TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae : Spodoptera Spesies : Spodoptera litura F. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun dua lapis, berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir) (Gambar 1). Gambar 1. Telur Spodoptera litura F. Sumber : foto langsung Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina. Lama stadium telur 3-5 hari setelah diletakkan (Sudarmo, 1992).
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan dan hidup berkelompok. Umumnya larva mempunyai titik hitam arah lateral pada setiap abdomen (Gambar 2). Gambar 2. Larva Spodoptera litura F. Sumber : Foto langsung Ulat membuat lubang pada daun. Siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari lama stadium larva 6 13 hari (Kalshoven 1981). Pupa berwarna kecoklatan berada dalam tanah atau pasir (Gambar 3). Gambar 3. Pupa Spodoptera litura F. Sumber: foto Langsung Pada bagian ventral, abdomen segmen terakhir pupa jantan, dijumpai dua titik yang agak berjauhan. Titik yang ada di sebelah atas adalah calon alat kelamin jantan
sedang titik yang di bawahnya adalah calon anus. Pupa betina mempunyai dua titik yang saling berdekatan(sudarmo, 1992). Larva berkepompong dalam tanah atau pasir. Membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dan berkisar 1.6 cm. Lama stadium larva 10 14 hari (Erwin, 2000). Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam (Gambar 4). Gambar 4. Imago Spodoptera litura F. Sumber : Foto Langsung Malam hari ngengat dapat terbang sejauh lima kilometer. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000-3000 telur (Ardiansyah, 2007). Dengan masa peletakan telur 2 6 hari dan lama stadium imago yaittu 5 9 hari (Sudarmo, 1992). Gejala Serangan Spodoptera litura F. Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau (Gambar 5).
Gambar 5. Gejala Serangan Spodoptera litura F. Sumber : Foto langsung Larva instar lanjut merusak tulang daun dan buah. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya tanaman (Sudarmo, 1992). Saat keluar dari telur, ulat hidup bergerombol disekitar paket sampai dengan instar ke-3, dan fase ini ulat memakan daun dengan gejala transparan. Pada instar ke-4 ulat menyebar kebagian tanaman atau ketanaman sekitarnya (Subandrijo dkk, 1992). Pengendalian Pengendalian hama ulat grayak ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengendalian yang optimal dapat dimulai dengan membersihkan sekitar pertanaman dari gulma sehingga tidak ada inang sementara bagi hama ini. Selanjutnya dapat dilakukan pengendalian dengan memerangkap kupu-kupu jantannya dengan sex pheromone. berkurangnya kupu-kupu jantan menyebabkan produksi telur kupu-kupu betina juga akan berkurang, cara pengendalian ini akan effektif apabila diterapkan sejak awal. Sex pheromone yang mudah dan praktis untuk diaplikasikan adalah Ugratas yang merupakan singkatan dari Ulat grayak brantas tuntas. Ugratas berbentuk seperti benang plastik berwarna merah dan digantung pada botol bekas air mineral yang diberi lubang kecil disekelilingnya. Paling sedikit diperlukan 5-10 buah ugratas per satu hektar lahan tanaman yang dipasang sedikit diatas tanaman,
effektivitasnya dalam memerangkap serangga jantan kurang lebih 3 minggu, sehingga setelah 3 minggu harus diganti kembali. Penggunaan sex pheromone ini lebih menguntungkan karena karena tidak berdampak negatif bagi lingkungan sehingga aman bagi manusia dan ternak dan tidak menimbulkan kekebalan (resistensi) hama terhadap insektisisda serta dapat memperlambat perkembangan populasi hama tersebut sehingga dapat mengurangi penggunaan insektisida. Sedangkan setelah menjadi larva, ulat grayak dapat dikendalikan secara mekanis, hayati maupun kimia. Pengendalian ulat grayak secara mekanis adalah dengan mengumpulkan dan memusnahkan ulat grayak yang tertangkap. Sedangkan secara hayati dilakukan dengan aplikasi agensia hayati berbahan aktif Bacilus thuringiensis yang dipasar dikenal dengan merk dagang seperti Dipel, Florbac, Bactospeine danthuricide. Pengendalian secara hayati ini tidak boleh digabung dengan pengendalian secara kimia, karena hasilnya pasti tidak effektif bahkan bisa dikatakan mubazir karena bahan-bahan kimia yang terkandung dalam insektisida tersebut dapat mematikan agensia hayati tersebut. Secara kimia pengendalian ulat grayak dilakukan dengan menyemprotkan insektisida secara berseling, misalnya dengan Decis 2,5 EC dengan dosis 0,5 1,0 ml per liter air, Hostathion 40 EC dengan dosis 2 cc per liter air atau Orthene 75 SP 1 gr per liter air. Penggunnaan insektisisda ini harus dilakukan secara bijak (Anonimus,2011).
Serangga Predator F. auricularia Biologi Predator Cecopet mudah dikenal karena ada penjepit pada ekornya. Penjepit dipakai untuk menangkap dan memegang mangsanya, serta pertahanan diri. Cecopet biasanya berwarna hitam atau coklat, dewasa bisa bersayap atau tanpa sayap, aktif pada malam hari, pada siang hari bersembunyi dalam tanah atau dalam bagian tanaman. Cecopet memangsa telur, larva dan nimfa serta imago serangga yang badannya lembut (Deptan, 2008). Menurut Skelley (2007) cecopet diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insecta : Dermaptera : Forficulidae : Forficula : F. auricularia F. auricularia dapat menghasilkan 50 90 telur masing- masing memiliki panjang 1,5 mm, diletakan di atas permukaan tanah pada seresah sisa-sisa tanaman (Gambar 6). Stadia telur selama 10 hari, betina akan menjaga telur-telur didalam sarangnya. Setelah kopulasi jantan akan meninggal (Deptan, 2008).
Gambar 6. Telur Forficula auricularia Sumber : www.google.co.id/imgres Nimfa pengembangan meliputi 4 instar, lamanya stadia nimfa 40-50 hari. Nimfa instar 1 dan 2 menghabiskan waktu di atas permukaan tanah dan masih dalam pengawasan cecopet dewasa. Pada instar 3 dan 4 mulai menyebar pada lingkungan sekitar (Gambar 7) (Skelley, 2007). Gambar 7. Nimfa Forficula auricularia Sumber: Foto langsung F. auricularia dewasa memiliki panjang 12-15 mm, Memiliki dua pasang sayap (satu pasang seperti berkulit, dan satu pasang membran). Mengalami metamorfosis tidak sempurna. Tipe mulut menggigit lamanya siklus hidup 1 tahun (Gambar 8) (Choate, 2001).
a b Gambar 8. Imago Forficula auricularia (a) betina (b) jantan Sumber: Foto langsung Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Predator 1. Habitat a. Faktor iklim, seperti curah hujan, suhu, angin yang tidak mendukung. b. Tanaman inang, berpengaruh terhadap ketahanan atau kepekaan terhadap serangga hama. c. Kompetisi dengan spesies lain. d. Pengaruh pestisida. 2. Inang a. Sebagian besar generasi inang tidak sinkron dengan musuh alami b. Terjadinya strain atau biotipe baru dari inang atau mangsa c. Stadia inang tertentu yang tidak cocok 3. Musuh alami a. Adanya migrasi atau diapauses b. reproduksi musuh alami rendah c. musuh alami bersifat kurang baik
Kemampuan predator dalam memakan mangsanya dapat terjadi kenaikan yang tajam hal ini dikarenakan mangsa yang terlalu jarang dimangsa, hingga sampai pada suatu titik yang menggambarkan keadaan predator yang telah jenuh dalam memakan mangsanya (Horn, 1988). Kesukaan predator sangat kuat dipengaruhi oleh efisiensi pencarian makanan yang dihubungkan dengan bagian mangsa yang potensial. Kesukaan predator tergantung pada kualitas mangsa dan energi yang dikeluarkan untuk menangkap mangsa (Naughton dan Wolf, 1990).