BAB II KAJIAN TEORI Film

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan


BAB I PENDAHULUAN. kepada yang menonton, dan juga merupakan bagian dari media massa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, seni, lukisan, dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembanganmasyarakat perkotaan dan industri, sebagai bagian dari budaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sedalam dalamnya melalui pengumpulan data sedalam dalamnya.riset ini

BAB I PENDAHULUAN. Film merupakan sebuah media komunikasi massa yang berisi pesan-pesan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB III METODE PENELITIAN. semiotika John Fiske karena dirasakan cocok dengan apa yang akan peneliti teliti.

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Sebagai institusi sosial, media massa menjalankan fungsi mendidik,

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB I PENDAHULUAN. tontonan dan lain lain. Kini terdapat jasa tour di beberapa kota yang mengajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara untuk membangun image kepublik agar mendapatkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. sistem diskriminasi dan pemisahan ras (apartheid). Sistem diskriminasi tersebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan deskriptif interpretatif.

BAB I PENDAHULUAN. (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

GAMBARAN MASYARAKAT KELAS SOSIAL BAWAH PADA VIDEO KLIP GRUP BAND D BAGINDAS YANG BERJUDUL C.I.N.T.A, EMPAT MATA, DAN APA YANG TERJADI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. (Negeri Ini) dengan menggunakan metode semiotika Pierce. Peneliti

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjelaskan atau menganalisis

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis terhadap film Air Terjun Pengantin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak

BAB I PENDAHULUAN. dianalisis dengan kajian semiotik.semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dianggap telah mapan dan dominan di dalam komunitas ilmiah. 55 Sedangkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

MEDIA & CULTURAL STUDIES

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembuatan film, pasti mengharapkan filmnya ditonton orang sebanyakbanyaknya.

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB I PENDAHULUAN. 1 Disadur dari

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB III METODE PENELITIAN. atau nonlapangan yang menggunakan pendekatan paradigma kritis dan jenis

BAB I PENDAHULUAN. ialah komunikasi melalui tanda (sign) yang mempunyai makna dan arti yang

Semiotika, Tanda dan Makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. massa terutama televisi, telah menjadi media penyebaran nilai-nilai dan sangat

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan paradigma

BAB III METODE PENELITIAN. dalam bukunya metode penelitian menyatakan bahwa penelitian. menerus untuk memecahkan suatu masalah. 1 Penelitian merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. & Knipe, 2006 ) menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan longgar dari

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab 1. Pendahuluan. Film Hachiko : A Dog s Story adalah film drama yang didalamnya

BAB III METODE PENELITIAN. kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Film Film merupakan media unik yang berbeda dengan bentuk-bentuk kesenian lainnya seperti seni lukis, seni pahat, seni musik, seni patung, seni tari dan cabang seni lainnya. Ini disebabkan oleh film merupakan perpaduan antara berbagai seni yang pernah ada. Film sebagai salah satu media yang berkarakteristik massa, yang merupakan kombinasi antara gambar-gambar bergerak dan perkataan serta suara. Film juga diartikan sebagai rekaman segala macam gambar hidup atau bergerak, dengan atau tanpa suara, yang dibuat di atas pita seluloid, jalur pita magnetic, piringan audio visual, dan atau benda hasil teknik kimiawi atau elektronik lainnya yang mungkin ditemukan oleh kemajuan teknologi dalam segala bentuk jenis dan ukuran baik hitam maupun putih atau berwarna yang dapat disajikan dan atau dipertunjukkan kembali sebagai tontonan di atas layar proyeksi atau layar putih atau layar TV dengan menggunakan sarana-sarana mekanis dari segala macam bentuk peralatan proyeksi (Effendi 2003: 208). UU No 8 tahun 1992 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya ( Tjasmadi, 2008 ; 7). Pengertian di atas mengungkapkan bahwa film merupakan sebuah proses penggambaran budaya masyarakat yang disajikan dalam bentuk gambar hidup. Sebagai sebuah proses, banyak aspek yang tertuang dalam sebuah film. Film juga identik sebagai sebuah hasil karya seni yang melibatkan sejumlah orang, modal serta manajemen. Dari proses pembuatannya, film merupakan komoditi untuk dikonsumsi masyarakat luas. Dilihat dari sudut pandang manapun, film merupakan acuan tentang berbagai hal. Film merupakan karya seni ciptaan manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. 6

2.1.1. Film Sebagai Media Komunikasi Dari awal pemunculan film sampai sekarang, banyak bermunculan cara cara yang makin terampil dalam membuat, meramu segala unsur untuk membentuk sebuah film. Turner dalam ( Widiyaningrum, 2012 :17 ) menjelaskan bahwa film sebagai media komunikasi, tidak mencerminkan atau bahkan merekam realitas seperti medium representasi yang lain. Film hanya mengkonstruksi dan menghadirkan kembali gambaran dari realitas melalui kode kode, konvensi konvensi, mitos dan ideologi ideologi dari kebudayaannya sebagai cara praktik signifikasi yang khusus. Dalam pembuatan film, diperlukan proses pemikiran dan proses teknis. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang akan dikerjakan. Sedangkan proses teknis berupa ketrampilan artistik untuk mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton. Oleh karena itu suatu film terutama film cerita dapat dikatakan sebagai wahana penyebaran nilai nilai ( Effendy, 2003 : 16 ). Sebagai media komunikasi, film memberikan pengaruh yang besar bagi penonton. Pengaruh yang diberikan tidak hanya pada saat menonton film namun dapat mempengaruhi penontonnya meskipun film telah selesai ditonton. Penonton biasanya menirukan adegan atau gaya yang ditampilkan oleh para aktor dari film yang ditonton. Dengan demikian kita dapat merasakan bahwa film mempunyai kekuatan serta pengaruh yang sangat besar, sumbernya terletak pada perasaan emosi penontonnya (Effendy, 2003: 208). 2.2. Representasi Representasi didefinisikan sebagai pemakaian atau penggunaan tanda-tanda untuk menampilkan kembali sesuatu yang diserap oleh indera, atau yang dirasakan dalam bentuk fisik (Adji & Peni, 2010 : 03). Representasi juga dapat diartikan sebagai proses perekonstruksian dunia dan proses memaknainya, representasi merupakan penggambaran dari sebuah makna (Maluda, 2014 : 34). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, representasi diartikan sebagai gambaran atau perwakilan 7

(Dahlan & Barry, 1994: 574). Dengan demikian representasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kekerasan terhadap anak yang terdapat dalam film Elif. Representasi merupakan konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia, seperti dialog, tulisan, video, film, fotografi. Representasi berarti memproduksi makna dengan menggunakan bahasa untuk menyampaikan sesuatu yang bermakna atau untuk mewakili sesuatu dengan penuh arti kepada orang lain. Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negoisasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru (Fachruddin, 2011: 21). Istilah representasi sendiri merujuk pada bagaimana seseorang atau kelompok, atau pendapat tertentu ditampilkan dalam sebuah pemberitaan. Mengingat akan hal ini maka ada 2 hal penting yang perhatikan dalam representasi. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan tertentu ditampilkan sebagaimana mestinya dan yang kedua adalah bagaimana representasi tersebut ditampilkan melalui kata, kalimat, aksentuasi, foto dan lainnya ( Eriyanto, 2001 : 113 ). 2.2.1. Representasi Dalam Media Massa Kata representasi merujuk kepada penggambaran. Namun demikian kata itu tidak hanya sekadar tentang penampilan di permukaan tapi juga menyangkut tentang makna yang dikonstruksi di baliknya. Jadi, representasi itu menyangkut pada proses pembuatan makna. Melalui media massa kita diberikan representasi tentang dunia dan bagaimana cara kita nantinya akan memahami dunia ( Maluda, 2014 :34 ). Adakalanya representasi dibuat dengan suatu tujuan tertentu sehingga tanpa disadari bentuk - bentuk representasi tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran dalam realitas ( Burton, 2007 : 269 ). 2.2.2. Level Representasi Fiske ( dalam Eriyanto, 2001 : 114 ), mengungkapkan bahwa persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana suatu realitas ditampilkan. Dalam menampilkan suatu peristiwa, objek, gagasan, seseorang ataupun kelompok, ada beberapa proses yang dihadapi : 8

Level pertama yakni peristiwa yang ditandakan ( encode ) sebagai realitas. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana sebuah peristiwa dikonstruksi sebagai realitas oleh media. Dalam bahasa gambar ( terutama televisi ) hal ini pada umumnya dapat berupa pakaian, lingkungan, ucapan, serta ekspresi. Level kedua yakni bagaimana realitas itu digambarkan. Dalam media ( terutama televisi ) hal ini digambarkan melalui pemakaian kata, kalimat atau proposisi tertentu yang membawa makna tertentu ketika diterima oleh khalayak. Pada level ketiga yakni bagaimana sebuah peristiwa atau realitas dikonvesi ke dalam kode - kode yang dapat diterima secara logis, bagaimana kode kode representasi dihubungkan dan diorganisassikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas sosial atau kepercayaan yang dominan yang ada dalam masyarakat. Ketiga level yang menjadi persoalan utama dalam representasi tersebut lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut : 9

Tabel 2.2.2 Persoalan Utama Dalam Representasi Level Pertama Level Kedua Level Ketiga Realitas ( Dalam bahasa tertulis seperti dokumen, wawancara, transkip dan lainnya, sedangkan dalam televisi seperti pakaian, make up, perilaku, gerak gerik, ekspresi, intonasi, ucapan dan tekanan suara). Representasi ( Elemen elemen pada level pertama ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tertulis seperti kata, proposdisi, kalimat, caption, foto, grafik dan lainnya, sedangkan dalam televisi seperti kamera, tata cahaya, editing, musik latar dan sebagiannya). Ideologi Semua elemen diorganisasikan ke dalam koherensi dan ideologi ideologi seperti individualisme, liberalisme, sosialisme, patriaki, ras, kelas, materialisme, kapitalisme dan sebagiannya. Sumber : Eriyanto, 2001, Hal 116. Representasi sendiri terdiri dari duakomponen yang penting yakni konsep dalam pemikiran dan bahasa, dimana kedua komponen ini saling berelasi. Konsep yang kita miliki dalam pikiran kita membuat kita mengetahui makna dari hal tersebut, namun makna tidak dapat dikomunikasikan tanpa bahasa, oleh karena itu representasi menggunakan pendekatan konstruksionis yang berargumen bahwa makna dikonstruksi melalui bahasa, sehingga konsep ( dalam pemikiran ) dan tanda ( bahasa ) menjadi bagian penting yang digunakan dalam proses konstruksi atau produksi makna ( Hall, 2003 : 17). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa representasi adalah proses memproduksi makna dari konsep yang ada di pikiran kita melalui bahasa. Konsep representasi dalam penelitian ini yaitu bagaimana dalam film Elif menunjukkan pandangan dan memberi gambaran mengenai kekerasan pada anak yang diproduksi dan dikonstruksi. Alat-alat representasi dalam film ini yaitu Elif sebagai korban kekerasan, serta pemeran lainnya sebagai tokoh pelaku kekerasan dalam film ini, aksesoris yang digunakan baik dari 10

penampilan, kostum, tata rias, lingkungan, tingkah laku, cara bicara, gerak tubuh, ekspresi, suara, kamera, cahaya, editing, musik, dialog yang menandai adanya kekerasan terhadap anak dalam film ini. 2.3.Semiotika Komunikasi. Tanda merupakan basis dari seluruh proses komunikasi. Dengan perantaraan tanda tanda, banyak hal yang bisa kita komunikasikan ( Sobur, 2009 : 15 ). Semiotika biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda danda, yang pada dasarnya merupakan studi atas kode kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang idenentitias tertentu sebagai tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna ( Budiman, 2011 : 3 ). Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Keberadaannya mampu menggantikan sesuatu yang lain, dapat dipikirkan, atau dibayangkan. Semiotika berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda. Ada kecenderungan bahwa manusia selalu mencari arti atau berusaha memahami segala sesuatu yang ada di sekelilingnya dan dianggapnya sebagai tanda. Pemaknaan terhadap dunia tanda pada tingkat yang paling rendah adalah pemaknaan secara lugas, yakni menginterpretasikan berdasarkan asal makna tanda tersebut ( Sobur, 2009 : 15 ). 2.3.1. Semiotika Model John Fiske Semiotik Dalam Film Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan, sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik (Fiske, 2006:9). Bila kita mempelajari tanda tidak bisa memisahkan tanda yang satu dengan tanda-tanda yang lain yang membentuk sebuah sistem, dan kemudian disebut sistem tanda. Lebih sederhananya semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna. Menurut John Fiske dan John Hartley, konsentrasi semiotik adalah pada hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya. Juga 11

bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode kode (Budiman, 2011 : 61) Menurut James Monaco ( dalam Budiman, 2011 :63 ), mengatakan bahwa film tidak mempunyai gramatika, untuk itu ia menawarkan kritik bahwa teknik yang digunakan dalam film dan gramatika pada sifat kebahasaannya adalah tidak sama. Tidak cukup menggunakan kajian linguistik untuk menganalisa sebuah film, karena film terdiri dari kode kode yang beraneka ragam. Penerapan Semiotik pada film, berarti perlu memperhatikan aspek medium film yang berfungsi sebagai tanda, dalam hal ini pengambilan kamera ( Shot ) dan kerja kamera (camera work), Efek kamera, efek suara, intonasi, kata, kalimat, intonasi, gerak tubuh dan lainnya. Dengan cara ini, peneliti mengamati tanda- tanda yang mengandung makna sebagai bentuk kekerasan terhadap anak dalam film Elif yang hendak diteliti. 2.3.2. Semiotika Dalam Film Film merupakan transformasi dari gambaran-gambaran kehidupan manusia. Kehidupan manusia penuh dengan simbol yang mempunyai makna dan arti berbeda, dan lewat simbol tersebut film memberikan makna yang lain lewat bahasa visualnya. Film juga merupakan sarana ekspresi indrawi yang khas, yang dikomunikasikan dengan kemahiran mengekspresikan image yang ditampilkan dalam film yang kemudian menghasilkan makna tertentu yang sesuai konteksnya. Tidaklah mengherankan bahwa film merupakan bidang kajian penerapan semiotika, film dibangun dengan tanda tanda tersebut termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dalam rangka mencapai efek yang diharapkan. Film menjadi media yang menarik untuk dijadikan bahan kajian yang mempelajari berbagai hal di dalamnya. Film memberikan makna makna sehingga film dapat dijadikan media untuk mengkonstruksikan pandangan seseorang terhadap suatu kejadian di masyarakat. Film memiliki dua unsur utama di dalamnya yaitu gambar dan dialog. Film disini dapat disebut sebagai citra ( image ) berbentuk visual bergerak dan suara dalam dialog di dalamnya. Citra menurut Barthes merupakan amanat ikonik ( iconic massage ) yang dapat dilihat berupa adegan ( Scenee ) yang 12

terekam. Kode kode dalam film terbentuk dari kondisi sosial budaya dimana film itu dibuat, serta sebaliknya kode tersebut dapat berpengaruh pada masyarakatnya ketika seseorang melihat film, ia memahami gerakan, aksen, dialog, dan lainya, kemudian disesuaikan dengan karakter untuk memperoleh posisi dalam struktur kelas atau dengan mengkonstruksikan apa yang dilihat dalam film dengan lingkungannya ( Sobur 2009 : 127 ). 2.4. Kekerasan Terhadap Anak Kekerasan dapat diartikan sebagai hal yang bersifat keras atau perbuatan seseorang maupun kelompok yang menyebabkan cideranya seseorang atau menyebabkan kematian. Kekerasan yang terjadi dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis serta kekerasan seksual ( Saraswati, 2006 : 485 ). Dengan demikian apabila menghubungkan antara kekerasan dengan anak anak sebagai objeknya maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan tindakan yang bersifat keras yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap anak anak sebagai korban. Kekerasan yang dilakukan dapat berupa kekerasan fisik, psikis serta kekerasan seksual. Lebih lanjut, Saraswati ( 2006 ) menjelaskan bentuk bentuk kekerasan sebagai berikut : 2.4.1. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik adalah suatu tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau cacat secara fisik terhadap seseorang. Kekerasan fisik dapat berbentuk menampar, menjambak, mendorong. Bentuk kekerasan seperti ini biasanya menyebabkan luka ringan bagi korbannya sehingga disebut dengan kekerasan fisik ringan, sedangkan yang dimaksud dengan kekerasan fisik berat adalah kekerasan fisik yang dapat menimbulkan kematian seperti memukul dengan benda keras, menendang, melakukan percobaan pembunuhan dengna senjata terhadap seseorang. 2.4.2. Kekerasan Psikis Kekerasan psikis adalah suatu tindakan yang menyebabkan ketakutan, hilangnnya rasa percaya diri, hilangnnya kemampuan untuk bertindak, menimbulkan rasa tidak berdaya serta memberikan tekanan psikis yang berat 13

terhadap sesorang. Kekerasan ini mencakup penyiksaan secara emosional serta verbal terhadap korban, yang berujung pada kerusakan mental dari korban. Kekerasan seperti ini dapat berupa pengekangan yang berlebihan, over protektif, perkataan yang terlalu kasar dan lainnya. 2.4.3. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual dapat berupa tindak pemaksaan terhadap seseorang untuk melakukan hubungan seks. Bentuk kekerasan ini adalah pemerkosaan, melakukan hubungan seks dengan fantasi fantasi yang berujung pada perlakuan kasar terhadap pasangan, serta merugikan patner dari suatu hubungan seks. 2.4.4. Kekerasan Sosial Kekerasan sosial terhadap anak yaitu penelantaran dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian layak terhadap proses tumbuh kembang anak. (Abdullah 2010 : 66). 2.5. Penelitian Terdahulu. Pokok bahasan mengenai kekerasan dalam film bahkan kekerasan terhadap anak dalam film merupakan hal yang sering diteliti atau didalami. Sekalipun telah banyak penelitian mengenai kekerasan dalam media terutama terhadap anak, namun bagi peneliti hal ini tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelitian pada tema atau topik tersebut. Kedua penelitian terdahulu tersebut memberikan gambaran serta pemahaman konsep yang cukup jelas bagi peneliti mengenai hal hal yang berhubungan dengan kekerasan terhadap anak dalam film, sehingga penelitih lebih mengenal dan memahami bentuk bentuk kekerasan terhadap anak dalam media, khususnya dalam film. Media semakin berkembang, hal-hal yang disajikan oleh media terutama film, turut mengalami perubahan. Sekalipun dengan tema yang sama, namun apabila diteliti pada waktu yang berbeda, tentunya akan ditemukan pula hal hal yang berbeda. Dengan demikian penulis melampirkan beberapa penelitian sebelumnya 14

yang juga membahas tentang kekerasan dalam film pada umumnya serta kekerasan terhadap anak dalam film 2.5.1. Representasi Kekerasan Terhadap Anak ( Analisis Semiotika Dalam Film Alangkah Lucunya Negeri Ini ). Penelitian ini dilakukan oleh Vetriani Maluda pada tahun 2014. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang paling banyak ditonjolkan dalam film ini. Selain kekerasan fisik ada juga ancaman ancaman terhadap anak anak yang dilakukan oleh Bang Jarot. 2.5.2. Representasi Kekerasan Anak Di Media ( Studi Semiotika Kekerasan Pada Anak Yang Direpresentasikan Dalam Film Slumdog Millionaire ). Penelitian ini dilakukan oleh Diyah Ayu Iswari pada tahun 2010. Melalui penelitiannya ditemukan kekerasan terhadap anak-anak gelandangan di India yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, warga sipil, sesama anak gelandangan, preman juga saudara. Dimana kehidupan anak-anak gelandangan sangat memprihatinkan, dari umur yang sangat belia harus hidup sendiri dan menerima perlakukan yang tidak manusiawi tanpa adanya perlindungan dari Negara. Salah satu penderitaan yang mereka terima ialah mengalami kekerasan dari kekerasan simbolik hingga kekerasan fisik. 2.6. Kerangka Pikir Semiotika adalah studi mengenai tanda dan cara tanda-tanda tersebut bekerja, kedua kata tersebut memiliki definisi yang sama, walaupun penggunaan salah satunya biasanya menunjukan mengenai pemikiran penggunanya. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana kekerasan digambarkan serta bentuk dari kekerasan itu sendiri dalam film Elif. Maka dari itu, peneliti menggunakan model John Fiske sebagai pisau analisis. Semiotik yang dikaji oleh John Fiske antara lain membahas pertandaan dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, dan bagaimana makna dibangun dalam teks media, atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna dalam suatu objek yang peneliti akan teliti. 15

Dari peta John Fiske di atas diadaptasi bahwa sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar dirinya sendiri (objek), dan ini dipahami oleh seseorang, dan ini memiliki efek di benak penggunanya (interpretant). Fiske berpendapat bahwa realitas adalah produk yang dibuat oleh manusia. Dari ungkapan tersebut diketahui bahwa Fiske berpandangan apa yang ditampilkan di layar kaca, seperti film, adalah merupakan realitas sosial. Dengan demikian maka kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut : 16

Bagan 2.5. Kerangka Pikir. Film Elif Semiotika Model Jhon Fiske Level Realitas Level Representasi Level Ideologi Representasi Kekerasan Dalam Film Elif ( Fisik, Psikis, Seksual & Sosial ) 17

18