BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Foto 4.10 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 10)

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIJORONG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB V PENAMPANG SEIMBANG

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

JAWA BARAT TUGAS AKHIR. Di Program. Disusun oleh:

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR DAERAH CIKATOMAS DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK, BANTEN.

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

ANALISIS KINEMATIK SESAR ANJAK (THRUST FAULT) DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EVOLUSI TEKTONIK ZONA KENDENG DAERAH NGRANCANG DAN SEKITARNYA

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

Gambar 1.2 Anatomi lipatan (Mc Clay, 1987)

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH DESA SUKARAMA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Gambar 3.14 Peta pola kelurusan lembah dan bukit di daerah penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

STRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956)

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Identifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Teknik, 36 (1), 2015, RANCANG BANGUN MODEL KOMPRESI DAN TARIK PERMODELAN SANDBOX DAN MANFAATNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

9. Lipatan. 9.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

Foto 3.30 Bidang Sesar Malekko 3 di Salu Malekko.

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

SKRIPSI FRANS HIDAYAT

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DAERAH CIMANINTIN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROPINSI JAWA BARAT

GEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SUKARESMI, KABUPATEN CIANJUR TANJUNGSARI, KABUPATEN BOGOR DAN SEKITARNYA, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH CIMANGGU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 STRUKTUR SESAR Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar naik yang berarah relatif barat-timur (WNW-ESE) dan sesar geser yang berarah relatif baratdaya-timur laut (NE-SW). Sesar-sesar tersebut diberi nama berdasarkan sifat pergeserannya dan lokasi geografis tempat sesar-sesar tersebut dijumpai. 4.1.1 Cipamarayan Cipamarayan berada di utara daerah penelitian dengan arah umum WNW-ESE. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya zona breksiasi, terdapatnya air terjun pada litologi yang sama, kekar gerus, kekar tarik, dan sesar minor pada S. Ciseupan (Foto 4.1). Kekar gerus dan kekar tarik juga ditemukan pada S. Cigadung hulu (Cjr-13). Selain itu, perubahan kemiringan lapisan yang cukup sifnifikan dalam jarak yang pendek juga menjadi indikasi keberadaan sesar ini. Kelurusan yang terlihat pada peta topografi dan arah dari breksiasi menjadi arah umum dari sesar ini. Hasil analisis kinematik dari pengukuran data struktur di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 298 0 E/ 50 0 SE dengan kedudukan net-slip 38 0, N 79 0 E dan pitch sebesar 53 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Mengiri Cipamarayan. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 15 0, N 62 0 E. Vicky Ruliansatri (12005019) 41

a b U c Foto 4.1. Indikasi keberadaan Sesar Cipamarayan, (a) sesar minor, (b) air terjun, (c) breksiasi, (Foto diambil di Cbt-6 dan Cbt-7). 4.1.2 Cirendeu Cirendeu memiliki arah umum WNW-ESE. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya zona breksiasi, terdapatnya air terjun pada litologi yang sama, kekar gerus, kekar tarik, dan sesar minor pada S. Ciseupan (Foto 4.2). Kekar gerus, kekar tarik dan cermin sesar juga ditemukan pada S. Cigadung hulu (Cjr-8). Struktur-struktur ini merupakan struktur penyerta dari sesar naik. Kelurusan yang terlihat pada peta topografi dan arah breksiasi menjadi arah umum dari sesar ini. Hasil analisis kinematik dari pengukuran data struktur yang diperoleh dari lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 293 0 E/ 51 0 NE dengan kedudukan net-slip 37 0, N 325 0 E serta pitch sebesar 49 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Cirendeu. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 53 0, N 75 0 E. Vicky Ruliansatri (12005019) 42

a U Foto 4.2. Indikasi keberadaan Sesar Cirendeu, (a) air terjun, (b) breksiasi, (Foto diambil di Csp-15 dan Csp- 16). b 4.1.3 Cibayawak Cibayawak memiliki arah umum WNW-ESE. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya zona hancuran, pada S Ciseupan. Kemudian adanya kekar gerus, dan kekar tarik, pada S Cigadung (CBY-1). Struktur-struktur ini merupakan struktur penyerta dari sesar naik (Foto 4.3). Selain itu, juga dijumpai lapisan tegak yang mengindikasikan adanya sesar naik. Kelurusan yang terlihat pada peta topografi menjadi arah umum dari sesar ini. Analisis kinematik dari pengukuran data struktur yang diperoleh dari lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 293 0 E/ 50 0 SE dengan kedudukan net-slip 42 0, N 65 0 E serta pitch sebesar 60 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Mengiri Cibayawak. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 20 0, N 204 0 E. Vicky Ruliansatri (12005019) 43

a b c Foto 4.3. Indikasi keberadaan Sesar Cibayawak, (a) zona hancuran, (b) kekar gerus, (c) lapisan tegak, (Foto diambil (a) di Csp-8, (b, c) di Cby-1 dan Slb-1). 4.1.4 Pasir Sireum Pasir Sireum memiliki arah umum WNW-ESE. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya zona breksiasi, kekar gerus, kekar tarik, dan dijumpai adanya lapisan tegak pada S Cigadung (Foto 4.4). Sesar minor juga ditemukan pada sungai dekat daerah Pasir Gombong (Cjb-13). Struktur-struktur ini merupakan struktur penyerta dari sesar naik. Kelurusan yang terlihat pada peta topografi dan arah breksiasi menjadi arah umum dari sesar ini. Analisis kinematik dari pengukuran data struktur yang diperoleh dari lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 292 0 E/ 51 0 SE dengan kedudukan net-slip 36 0, N 322 0 E serta pitch sebesar 46 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Ps. Sireum. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 24 0, N 183 0 E. Vicky Ruliansatri (12005019) 44

a b c Foto 4.4. Indikasi keberadaan Sesar Ps. Sireum, (a) sesar minor di Cjb-14, (b) kekar gerus di Cgd-14, (c) zona breksiasi di Cgd- 13. 4.1.5 Sesar Mendatar G. Kasur Sesar G. Kasur memiliki arah umum NNW-SSE. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya cermin sesar, kekar gerus, dan kekar tarik, di G. Kasur (Foto 4.5). Kelurusan yang terlihat pada peta topografi dan bidang cermin sesar menjadi arah sesar ini. Analisis kinematik dari pengukuran data struktur di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 323 0 E/ 78 0 NE dengan kedudukan net-slip 24 0, N 140 0 E serta pitch sebesar 28 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Turun G. Kasur. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 28 0, N 182 0 E. Vicky Ruliansatri (12005019) 45

a b Foto 4.5. Cermin Sesar, bukti keberadaan Sesar G. Kasur (Foto diambil di Gks-1 ). 4.1.6 Sesar Mendatar Bojongkawung Sesar Bojongkawung memiliki arah umum NE-SW. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya cermin sesar, kekar gerus, dan kekar tarik, di S. Ciseupan (Foto 4.6). Kelurusan yang terlihat pada peta topografi dan bidang sesar menjadi arah sesar ini. Analisis kinematik dari data pengukuran struktur di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 24 0 E/ 77 0 SE dengan kedudukan net-slip 36, N 35 0 E serta pitch sebesar 38 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Mengiri Turun Bojongkawung. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 38 0, N 25 0 E X Foto 4.6. Bidang Sesar Bojongkawung (Foto diambil di Csp-3 ke arah Barat). Vicky Ruliansatri (12005019) 46

Foto 4.7. Gejala Sesar Bojongkawung berupa kekar gerus (Foto diambil di Csp-3). 4.1.7 Sesar Mendatar Cirangkas Sesar Cirangkas memiliki arah umum NE-SW. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya kekar gerus dan kekar tarik, di S. Cisireum (Foto 4.8). Selain itu ditemukan cermin sesar di S. Citalun dan di anak S. Ciseupan di daerah Cirangkas (Foto 4.9). Pada peta topografi bisa diamati adanya pergeseran yang memisahkan Ps. Sireum dan Ps. Gombong. Kelurusan yang terlihat pada peta topografi dan bidang sesar menjadi arah sesar ini. Analisis kinematik dari pengukuran data struktur di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 222 0 E/ 77 0 SE dengan kedudukan net-slip 11 0, N 35 0 E serta pitch sebesar 12 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Mengiri Naik Cirangkas. Foto 4.8. Gejala Sesar Cirangkas berupa kekar gerus (Foto diambil di Ctl-14). Vicky Ruliansatri (12005019) 47

a b Foto 4.9. Gejala Sesar Cirangkas cermin sesar di (a) di Ctl-6 ke arah Timur Laut, dan (b)di Msr-7 ke arah hulu S. Ciseupan. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 4 0, N 16 0 E. 4.1.8 Sesar Mendatar Cijorong Sesar Cijorong memiliki arah umum NE-SW. Keberadaan sesar ini ditunjukkan dengan adanya cermin sesar, kekar gerus, dan kekar tarik di S. Cigadung (Cjr-14) dekat daerah Cijorong (Foto 4.10). Bidang sesar menjadi arah sesar ini. Foto 4.10. Gejala Sesar Cijorong berupa cermin sesar di S. Cigadung (Cjr-14). Vicky Ruliansatri (12005019) 48

Analisis kinematik dari data pengukuran struktur di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar N 20 0 E/ 65 0 NE dengan kedudukan net-slip 2 0, N 22 0 E serta pitch sebesar 4 0. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1971) dalam Harsolumakso (1997), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Mengiri Turun Cirangkas. Sedangkan hasil analisis dinamiknya (Lampiran D) menunjukkan bahwa tegasan σ 1 dan σ 3 horizontal sedangkan σ 2 vertikal (Anderson,1951 dalam Twiss dan Moores, 1992), dengan σ 1 memiliki orientasi 8 0, N 12 0 E. Setelah dilakukan rekontruksi penampang, diinterpretasikan terdapat dua blind fault, yaitu Ci Lio dan Sesar naik G. Kasur. 4.1.9 Ci Lio Ci Lio diinterpretasikan dari perubahan dip domain dalam jarak yang relatif dekat. Sesar ini merupakan sesar minor yang terbentuk sebagai splay dari Cibayawak. Dilihat dari sekuen sesar anjak, diperkirakan sesar ini merupakan out-of-sequence thrusting. Sesar ini relatif paralel terhadap Cibayawak, namun keberadaannya tidak menerus. Hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya perubahan dip domain pada blok bagian barat. 4.1.10 G. Kasur G. Kasur diinterpretasikan dari posisi stratigrafi dari Satuan Batupasir. Pada penampang geologi bisa kita lihat ketebalan dari satuan ini menjadi lebih tebal pada daerah G. Kasur. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya G. Kasur. 4.2 STRUKTUR LIPATAN Struktur lipatan di daerah penelitian memiliki arah sumbu lipatan yang searah dengan arah jurus sesar naik yaitu relatif WNW-ESE. Struktur lipatan tersebut yaitu Antiklin Ciherang, Sinklin Cikarae, Antiklin Ps. Seuseupan, Sinklin Cirendeu, Antiklin Cikareo, Sinklin Ci Lio, Antiklin Ciawitali, Antiklin Cibayawak, dan Sinklin Ps. Sireum. Arah umum dari sumbu lipatan tersebut dapat menjadi kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian memiliki arah NNE-SSW. 4.2.1 Antiklin Ciherang Antiklin Ciherang terletak di bagian utara daerah penelitian pada Satuan Batupasir-Batulempung. Antiklin ini diinterpretasikan berada di utara Desa Ciherang. Vicky Ruliansatri (12005019) 49

Dari hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D) lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 298 0 E/ 36 0 SW dan N 153 0 E/ 22 0 NE, bidang sumbu N 135 0 E/ 62 0 NE, dan sumbu lipatan 9 0, N 310 0 E. Klasifikasi lipatan:. a. Sudut antar sayap : Lipatan Landai b. Fleuty (1964) : Subhorizontal Steeply Inclined Folds c. Rickard (1971) : Horizontal Folds 4.2.2 Sinklin Cikarae Sinklin Cikarae terletak di bagian utara daerah penelitian pada Satuan Breksi- Batupasir. Sinklin ini diinterpretasikan berada di Desa Cikarae dan menerus ke arah timur melewati Desa Sampora. Hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D), lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 156 E/ 22 0 SW dan N 291 0 E/ 44 0 NE, bidang sumbu N 134 0 E/ 51 0 SW, dan sumbu lipatan 11 0, N 305 0 E. Klasifikasi lipatan:. a. Sudut antar sayap : Lipatan Terbuka b. Fleuty (1964) : Gently Plunging moderately Inclined c. Rickard (1971) : Inclined Folds 4.2.3 Antiklin Ps. Seuseupan Antiklin ini berada pada hulu S. Cigadung dan menerus ke timur melalui Ps. Seuseupan. Lipatan ini ditandai dengan perubahan arah kemiringan pada lokasi Cjr-8 dan Cjr-9 yang berarah SSW menjadi NNE pada lokasi Cjr-11 dan Cjr-12 Lipatan ini terbentuk karena pengaruh sesar naik. Hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D), lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 100 E/ 48 0 SW dan N 283 0 E/ 38 0 NE, bidang sumbu N 282 0 E/ 81 0 SW, dan sumbu lipatan 2 0, N 102 0 E. Klasifikasi lipatan: a. Sudut antar sayap : Lipatan Terbuka b. Fleuty (1964) : SubhorizontalUpright Folds c. Rickard (1971) : Horizontal Upright Folds Vicky Ruliansatri (12005019) 50

4.2.4 Antiklin Cikareo Geologi dan Analisis Struktur Untuk Karakterisasi Sesar Anjak Antiklin ini berada pada hulu S. Cigadung di daerah Cikareo. Lipatan ini ditandai dengan perubahan arah kemiringan pada lokasi Cjr-6 yang berarah SSW menjadi NNE pada lokasi Cjr-7. Lipatan ini terbentuk karena pengaruh sesar naik. Hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D), lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 103 0 E/ 82 0 SW dan N 292 0 E/ 78 0 NE, bidang sumbu N 288 0 E/ 88 0 NE, dan sumbu lipatan 26 0, N 106 0 E. Klasifikasi lipatan: a. Sudut antar sayap : Lipatan Ketat b. Fleuty (1964) : Gently Plunging Upright Folds c. Rickard (1971) : Horizontal Upright Folds 4.2.5 Sinklin Ci Lio Sinklin ini berada pada hulu S. Ci Lio. Lipatan ini ditandai dengan perubahan arah kemiringan pada lokasi Cjr-3 yang berarah NNE menjadi SSW pada lokasi Cjr-4. Lipatan ini terbentuk karena pengaruh sesar naik. Hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D), lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 105 0 E/ 85 0 SW dan N 296 0 E/ 81 0 NE, bidang sumbu N 291 0 E/ 88 0 NE, dan sumbu lipatan 35 0, N 120 0 E. Klasifikasi lipatan: a. Sudut antar sayap : Lipatan Ketat b. Fleuty (1964) : Moderately Plunging Upright Folds c. Rickard (1971) : Upright Folds 4.2.6 Antiklin Ciawitali Antiklin ini berada pada S. Ciseupan di daerah Ciawitali. Lipatan ini terbentuk karena pengaruh sesar naik. Hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D), lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 264 0 E/ 80 0 NW dan N 96 0 E/ 80 0 SW, bidang sumbu N 269 0 E/ 89 0 NW, dan sumbu lipatan 30 0, N 270 0 E. Klasifikasi lipatan: a. Sudut antar sayap : Lipatan Ketat b. Fleuty (1964) : Moderately Plunging Upright Folds c. Rickard (1971) : Upright Folds Vicky Ruliansatri (12005019) 51

4.2.7 Antiklin Cibayawak Geologi dan Analisis Struktur Untuk Karakterisasi Sesar Anjak Antiklin ini berada pada S. Cigadung di daerah Cibayawak. Lipatan ini terbentuk karena pengaruh sesar naik. Hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D), lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 280 0 E/ 79 0 NE dan N 116 0 E/ 78 0 SW, bidang sumbu N 108 0 E/ 88 0 SW, dan sumbu lipatan 32 0, N 288 0 E. Klasifikasi lipatan: a. Sudut antar sayap : Lipatan Ketat b. Fleuty (1964) : Moderately Plunging Upright Folds c. Rickard (1971) : Upright Folds 4.2.8 Sinklin Ps. Sireum Sinklin ini berada pada S. Cigadung menerus ke timur melalui Ps. Sireum sampai ke S. Ciseupan. Hasil pengolahan data terhadap bidang perlapisan (Lampiran D), lipatan ini memiliki kedudukan umum sayap-sayap lipatan N 270 0 E/ 42 0 N dan N 116 0 E/ 79 0 SW, bidang sumbu N 285 0 E/ 76 0 NE, dan sumbu lipatan 20 0, N 292 0 E. Klasifikasi lipatan: a. Sudut antar sayap : Lipatan tertutup b. Fleuty (1964) : Gently Plunging Steeply Inclined Folds c. Rickard (1971) : Inclined Folds 4.3 MEKANISME PEMBENTUKAN STRUKTUR GEOLOGI Dari analisis struktur geologi di atas, disimpulkan bahwa daerah penelitian merupakan bagian dari fold thrust belt dan berada pada zona foreland yang berhubungan dengan rezim tektonik kompresi. Zona foreland disebut juga zona eksternal yang memiliki karakteristik kurang dominannya deformasi plastis, tidak terpengaruh oleh metamorfisme dan strain yang bersifat non-penetratif (Marshak dan Mitra, 1988). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sesar anjak di daerah penelitian berhubungan dengan deformasi thin skinned. Deformasi thin skninned bekerja pada suatu lapisan stratigrafi dengan besaran hanya mencapai puluhan kilometer, serta tidak melibatkan batuan dasar (Mc Clay, 2000). Sesar naik merupakan strutur utama yang bekerja di daerah penelitian, dengan strutur penyerta berupa sesar geser dan lipatan. Lipatan-lipatan tersebut berhubungan dengan sesar naik (fault-related fold). Fault-related fold secara umum dapat dibagi menjadi fault propagation fold dan fault bend fold. Tipe fault bend fold (gambar 4.1) Vicky Ruliansatri (12005019) 52

dicirikan oleh adanya pelengkungan sebagai akibat dari pemendekan dengan lipatan antiklin yang memiliki sudut hampir sama dengan sumbu lipatan vertikal. Sedangkan tipe fault propagation fold (gambar 4.2) terbentuk akibat pembengkokan yang bersifat lentur dari suatu lapisan batuan yang kemudian memicu pecahnya batuan dan pada akhirnya membentuk suatu bidang pensesaran. Di cirikan oleh adanya sayap lipatan yang curam bahkan terbalik pada bagian forelimb (Suppe, 1985 dalam Mc Clay, 2000). Gambar 4.1 Fault bend fold (McClay, 2000). Gambar 4.2 Fault Propagation Fold, tipe lipatan yang berhubungan dengan sesar anjak (Suppe, 1985 dalam, Mitra, 1986; Twiss dan Moores, 1992). Pada tahap perkembangannya, sesar dapat memotong melalui bidang lemah dan merubah geometrinya. Sesar umumnya memotong melalui forelimb atau bagian atas dari detachment. Struktur ini dikenal dengan istilah breakthrough fault propagation folds. Bentukannya bisa berupa antiklinal breaktough, synclinal breaktrough, decollement breaktrough, dan high-angle breaktrough (Gambar 4.3). Salah satu bentuk geometri ini diperkirakan terjadi pada daerah penelitian, yaitu antiklinal breaktough pada Cibayawak. Vicky Ruliansatri (12005019) 53

Slip Slip a. Anticlinal breaktrough b. Synklinal breaktrough Slip c. Decollement breaktrough d. High-angle breaktrough Gambar 4.3 Breakthrough fault propagation folds (Suppe, 1984 dalam Tearpock dan Bischke, 1991). Sesar geser yang ada di daerah penelitian merupakan compartmental faults (Brown, 1975, dalam Davis dan Reynolds, 1996) yang dihasilkan dari sesar sobekan (tear fault) akibat perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan dari blok yang berbeda (gambar 4.4), dengan kata lain sesar sobekan memisahkan segmen yang memiliki besaran strain berbeda yang juga meyebabkan perbedaan geometri dan frekuensi dari sesar dan lipatan. Hal ini menjelaskan terdapat lipatan yang tidak menerus di daerah penelitian. Tear Fault Gambar 4.4 Tear fault, memisahkan blok-blok dengan respon berbeda terhadap pemendekan yang terjadi (McClay, 2000). Adanya urutan beberapa sesar anjak yang relatif sejajar satu dan lainnya pada daerah penelitian diperkirakan sebagai hasil dari bekerjanya suatu sekuen sesar anjak (Marshak dan Mitra, 1988). Dari karakteristiknya, yaitu sesar yang bersusun secara berdekatan dan terbentuknya sesar berasal dari detachment yang naik ke atas namun Vicky Ruliansatri (12005019) 54

tidak membentuk roof thrust, sistem sesar anjak pada daerah penelitian diinterpretasikan sebagai sebuah sistem sesar imbrikasi. Sistem imbrikasi kemungkinan terbentuk karena adanya overlapping fault propagation folds (McClay, 2000). Erosion Level Gambar 4.5. Model sesar imbrikasi (McClay, 2000). Sistem sesar anjakan imbrikasi di daerah penelitian diklasifikasikan ke dalam tipe leading (Gambar 4.6), dengan pergerakan sesar paling awal berada pada bagian depan atau paling bawah dari urutan sesar yang ada (McClay, 2000). Hal ini dibuktikan oleh besarnya nilai pergeseran Sesar Anjak Ps Sireum yang berada paling utara daerah penelitian dan secara vertikal berada paling bawah diantara sesar anjak lainnya. Namun, juga terbentuk sesar out of sequence, yaitu Ci Lio 5 4 3 2 1 Gambar 4.6 Sesar imbrikasi tipe leading (McClay, 2000). 5 1 4 3 2 Gambar 4.7 Model out-of-sequence thrust. Dari penjelasan di atas, dan dari analsisis strutur geologi, disimpulkan bahwa daerah penelitian mengalami satu fasa rezim kompresi yang membentuk sesar anjak dan struktur penyerta berupa sesar geser dan lipatan. Arah tegasan utama σ 1 berarah Vicky Ruliansatri (12005019) 55

NNE-SSW yang ditafsirkan sebagai arah dari datangnya subduksi. Waktu terbentuknya struktur geologi diperkirakan antara Pliosen Awal Pleistosen. Hal ini berdasarkan kepada tidak terpengaruhnya satuan Breksi Volkanik oleh sesar dan lipatan. 4.4 PENAMPANG SEIMBANG (BALANCED CROSS-SECTION) Penampang geologi merupakan pemodelan yang sangat penting untuk memberikan informasi tentang struktur geologi, sehingga intepretasi dari penampang sebaiknya mendekati keadaan yang sebenarnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan cross-section balancing, karena dapat membantu kita dalam menguji validitas geometri secara struktural dari suatu penampang geologi. Fungsi lainnya adalah untuk mengetahui sejarah deformasi sehingga kita bisa menggambarkan kondisi penampang sebelum mengalami deformasi. 4.4.1 Metode Kink Lipatan yang terbentuk pada jalur sesar anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus, namun membentuk beberapa dip domain sesuai dengan perubahan dip yang ada (Usdansky & Groshong, 1984; Fail, 1969 op cit Marshak dan Mitra, 1988). Untuk itulah dipilih metode Kink, karena Metode Kink merupakan metode rekontruksi penampang yang menggunakan dip domain sebagai batas tempat kemiringan lapisan berubah. Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang akan memudahkan perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan. Proses rekonstruksi penampang dengan Metode Kink dilakukan melalui beberapa tahapan, yang pertama yaitu penyajian data kedudukan lapisan dan batas satuan stratigrafi sebagai data dasar (Gambar 4.8). Kemudian dilakukan penentuan dip domain dengan cara membuat garis bagi sudut antara dua kemiringan lapisan yang berbeda (Gambar 4.9). Setelah semua dip domain dibuat, tiap-tiap batas stratigrafi ditarik berdasarkan domain kemiringan lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap (Gambar 4.10). V A W B X Y C Z Gambar 4.8 Penyajian data kedudukan dan batas satuan (Marshak dan Mitra, 1988). Vicky Ruliansatri (12005019) 56

Garis bagil Garis normal Garis normal V A W B X Y C Z Gambar 4.9 Penentuan dip domain antara dua data kedudukan (Marshak dan Mitra, 1988). V A W B X Y C Z Gambar 4.10 Rekontruksi lipatan (Modifikasi dari Marshak dan Mitra, 1988). Rekonstruksi penampang dengan Metode Kink menggunakan asumsi bahwa ketebalan lapisan dianggap konstan. Asumsi ini terkadang menyebabkan terjadinya perbedaan antara data stratigrafi di lapangan dengan rekonstruksi dari kedudukan lapisan. 4.4.2 Perhitungan Kedalaman Detachment Fault Perhitungan kedalaman detachment penting dilakukan karena detachment dijadikan dasar penarikan struktur-struktur yang direstorasi. Perhitungan dilakukan dengan cara mengukur Lu, yaitu panjang awal (sebelum terdeformasi) dan Ld, yaitu panjang akhir (setelah terdeformasi) dari lapisan batuan. Kemudian dihitung luas Ax. Selanjutnya melalui matematika sederhana dapat kita tentukan dalamnya detachment (d) (Gambar 4.11). Vicky Ruliansatri (12005019) 57

Lu Ld Ax H A1 d H = Lu Ld Ax = A1 = H x d d = Ax/H Gambar 4.11 Perhitungan kedalaman detachment (Marshak dan Mitra, 1988). Pada penelitian, perhitungan kedalaman detachment dikombinasikan dengan data ketebalan satuan batuan. Dari perhitungan diperoleh, kedalaman detachment untuk penampang A-B dan penampang C-D ± 2100 m, dan kedalaman detacment untuk penampang E-F ± 1900 m. 4.4.3 Restorasi Penampang Seimbang Restorasi bertujuan untuk menguji validitas penampang yang dihasilkan. Menurut Marshak dan Mitra (1988), beberapa konsep dasar yang diterapkan dalam melakukan restorasi antara lain; prinsip keseimbangan panjang lapisan, prisnsip keseimbangan luas, dan prinsip keseimbangan bentuk sesar. Prinsip kesimbangan panjang lapisan berarti, panjang lapisan sebelum dan sesudah deformasi adalah sama dan berada pada level regional yang sama. Sedangkan prinsip keseimbangan luas berarti volume batuan sebelum dan sesudah deformasi adalah sama. Prinsip keseimbangan bentuk sesar menjadi faktor penting untuk melakukan interpolasi dari geometri ramp dan flat dari sesar. Interpolasi diperlukan karena bentuk sesar dipengaruhi oleh pergerakan sesar yang lebih muda. Untuk memastikan penampang berada pada kondisi seimbang perlu dilakukan evaluasi penampang. Evaluasi dapat dilakukan melalui loose line dan pin line. Pada penampang terdeformasi (Gambar 4.13, 4.14 dan 4.15), loose line diletakkan pada bagian utara, dan pin line diletakkan pada bagian selatan. Vicky Ruliansatri (12005019) 58

Loose line merupakan titik tidak tetap yang diletakkan pada bagian hangingwall dari penampang terdeformasi dan berguna untuk mengetahui apakah penampang yang dihasilkan dapat dipercaya atau tidak. Secara ideal, penampang dikatakan seimbang apabila loose line membentuk garis lurus. Namun, dari restorasi penampang (lampiran..) diperoleh garis loose line yang miring searah dengan arah kemiringan lapisan (Lampiran E-V). Loose line yang miring dapat diterima asalkan pada bagian bawah berlawanan dengan arah transport energi (Marshak dan Mitra, 1988). Sebaliknya, penampang dikategorikan tidak seimbang jika dari hasil restorasi, loose line membentuk kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan (Marshak dan Mitra, 1988). Pin line merupakan titik yang tidak mengalami pergerakan selama deformasi. Pin line dibagi menjadi pin line lokal dan pin line regional. Pin line lokal diletakkan pada bagian penampang dengan satuan stratigrafi yang lengkap sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian foot-wall ataupun pada bagian penampang yang tidak terdeformasi. Selanjutnya dilakukan straightforward cross section balancing melalui beberapa metode (Mount dkk, 1990): 1. Pengabungan dan pengujian data 2. Membuat hipotesis 3. Membuat balanced forward models 4. Membandingkan model yang dihasilkan dengan model yang telah ada 5. Membuat solusi dari model yang dihasilkan. Gambar 4.12 Doagram forward modelling (Mount et al.,1990 dalam, Tearpock dan Bischke, 1991). Vicky Ruliansatri (12005019) 59

Dari hasil rekontruksi dilakukan perhitungan pemendekan dan besaran stretch. Data hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Perhitungan pemendekan dan besar stretch tiap penampang. Penampang Pemendekan Stretch Kedalaman Detachment A - B 35,9 % 0,63 ± 2100 C - D 36 % 0,62 ± 2100 E - F 40 % 0,59 ± 1900 Dari rekontruksi penampang seimbang didapatkan bahwa sistem sesar anjak di daerah penelitian diklasifikasikan ke dalam sitem sesar imbrikasi tipe leading yang mengalami out of sequence thrusting, dikarenakan keseimbangan penampang diperoleh setelah dilakukan restorasi pada Ci Lio terlebih dahulu, selanjutnya Sesar Naik G kasur yang berada paling utara dan kemudian berturut-turut sear yang ada di selatannya. Rekontruksi bertujuan untuk mengetahui sejarah pembentukan struktur geologi di daerah penelitian, dan pada akhirnya dihasilkan suatu keadaan terestorasi yang menunjukkan kondisi stratigrafi sebelum deformasi terjadi. Vicky Ruliansatri (12005019) 60

? Ps. Sireum Cibayawak Antiklin Cibayawak Cireunde Cipamarayan Gambar 4.13 Penampang terdeformasi E - F Sesar Mendatar G. Kasur G. Kasur Vicky Ruliansatri (12005019) 61

D 1000 800 600 400 200 0-200 - 400-600 - 800-1000 - 1200-1400 - 1600-1800? Antiklin Cikareo Cibayawak Antiklin Cibayawak Ps. Sireum Sinklin Ps. Sireum Gambar 4.14 Penampang terdeformasi C-D Antiklin Ps. Seseupan Cireunde Ci Lio Cipamarayan C 1000 800 600 400 200 0-200 - 400-600 - 800-1000 - 1200-1400 - 1600-1800 Elevasi Vicky Ruliansatri (12005019) 62

B 1000 800 600 400 200 0-200 - 400-600 - 800-1000 - 1200-1400 - 1600-1800? Cibayawak Antiklin Cibayawak Ps. Sireum Sinklin Ps. Sireum Gambar 4.15 Penampang terdeformasi A-B Antiklin Ps. Seseupan Antiklin Cikareo Cireunde Ci Lio A 1000 800 600 400 200 0-200 - 400-600 - 800-1000 - 1200-1400 - 1600-1800 Elevasi (m) Vicky Ruliansatri (12005019) 63

A Cipamarayan Cibayawak Ps. Sireum 200 0 Ci Lio B 0-200 - 200-400 - 600-800 - 1000-1200 - 1400-1600 - 1800? - 400-600 - 800-1000 - 1200-1400 - 1600-1800 Elevasi (m) Gambar 4.16. Penampang A B. Vicky Ruliansatri (12005019) 64