BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

19 Oktober Ema Umilia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. daerah pegunungan, pantai, waduk, cagar alam, hutan maupun. dalam hayati maupun sosio kultural menjadikan daya tarik yang kuat bagi

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

2014 POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

Tabel 1.1 Data Jenis Kawasan di Bantul

Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

GUMUK PASIR PARANGTRITIS KONVERSI VERSUS KONSERVASI ( Sebuah Tinjauan Penggunaan Lahan dengan Model Dinamik)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman hayati di dunia, 15,3% nya terdapat di Indonesia (sumber: http://news.unpad.ac.id/?p=36173). Seiring berjalannya waktu, terdapat ancaman kepunahan beberapa spesies yang rentan sehingga membuat tingkat keanekaragaman hayati menurun. Laju kepunahan keanekaragaman hayati di Indonesia cukup tinggi. Diperkirakan pada tahun 2050, perubahan iklim juga mengancam 25% biota darat menuju kepunahan (sumber: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/04/15/ nmukgr-laju-kepunahan-keanekaragaman-hayati-indonesia-tinggi). Hal ini disebabkan oleh seleksi alam dan rusaknya habitat oleh tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mencegah dan mengurangi tingkat kepunahan flora dan fauna di Indonesia, pemerintah membuat kebijakan dengan menetapkan adanya kawasan konservasi. Kawasan konservasi dipergunakan untuk mengelola kemanfaatan bagi keanekaragaman hayati secara bijaksana dan berkelanjutan. Kawasan konservasi merupakan kawasan penting dalam tata ruang sehingga keberadaannya perlu diatur dan dicantumkan dalam dokumen perencanaan wilayah. Dokumen perencanaan tata ruang dapat menjadi wadah hukum perlindungan kawasan konservasi. Beberapa kawasan konservasi yang telah ditetapkan di Indonesia di antaranya taman nasional, suaka margasatwa dan cagar alam. Di sisi lain, banyak kegiatan yang dilakukan di kawasan konservasi, salah satunya adalah kegiatan pariwisata. Sudah diketahui bahwa sektor pariwisata memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar. Dengan memanfaatkan potensi yang sudah ada, pemerintah meningkatkan daya tarik wisata di tiap daerah agar pendapatan sektor ini dapat maksimal. Namun, tak jarang keberadaan obyekobyek wisata di beberapa daerah menyebabkan kerusakan lingkungan karena bertolakbelakang dengan pelestarian alam. Maka, diperlukan perubahan paradigma 1

pengembangan pariwisata dari peningkatan secara ekonomi harus bergeser ke manfaat ekologis. Gagasan baru ini disebut dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan yaitu pengembangan yang memerhatikan keseluruhan aspek yaitu ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan. Untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan, ditekankan pengembangan dari segi lingkungan alam untuk mencapai keseimbangan dan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Konsep ekowisata menjadi alternatif, di mana wisatawan diajak untuk menjaga kelestarian alam dan bermanfaat bagi penduduk setempat secara ekonomi maupun sosial dan budaya. Ekowisata biasanya diterapkan pada kawasan konservasi yang juga memiliki fungsi lain secara terbatas. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kawasan destinasi wisata kedua setelah Bali. Hal ini didukung oleh banyaknya ragam wisata budaya, alam dan buatan di daerah ini. Pengembangan pariwisata di wilayah utara dan selatan menjadi strategi yang nampak dominan. Pengembangan pariwisata di wilayah utara meliputi kawasan wisata Gunung Merapi yang berada di Kaliurang, Kabupaten Sleman. Wisata pegunungan yang menggali tentang keindahan alam serta napak tilas sejarah meletusnya Gunung Merapi yang mengakibatkan kerusakan fisik yang cukup parah sehingga kawasan tersebut kini menjadi kawasan konservasi yaitu taman nasional. Sedangkan pengembangan pariwisata di wilayah selatan cenderung didominasi wisata bahari di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Bantul. Kawasan pesisir pantai selatan memiliki ombak yang cukup tinggi sehingga mengancam adanya bencana tsunami. Ditambah dengan perubahan iklim yang semakin nyata, ancaman tersebut meningkat. Daerah pantai selatan mulai menerapkan konsep ekowisata. Ekowisata yang saat ini berkembang berada di Kawasan Konservasi Mangrove Pantai Baros, Desa Tirtohargo, Kabupaten Bantul. Kawasan ini termasuk dalam zona inti pencadangan kawasan konservasi taman pesisir mangrove Kabupaten Bantul sesuai SK Bupati Bantul 284 Tahun 2014. Bentuk konservasi yang dilakukan di kawasan ini dengan pemenanam mangrove dan meningkatkan kepedulian wisatawan untuk menjaga lingkungan. 2

Kawasan Konservasi Mangrove Baros berada di muara Sungai Opak yang mana sampah yang dibawa dari daerah perkotaan menjadi masalah yang cukup serius. Dikarenakan lokasinya di daerah pesisir, terdapat ancaman abrasi dan intrusi air laut serta angin laut yang mengandung garam berbahaya terhadap tanaman pertanian penduduk. Selain itu, mangrove juga berperan dalam mengurangi dampak perubahan iklim yang terjadi di daerah pesisir. Kawasan konservasi lainnya berada Pantai Goa Cemara, Desa Srigading, Kecamatan Sanden. Kegiatan yang dilakukan adalah konservasi penyu merujuk Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 bahwa penyu adalah satwa yang harus dilindungi. Maka dari itu, kelompok masyarakat memanfaatkan potensi ini ke dalam pariwisata. Konsep ekowisata yang diusung dalam pengembangannya bermanfaat secara ekonomi karena menjadi pundi retribusi baru bagi pariwisata Kabupaten Bantul. Selain itu, ekowisata juga menjadi sumber edukasi lingkungan kepada masyarakat dan wisatawan untuk lebih peduli dan menjaga kelestarian alam. Ekowisata merupakan salah satu alat dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Berbeda dengan pariwisata pada umumnya yang cenderung merusak kawasan wisata. Konsep ekowisata dapat membantu melestarikan lingkungan dan membuat kehidupan menjadi lebih baik. Maka dari itu, diperlukan karakteristik khusus agar ekowisata dapat berlangsung secara berkelanjutan karena keunikan karakteristik kawasan wisata menjadi daya tarik penting yang tidak ditemukan di kawasan lain. 1.2 Rumusan Masalah Suatu kawasan ekwisata memiliki kriteria tersendiri. Saat ini, banyak didirikan kawasan ekowisata baru namun, meski sama-sama mengusung konsep ekowisata, pantai tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik tersebut menjadi penting untuk mengembangkan kawasan lain yang serupa sehingga perlu diketahui pula faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya. Maka dari itu, muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik di kedua kawasan ekowisata? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik tersebut? 3

1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui Karakteristik Kawasan Konservasi Mangrove Pantai Baros dan konservasi penyu Pantai Goa Cemara sebagai kawasan ekowisata 2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik kawasan ekowisata khususnya di kawasan konservasi mangrove Pantai Baros dan konservasi penyu Pantai Goa Cemara 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Dalam penelitian ini ditemukan jenis karakteristik kawasan ekowisata yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan obyek wisata. Terlebih lagi dalam hal pengendalian kegiatan wisata yang dapat merusak fungsi konservasi. Penelitian ini juga bermanfaat pada kebijakan pertimbangan zonasi kawasan konservasi dalam penataan ruang. 2. Bagi Masyarakat Penelitian tentang pariwisata dapat bermanfaat terutama dalam mengolah potensi yang dimiliki serta mempelajari pentingnya pelestarian alam sehingga mendatangkan manfaat baik secara ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan di sekitar obyek wisata. Selain itu, dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan obyek wisata dan lingkungan sekitar. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini mempelajari karakteristik kawasan beserta faktor-faktornya sehingga dapat menjadi kontribusi bagi ilmu pengetahuan di bidang perencanaan wilayah dan kota. Selain itu, dapat menjadi bahan acuan untuk perencanaan kawasan pariwisata dengan berbasis ekowisata. 1.5 Batasan Penelitian 1.5.1 Areal Area yang menjadi lokasi penelitian ini berada di kawasan konservasi Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan pemilihan lokasi 4

ini ialah adanya peraturan SK Bupati No 284 Tahun 2014 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Taman Pesisir Bantul yang menetapkan kawasan konservasi meliputi dua kawasan pantai yaitu: a. Kawasan Konservasi Mangrove di Pantai Baros, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek. b. Kawasan Konservasi Penyu di Pantai Goa Cemara, Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden. Gambar 1.1 Lokasi Penelitian Sumber: Google Maps, 2016 1.5.2 Substansial Batasan substansi yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi karakteristik kawasan ekowisata yang dijabarkan melalui teori-teori dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang dibuktikan secara nyata di lapangan. 1.5.3 Temporal Penelitian ini akan dilakukan dalam kurun waktu 5 bulan yaitu dari bulan Mei hingga September 2016. 5

1.6 Keaslian Penelitian Dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya agar terhindar dari praktik plagiarism. Penelitian dengan judul Karakteristik Kawasan Ekowisata dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Pantai Baros dan Pantai Goa Cemara, Kabupaten Bantul ini memiliki perbedaan dari penelitian-perencanaan sebelumnya meskipun ada beberapa teori acuan yang digunakan berasal dari sumber yang sama. Perbedaan yang mendasar ialah lokasi, metode, dan variabel penelitian. 1. Melati, 2015, dengan judul Perencanaan Kawasan Ekowisata Pesisir Temajuk, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Tugas Akhir tersebut berisi tentang perencanaan kawasan ekowisata di daerah pesisir Temajuk. Perencanaan tersebut dimulai dari penentuan masalah dan analisis teori. Output yang dihasilkan berupa perencanaan desain fisik dan pengelolaan kawasan pesisir Desa Temajuk. 2. Yustrina Wulandari, 2010, dengan judul Perkembangan Kawasan Wisata Pantai Parangtritis, DIY dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Dalam penelitian tersebut dijelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kawasan wisata dengan tinjauan historis representatif dan metode penelitian yaitu induktif-kualitatif. Hasil yang didapatkan berupa pembuktian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kawasan wisata Pantai Parangtritis yang berasal dari teori dan dibandingkan dengan kenyataan di lapangan. 1.7 Sistematika Penulisan 1. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, batasanbatasan meliputi area/lokus penelitian, substansi/fokus yang akan dibahas dan waktu pelaksanaan penelitian, keaslian penelitian, sistematika penulisan dan kerangka pemikiran. 6

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi hal-hal yang relevan dengan penelitian meliputi seluk-beluk pariwisata, ekowisata, kawasan konservasi, serta kawasan pesisir, tanaman mangrove dan konservasi penyu. 3. BAB III METODE PENELITIAN Mencakup pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian, unit amatan dan analisis, variabel dan indikator penelitian, instrumen penelitian, kebutuhan data, metode pengumpulan dan analisis data serta tahapan penelitian. 4. BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum wilayah penelitian meliputi lokasi geografisnya, data kependudukan, sosial-budaya masyarakat, kawasan konservasi yang ada di wilayah tersebut dan Desa Tirtohargo dan Desa Gadingsari sebagai lokasi amatan. 5. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil yang diperoleh dari observasi lapangan dan wawancara dari beberapa narasumber, serta analisis dari datadata tersebut. 6. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Meliputi kesimpulan yang dapat diambil dari bab-bab sebelumnya serta dapat diberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya maupun perencanaan ekowisata. 1.8 Kerangka Pikir Gambar 1.2 Kerangka Pikir Sumber: analisis penulis, 2016 7