengan sikap pertolongan pertama fraktur pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan balut bidai dengan sikap pertolongan pertama fraktur pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat pengetahuan balut bidai terkait definisi balut bidai, tujuan balut bidai, prinsip pembalutan dan pembidaian, macam-macam balut bidai, dan komplikasi balut bidai pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. b. Mengetahui sikap pertolongan pertama fraktur terkait sikap menolong fraktur, sikap membalut luka terbuka, dan sikap pembidaian fraktur pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
7 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Mahasiswa keperawatan Mengetahui gambaran tentang sikap mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam penanganan fraktur. 2. Bagi Institusi Keperawatan Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber referensi serta pertimbangan dalam menggunakan suatu intervensi pada pertolongan pertama fraktur pada mahasiswa keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai dasar atau pertimbangan penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan masalah kesehatan tentang fraktur sebagai upaya pencegahan atau preventive. E. Penelitian Terkait 1. Sari (2015), dalam penelitiannya tentang Pengaruh Pelatihan Balut Bidai terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Siswa di SMA Negeri 2 Sleman. Pada penelitian ini menggunakan metode desain One Group Pretest Posttest. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 64 orang, sedangkan sempel yang digunakan sebanyak 30 orang. Sempel didapatkan berdasarkan pusat pendidikan dan pelatihan kesehatan yakni maksimal diadakan pelatihan sebanyak 30 orang dengan luas ruangan ± 40 m 2. Hasil dari penelitian ini adalah meningkatnya tingkat pengetahuan tinggi 6,7% menjadi 66,7% serta penurunan tingkat
8 pengetahuan rendah 43,3% menjadi 10,0%. Keterampilan siswa yang baik dari 10,0% menjadi 53,3% dan mengalami penurunan keterampilan yang kurang dari 66,7% menjadi 10,0%. Pelatihan Balut Bidai memiliki pengaruh pada pengetahuan dan ketrampilan yang dibuktikan oleh nilai signifikan pengetahuan pretest dan posttest sebesar 0,000 (p<0,05) dan nilai signifikan keterampilan pretest dan posttest sebesar 0,000 (p<0,05). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah pada variabel yang digunakan yakni peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan balut bidai pada mahasiswa keperawatan UMY. Teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan yakni purposive sampling dan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode korelasi cross sectional. 2. Chanif, Maryam, Widodo (2015), dalam penelitiannya tentang Optimalisasi UKS dalam Penanganan Kegawatdaruratan di Sekolah melalui Pelatihan Kegawatdaruratan Dasar. Penelitian ini meggunakan metode deskriptif. Sampel pada penelitian ini sebanyak 44 orang anggota disetiap Palang Merah Remaja (PMR) dari SMA Muhammadiyah 1 dan SMK Muhammadiyah 2 Semarang. Hasil penelitian ini didapatkan peningkatan pengetahuan pada siswa-siswi anggota PMR tentang dasar-dasar pertolongan pada kegawatdaruratan di sekolah yakni dengan rata-rata skor pengetahuan dari sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan 46 menjadi 68. Perbedaan penelitian ini
9 dengan penelitiaan yang dilakukan adalah variable yang digunakan, peneliti mengukur tingkat pengetahuan balut bidai. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling yakni memilih sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini hanya memaparkan gambaran dari pengetahuan siswa/siswi anggota PMR tentang kegawatdaruratan dasar di sekolah, sedangkan peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan balut bidai dengan sikap pertolongan pertama fraktur pada mahasiswa. 3. Widodo, Yuniar, Sarwono (2015) dalam penelitiannya tentang Hubungan Pengetahuan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dengan Perilaku Menolong Dewan Kerja Hizbul Wathan (HW) di SMA Muhammadiyah Gombong. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi korelasi dengan cara menyebarkan kuesioner. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yakni 55% responden memiliki pengetahuan kategori baik, 17,5% pengetahuaan kategori cukup, 27,5% pengetahuan kategori kurang. 47,5% responden memiliki perilaku menolong tinggi, 35% kategori sedang, 17,5% kategori rendah. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang ingin diteliti merupakan tingkat pengetahuan tentang pertolongan pertama. Perbedaan pada penelitian ini adalah peneliti menggunakan metode korelasi cross sectional dengan melakukan pengukuran data variabel independen dan dependen satu kali pada satu waktu. Tempat penelitian
10 tersebut adalah di SMA Muhammadiyah Gombong Kabupaten Kebumen, sedangkan pada penelitian ini dilakukan di PSIK FKIK UMY