RESPON PERTUMBUHAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) UB2 PADA PENAMBAHAN PUPUK N DAN K DI MUSIM KEMARAU Wisnu Eko Murdiono 1*, Nur Azizah 1, Ellis Nihayati 1 1 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang email: denmaswisnu@ub.ac.id ABSTRACT The aim of this research is to obtain the best growth and yield of Curcuma rhizomes on various dose of N and K fertilizer which are planted in the dry season. This research was conducted at the experimental farm of the Faculty of Agriculture in Jatikerto, from April - November 2014. This study used a randomized block design (RBD) with 7 treatments variation of N and K fertilizers were repeated three replications. The dose of urea (N) is 0, 50, 100, 150, 200, 250, 300 kg ha-1 and the application of urea fertilizer (N) per polybag by population are: N0 = no addition, N1 = 1.25 g plant -1, N2 = 2.5 g plant -1, N3 = 3.75 g plant -1, N4 = 5 g plant -1, N5 = 6.25 g plant -1 and N6 = 7.5 g plant -1. Fertilizer KCl (K) is 0, 60, 120, 180, 240, 300, 360 kg ha-1 and the application of fertilizers KCl (K) per polybag by population are: K0 = without the addition of potassium, K1 = 1.5 g plant -1, K2 = 3 g plant -1, K3 = 4.5 g plant -1, K4 = 6 g plant -1, K5 = 7.5 g plant -1 and K6 = 9 g plant -1. The parameters measured were plant height, number of leaves at the age of 8-16 weeks, rhizome fresh weight at the age of 4, 5 and 6 months. The results showed that addition of 2.5 g plant -1 produces better plant height than control at the age of 8-16 weeks after planting. Addition of N fertilizer by dose of 3.75 g plant -1 produces rhizome weight 75.98 g plant -1 and addition of K fertilizer by dose of 4.5 g plant -1 produces rhizome weight of 48.5 g plant -1 which harvested 6 months after planting. Keywords: Curcuma, nitrogen, potassium, fertilizer, dry season ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil rimpang terbaik pada beberapa dosis pupuk N dan K yang ditanam di musim kemarau. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian di Jatikerto, mulai bulan April Nopember 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan variasi dosis pupuk N dan K yang diulang sebanyak 3 kali. Dosis pupuk urea (N) adalah 0, 50, 100, 150, 200, 250, 300 kg ha -1 dan aplikasi dosis pupuk urea (N) per polibag berdasarkan populasi ialah : N0 = tanpa penambahan, N1 = 1,25 g tan -1, N2 = 2,5 g tan -1, N3 = 3,75 g tan -1, N4 = 5 g tan -1, N5 = 6,25 g tan -1 dan N6 = 7,5 g tan -1. Dosis pupuk KCl (K) adalah 0, 60, 120, 180, 240, 300, 360 kg ha -1 dan aplikasi dosis pupuk KCl (K) per polibag berdasarkan populasi ialah : K0 = tanpa penambahan kalium, K1 = 1,5 g tan -1, K2 = 3 g tan -1, K3 = 4,5 g tan -1, K4 = 6 g tan -1, K5 = 7,5 g tan -1 dan K6 = 9 g tan -1. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun umur 8 16 minggu, dan bobot segar rimpang umur 4, 5 dan 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan dosis N 2,5 g tan -1 menghasilkan panjang tanaman lebih baik dibanding kontrol pada umur 8 16 minggu setelah tanam. Penambahan pupuk N dengan dosis N sebesar 3,75 g/tan -1 menghasilkan bobot rimpang sebesar 75.98 g tan -1 dan penambahan pupuk K dengan dosis sebesar 4,5 g tan -1 yang menghasilkan bobot rimpang sebesar 48.5 g tan -1 yang dipanen pada umur 6 bulan setelah tanam. Kata kunci: Temulawak, pupuk, urea, KCl, kemarau PENDAHULUAN Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb. Synm. Curcuma javanica) adalah tanaman obat asli Indonesia. Temulawak merupakan salah satu tanaman obat unggulan yang memiliki khasiat multifungsi. Rimpangnya sering digunakan dalam mengatasi berbagai penyakit, seperti kelainan pada hati/lever, kantong empedu, pankreas. Selain itu juga dapat berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menurunkan kadar kolesterol dalam darah, meningkatkan sistem immunitas tubuh, anti bakteri, anti diabetik, anti hepatotoksik, anti inflamasi, anti oksidan, anti tumor, diuretika dan depresan (Raharjo dan Rostiana, 2004). Kandungan utama dalam rimpang temulawak adalah zat warna kuning kurkuminoid dan minyak atsiri, yang merupakan senyawa yang memiliki khasiat untuk kesehatan serta merupakan hasil metabolit sekunder kelompok fenol yang terbentuk dari prekusor fenilalanin pada kondisi lingkungan tertentu (Taryono, Rahmat dan Sardina, 1987; Afifa, 2003; Taiz dan Zeiger, 2010). Pertumbuhan dan hasil tanaman temulawak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Dari hasil identifikasi terhadap koleksi 20 klon temulawak, telah didapatkan 6 klon unggul harapan yang secara genetik mempunyai potensi hasil dan kadar kurkumin yang tinggi. Berdasarkan hasil uji multilokasi yang telah dilakukan pada tahun 2010, didapatkan bahwa klon UB2 merupakan klon yang 527
berpotensi untuk dikembangkan karena menghasilkan bobot rimpang dan kadar kurkumin cukup tinggi serta adaptif pada lahan yang subur sehingga sangat responsif terhadap perlakuan pemupukan (Wardiyati, et al., 2012). Faktor lingkungan yang berpengaruh besar pada pertumbuhan temulawak adalah curah hujan dan nutrisi. Kebutuhan curah hujan tahunan untuk pertumbuhan temulawak adalah 1000 4000 mm. Tanaman temulawak memiliki pola pertumbuhan yang berbeda apabila ditanam pada pola curah hujan yang berbeda meskipun dengan pemberian unsur nutrisi yang sama, dimana hal tersebut berpengaruh pada hasil rimpang. Hasil penelitian Nihayati (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara hasil rimpang dengan curah hujan, dimana bobot kering rimpang akan meningkat pada saat curah hujan tinggi (musim hujan) dan terjadi penurunan pada kondisi curah hujan rendah (musim kemarau). Ketersediaan unsur hara terutama Nitrogen dan Kalium juga merupakan faktor lingkungan lain yang berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil rimpang temulawak. Nitrogen dibutuhkan dalam proses pembentukan klorofil bersama dengan Mg, mempengaruhi konduktansi stomata, efisiensi fotosintat dan bertanggung jawab terhadap 26-41% hasil produksi tanaman. Nitrogen juga diperlukan dalam biosintesis asam amino (fenilalanin) sebagai prekusor biosintesis kurkuminoid (Kita et al., 2008). Kalium berperan sebagai katalis pada tanaman, menjadi bagian integral dari komponen-komponen tanaman. Unsur ini juga mengatur permeabilitas dinding sel dan aktivitas berbagai unsur mineral serta menetralisir asam organik yang penting secara fisiologis. Tanaman yang tidak mendapatkan cukup Kalium menghasilkan formasi biji atau buah yang kurang baik, daunnya menguning, pertumbuhannya kurang baik dan resistensinya rendah terhadap kondisi dingin dan kering (Marschner, 2012). Nitrogen merupakan hara makro yang paling banyak diserap oleh tanaman temu-temuan dan disusul oleh Kalium dan Fosfat (Rosita et al., 2005). Keseimbangan unsur hara, terutama N dan K, sangat menentukan pertumbuhan dan hasil rimpang temulawak, dimana pemberian pupuk N dan K yang lebih rendah dari kebutuhan dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil rimpang (Pribadi dan Rahardjo, 2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Wardiyati et al. (2010) bahwa dari hasil identifikasi pada 20 lokasi sentra petani temulawak se-jawa dan Madura, didapatkan lahan dengan kadar N dan K sangat rendah, menghasilkan rimpang yang rendah dengan kisaran 0,56 kg tan -1, dibandingkan dengan lokasi sentra petani lain yang mengandung kadar N dan K lebih tinggi, sebesar 1,7 kg tan -1. Nihayati (2013) menyatakan bahwa bobot segar rimpang temulawak terbaik yang dipanen 6 bulan setelah tanam pada musim penghujan memerlukan penambahan pupuk N sebanyak 7,5 g tan -1 untuk menghasilkan rimpang sebanyak 171 g tan -1 dan penambahan pupuk K sebanyak 6 g tan -1 untuk menghasilkan bobot rimpang sebesar 53 g tan -1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan dosis pupuk N dan K yang optimal bagi pertumbuhan dan hasil rimpang temulawak, khususnya yang ditanam pada musim kemarau. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian di Jatikerto, mulai bulan April Nopember 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan variasi dosis pupuk N dan K yang diulang sebanyak 3 kali ulangan. Dosis pupuk urea (N) adalah 0, 50, 100, 150, 200, 250, 300 kg ha -1 dan aplikasi dosis pupuk urea (N) per polibag berdasarkan populasi ialah : N0 = tanpa penambahan, N1 = 1,25 g tan -1, N2 = 2,5 g tan -1, N3 = 3,75 g tan -1, N4 = 5 g tan -1, N5 = 6,25 g tan -1 dan N6 = 7,5 g tan -1. Dosis pupuk KCl (K) adalah 0, 60, 120, 180, 240, 300, 360 kg ha -1 dan aplikasi dosis pupuk KCl (K) per polibag berdasarkan populasi ialah : K0 = tanpa penambahan kalium, K1 = 1,5 g tan -1, K2 = 3 g tan -1, K3 = 4,5 g tan -1, K4 = 6 g tan -1, K5 = 7,5 g tan -1 dan K6 = 9 g tan -1. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun yang diamati pada 8 16 minggu setelah tanam serta bobot segar rimpang yang dilakukan pada umur 4, 5 dan 6 bulan setelah tanam. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis pertumbuhan tanaman temulawak berupa panjang tanaman akibat penambahan beberapa level dosis N dan K pada umur 8 16 minggu setelah tanam dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. 528
Tabel 1. Pengaruh N terhadap panjang tanaman (cm) Pengaruh N Terhadap Panjang Tanaman (cm) N0 34.07 a 42.07 a 47.33 a 47.87 a 48.00 a N1 42.93 ab 51.27 ab 55.00 a 56.00 a 59.33 b N2 48.33 b 55.40 b 60.67 b 63.27 b 65.53 b N3 41.07 a 48.87 a 53.33 a 55.93 a 58.40 b N4 47.33 b 54.13 b 60.07 b 62.53 b 64.00 b N5 46.13 b 54.53 b 58.87 b 60.13 ab 62.67 b N6 47.87 b 55.07 b 58.60 ab 63.40 b 65.20 b BNT 7.88 7.52 8.94 10.26 8.25 Tabel 2. Pengaruh K terhadap panjang tanaman (cm) Pengaruh K Terhadap Panjang Tanaman (cm) K0 33.67 42.07 45.47 47.73 44.07 K1 34.53 41.67 43.53 43.07 43.73 K2 34.33 40.20 43.47 44.87 44.87 K3 32.07 39.60 42.00 44.20 45.87 K4 34.07 41.00 43.33 45.27 45.47 K5 30.93 37.73 40.00 42.00 43.13 K6 29.67 37.73 39.33 39.67 39.93 Pemberian pupuk N sebesar 5 g.tan -1 memberikan pengaruh pada panjang tanaman temulawak yang lebih tinggi dan konstan dibadingkan dengan kontrol pada Tabel 1, dimana panjang tanaman maksimum tercapai pada umur 16 minggu setelah tanam. Urea sebagai sumber N akan memacu pertumbuhan dan perkembangan sel yang mengakibatkan pertambahan panjang tanaman. Behura (2001) menyatakan bahwa N adalah unsur pokok yang dibutuhkan tanaman, karena secara signifikan dapat meningkatkan parameter pertumbuhan vegetatif pada tanaman kunyit dibanding unsur lainnya. Pemberian pupuk K pada berbagai dosis tidak memberikan pengaruh yang nyata pada panjang tanaman temulawak (Tabel 2). Hasil penelitian yang dilakukan Behura (2001) menyatakan bahwa pemberian K saja tidak dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kunyit, tapi hasilnya bisa meningkat sampai 3 kali lipat saat dikombinasikan dengan N, karena tersedianya K yang cukup akan meningkatkan efisiensi pengambilan N pada tanaman yang merupakan stimulor utama pertumbuhan tanaman. Hasil analisis terhadap parameter pertumbuhan tanaman temulawak yang lain, berupa jumlah daun, disajikan pada Tabel 3 dan 4 berikut ini. Tabel 3. Pengaruh N terhadap jumlah daun Pengaruh N Terhadap Jumlah Daun N0 5.33 6.40 7.40 7.20 7.60 N1 5.60 6.73 7.53 8.40 8.20 N2 5.27 6.80 8.00 8.40 8.80 N3 5.73 6.93 7.73 8.00 8.20 N4 5.33 6.73 7.33 8.40 8.87 N5 5.27 6.73 7.80 8.47 8.67 N6 5.27 6.73 8.00 8.07 8.60 529
Tabel 4. Pengaruh K terhadap jumlah daun Pengaruh K Terhadap Jumlah Daun K0 5.33 6.47 7.60 8.00 8.73 K1 5.40 6.60 7.60 7.80 7.33 K2 5.20 6.40 7.33 7.80 7.53 K3 5.13 6.13 6.87 7.93 7.43 K4 5.33 6.27 6.73 7.40 7.47 K5 5.00 5.93 6.87 7.33 7.53 K6 4.87 5.87 6.80 7.47 6.60 Pemberian beberapa level dosis N dan K tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter jumlah daun temulawak (Tabel 3 dan 4). Jumlah daun pada pertumbuhan tanaman lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (Devy, 2009). Penelitian ini dilakukan di musim kemarau, dimana temulawak yang ditanam pada musim kemarau memiliki rentang waktu tumbuh hingga senesen yang lebih pendek dibandingkan musim hujan, sekitar 4 bulan (16 minggu) setelah tanam. Pada musim penghujan, pertumbuhan panjang tanaman dan jumlah daun tertinggi dicapai pada umur 6 bulan (24 minggu) setelah tanam (Nihayati, 2013). Hasil analisis bobot segar rimpang akibat perlakuan beberapa dosis N dan K disajikan pada Tabel 5 dan 6. Tabel 5. Pengaruh perlakuan N terhadap bobot segar rimpang (g/tan) Pengaruh N Terhadap Bobot Segar Rimpang (g/tan) 4 bst 5 bst 6 bst N0 42.16 50.93 a 47.07 a N1 44.92 51.97 a 55.73 a N2 58.92 47.71 a 65.12 ab N3 46.68 78.93 b 75.98 b N4 35.15 37.33 a 64.13 a N5 29.88 69.68 b 62.63 a N6 42.61 49.47 a 46.78 a BNT tn 17.4 18 Tabel 6. Pengaruh perlakuan K terhadap bobot segar rimpang (g/tan) Pengaruh K Terhadap Bobot Basah Rimpang (g/tan) 4 bst 5 bst 6 bst K0 29.25 41.92 a 40.05 a K1 42.83 41.00 a 32.60 a K2 32.68 34.20 a 24.70 a K3 57.26 44.95 a 48.50 ab K4 37.01 36.85 a 26.84 a K5 31.98 37.67 a 24.23 a K6 33.63 37.47 a 32.61 a BNT tn 16.4 18.8 Pemberian beberapa dosis pupuk N dan K memberikan pengaruh yang nyata pada bobot segar rimpang temulawak yang dipanen pada umur 5 dan 6 bulan setelah tanam. Aplikasi dosis N sebesar 3,75 g.tan-1 dan dosis K sebesar 4,5 g.tan -1, berpengaruh pada peningkatan bobot segar rimpang dari bulan ke-5 hingga ke-6 setelah tanam, meskipun tidak berbeda nyata antar perlakuan yang lain (Tabel 5 & 6). Pada panen bulan ke-6, penambahan 3,75 g tan -1 N dapat menghasilkan bobot segar rimpang sebesar 75.98 g tan -1 dan penambahan 4,5 g tan -1 K menghasilkan bobot segar rimpang sebesar 48.5 g tan -1. Temulawak yang ditanam pada musim penghujan memiliki kebutuhan N dan K yang berbeda serta menghasilkan bobot rimpang yang berbeda pula. Hasil panen temulawak 6 bulan setelah tanam yang ditanam pada musim penghujan diperlukan kebutuhan pupuk N sebanyak 7,5 g 530
tan -1 yang dapat menghasilkan rimpang sebanyak 171 g tan -1 dan kebutuhan pupuk K sebanyak 6 g tan -1 Untuk menghasilkan bobot rimpang sebesar 53 g tan -1 (Nihayati, 2013). Dari kedua hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan dosis optimum N dan K pada temulawak yang ditanam pada musim yang berbeda yang berpengaruh pada hasil yang berbeda pula.dosis optimum N dan K untuk temulawak yang ditanam pada musim kemarau (dosis N sebesar 3,75 g.tan-1 dan dosis K sebesar 4,5 g.tan -1 ) lebih rendah dibandingkan dengan dosis optimum pada musim penghujan (N sebesar 7,5 g tan -1 dan K sebesar 6 g tan -1 ). Dosis optimum N dan K yang lebih rendah pada musim kemarau berpengaruh pada hasil bobot rimpang yang rendah (75.98 g tan -1 dan 48.5 g tan -1 ) dibandingkan dengan bobot rimpang pada musim hujan (171 g tan -1 dan 53 g tan -1 ). Gambar gambar hasil panen temulawak pada umur 4, 5 dan 6 bulan setelah tanam, akan disajikan berikut ini. Gambar 1. Hasil panen temulawak umur 4 bulan dan 5 bulan pada perlakuan N Gambar 2. Hasil panen temulawak umur 6 bulan pada perlakuan N Gambar 3. Hasil panen temulawak umur 4 dan 5 bulan pada perlakuan K 531
Gambar 4.Hasil panen temulawak umur 6 bulan pada perlakuan K KESIMPULAN Penambahan dosis N 2,5 g tan -1 memberikan pengaruh lebih baik pada panjang tanaman temulawak umur 8 16 minggu setelah tanam. Bobot basah rimpang pada panen umur 6 bulan yang lebih tinggi dihasilkan pada pemberian dosis N sebesar 3,75 g/tan -1 yang menghasilkan bobot rimpang sebesar 75.98 g tan -1 dan dosis K sebesar 4,5 g tan -1 yang menghasilkan bobot rimpang sebesar 48.5 g tan -1. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Hibah Penelitian BOPTN dari DIKTI tahun anggaran 2014/2015. DAFTAR PUSTAKA Devy, L. 2009. Analisis keragaman dan stabilitas genetika temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Indonesia. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. p 1 2. Behura, S. 2001. Effect of nitrogen and potassium on growth parameters and rhizomatic. Indian J. Agron. 46 : 747 751. Kuswanto and N. Azizah. 2011. Yield evaluation on six UB clones of Curcuma xanthorriza. The second international symposium on Temulawak. IPB Bogor. Nihayati, E., T. Wardiyati, Soemarno, R. Retnowati. 2013. Rhizome yield of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) at N, P, K various level and N, K combination. J. Agrivita 35(1) : 1 11. Pribadi, E. R. dan M. Rahardjo. 2008. Efisiensi Pemupukan NPK pada Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). Jurnal Littri. 14(4) : 162 170. Raharjo, M dan O. Rostiana. 2004. Standar prosedur operasional budidaya temulawak. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. 12(3) : 150 162. Rosita, S.M.D., M. Rahardjo dan Kosasih. 2005. Pola pertumbuhan dan serapan hara N, P, K tanaman bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Littri. 11(1) : 32 36. Taiz, L. and E. Zeiger. 2010. Plant Physiology Fifth Edition. Sinauer Associates Inc. p 782. Taryono, E.M., S. Rahmat dan A. Sardina. 1987. Plasma Nutfah Tanaman Temu-temuan. Balitro. 3(1) : 47 56. Wardiyati, T., Y. Rinanto, T. Sunarni dan N. Azizah. 2010. Identifikasi hasil dan kurkumin pada Curcuma xanthorhiza dan Curcuma domestica hasil koleksi di Jawa dan Madura. J. Agrivita 32 (1) : 1 11 Wardiyati, T., Kuswanto dan N. Azizah. 2012. Yield and curcumin content stability of five UB clones of temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). J. Agrivita. 34(3) : 233 238. 532